NIM : 20180610243
KELAS : G
RESUME
TERORISME. SEBUAH KONSPIRASI BESAR YAHUDI MENGUASAI DUNIA DAN
MENGHANCURKAN ISLAM
Bila dalam bab sebelumnya kita sudah membahas bahwa AS sering membuat aturan Hukum
Intemasional, tetapi juga sering kali melanggarnya sendiri. Maka pada bab ini akan kita bahas
salah satu bukti persoalan tersebut, yakni masalah terorisme. Terorisme adalah salah satu
persoalan yang sangat penting mengingat masalah ini berimplikasi pada beberapa aspek, yakni
aspek kejahatan] kekerasan, politik, juga aspek agama. Terorisme ternyata bukanlah persoalan
sederhana. Bagi AS terorisme merupakan pintu pembuka secara legal untuk dijadikan
justifikasi dalam memerangi Islam.
A. Sulitnya Mendefenisikan Terorisme
Membicarakan terorisme harus dimulai dengan memahami apa itu terorisme, sebab
munculnya, keterkaitannya dengan syari’at islam dan politik yang melingkupnya, terutama
politik internasional. Menghukumi sesuatu merupakan bagian dari pendeskripsiannya, karena
tidak mungkin menghukumi sesuatu, yang masi diperselisikan substansinya. Dengan posisi
yang sudah dijelaskan di atas tersebut akan menjadi sulit, mengingatv persoalan terorismme
ternyata belum mendapatkan satu defenisi yang bersifat komprehensif dan diterima secara
universal. Sehingga jika defenisikan dan pengertiannya berbeda, tentu pemahamannya juga
berbeda
Oleh karena itu dengan adanya kejadian terorisme mantan Presiden AS George Walker Bush
berani menyatakan/mengajak kepada masyarakat dunia dengan ucapannya yang terkenal. .
."either you're with us or with the terrorist”. Ajakan ini hanya memberikan dua pilihan, yakni
apakah kita bersama AS atau bersama teroris. Kalau bersama AS artinya kita harus mengikuti
cara-cara mereka, sedangkan kalau bersama teroris berarti kita justru menjadi musuh AS dan
berhadapan dengannya. Kondisi yang seperti inilah yang membuat posisi negara-negara
menjadi lemah dan serba salah. Sebab politik/kedaulatan suatu negara akan diselaraskan
dengan kemauan politik ala AS.
Berbeda dengan Hukum Tuhan yang jelas dijamin kebenarannya, maka hukum buatan manusia
sebenarnya adalah hasil kesepakatan manusia. Sementara manusia adalah mahluk yang lemah
dan terbatas akalnya. Oleh karena itu mendefinisikan hukum itu merupakan hal yang paling
sulit. Biasanya bahasa yang dipergunakan dalam peraturan undang-undang adalah
menjemukan dan kering“, Lebih sulit lagi Indonesia menganut Civil Law System yang
mengedepankan kepastian hukum. Apabila hukum dirumuskan secara pasti, keuntungannya
dapat diperoleh ”ketepatan arti”, namun akibatnya hukum tersebut terkesan kaku dan sangat
sulit menyesuaikan dengan perubahan zaman Sedangkan apabila dalam merumuskan hukum
digunakan kata' kata yang luwes dan longgar, hakim dapat memberikan penafsiran sesuai
dengan konteksnya, namun kepastian hukum tidak tercapai.” Dalam keadaan seperti ini maka
keadilanlah yang mestinya diutamakan.
Dalam hal ini, pendefinisian terorisme justru masih dipengaruhi oleh kepentingan politik dan
ideologi para pihak yang merumuskannya. Tidak jarang penggunaan kata-kata seperti
terorisme, radikalisme, fundamentalisme, Islam radikal, Islam moderat, Islam nasionalis
(nasionalis muslim) sangat sarat dengan kepentingan politik. Kata kata fundamentalisme dan
radikalisme itu mengandung makna negatif bagi pihak yang merumuskannya, namun belum
tentu demikian bagi pihak yang dituju/dituduh. Kata fundamental yang berarti ”dasar,
mendasar” justru bisa bermakna postif
Dalam kasus terorisme bagi pelakunya aksi teror tersebut diyakininya sebagai jihad fi sabililah
yang akan membawa pelakunya pada ”mati syahid" dan masuk surga yang dirindukannya,
tetapi bagi pihak yang tidak sepaham disebut sebagai kejahatan terorisme. Istilah ”Bom Bunuh
Diri” yang sering terdengar dan sudah dipahami oleh masyarakat saat ini (termasuk masyarakat
intemasional) ternyata tidak dipandang sebagai bunuh diri bagi pelakunya. Sang pelaku
mempunyai istilah lain yaitu "Bom Syahid”, aksi Bom Syahid ini disebut juga dengan istilah
"Istissyhadiyah".
Istilah "Bom Syahid" memang jarang digunakan masyarakat dalam percakapan sehari-hari
padahal istilah ini sudah lama digunakan di kalangan ulama Timur Tengah, juga Majelis Ulama
Indonesia pun sudah mengeluarkan fatwa yang membahas dan membedakan antara Bom
Syahid dengan Bom Bunuh Diri”. Bom bunuh diri dimaksudkan sebagai aksi peledakan bom
yang dililitkan di tubuh pelaku, tetapi aksi tersebut dilakukan di daerah yang damai (bukan
medan peperangan), Sementara Aksi Bom Syahid adalah amalan yang serupa dengan itu tetapi
dilakukan di medan Perang (misalnya Palestina). Sebagian besar ulama telah menyepakati
bahwa aksi bom syahid ini halal hukumnya, karena dilakukan di medan perang, terlebih lagi
para pemuda Palestina yang jarang memiliki senjata atau kalah persenjataan dengan tentara
Israel. maka mereka melakukan aksi ini dipandang sangat efektif. Si pelaku memang hancur
bersama bom yang diledakkannya, tetapi jumlah musuh yang terbunuh pun cukup banyak. Di
samping itu aksi yang mereka lakukan didasarkan pada niat untuk meninggikan Kalimat Allah,
bukan mati secara putus asa dan sia-sia.
james Petras dalam bukunya The Power of Israel in USA, Zioniga mencengkeram Amerika
dan Dunia memiliki alasan lain, bahwa tidak seimbangnya kekuatan dari pihak pelaku (yang
hampir tidak memiliki kekuatan sama sekali) dengan kekuatan musuh (yang sangat full power)
menyebabkan dilakukannya aksi tersebut. James Petras mengatakan sebagai berikut:
”Sejarah mengajarkan kepada kita bahwa selalu ada dan akan selalu ada individu yang
melakukan pengorbanan secara sendiri atau secara bersama (bangsa, masyarakat dan lain lain).
Mereka akan siap membela bangsa dan tanah air ketika berhadapan dengan pasukan yang lebih
kuat tanpa memperhatikan harga yang harus dibayar, Negara-negara (terutama negara
imperialis) dengan pasukan yang lebih kuat jarang mempraktikkan, baik secara individu
maupun bersama penggunaan tubuh manusia sebagai misil atau senjata. Pejuang Kamikaze
Jepang tidak digunakan menaklukkan China atau Filipina. Mereka hanya digunakan saat
Jepang berhadapan dengan kekuatan udara dan laut AS yang lebih kuat"
Pandangan/pendapat James Petras ini melengkapi data tentang sebab terjadinya aksi bom
bunuh diri atau yang disebut "Bom Syahid". Itu artinya aksi ini terjadi karena pihak pelaku
tidak memiliki cara lain kecuali harus melakukan hal tersebut sebagai satu-satunya perlawanan,
karena kondisinya yang tidak berdaya (kalah dalam kekuatan senjata). Lebih hebatnya lagi aksi
ini kemudian tidak hanya dilakukan oleh kaum laki-laki, tetapi juga oleh kaum perempuan.
Pada pagi hari 27 januari 2002, lebih dari seribu perempuan Palestina berbondong bondong
datang untuk mendengarkan pidato Yasser Arafat di kampnya di Ramallah. Pidato ia memang
ditujukan kepada mereka. Menurut Arafat wanita juga punya peran penting dalam intifadah
Kaum wanita diharapkan ikut berpartisipasi
dalam perlawanan bersenjata sebagaimana laki-laki. Kalian adalah pasukan mawarku yang
akan menghancurkan tank-tank Israel, demikian kata Arafat. Agaknya kata-kata Arafat ini
seperti menjadi mantra yang ajaib, sehingga pada siang harinya, hari itu juga Arafat mendapati
syahidah pertamanya, seorang wanita bernama Wafa Idris meledakkan dirinya hancur
berkeping-keping menyebabkan matinya seorang lelaki Israel dan melukai tak kurang dari 151
orang yang sedang lalu-lalang. Sejak saat itu datang silih berganti pelaku aksi bom syahid dari
wanita ini sehingga jumlah mereka hampir sebanding dengan jumlah pelaku laki-laki.
Dari paparan kasus bom syahid di atas tampak sekali bahwa aksi nekad tersebut dilakukan
dalam rangka perlawanan. Dan upaya perlawanan ini disebabkan oleh adanya kekejaman
tentara Israel kepada warga Palestina. Perlawanan berupa bom syahid dilakukan karena
minimnya senjata yang dimiliki warga Palestina menghadapi tentara Israel yang bersenjata
lengkap dan modern. Dengan melihat sebab dan fakta yang terjadi inilah semestinya kita
memahami persoalan terorisme.
Kembali kepada persoalan pendefinisian dan pemahaman tentang kejahatan terorisme, dalam
bidang lingustik memang sudah lama ada anggapan bahwa ada hubungan yang erat antara
bahasa, pikiran dan pengalaman. Bahasa memengaruhi cara berpikir seseorang dan selanjutnya
menentukan medan pengalaman kita. Hubungan antara bahasa dan pikiran ini dikemas dalam
teori Chomsky yang disebutnya ”Generative Grammar”, Noam Chomsky merasa prihatin
karena rasionalitas manusia telah dikendalikan oleh kekuatan raksasa. Pikiran manusia telah
dikontrol melalui penggunaan kata-kata dan pemberian makna tertentu. Sistem yang
mengontrol pikiran kita ini disebut Chomsky sebagai ”Due American ideological system”.
Noam Chomsky mengatakan bahwa inilah yang disebut “language game" yang digunakan AS
dan negara barat pada umumnya untuk memojokkan umat Islam yang ingin menegakkan ajaran
Islam secara sempurna (Kaffah). Nah dengan cara yang demikian itu, umat Islam pun dibagi
atas kelompok Islam Radikal (Islam Garis Keras), Islam Puritan, Islam Moderat, Islam
Abangan, Islam Tradisionalis, dan sebagainya. Akibatnya kita sesama umat Islam ini dapat
dipermainkan dan diadu domba hanya dengan language game tersebut.
B . Apa yang Menyebabkan terjadinya Terorisme?
Sebagian sarjana berpandangan bahwa terorisme disebabkan oleh adanya kemiskinan,
kebodohan dan ketidakadilan terutama ketidakadilan yang dialami di negara-negara yang
mayoritas penduduknya beragama Islam, baik yang disebabkan oleh penindasan negara-negara
Barat terhadap negara tersebut seperti yang terjadi di Pelestina, atau Irak atau penindasan dan
ketidakadilan yang disebabkan oleh pemerintahnya sendiri akibat pemerintah tersebut
mengikuti kehendak negara-negara Barat.
Alasan kemiskinan tidak selamanya benar, sebab di antara para aktor pelaku aksi teror
bukanlah orang-orang yang miskin dalam kehidupannya, misalnya Usamah bin Ladiin.
Demikian juga dengan alasan kedua (kebodohan), sebab banyak juga pelaku aksi teror iustru
orang intelektual yang tinggi pendidikannya misalnya Dr Azahari, juga Dr.Abdulah Azzam.
Nah alasan yang lebih mendekati kebenaran adalah alasan terjadinya ketidakadilan dan adanya
Penindasan negara-negara barat terhadap negara Islam (mayoritas penduduknya beragama
Islam) termasuk didalamnya dihalanginya penegakan syari’at Islam yang diinginkan oleh para
tersangka teroris.
Dua sebab terakhir inilah yang dominan, yaitu terjadinya ketidakadilan dan adanya penindasan
negara-negara Barat terhadap negara negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam
serta dihalanginya penegakan syariat Islam secara kaffah.
Kalaupun pada pembahasan sebelumnya kita belum menemukan satu definisi tunggal yang
berlaku universal tentang apa yang dimaksud dengan terorisme itu. Namun dapatlah dipahami
bahwa aksi terorisme yang diperspektifkan oleh barat (sebagai musuh Islam) adalah adanya
tindakan kekerasan dengan mengatasnamakan agama. Wujud dari tindakan kekerasan itu
sendiri saat ini juga berkembang, bisa dengan cara pengeboman, pembunuhan pada aparat
penegak hukum (seperti polisi) atau tokoh penting dalam masyarakat (baik nasional maupun
internasional). Di antara kekerasan-kekerasan tersebut ada yang Populer seperti terjadinya
Tragedi WTC di AS dan Bom Bali di Indonesia. Yang menarik justru aksi-aksi teror selama
ini selalu ditujukan/dialamatkan kepada Islam, artinya pelaku teror adalah Orang Islam. Jika
demikian yang dikehendaki, maka tidak salah bila "perang melawan terorisme" sebenarnya
adalah ”Perang Melawan ISlam”. Maka jelaslah bahwa Barat memiliki agenda besar untuk
menghancurkan Islam dan umatnya dengan bersembunyi di balik iSu "Perang melawan
Terorisme".