Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

ANEMIA
Di susun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Praktek Belajar Lapangan
(PBL)

Disusun Oleh
Sentia Dewi NPM: AK.1.14.083
Ruangan Anyelir I

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bhakti Kencana Bandung


Jl. Soekarno Hatta No. 754 Cibiru
Bandung
2018
LAPORAN PENDAHULUAN ANEMIA

1.1 PENGERTIAN
Anemia adalah suatu kondisi dimana terjadi penurunan kadar hemoglobin
(Hb) atau sel darah merah (eritrosit) sehingga menyebabkan penurunan
kapasitas sel darah merah dalam membawa oksigen (BPOM, 2011)
Anemia adalah penyakit kurang darah, yang ditandai dengan kadar
hemoglobin (Hb) dan sel darah merah (eritrosit) lebih rendah dibandingkan
normal. Jika kadar hemoglobin kurang dari 14 g/dl dan eritrosit kurang dari
41% pada pria, maka pria tersebut dikatakan anemia. Demikian pula pada
wanita, wanita yang memiliki kadar hemoglobin kurang dari 12 g/dl dan
eritrosit kurang dari 37%, maka wanita itu dikatakan anemia. Anemia bukan
merupakan penyakit, melainkan merupakan pencerminan keadaan suatu
penyakit atau akibat gangguan fungsi tubuh. Secara fisiologis anemia terjadi
apabila terdapat kekurangan jumlah hemoglobin untuk mengangkut oksigen ke
jaringan. (Smeltzer & Bare, 2002)
Anemia didefinisikan sebagai penurunan volume eritrosit atau kadar Hb
sampai di bawah rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat. Anemia adalah
gejala dari kondisi yang mendasari, seperti kehilangan komponen darah,
elemen tidak adekuat atau kurang nutrisi yang dibutuhkan untuk pembentukan
sel darah, yang mengakibatkan penurunan kapasitas pengangkut oksigen darah
dan ada banyak tipe anemia dengan beragam penyebabnya. (Marilyn E,
Doenges, Jakarta, 2002)
Anemia adalah keadaan dimana jumlah sel darah merah atau konsentrasi
hemoglobin turun dibawah normal.(Wong, 2003)

1.2 ETIOLOGI:
1. Hemolisis (eritrosit mudah pecah)
2. Perdarahan
3. Penekanan sumsum tulang (misalnya oleh kanker)
4. Defisiensi nutrient (nutrisional anemia), meliputi defisiensi besi,
folic acid, piridoksin, vitamin C dan copper
Menurut Badan POM (2011), Penyebab anemia yaitu:
1. Kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung zat besi,
vitamin B12, asam folat, vitamin C, dan unsur-unsur yang diperlukan
untuk pembentukan sel darah merah.
2. Darah menstruasi yang berlebihan. Wanita yang sedang menstruasi
rawan terkena anemia karena kekurangan zat besi bila darah
menstruasinya banyak dan dia tidak memiliki cukup persediaan zat besi.
3. Kehamilan. Wanita yang hamil rawan terkena anemia karena janin
menyerap zat besi dan vitamin untuk pertumbuhannya.
4. 4. Penyakit tertentu. Penyakit yang menyebabkan perdarahan terus-
menerus di saluran pencernaan seperti gastritis dan radang usus buntu
dapat menyebabkan anemia.
5. Obat-obatan tertentu. Beberapa jenis obat dapat menyebabkan
perdarahan lambung (aspirin, anti infl amasi, dll). Obat lainnya dapat
menyebabkan masalah dalam penyerapan zat besi dan vitamin (antasid, pil
KB, antiarthritis, dll).
6. Operasi pengambilan sebagian atau seluruh lambung (gastrektomi).
Ini dapat menyebabkan anemia karena tubuh kurang menyerap zat besi
dan vitamin B12.
7. Penyakit radang kronis seperti lupus, arthritis rematik, penyakit
ginjal, masalah pada kelenjar tiroid, beberapa jenis kanker dan penyakit
lainnya dapat menyebabkan anemia karena mempengaruhi proses
pembentukan sel darah merah.
8. Pada anak-anak, anemia dapat terjadi karena infeksi cacing
tambang, malaria, atau disentri yang menyebabkan kekurangan darah yang
parah.

1.3 KLASIFIKASI ANEMIA


1. Anemia Aplastik
Merupakan anemi yang ditandai dengan pansitopenia (penurunan jumlah
semua sel darah) darah tepi dan menurunnya selularitas sumsum tulang.
Dengan menurunnya selularitas, susmsum tulang tidak mampu
memproduksi sel darah. Berdasarkan bentuk sel darahnya, anemia ini
termasuk dalam anemia normositik normokromik seperti anemi pasca
pendarahan.
Adapun beberapa penyebab terjadinya anemi aplastik diantaranya adalah:
a. Menurunnya jumlah sel induk yang merupakan bahan dasar sel
darah. Penurunan sel darah induk bisa terjadi karena bawaan, dalam arti
tidak jelas penyebabnya (idiopatik), yang dialami sekitar 50%
penderita. Selain karena bawaan, penurunan sel induk juga bisa terjadi
karena didapat, yaitu karena adanya pemakaian obat-obatan seperti
bisulfan, kloramfenikol, dan klopromazina. Obat-obat tersebut
menyebabkan penekanan sumsum tulang.
b. Lingkungan mikro (micro environment) seperti radiasi dan
kemoterapi yang lama dapat mengakibatkan sembab yang fibrinus dan
infiltrasi sel.
c. Penurunan poitin, sehingga yang befungsi merangsang tumbuhnya
sel-sel darah dalam sumsum tulang tidak ada.
d. Adanya sel inhibitor (T. Limphosit) sehingga
menekan/menghambat maturasi sel-sel induk pada sumsum tulang.

2. Anemia defesiensi besi


Merupakan anemia yang terjadi karena kekurangan zat besi yang
merupakan bahan baku pembuat sel darah dan hemoglobin. Kekurangan zat
besi (Fe) dapat disebabkan oleh berbagai hal yaitu asupan yang kurang
mengandung zat besi terutama pada fase pertumbuhan cepat, penurunan
reabsorbsi karena kelainan pada usus atau karena anak banyak
mengkonsumsi the (menurut penelitian, ternyata teh dapat menghambat
rebsorbsi Fe), dan kebutuhan yang mengikat, misalnya pada anak balita
yang pertumbuhannya cepat sehingga memerlukan nutrisi yang lebih
banyak.
3. Anemia hemolitik
Merupakan anemi yang terjadi karena umur eritrosit yang lebih
pendek/prematur. Secara normal, eritrosit berumur antara 100-120 hari.
Adanya penghancuran eritrosit yang berlebihan akan mempengaruhi fungsi
hepar, sehingga ada kemungkinan terjadinya peningkatan bilirubin. Selain
itu, sumsum tulang dapat membentuk 6-8 kali lebih banyak sistem
eritropoetik daripada biasanya, sehingga banyak dijumpai eritrosit dan
retikulosit pada darah tepi. Benrdasarkan bentuk sel darahnya anemi
hemolitik ini termasuk dalam anemi normositik normokromik. Kekurangan
bahan pembentuk sel darah, seperti vitamin, protein, atau adanya infeksi
dapat menyebabkan ketidakseimbangan antara pengahancuran dan
pembetukan sistem eritropoetik.
Penyebab anemi hemolitik diduga sebagai berikut:
a. Kongenital, misalnya kelainan rantai Hb dan defisiensi enzim
G6PD.
b. Didapat, misalnya infeksi sepsis, penggunaan obat-obatan, dan
keganasan sel. (Price, 2006).

1.4 PATOFISIOLOGI
Adanya suatu anemia mencerminkan adanya suatu kegagalan sumsum atau
kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum
(misalnya berkurangnya eritropoesis) dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi,
pajanan toksik, invasi tumor atau penyebab lain yang belum diketahui. Sel
darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi).
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau
dalam system retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Hasil
samping proses ini adalah bilirubin yang akan memasuki aliran darah. Setiap
kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direfleksikan dengan
peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi normal ≤ 1 mg/dl, kadar diatas 1,5
mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera).
Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, (pada
kelainan hemplitik) maka hemoglobin akan muncul dalam plasma
(hemoglobinemia). Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas
haptoglobin plasma (protein pengikat untuk hemoglobin bebas) untuk mengikat
semuanya, hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal dan kedalam
urin (hemoglobinuria).
Kesimpulan mengenai apakah suatu anemia pada pasien disebabkan oleh
penghancuran sel darah merah atau produksi sel darah merah yang tidak
mencukupi biasanya dapat diperoleh dengan dasar:1. hitung retikulosit dalam
sirkulasi darah; 2. derajat proliferasi sel darah merah muda dalam sumsum
tulang dan cara pematangannya, seperti yang terlihat dalam biopsi; dan ada
tidaknya hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia. (Sjaifoellah, 2006)

1.5 TANDA DAN GEJALA


1. Lemah, letih, lesu dan lelah
2. Sering mengeluh pusing dan mata berkunang-kunang
3. Gejala lanjut berupa kelopak mata, bibir, lidah, kulit dan telapak
tangan menjadi pucat. Pucat oleh karena kekurangan volume darah dan
Hb, vasokontriksi
4. Takikardi dan bising jantung (peningkatan kecepatan aliran darah)
Angina (sakit dada)
5. Dispnea, nafas pendek, cepat capek saat aktifitas (pengiriman O2
berkurang)
6. Sakit kepala, kelemahan, tinitus (telinga berdengung)
menggambarkan berkurangnya oksigenasi pada SSP
7. Anemia berat gangguan GI dan CHF (anoreksia, nausea, konstipasi
atau diare (Amin Huda, 2013)

1.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Menurut Guillermo dan Arguelles (Riswan, 2003) pemeriksaan yang dapat
dilakukan untuk memperkuat penegakkan diagnosa anemia antara lain:
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Hemoglobin
Hemoglobin adalah parameter status besi yang memberikan suatu
ukuran kuantitatif tentang beratnya kekurangan zat besi setelah
anemia berkembang. Pada pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat
dilakukan dengan menggunakan alat sederhana seperti Hb sachli.
b. Penentuan Indeks Eritrosit Penentuan indeks eritrosit secara tidak
langsung dengan flowcytometri atau menggunakan rumus
c. Pemeriksaan Hapusan Darah Perifer
Pemeriksaan hapusan darah perifer dilakukan secara manual.
Pemeriksaan menggunakan pembesaran 100 kali dengan
memperhatikan ukuran, bentuk inti, sitoplasma sel darah merah.
Dengan menggunakan flowcytometry hapusan darah dapat dilihat
pada kolom morfology flag.
d. Luas Distribusi Sel Darah Merah (Red Distribution Wide = RDW)
Luas distribusi sel darah merah adalah parameter sel darah merah
yang masih relatif baru, dipakai secara kombinasi dengan parameter
lainnya untuk membuat klasifikasi anemia. RDW merupakan variasi
dalam ukuran sel merah untuk mendeteksi tingkat anisositosis yang
tidak kentara. Kenaikan nilai RDW merupakan manifestasi
hematologi paling awal dari kekurangan zat besi, serta lebih peka dari
besi serum, jenuh transferin, ataupun serum feritin. MCV rendah
bersama dengan naiknya RDW adalah pertanda meyakinkan dari
kekurangan zat besi, dan apabila disertai dengan eritrosit
protoporphirin dianggap menjadi diagnostik. Nilai normal 15 %.
e. Eritrosit Protoporfirin (EP)
EP diukur dengan memakai haematofluorometer yang hanya
membutuhkan beberapa tetes darah dan pengalaman tekniknya tidak
terlalu dibutuhkan. EP naik pada tahap lanjut kekurangan besi
eritropoesis, naik secara perlahan setelah serangan kekurangan besi
terjadi. Keuntungan EP adalah stabilitasnya dalam individu,
sedangkan besi serum dan jenuh transferin rentan terhadap variasi
individu yang luas. EP secara luas dipakai dalam survei populasi
walaupun dalam praktik klinis masih jarang.
f. Besi Serum (Serum Iron = SI)
Besi serum peka terhadap kekurangan zat besi ringan, serta menurun
setelah cadangan besi habis sebelum tingkat hemoglobin jatuh.
Keterbatasan besi serum karena variasi diurnal yang luas dan
spesitifitasnya yang kurang. Besi serum yang rendah ditemukan
setelah kehilangan darah maupun donor, pada kehamilan, infeksi
kronis, syok, pireksia, rhematoid artritis, dan malignansi. Besi serum
dipakai kombinasi dengan parameter lain, dan bukan ukuran mutlak
status besi yang spesifik.
g. Serum Transferin (Tf)
Transferin adalah protein tranport besi dan diukur bersama -sama
dengan besi serum. Serum transferin dapat meningkat pada
kekurangan besi dan dapat menurun secara keliru pada peradangan
akut, infeksi kronis, penyakit ginjal dan keganasan.
h. Transferrin Saturation (Jenuh Transferin)
Jenuh transferin adalah rasio besi serum dengan kemampuan mengikat
besi, merupakan indikator yang paling akurat dari suplai besi ke
sumsum tulang. Penurunan jenuh transferin dibawah 10% merupakan
indeks kekurangan suplai besi yang meyakinkan terhadap
perkembangan eritrosit. Jenuh transferin dapat menurun pada penyakit
peradangan. Jenuh transferin umumnya dipakai pada studi populasi
yang disertai dengan indikator status besi lainnya. Tingkat jenuh
transferin yang menurun dan serum feritin sering dipakai untuk
mengartikan kekurangan zat besi. Jenuh transferin dapat diukur
dengan perhitungan rasio besi serum dengan kemampuan mengikat
besi total (TIBC), yaitu jumlah besi yang bisa diikat secara khusus
oleh plasma.
i. Serum Feritin
Serum feritin adalah suatu parameter yang terpercaya dan sensitif
untuk menentukan cadangan besi orang sehat. Serum feritin secara
luas dipakai dalam praktek klinik dan pengamatan populasi. Serum
feritin < 12 ug/l sangat spesifik untuk kekurangan zat besi, yang
berarti kehabisan semua cadangan besi, sehingga dapat dianggap
sebagai diagnostik untuk kekurangan zat besi. Rendahnya serum
feritin menunjukan serangan awal kekurangan zat besi, tetapi tidak
menunjukkan beratnya kekurangan zat besi karena variabilitasnya
sangat tinggi. Penafsiran yang benar dari serum feritin terletak pada
pemakaian range referensi yang tepat dan spesifik untuk usia dan jenis
kelamin. Konsentrasi serum feritin cenderung lebih rendah pada
wanita dari pria, yang menunjukan cadangan besi lebih rendah pada
wanita. Serum feritin pria meningkat pada dekade kedua, dan tetap
stabil atau naik secara lambat sampai usia 65 tahun. Pada wanita tetap
saja rendah sampai usia 45 tahun, dan mulai meningkat sampai sama
seperti pria yang berusia 60-70 tahun, keadaan ini mencerminkan
penghentian mensturasi dan melahirkan anak. Pada wanita hamil
serum feritin jatuh secara dramatis dibawah 20 ug/ l selama trimester
II dan III bahkan pada wanita yang mendapatkan suplemen zat besi.
Serum feritin adalah reaktan fase akut, dapat juga meningkat pada
inflamasi kronis, infeksi, keganasan, penyakit hati, alkohol. Serum
feritin diukur dengan mudah memakai Essay immunoradiometris
(IRMA), Radioimmunoassay (RIA), atau Essay immunoabsorben
(Elisa).
2. Pemeriksaan Sumsum Tulang
Masih dianggap sebagai standar emas untuk penilaian cadangan besi,
walaupun mempunyai beberapa keterbatasan. Pemeriksaan histologis
sumsum tulang dilakukan untuk menilai jumlah hemosiderin dalam sel-
sel retikulum. Tanda karakteristik dari kekurangan zat besi adalah tidak
ada besi retikuler. Keterbatasan metode ini seperti sifat subjektifnya
sehingga tergantung keahlian pemeriksa, jumlah struma sumsum yang
memadai dan teknik yang dipergunakan. Pengujian sumsum tulang
adalah suatu teknik invasif, sehingga sedikit dipakai untuk
mengevaluasi cadangan besi dalam populasi umum. (Riswan, 2003)

1.7 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan anemia ditujukan untuk mencari penyebab dan mengganti
darah yang hilang:
1) Transpalasi sel darah merah
2) Antibiotik diberikan untuk mencegah infeksi
3) Suplemen asam folat dapat merangsang pembentukan sel darah
merah
4) Menghindari situasi kekurangan oksigen atau aktivitas ayng
membutuhkan oksigen
5) Obati penyebab perdarahan abnormal bila ada
6) Diet kaya besi yang mengandung daging dan sayur hijau
Pengobatan (untuk pengobatan tergantung dari penyebabnya):
1. Anemia aplastik:
a. Transplantasi sumsum tulang
b. Pemberian terapi imunosupresif dengan globolin antitimosit (ATG)
2. Anemia pada defisiensi besi
a. Dicari penyebab defisiensi besi
b. Menggunakan preparat besi oral: sulfat feros, glukonat ferosus dan
fumarat ferosus.
c. Mengatur makanan ayng mengandung zat beso, usahakan
makananan yang diberikan seperti ikan, daging, telur dan sayur.
3. Anemia megaloblastik
a. Defisiensi vitamin B12 ditangani dengan pemberian vitamin B12,
bila difisiensidisebabkan oleh defekabsorbsi atau tidak tersedianya
faktor intrinsik dapat diberikan vitamin B12 dengan injeksi IM.
b. Untuk mencegah kekambuhan anemia terapi vitamin B12 harus
diteruskan selamahidup pasien yang menderita anemia pernisiosa atau
malabsorbsi yang tidak dapat dikoreksi.
c. Anemia defisiensi asam folat penanganannya dengan diet dan
penambahan asam folat 1 mg/hari, secara IM pada pasien dengan
gangguan absorbsi.
ASUHAN KEPERAWATAN
2.1 PENGKAJIAN
Data-data yang perlu dikaji pada penderita anemia meliputi (Doenges,
1999) :
1. Aktivitas/istirahat
Gejala : - Keletihan, kelemahan, malaise umum.
- Kehilangan produktivitas ; penurunan semangat bekerja
- Toleransi terhadap latihan rendah
- kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih banyak
Tanda : - Takikardi/takipnea; dispneu pada bekerja atau istirahat
- Letargi, menarik diri, apatis, lesu dan kurang tertarik pada
sekitarnya.
- Kelemahan otot dan penurunan kekuatan
- .Ataksia, tubuh tidak tegak
- Bahu turun, postur lunglai, berjalan lambat dan tanda-tanda
lainnya yang menunjukkan keletihan
2. Sirkulasi
Gejala : - Riwayat kehilangan darah kronis, mis., perdarahan GI
kronis, menstruasi berat; angina, CHF (akibat kerja jantung
berlebih)
- Riwayat endo karditis infeksi kronik
- Palpitasi
Tanda : - TD : Peningkatan sistolik dengan diastolik stabil dan
tekanan nadi melebar, hipotensi postural
- Disritmia : Abnormalitas EKG, mis., depresi segmen ST
dan pendataran arau depresi gelombang T; takikardia
- Ekstremitas (warna) : Pucat pada kulit daan membran
mukosa (konjungtiva, mulut, faring, bibir) dan dasar kuku;
kulit seperti berlilin, pucat (aplastik, AP) atau kuning lemon
terang (PA)
- Sklera (Biru atau utih)
- Pengisian kapiler melambat
- kuku mudah patah
- Rambut kering, mudah putus, menipis, tumbuh uban secara
premature.
3. Eliminasi
Gejala : - Riwayat pielonefritis, gagal ginjal
- Flatulen, sindrom malabsorpsi
- Hematemesis, melena
- Diare atau konstipasi
- Penurunanhaluaran urin
Tanda : Distensi Abdomen
4. Makanan/cairan
Gejala : Penurunan masukan diet, mual/muntah, dyspepsia, adanya
penurunn berat badan.
Tanda : - Lidah tampak merah (AP ; defisiensi as. folat dan vit. B12)
- Membran mukosa kering, pucat
- Turgor kulit : buruk, kering, tampakkisut/hilang elastisita
- Stomatitis dan glositis
5. Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, ketidakmampuan
berkonsentrasi, insomnia, keseimbangan buruk, sensasi
menjadi dingin.
Tanda : gelisah, depresi, cenderung tidur, apatis, epitaksis (aplastik)
6. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Nyeri abdomen samar ; sakit kepala
Tanda : Perilaku distraksi, gelisah
7. Pernapasan
Gejala : Napas pendek pada istirahat dan aktivitas
Tanda : Takipnea, ortopnea, dispnea
8. Seksualitas
Gejala : Perubahan aliran menstruasi, mis., menoragia atau amenore,
hilang libido (pria dan wanita), impoten
Tanda : Serviks dan dinding vagina pucat

2.2 ANALISA DATA


Data Etiologi Masalah
DS : klien mengatakan Defisiensi nutrient, hemolisis, penekanan sumsum Ketidakefektifan
merasa tangan dan tulang. Perdarahan perfusi jaringan perifer
Rusaknya mekanisme produksi sel darah
kakinya dingin
Penurunan produksi sel-sel darah merah
DO : warna kulit pucat,
Anemia
CRT > 3 detik Berkurangnyan Hb dalam darah
Viskositas darah menurun
Resistensi aliran darah perifer
Penurunan trasnportasi O2 kejaringan
Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
DS : klien mengeluh BB Defisiensi nutrient, hemolisis, penekanan sumsum ketidakseimbangan
nya menurun tulang. Perdarahan nutrisi kurang dari
DO : Rusaknya mekanisme produksi sel darah
kebutuhan
Penurunan produksi sel-sel darah merah
Anemia
Anoreksia
Mual / muntah
Intake nutrisi inadekuat
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
DS : klien mengatakan Defisiensi nutrient, hemolisis, penekanan sumsum Intoleransi Aktivitas
kelelahan dan letih tulang. Perdarahan
Rusaknya mekanisme produksi sel darah
setelah beraktifitas
Penurunan produksi sel-sel darah merah
DO :
Anemia
Berkurangnyan Hb dalam darah
Viskositas darah menurun
Resistensi aliran darah perifer
Penurunan transportasi O2 kejaringan
Hipoksia, pucat, lemah
Intoleransi Aktivitas
DS : klien mengatakan Defisiensi nutrient, hemolisis, penekanan sumsum Defisiensi pengetahuan
tidak tahu tentang tulang. Perdarahan
Rusaknya mekanisme produksi sel darah
penyakitnya
Penurunan produksi sel-sel darah merah
DO : tampak gelisah, dan
Anemia
bertanya-tanya Kurang paparan informasi
Defisiensi pengetahuan
DS : klien mengatakan Defisiensi nutrient, hemolisis, penekanan sumsum Mual
merasa mual dan muntah tulang. Perdarahan
Rusaknya mekanisme produksi sel darah
DO :
Penurunan produksi sel-sel darah merah
Anemia
Anoreksia
Mual / muntah
Mual

2.3 DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
perubahan komponen seluler yang diperlukan untuk mengirim O2 ke
sel
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum
4. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pajanan
5. Mual berhubungan dengan rasa makanan/ minuman yang tidak
enak dilidah
2.4 INTERVENSI KEPERAWATAN

No Diagnosa Hal yang ingin Intervensi Rasional


Keperawatan dicapai
1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan 1. Kenali adanya 1. Untuk mengetahui
perfusi jaringan perifer tindakan keperawatan perubahan tekana darah faktor yang dapat
berhubungan dengan selama ...x24 jam, mempengaruhi perfusi
perubahan komponen diharapkan jaringan
2. Untuk mengetahui
seluler yang diperlukan ketidakefektifan 2. Auskultasi suara
adanay cairan pada paru
untuk mengirim O2 ke perfusi jaringan paru seperti crackel atau
sel perifer pada klien suara lainnya 3. Untuk mengetahui
3. Monitor dan
teratasi dengan perubahan yang dapat
dokumentasikan denyut
kriteria hasil : berpengaruh terhadap
1. CRT jantung, ritme dan nadi
perfusi jaringan
mendekati normal 4. Untuk mengetahui
4. Monitor nadi di
2. Suhu dalam
apabila terjadi perubahan
sekeliling , kapiler dan
rentang normal
perfusi pada jaringan
3. Tidak ada suhu serta warna
tanda-tanda ekstremitas
kepucatan
5. Untuk
5. Pertahankan
mempertahankan
keseimbangan dengan
balance cairan dan tidak
memberikan cairan IV
memperburuk edema
atau diuretic dengan
tepat

6. Monitor masukan
6. Untuk megetahui
nutrisi, keluaran urine,
apabila terjadi
dan berat badan pasien
ketidakseimbangan
dengan tepat
cairan sehingga dapat
diberikan intervensi yang
tepat kepada pasien
2. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan 1. Menentukan 1. Dapat menentukan
nutrisi kurang dari tindakan keperawatan kerjasama degan ahli dengan tepat kebutuhan
kebutuhan tubuh selama ...x 24 jam gizi jumlah kalori yang nutrisi pada pasien
berhubungan dengan diharapkan kebutuhan tepat dan jenis nutrisi
intake nutrisi yang tidak nutrisi pasien yang dibutuhkan untuk
adekuat tercukupi dengen memenuhi persyaratan
kriteria hasil: gizi
1. Intake nutrisi 2. Mendorong
2. Membantu
sesuai kebutuhan peningkatan konsumsi
kebutuhan nutrisi pada
2. Intake
protein, zat besi, dan
klien agar terpenuhi
makanan sesuai
vitamin C sesuai.
dengan baik
kebutuhan 3. Memberikan pasien
3. Intake cairan
protein tinggi, kalori 3. Memenuhi
sesuai kebutuhan
tinggi, makanan dan kebutuhan nutrisi pasien
4. Pasien tidak
minuman bergizi yang
menunjukan tanda-
siap dapat dikonsumsi
tanda kekurangan
dengan sesuai
energi
4. Monitor catatan
5. Kadar Ht
asupan untuk kandungan
normal 4. Memastikan
gizi da kalori
kandungan nutrisi pada
5. Timbang BB klien makanan pasien sudah
pada interval yang tepat tepat sesuai indikasi
5. Untuk mengetahui
perkembangan berat
6. Memberikan
badan pasien
informasi yang tepat
6. Untuk nantinya agar
tentang kebutuhan nutrisi
keluarga pasien mampu
dan bagaimana
menentukan dengan
memenuhinya
tepat kebutuhan nutrisi
pada pasien.
3. Intoleransi aktivitas Setelah diberikan 1. Monitor respon 1. Untuk mengetahui
berhubungan dengan asuhan keperawatan kardiorespirasi terhadap tanda-tanda yang muncul
kelemahan umum selama .... x 24 jam aktivitas (takikardi, yang menyebabkan
diharapkan klien dapat disritmia, dispneu, intoleransi aktivitas pada
kembali beraktifitas diaphoresis, pucat, klien
dengan kriteria hasil : tekanan hemodinamik
1. Keseimbangan
dan jumlah respirasi)
aktifitas dan 2. Bantu pasien untuk 2. Agar klien tidak
istirahat mengidentifikasi pilihan- melakukan aktivitas
2. Menggunakan
pilihan aktivitas yang berlebihan
tidur dan istirahat 3. Rencana aktivitas 3. Agar aktivitas yang
untuk memulihkan untuk periode dimana dilakukan berjalan
energy pasien mempunyai optimal
3. Berpartisipasi
energi paling banyak
4. Untuk mengetahui
dalam aktifitas 4. Monitor pola tidur
apakah klien mengalami
fisik tanpa disertai pasien dan jumlah tidur
gangguan
peningkatan
5. Monitor pasien dari 5. Istirahat yang cukup
tekanan darah,
kelelahan fisik dan mampu memulihkan
nadi, RR.
emosional berlebihan energi klien sehingga
klien tidak merasa lelah
lagi
6. Monitor pasien dari 6. Karena kelelahan
kelelahan fisik dan fisik dan emosional yang
emosional berlebihan. berlebihan dapat
membuang energy klien
lebih banyak
4. Defisiensi pengetahuan Setelah diberikan 1. Nilai pengetahuan 1. Membantu dalam
berhubungan dengan asuhan keperawatan klien tentang spesifik penaympaian informasi
kurangnya pajanan selama ... x 24 jam penyakitnya yang akan diberikan
2. Tanyakan 2. Mengkaji tingkat
diharapkan
pengetahuan klie tentang pengetahuan pasien
pengetahuan klien
3. Membantu dalam
kondisinya
bertambah dengan
3. Gali kemampuan proses terapi
kriteria hasil: 4. Pasien akan
klien untuk gejalanya
1. Klien
4. Diskusikan untuk dilibatkan langsung
mengetahui
spesifik memilih terapy/ dalam proses
penyakitnya perawatan peneymbuhan sehingga
2. Klien
merasa lebih nyaman.
mengetahui faktor
penyebab
penyakitnya
3. Klien
mengetahui tanda
dan gejala
penyakitnya

5. Mual berhubungan Setelah diberikan 1. Kaji kondisi mual 1. Untuk mengetahui


dengan rasa makanan/ tindakan keperawatan pasien termasuk durasi, kondisi mual, dan untuk
minuman yang tidak selama .... x 24 jam, frekuensi, dan faktor mengetahuan penyebab
enak dilidah diharapkan mual dapat penyebab mual. mual
2. Berikan makanan 2. Agar pasien tetap
diatasi dengan kriteria
dalam keadaan hangat mendapat asupan nutrisi
hasil :
1. Mual
3. Berikan makanan 3. Agar pasien tidak
berkurang
sedikit tapi sering mual
2. Pasien tidak
4. Kolaborasi
muntah 4. Untuk mengurangi
pemberian obat anti
3. Klien tidak
mual
emetik
kehilangan nafsu
makan

DAFTAR PUSTAKA
Anugrah P, dkk. 2012. Anemia Gravis Et Causa Perdarahan Pervaginam.
Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu kesehatan, Universitas Jenderal Soedirman:
Purwokerto.
Bulechek G, Butcher H, Dochterman J. 2008. Nursing Interventions
Classification (NIC), fifth edition. Missouri: Mosby Elsevier.
Doengoes, E. M., Moorhouse, F. M., & Geisser, C. A. (1999). Rencana Asuhan
Keperawatan (3 ed.). Jakarta: EGC.
Moorhead S, Johnson M, Maas M, Swanson E. 2008. Nursing Outcomes
Classification (NOC), fifth edition. Missouri: Mosby Elsevier.
NANDA International. (2012). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi
2012 - 2014. (M. Ester, Ed., M. Sumarwati, D. Widiarti, & E. Tiar, Trans.) Jakarta:
EGC.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2013). Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan
diagnosa medis dan NANDA NIC-NOC (Jilid 2 ed.). Yogyakarta: Med Action
Publishing.
Price, S. A., & Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi : konsep klinis proses-proses
penyakit (6 ed., Vol. II). (H. Hartanto, Ed., & B. U. Pendit, Trans.) Jakarta: EGC.
Suryadi, & Yuliani, R. (2001). Praktek klinik asuhan keperawatan pada anak.
Jakarta: Sagung Seto.

Anda mungkin juga menyukai