Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Overdosis obat adalah hal yang sangat serius dan mengancam
nyawa. Apabila overdosis obat terjadi maka akan bisa menyebabkan
kerusakan setiap sistem tubuh manusia, tergantung jenis obat dan dosis obat
yang dikosumsi. (WHO,2013)
Overdosis merupakan keadaan dimana seseorang mengalami
gejala terjadinya keracunan yang mengakibatkan ketidaksadaran akibat obat
yang melebihi dosis yang bisa diterima oleh tubuh. (shafitri, 2015)
Menurut The International Narcotics Control Board (INCB) tahun
2010, Overdosis merupakan keracunan pada penggunaan obat baik yang
tidak disengaja maupun sengaja, hal ini dapat terjadi pada setiap umur angka
kejadiannya juga mengalami peningkatan pada tahun 2011, diperkirakan
kasus overdosis obat di seluruh dunia berjumlah 50 juta orang, 35 juta orang
diantaranya adalah overdosis NAPZA, dan 80% tinggal di negara
berkembang.
NAPZA merupakan akronim dari Narkoba, Psikotropika dan Zat
Adiktif lainnya yang merupakan jenis obat-obatan yang dapat
mempengaruhi gangguan kesehatan dan kejiwaan. (shafitri,2015)
NAPZA secara umum adalah zat-zat kimiawi yang apabila
dimasukkan kedalam tubuh baik secara oral (diminum, dihisap, dihirup dan
disedot) maupun disuntik, dapat mempengaruhi pikiran, suasana hati,
perasaan dan perilaku seseorang. Hal ini dapat menimbulkan gangguan
keadaan sosial yang ditandai dengan indikasi negatif, waktu pemakaian
yang panjang dan pemakaian yang berlebihan (Lumbantobing, 2007).
Laporan BNN 2012 memperkirakan bahwa rata-rata pengguna
NAPZA yang terdata di indonesia 20% nya mengalami overdosis yang
mengakibatkan kematian dan 10% nya bisa ditangani oleh tim medis. Angka
prevalensi dan insidensi diperkirakan lebih tinggi di negara-negara

1
berkembang, dikarenakan negara berkembang merupakan negara yang
masih kurang akan pengetahuan tentang dampak dari NAPZA. kita ambil
salah satu contohnya adalah di Indonesia, di negara ini merupakan salah satu
penghasil narkotika terbesar di dunia dan sebagai target peredaran narkotika
jaringan internasional. Hal ini akan beresiko tinggi untuk warga Indonesia
yang masih banyak yang belum mengetahui tentang dampak NAPZA itu
sendiri, terutama kalangan remaja atau pelajar. Sedangkan 15 jutanya
merupakan kasus overdosis penggunaan obat medis yang di izinkan, dimana
penggunaanya tidak sesuai dengan dosis yang dianjurkan, kurang pahamnya
pasien tentang tujuan pengobatan yang di berikan, tidak mengertinya pasien
tentang pentingnya mengikuti aturan pengobatan yang di tetapkan
sehubungan dengan prognosisnya. (warner, et al.,,2008)
Penyebab pasti yang sering terjadi pada overdosis obat adalah usia,
lansia sering lupa bahwa ia sudah minum obat, sehingga sering terjadi
kesalahan dosis karena lansia minum lagi. Merk dagang, banyaknya merek
dagang untuk obat yang sama, sehingga pasien bingung, misalnya
furosemid (antidiuretik) dikenal sebagai lasix, uremia dan unex. Gangguan
emosi dan mental. Menyebabkan ketagihan penggunaan obat untuk terapi
penyakit (habituasi) misalnya barbiturate, antidepresan dan tranquilizer.
Mengkonsumsi lebih dari satu jenis narkoba misalnya mengkonsumsi putau
hamper bersamaan dengan alcohol atau obat tidur seperti valium, megadom/
BK, dll. (shafitri,2015)

1.2 RUMUSAN MASALAH


Bagaimana asuhan keperawatan pada klien overdosis?

1.3 TUJUAN PENULISAN

1.3.1 Tujuan Umum


Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan kegawat
daruratan tentang overdosis obat

2
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Memahami konsep overdosis
b. Memahami dan mengaplikasiakn asuhan keperawatan
kegawatdaruratan pada permasalahan overdosis obat
c. Mengetahui patofisiologi keracunan obat golongan napza
d. Mengetahui tentang farmakologi berbagai keracunan obat napza
e. Mengetahui asuhan keperawatan kegawatdaruratan keracunan
obat golongan napza

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI OVERDOSIS OBAT


Overdosis atau Keracunan obat adalah suatu efek obat yang timbul
pada pasien karena beberapa faktor seperti miss use (salah penggunaan),
miss dose (salah dosis), salah pemberian obat,dan lain – lain yang sifatnya
tidak di sengaja atau disengaja. Sedangkan alergi obat adalah suatu reaksi
yang ditimbulkan oleh tubuh akibat pemberian senyawa asing. Keracunan
obat yang dimakan sendiri merupakan 10% dari semua kasus akut yang
masuk rumah sakit (Rubenstein dkk,2007). Keracunan yang disebabkan
oleh overdosis atau penyalahgunaan obat atau zat-zat lain, termasuk
alkohol, sering terjadi, obat yang paling sering disalahgunakan di Amerika
Serikat adalah Alkohol (Thygerson dkk,2009).
Overdosis merupakan keadaan dimana seseorang mengalami
gejala terjadinya keracunan yang mengakibatkan ketidaksadaran akibat obat
yang melebihi dosis yang bisa diterima oleh tubuh.Overdosis obat sering
disangkutkan dengan erjadinya heroin digunakan bersama alcohol.
(Wikipedia, 14 april 2013 02:05 ).
NAPZA secara umum adalah zat-zat kimiawi yang apabila
dimasukkan kedalam tubuh baik secara oral (diminum, dihisap, dihirup dan
disedot) maupun disuntik, dapat mempengaruhi pikiran, suasana hati,
perasaan dan perilaku seseorang. Hal ini dapat menimbulkan gangguan
keadaan sosial yang ditandai dengan indikasi negatif, waktu pemakaian
yang panjang dan pemakaian yang berlebihan (Lumbantobing, 2007).

2.2 ETIOLOGI OVERDOSIS


Overdosis atau keracunan obat dapat terjadi, baik pada penggunaan
untuk maksud terapi maupun pada penyalahgunaan obat.Keracunan pada
penggunaan obat untuk maksud terapi dapat terjadi karena dosis yang
berlebih (overdosis) baik yang tidak disengaja maupun disengaja dengan

4
maksud bunuh diri, karena efek samping obat yang tidak diharapkan dan
sebagai akibat interaksi beberapa obat yang digunakan secara bersama-
sama.Kematian akibat penggunaan obat jarang terjadi.Hal yang dapat
menimbulkan reaksi dan mungkin mengakibatkan kematian, terutama pada
penggunaan obat secara IV, penggunaan obat golongan depresan, penisilin
dan turunannya, golongan anti koagulan, obat jantung, k-klorida golongan
diuretik dan insulin.

a. Keadaan ini sering terjadi dan faktor penyebabnya adalah :

1) Usia. Lansia sering lupa bahwa ia sudah minum obat, sehingga


sering terjadi kesalahan dosis karena lansia minum lagi
2) Merek dagang. Banyaknya merek dagang untuk obat yang sama,
sehingga pasien bingung, misalnya furosemid (antidiuretik)
dikenal sebagai lasix, uremia dan unex.
3) Penyakit. Penyakit yang menurunkan metabolisme obat dihati atau
sekresi obat melalui ginjal akan meracuni darah.
4) Gangguan emosi dan mental. Menyebabkan ketagihan penggunaan
obat untuk terapi penyakit (habituasi) misalnya barbiturate,
antidepresan dan tranquilizer.
5) Mengkonsumsi lebih dari satu jenis narkoba misalnya
mengkonsumsi putau hamper bersamaan dengan alcohol atau obat
tidur seperti valium, megadom/ BK, dll.
6) Mengkonsumsi obat lebih dari ambang batas kemampuannya,
misalnya jika seseorang memakai narkoba walaupun hanya
seminggu, tetapi apabilah dia memakai lagi dengan takaran yang
sama seperti biasanya kemungkinan besar terjadi OD.
7) Kualitas barang dikonsumsi berbeda.

b. Faktor ketidakpatuhan terhadap pengobatan :

1) Kurang pahamnya pasien tentang tujuan pengobatan itu


2) Tidak mengertinya pasien tentang pentingnya mengikuti aturan
pengobatan yang ditetapkan sehubungan dengan prognosisnya

5
3) Sukarnya memperoleh obat itu diluar rumah sakit
4) Mahalnya harga obat
5) Kurangnya perhatian dan kepedulian keluarga, yang mungkin
bertanggung jawab atas pembelian atau pemberian obat itu kepada
pasien
6) Efek samping dapat timbul akibat menaikan dosis obat yang
biasanya tidak bereaksi, mengganti cara pemberian obat, atau
memakai obat dengan merek dagang lain.

2.3 KLASIFIKASI NAPZA


a. Narkotika
Menurut UU No. 22 Tahun 1997 tentang narkotika, narkotika
dikelompokkan kedalam tiga golongan yaitu:

1. Narkotika golongan I adalah narkotika yang dapat digunakan


untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan
dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan
ketergantungan. Contoh: heroin, kokain, ganja.
2. Narkotika golongan II adalah narkotika yang berkhasiat untuk
pengobatan, digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan
ketergantungan. Contoh: morfin, petidin, turunan garam dalam
golongan tertentu.
3. Narkotika golongan III adalah narkotika yang berkhasiat dalam
pengobatan yang banyak digunakan dalam terapi dan atau tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan
menyebabkan ketergantungan. Misalkan: kodein, garam-garam
narkotika dalam golongan tertentu.
b. Psikotropika
Menurut UU No. 5 Tahun 1997 tentang psikotropika yang dapat
dikelompokkan kedalam empat golongan:

6
1. Psikotropika golongan I adalah psikotropika yang hanya
digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan
dalam terapi, serta mempunyai potensi yang amat kuat
mengakibatkan sindroma ketergantungan. Yang termasuk golongan
ini yaitu: MDMA, ekstasi, LSD, ST
2. Psikotropika golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat
untuk pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan atau untuk
tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat
menimbulkan ketergantungan. Contoh: amfetamin, fensiklidin,
sekobarbital, metakualon, metilfenidat (Ritalin).
3. Psikotropika golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat
pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan atau untuk
tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang
menyebabkan ketergantungan. Contoh : fenobarbital dan
flunitrasepam.
4. Psikotropika golongan IV adalah psikotropika yang mempunyai
khasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan atau
untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan
mengakibatkan ketergantungan. Contoh: diazepam, klobazam,
bromazepam, klonazepam, khlordiazepoxiase, nitrazepam (BK,
DUM, MG).
c. Zat Adiktif

Zat adiktif merupakan penghantar untuk memasuki dunia


penyalahgunaan Narkoba. Pada mulanya seseorang nyicip zat adiktif
ini sebelum menjadi pecandu aktif. Zat adiktif yang akrab ditelinga
masyarakat ialah nikotin dalam rokok dan etanol dalam minuman
beralkohol dan pelarut lain yang mudah menguap seperti aseton, thiner
dan lain-lain.
Dalam KEPRES tahun 1997, minuman yang mengandung etanol yang
diproses dari bahan hasil pertanian yang mengandung karbohidrat
dengan cara fermentasi dan destilasi atau fermentasi tanpa destilasi,

7
maupun yang diproses dengan mencampur konsentrat dengan etanol
atau dengan cara pengenceran minuman mengandung etanol.
Minuman alkohol dibagi menjadi 3 golongan sesuai dengan kadar
alkoholnya yaitu:
1. Golongan A adalah minuman beralkohol dengan kadar etanol 1% - 5%
Contoh : bir, greend sand.
2. Golongan B adalah minuman beralkohol dengan kadar etanol 5% -
20% Contoh : anggur kolesom.
3. Golongan C adalah minuman beralkohol dengan kadar etanol 20% -
55% Contoh : arak, wisky, vodka.

2.4 PATOFISIOLOGI OVERDOSIS


Penyebab terbanyak keracunan adalah pada sistem saraf pusat dengan
akibat penurunan tingkat kesadaran dan depresi pernapasan. Fungsi
kardiovaskuler mungkin juga terganggu,sebagian karena efek toksik
langsung pada miokard dan pembuluh darah perifer,dan sebagian lagi
karena depresi pusat kardiovaskular diotak. Hipotensi yang terjadi mungkin
berat dan bila berlangsung lama dapat menyebabkan kerusakan ginjal,
hipotermia terjadi bila ada depresi mekanisme pengaturan suhu tubuh.
Gambaran khas syok mungkin tidak tampak karena adanya depresi sistem
saraf pusat dan hipotermia, Hipotermia yang terjadi akan memperberat
syok,asidemia,dan hipoksia.

2.5 PENCEGAHAN NAPZA


1. Pencegahan primer
Pencegahan primer atau pencegahan dini yang ditujukan kepada
mereka, individu, keluarga, kelompok atau komunitas yang memiliki risiko
tinggi terhadap penyalahgunaan NAPZA, untuk melakukan intervensi agar
individu, kelompok, dan masyarakat waspada serta memiliki ketahanan agar
tidak menggunakan NAPZA. Upaya pencegahan ini dilakukan sejak anak
berusia dini, agar faktor yang dapat menghabat proses tumbuh kembang

8
anak dapat diatasi dengan baik. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam
upaya pencegahan ini antara lain :
1) Penyuluhan tentang bahaya narkoba dan upaya-upaya pencegahan yang
bisa di lakukan.
2) Penerangan melalui berbagai media tentang bahaya narkoba.
3) Pendidikan tentang pengetahuan narkoba dan bahayanya.
4) Bisa juga di lakukan dengan metode yang sudah di rekomendasikan
oleh UNODC (United Nation Office on Drugs and Crime) yaitu
pencegahan penyalahgunaan narkoba dengan melalui berbasis ilmu
pengetahuan.
5) UNODC menunjukkan bahwa metode pencegahan penyalahgunaan
narkoba yang selama ini dilakukan seperti pencetakan booklet, buku,
poster maupun leaflet malah terkesan menyeramkan sehingga tidak
menarik perhatian masyarakat untuk tahu lebih banyak tentang narkoba
dan bahayanya. Ini karena materi, isi maupun testimony yang ada di
dalamnya kurang atau bahkan tidak tepat sebagai sarana untuk
menyadarkan ataupun mengingatkan masyarakat tentang bahaya
penyalahgunaan narkoba.
Berbagai sarana tersebut sangat kurang memberi dampak positif
bahkan tidak mempengaruhi perubahan perilaku masyarakat sama
sekali. Oleh karena itulah UNODC merekomendasikan strategi
pencegahan penyalahgunaan narkoba berbasis ilmu pengetahuan.
Metode kali ini mengutamakan kerjasama dengan keluarga, sekolah,
masyarakat ataupun komunitas tertentu untuk mengembangkan
program pencegahan yang menekankan pada aspek pendidikan
(edukasi).

2. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder ditujukan pada kelompok atau komunitas yang
sudah menyalahgunakan NAPZA. Dilakukan pengobatan agar mereka tidak
menggunakan NAPZA lagi. Pencegahan Sekunder adalah untuk
menginisiasi penyalahguna narkoba yang baru saja menggunakan atau

9
mencoba-coba. Mereka perlu disadarkan supaya nantinya tidak berkembang
menjadi pecandu karena efek adiktif dari narkoba yang dikonsumsi.
Pecegahan ini menitik beratkan pada mengarahkan penyalahguna narkoba
untuk melalukan pola hidup sehat dalam keseharian mereka (healthy
lifestyle). Selain itu juga dibantu agar mereka menjalani terapi maupun
rehabilitasi. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam upaya pencegahan ini
antara lain :
1) Layananan informasi dan konsultasi
2) Konseling
3) Rujukan
4) Fasilitas dan penguatan kelompok
5) Pembinaan olahraga dan kesenian
6) Penerangan dan Pendidikan pengembangan individu
Yang tidak kalah penting adalah kebijakan untuk mendukung agar para
pecandu narkoba di kirim ke pusat rehabilitasi, bukan dihukum dan
mengirimnya ke dalam penjara.

3. Pencegahan tersier
Pencegahan tersier ditujukan kepada mereka yang sudah pernah
menjadi penyalahguna NAPZA dan telah mengikuti program terapi dan
rehabilitasi untuk menjaga agar tidak kambuh lagi. Sedangkan pencegahan
terhadap penyalahgunaan NAPZA yang kambuh kembali adalah dengan
melakukan pendampingan yang dapat membantunya untuk mengatasi
masalah perilaku adiksinya, detoksifikasi, maupun dengan melakukan
rehabilitasi kembali.
Dalam masa rehabilitasi para pecandu akan dipulihkan dari
ketergantungan sehingga mereka bisa hidup normal serta kembali
bersosialisasi dengan keluarga dan masyarakat. Adapun tahap-tahap
dalam pencegahan tersier ini, yaitu :
1) Tahap Menjauhkan diri. Bisa berlangsung selama 2 tahun sejak tanggal
penggunaan terakhir.

10
2) Tahap Konfrontasi. Berlangsung mulai akhir tahap 1 sampai selama 5
tahun tidak menggunakan secara konsisten.
3) Tahap Pertumbuhan. Berlangsung selama 5 tahun atau lebih.
4) Tahap transformasi. Sudah melanjutkan gaya hidup yang baru yang di
temukan pada tahap pertumbuhan.

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam upaya pencegahan ini antara lain:


1) Konseling dan bimbingan sosial kepada pengguna dan keluarga serta
kelompok lingkungannya
2) Menciptakan lingkungan yang kondusif bagi bekas pengguna agar
mereka tidak terjerat untuk kembali sebagai pengguna narkoba.
Selain pencegahan yang telah disebutkan, maka wahana yang paling
berpotensi untuk dapat menghindari penyalahgunaan narkoba adalah
dari lingkungan keluarga.

Ada Beberapa strategi sederhana yang dapat dilakukan orang tua dalam
upaya pencegahan narkoba diantaranya yaitu:
1) Orang tua harus memiliki pengetahuan secara jelas tentang narkoba ,
agar dapat memberikan pengetahuan dan pembekalan pada anak
tentang ganasnya narkoba dan bagaimana cara menghindarinya.
2) Hindari kepercayaan diri yang berlebihan bahwa anaknya adalah anak
yang sempurna dan tidak punya masalah, ini perlu dilakukan agar
secepatnya dapat mendeteksi dini bila ada perubahan yang tidak lazim
pada anaknya.
3) Jangan segan mengawasi dan mencari penyebab terjadinya perubahan
tingkah dan perilaku pada anaknya.
4) Cek secara berkala kondisi kamar (bila anak memiliki kamar pribadi),
pakaian yang habis dipakai (isi kantong, aroma pakaian, dls) tas sekolah
dan atribut lainnya. (dalam melakukannya perlu strategi yang baik agar
tidak menimbulkan konflik dengan anaknya).
5) Orang tua sebaiknya dapat menjadi model dan contoh yang baik bagi
anaknya serta sekaligus juga dapat berperan sebagai sahabatnya. (agar

11
anaknya tidak segan mencurahkan segala isi hati, pendapat dan
permasalahan yang dihadapinya).
6) Menerapkan dan membudayakan delapan fungsi keluarga di dalam
kehidupan sehari-hari keluarga. Agar muncul rasa nyaman pada anak
ketika berada di lingkungan keluarganya.

2.6 MANIFESTASI KLINIS OVERDOSIS OBAT


a. Penurunan kesadaran
b. Frekuensi pernapasan kurang dari 12kali/menit
c. Pupil miosis
d. Adanya riwayat pemakaian obat-obat terlarang
e. suhu tubuh menurun.
f. kuku, bibir menjadi kebiru- biruan.
g. Adanya suara- suara mengorok atau mendengkur yang berasal dari
tenggorokkan yang menandakan bawha seorang itu mengalami
kesulitan dalam melakukan pernafasan yang benar.

2.7 PENATALAKSANAAN OVERDOSIS


1. Stabilisasi
Jalan nafas : pemasangan intubasi nasotrakea atau endotrakea mungkin
dibutuhkan guna memelihara dan melindungi jalan nafas pasien secara
adekuat.
Pernafasan : ventilasi mekanis dapat dibutuhkan untuk membantu pasien.
Banyak obat-obatan dan racun, seperti heroin menekan upaya
pernafasan.oleh karena itu pasien dapat membutuhkan bantuan ventilator
hingga obat-obatan atau racun dibuang dari tubuh.
Sirkulasi : komplikasi berkisar dari syok yang disebabkan oleh kehilangan
cairan hingga kelebihan beban cairan, dan sering kali terkait dengan status
hidrasi pasien dan kemampuan sistem kardiovaskular untuk menyesuaikan
diri dengan perubahan akibat obat-obatan atau racun.
Fungsi jantung : banyak obat-obatan dan racun menyebabkan konduksi
jantung terlambat dan aritmia. Pada kasus ini, pemantauan jantung kontinu
dan elektokardiogram 12 sadapan membantu mendeteksi efek kardiotoksik.
Tanda vital dan suhu : tanda vital dan suhu pasien kritis atau yang
berpotensi menjadi kritis diukur dengan sering guna mengetahui perubahan
yang menandakan masalah tambahan.

12
2. Tindakan emergency
Airway : Bebask an jalan nafas, kalau perlu lakukan intubasi.
Breathing : Berikan pernafasan buatan bila penderita tidak bernafas
spontanatau pernapasan tidak adekuat.
Circulation: Pasang infus bila keadaan penderita gawat dan
perbaiki perfusi jaringan

3. Dekontaminasi awal
Pertolongan pertama dapat diberikan oleh saksi mata, petugas kesehatan,
atau tim tanggap darurat, atau diunit gawat darurat. Kandungan fisiokimia
agens dan jumlah, rute, dan waktu pajanan membantu menentukan tipe dan
sampai sejauh mana penetalaksanaan dibutuhkan.

4. Dekontaminasi pencernaan
Lavase lambung, adsorben, katartik dan irigasi usus lengkap digunakan
untuk mencegah absorpsi dan pencegahan toksisitas pada hampir semua
obat-obatan dan berbagai racun. American academy of pediatrics tidak lagi
menganjurkan pemakaian emetik (seperti sirup ipekak) untuk
dekontaminasi GI.

5. peningkatan eleminasi obat atau racun


Racun yang ditelan, dilakukan dengan cara:
Rangsang muntah akan sangat bermanfaat bila dilakukan dalam 1 jam
pertama sesudah menelanbahan beracun, bila sudah lebih dari 1 jam tidak
perlu dilakukan rangsangmuntah kecuali bila bahan beracun tersebut
mempunyai efek yang menghambatmotilitas (memperpanjang
pengosongan) lambung. Rangsang muntah dapat dilakukan secara mekanis
dengan merangsang palatum mole atau dinding belakang faring,atau dapat
dilakukan dengan pemberian obat- obatan :
a). Sirup Ipecac, diberikan sesuai dosis yang telah ditetapkan.
b). Apomorphine Sangat efektif dengan tingkat keberhasilan hampir
100%,dapat menyebabkanmuntah dalam 2 - 5 menit. Dapat diberikan
dengan dosis 0,07 mg/kg BB secara subkutan.

6. Kumbah Lambung
akan berguna bila dilakukan dalam 1-2 jam sesudah menelan bahan beracun,
kecuali bila menelan bahan yang dapat menghambat pengosongan
lambung.Kumbah lambung seperti pada rangsang muntah tidak boleh
dilakukan pada
a. Keracunan bahan korosif
b. Keracunan hidrokarbon
c. Kejang pada penderita dengan gangguan kesadaran atau penderita-
penderita dengan resiko aspirasi jalan nafas harus dilindungi dengan
cara pemasangan pipa endotracheal.

13
Penderita diletakkan dalam posisi trendelenburg dan miring kekiri,
kemudian di masukkan pipa orogastrik dengan ukuran yang sesuai dengan
pasien, pencucian lambung dilakukan dengan cairan garam fisiologis (
normal saline/ PZ ) atau ½ normal saline 100 ml atau kurang berulang-ulang
sampai bersih.

7. Pemberian Norit ( activated charcoal )


Jangan diberikan bersama obat muntah, pemberian norit harus menunggu
paling tidak 30 - 60 menit sesudah emesis.

2.8 PENATALAKSANAAN NAPZA

1. Pengobatan
Terapi pengobatan bagi klien NAPZA misalnya dengan detoksifikasi.
Detoksifikasi adalah upaya untuk mengurangi atau menghentikan gejala
putus zat, dengan dua cara yaitu:
a. Detoksifikasi Tanpa Subsitusi
Klien ketergantungan putau (heroin) yang berhenti
menggunakan zat yang mengalami gajala putus zat tidak diberi obat
untuk menghilangkan gejala putus zat tersebut. Klien hanya dibiarkan
saja sampai gejala putus zat tersebut berhenti sendiri.
b. Detoksifikasi dengan Substitusi
Putau atau heroin dapat disubstitusi dengan memberikan jenis
opiat misalnya kodein, bufremorfin, dan metadon. Substitusi bagi
pengguna sedatif-hipnotik dan alkohol dapat dari jenis anti ansietas,
misalnya diazepam. Pemberian substitusi adalah dengan cara
penurunan dosis secara bertahap sampai berhenti sama sekali. Selama
pemberian substitusi dapat juga diberikan obat yang menghilangkan
gejala simptomatik, misalnya obat penghilang rasa nyeri, rasa mual,
dan obat tidur atau sesuai dengan gejala yang ditimbulkan akibat
putus zat tersebut (Purba, 2008).
2. Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah upaya memulihkan dan mengembalikan kondisi
para mantan penyalahguna NAPZA kembali sehat dalam arti sehat fisik,

14
psikologik, sosial, dan spiritual. Dengan kondisi sehat tersebut diharapkan
mereka akan mampu kembali berfungsi secara wajar dalam kehidupannya
sehari-hari. Menurut Hawari (2006) jenis-jenis rehabilitasi antara lain:
a. Rehabilitasi Medik
Rehabilitasi medik ini dimaksudkan agar mantan
penyalahgunaan NAPZA benar-benar sehat secara fisik. Termasuk
dalam program rehabilitasi medik ini ialah memulihkan kondisi fisik
yang lemah, tidak cukup diberikan gizi makanan yang bernilai tinggi,
tetapi juga kegiatan olahraga yang teratur disesuaikan dengan
kemampuan masing-masing yang bersangkutan.
b. Rehabilitasi Psikiatrik
Rehabilitasi psikiatrik ini dimaksudkan agar peserta rehabilitasi
yang semula bersikap dan bertindak antisosial dapat dihilangkan,
sehingga mereka dapat bersosialisasi dengan baik dengan sesama
rekannya maupun personil yang membimbing atau mengasuhnya.
Termasuk rehabilitasi psikiatrik ini adalah psikoterapi/konsultasi
keluarga yang dapat dianggap sebagai “rehabilitasi” keluarga
terutama bagi keluarga-keluarga broken home. Konsultasi keluarga
ini penting dilakukan agar keluarga dapat memahami aspek-aspek
kepribadian anaknya yang terlibat penyalahgunaan NAPZA,
bagaimana cara menyikapinya bila kelak ia telah kembali ke rumah
dan upaya pencegahan agar tidak kambuh.

c. Rehabilitasi Psikososial
Dengan rehabilitasi psikososial ini dimaksudkan agar peserta
rehabilitasi dapat kembali adaptif bersosialisasi dalam lingkungan
sosialnya, yaitu di rumah, di sekolah/kampus dan di tempat kerja.
Program ini merupakan persiapan untuk kembali ke masyarakat. Oleh
karena itu, mereka perlu dibekali dengan pendidikan dan
keterampilan misalnya berbagai kursus ataupun balai latihan kerja
yang dapat diadakan di pusat rehabilitasi. Dengan demikian

15
diharapkan bila mereka telah selesai menjalani program rehabilitasi
dapat melanjutkan kembali ke sekolah/kuliah atau bekerja.
d. Rehabilitasi Psikoreligius
Rehabilitasi psikoreligius memegang peranan penting. Unsur
agama dalam rehabilitasi bagi para pasien penyalahguna NAPZA
mempunyai arti penting dalam mencapai penyembuhan. Unsur agama
yang mereka terima akan memulihkan dam memperkuat rasa percaya
diri, harapan dan keimanan. Pendalaman, penghayatan dan
pengamalan keagamaan atau keimanan ini akan menumbuhkan
kekuatan kerohanian pada diri seseorang sehingga mampu menekan
risiko seminimal mungkin terlibat kembali dalam penyalahgunaan
NAPZA.
e. Forum Silaturahmi
Forum silaturahmi merupakan program lanjutan (pasca
rehabilitasi) yaitu program atau kegiatan yang dapat diikuti oleh
mantan penyalahguna NAPZA (yang telah selesai menjalani tahapan
rehabilitasi) dan keluarganya. Tujuan yang hendak dicapai dalam
forum silaturahmi ini adalah untuk memantapkan terwujudnya rumah
tangga/keluarga sakinah yaitu keluarga yang harmonis dan religius,
sehingga dapat memperkecil kekambuhan penyalahgunaan NAPZA
f. Program Terminal
Pengalaman menunjukkan bahwa banyak dari mereka sesudah
menjalani program rehabilitasi dan kemudian mengikuti forum
silaturahmi, mengalami kebingungan untuk program selanjutnya.
Khususnya bagi pelajar dan mahasiswa yang karena keterlibatannya
pada penyalahgunaan NAPZA di masa lalu terpaksa putus sekolah
menjadi pengangguran; perlu menjalani program khusus yang
dinamakan program terminal (re-entry program), yaitu program
persiapan untuk kembali melanjutkan sekolah/kuliah atau bekerja

16
langkah yang perlu diambil untuk memberikan pertolongan pertama pada
korban overdosis napza. Berikut ini beberapa langkah yang perlu
dilakukan:

1. Menelepon bantuan medis

Saat mendapati seseorang yang mengalami gejala overdosis narkoba,


hal pertama yang harus Anda lakukan adalah segera menelepon
bantuan medis. Anda bisa menghubungi rumah sakit terdekat. Ingat,
saat mengatasi korban overdosis, Anda harus tetap tenang dan tidak
panik apalagi gegabah.

Jika bantuan medis memakan waktu lama atau lokasi penjemputan


sulit dijangkau, sebaiknya bawa korban menggunakan kendaraan
pribadi. Pastikan korban overdosis mendapatkan penangan medis
secepat mungkin. Sebab, efek buruk dari overdosis obat biasanya
tidak membutuhkan waktu lama.

2. Perhatikan napasnya

Jika korban overdosis masih bernapas meski telah kehilangan


kesadaran, jaga agar korban ada di posisi yang benar. Pastikan jalan
napas terbuka dengan memiringkan kepala korban ke arah belakang
dan mengangkat dagu.

Posisi ini akan membantu jalan pernapasan dan menghindari korban


tersedak muntahan atau cairan lain yang mungkin keluar dari
mulutnya.

Jangan pernah memaksa korban overdosis obat untuk memuntahkan


apa yang telah ditelan. Hal tersebut hanya akan memperburuk
keadaan. Selain itu, orang yang overdosis tidak boleh diberikan
minuman maupun makanan apapun.

Selain itu, Anda perlu memastikan bahwa tidak ada pakaian atau
aksesoris apapun yang digunakan korban secara ketat. Sebab hal
tersebut dapat menghambat jalan pernapasan korban overdosis.

3. Lakukan Resusitasi Jantung Paru (RJP) jika diperlukan

Resusitasi Jantung Paru alias RJP dilakukan dengan tangan dan


menitikkan tekanan pada bagian dada. Penolong harus lebih fokus
pada kompresi dada ketimbang pernapasan buatan melalui mulut.

Anda bisa memulai RJP jika posisi korban sudah benar dan sesuai.
Jika ragu, Anda bisa meminta bantuan kepada orang yang lebih
berpengalaman atau meminta panduan melakukan RJP dari tenaga

17
medis melalui saluran telepon.

4. Temukan penyebab overdosis

Setelah bantuan datang, tetap dampingi korban overdosis narkoba dan


keluarga menuju rumah sakit. Hal lain yang perlu Anda lakukan
adalah mengumpulkan dan menemukan jenis obat apa yang
menyebabkan korban overdosis.

Mengetahui jenis obat apa yang menyebabkan overdosis dapat


membantu dokter memilih tindakan medis yang harus segera diambil.

Dalam penanganan korban overdosis, Anda tidak boleh terkecoh


dengan reaksi yang lambat. Meskipun korban terlihat baik-baik saja
setelah mengonsumsi narkoba secara berlebihan, ada kemungkinan
dalam waktu singkat dia akan menunjukkan gejala overdosis.

Penggunaan obat yang berbeda dapat memberi efek berbeda pula bagi
masing-masing korban overdosis.

2.9 PERAN DAN FUNGSI PERAWAT


Masalah penyalahgunaan NAPZA merupakan masalah global dan
memerlukan partisipasi aktif seluruh komponen bangsa dalam penanganannya,
termasuk tenaga kesehatan. Perawat sebagai bagian dari tenaga kesehatan
mutlak wajib melaksanakan fungsi dan perannya untuk meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat termasuk penanganan penyalahgunaan NAPZA.
1. Fungsi Perawat
a. Independent
Fungsi independent perawat adalah ”those activities that are
considered to be within nursing’s scope of diagnosis and treatment”.
Dalam fungsi ini tindakan perawat dalam penanganan klien pengguna
NAPZA tidak memerlukan perintah dokter. Tindakan perawat
bersifat mandiri, berdasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan. Dalam
kaitan dengan penanggulangan penggunaan NAPZA tindakan
perawat diantaranya :
1) Pengkajian klien pengguna NAPZA.
2) Membantu klien pengguna NAPZA memenuhi kegiatan sehari-
hari.

18
3) Mendorong klien berperilaku secara wajar.
b. Interdependent
Fungsi interdependent perawat adalah ”carried out in
conjunction with other health team members”. Tindakan perawat
berdasar pada kerja sama dengan tim perawatan atau tim kesehatan
lain. Fungsi ini dilaksanakan dengan pembentukan tim yang dipimpin
oleh seorang dokter. Dan anggota tim kesehatan lain bekerja sesuai
kompetensinya masing-masing. Contoh tindakannya adalah
melakukan kolaborasi rehabilitasi klien pengguna NAPZA, dimana
perawat bekerja dengan psikiater, social worker, ahli gizi juga
rohaniwan,
c. Dependent
Fungsi dependent perawat adalah “the activities perfomed based
on the physician’s order”. Dalam fungsi ini perawat bertindak
membantu dokter dalam meberikan pelayanan medik. Perawat
membantu dokter memberikan pelayanan pengobatan atau pemberian
psikofarmaka dan tindakan khusus yang menjadi kewenangan dokter
dan seharusnya dilakukan oleh dokter. Contoh pada tindakan
detoksifikasi NAPZA.
2. Peran Perawat
Peran perawat ini diterjemahkan dalam perannya sebagai provider,
edukator, advokator, dan role model.
a. Provider/Pelaksana
Peran ini menekankan kemampuan perawat sebagai penyedia
layanan keperawatan (praktisi). Perawat baik secara langsung
maupun tidak langsung memberikan asuhan keperawatan kepada
klien dengan ketergantungan obat-obatan terlarang baik secara
individu, keluarga, atau pun masyarakat. Peran ini biasanya
dilaksanakan oleh perawat di tatanan pelayanan seperti rumah sakit
khusus ketergantungan obat, unit pelayanan psikiatri, puskesmas atau
di masyarakat. Untuk mencapai peran ini seorang perawat harus
mempunyai kemampuan bekerja secara mandiri dan kolaborasi,

19
memiliki pengetahuan tentang ilmu dan kiat keperawatan,
mempunyai pengetahuan tentang NAPZA, keterampilan, sikap
empati dalam memberikan asuhan keperawatan. Dalam menjalankan
peran sebagai care giver, perawat menggunakan metode pemecahan
masalah dalam bentuk asuhan proses keperawatan untuk membantu
klien mengatasi masalah kesehatannya.
b. Edukator/Pendidik
Peran ini menekankan kepada tindakan promotif. Perawat
melakukan pendidikan kesehatan tentang NAPZA dan dampaknya
bagi kesehatan kepada klien baik individu, keluarga atau kelompok
yang berada di bawah tanggungjawabnya. Untuk melaksanakan peran
ini, perawat harus mempunyai keterampilan dalam hubungan
interpersonal yang efektif, mengetahui prinsip yang dianut oleh klien,
mempunyai kemampuan proses belajar dan mengajar dan mempunyai
pengetahuan yang cukup tentang NAPZA.
c. Advokat.
Hal yang tidak pernah disadari adalah pengguna NAPZA
sebenarnya ”korban”. Langkah saat ini dimana menempatkan
pengguna napza sebagai kriminal sebenarnya sangat tidak tepat,
karena sebenarnya yang dibutuhkan oleh pengguna NAPZA adalah
akses terhadap layanan-layanan yang dapat membantu mereka pulih
dari kecanduannya.
Di Indonesia saat ini sudah ada peraturan yang menyebutkan
bahwa pengguna napza dapat dikirim ke panti rehabilitasi untuk
menjalani perawatan sebagai ganti hukuman kurungan. Namun
sayangnya, semenjak peraturan tersebut berlaku tahun 1997 (UU
no.22 tahun 1997 tentang narkotika & UU no.5 tahun 1997 tentang
psikotropika). Belum banyak yang dikirim ke panti rehabilitasi atas
perintah hakim di pengadilan. Hal ini terjadi terutama karena masih
kurangnya batasan antara pengguna dan pengedar di dalam UU
Narkotika yang sekarang berlaku.

20
Disinilah perawat harus mengambil peranan sebagai protector
dan advocat. Peran ini dilaksanakan dengan berupaya melindungi
klien, mengupayakan terlaksananya hak dan kewajiban klien, selalu
“berbicara untuk pasien” dan menjadi penengah antara pasien dengan
orang lain, membantu dan mendukung klien dalam membuat
keputusan serta berpartisipasi dalam menyusun kebijakan kesehatan
terutama program rehabilitasi pengguna NAPZA.
d. Role model
Keperawatan merupakan sebuah profesi dimana masyarakat
memandang perawat sebagai seorang tokoh yang dihargai, diangga
orang yang paling banyak tahu tentang kesehatan. Hal ini menjadikan
seorang perawat terikat oleh kode etik profesi dalam
menjalankanperannya baik di tatanan pelayanan maupun di
kehidupan sosial masyarakat. Adalah suatu keharusan sebagai
seorang perawat memberikan contoh hidup yang sehat.
Namun tanpa disadari perawat merupakan salah satu profesi
yang berpotensi tinggi mendorong seorang perawat menjadi
pengguna NAPZA. Hal ini karena pengetahuan yang dimilikinya
tentang obat-obatan dan kesempatan terbuka terhadap akses layanan
obat-obatan di tatanan pelayanan. Untuk itu diperlukan jiwa yang kuat
agar perawat terhindar dari mapraktik yang menjurus kepada
penyalahgunaan NAPZA. Hal ini mengingat masayarakat akan
memandang perawat adalah orang yang seharusnya bersih dari segala
kemungkinan terjadinya gangguan kesehatan.

21
ASUHAN KEPERAWATAN

PADA KEGAWAT DARURATAN DENGAN KLIEN “OVERDOSIS”

A. PENGKAJIAN
Pengkajian difokusakan pada masalah yang mendesak seperti jalan
nafas dan sirkulasi yang mengancam jiwa,adanya gangguan asam basa,
keadaan status jantung,status kesadran. Riwayat kesadaran : riwayat
keracunan,bahan racun yang digunakan,berapa lama diketahui setelah
keracunan,ada masalah lain sebagi pencetus keracunan dan sindroma toksis
yang ditimbulkan dan kapan terjadinya.
Pertolongan kepada pasien gawat darurat dilakukan dengan terlebih
dahulu melakukan survei primer untuk mengidentifikasi masalah-masalah
yang mengancam hidup pasien, barulah selanjutnya dilakukan survei
sekunder. Tahapan kegiatan meliputi :
a. A: Airway, mengecek jalan nafas dengan tujuan menjaga jalan nafas
disertai control servikal.
b. B: Breathing, mengecek pernafasan dengan tujuan mengelola
pernafasan agar oksigenasi adekwat.
c. C: Circulation, mengecek sistem sirkulasi disertai kontrol perdarahan.
d. D: Disability, mengecek status neurologis
e. E: Exposure, enviromental control, buka baju penderita, tapi cegah
hipotermia.
Survei primer bertujuan mengetahui dengan segera kondisi yang
mengancam nyawa pasien. Survei primer dilakukan secara sekuensial
sesuai dengan prioritas. Tetapi dalam prakteknya dilakukan secara
bersamaan dalam tempo waktu yang singkat (kurang dari 10 detik). Apabila
teridentifikasi henti nafas dan henti jantung maka resusitasi harus segera
dilakukan. Apabila menemukan pasien dalam keadaan tidak sadar maka
pertama kali amankan lingkungan pasien atau bila memungkinkan
pindahkan pasien ke tempat yang aman. Selanjutnya posisikan pasien ke
dalam posisi netral (terlentang) untuk memudahkan pertolongan. Penilaian

22
airway dan breathing dapat dilakukan dengan satu gerakan dalam waktu
yang singkat dengan metode LLF (look, listen dan feel).

AIRWAY
Jalan nafas adalah yang pertama kali harus dinilai untuk mengkaji
kelancaran nafas. Keberhasilan jalan nafas merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi proses ventilasi (pertukaran gas antara atmosfer dengan paru-
paru. Jalan nafas seringkali mengalami obstruksi akibat benda asing, serpihan
tulang akibat fraktur pada wajah, akumulasi sekret dan jatuhnya lidah ke
belakang.
Selama memeriksa jalan nafas harus melakukan kontrol servikal,
barangkali terjadi trauma pada leher. Oleh karena itu langkah awal untuk
membebaskan jalan nafas adalah dengan melakukan manuver head tilt dan chin
lift seperti pada gambar di bawah ini :
Data yang berhubungan dengan status jalan nafas adalah :
a. sianosis (mencerminkan hipoksemia)
b. retraksi interkota (menandakan peningkatan upaya nafas)
c. pernafasan cuping hidung
d. bunyi nafas abnormal (menandakan ada sumbatan jalan nafas)
e. tidak adanya hembusan udara (menandakan obstuksi total jalan nafas
atau henti nafas)
BREATHING
Kebersihan jalan nafas tidak menjamin bahwa pasien dapat bernafas secara
adekwat. Inspirasi dan eksprasi penting untuk terjadinya pertukaran gas,
terutama masuknya oksigen yang diperlukan untuk metabolisme tubuh.
Inspirasi dan ekspirasi merupakan tahap ventilasi pada proses respirasi. Fungsi
ventilasi mencerminkan fungsi paru, dinding dada dan diafragma. Pengkajian
pernafasan dilakukan dengan mengidentifikasi :
a. pergerakan dada
b. adanya bunyi nafas
c. adanya hembusan/aliran udara
CIRCULATION

23
Sirkulasi yang adekwat menjamin distribusi oksigen ke jaringan dan
pembuangan karbondioksida sebagai sisa metabolisme. Sirkulasi tergantung
dari fungsi sistem kardiovaskuler. Status hemodinamik dapat dilihat dari :
a. tingkat kesadaran
b. nadi
c. warna kulit
Pemeriksaan nadi dilakukan pada arteri besar seperti pada arteri karotis dan
arteri femoral.

B. DIAGNOSA

1. Ketidakefektifnya pola nafas berhubungan dengan distress pernapasan


2. Resiko kekurangan volume cairan tubuh.
3. Penurunan kesadaran berhubungan dengan depresi sistem saraf pusat
4. Ansietas berhubungan dengan Tidak efektifnya koping individu.

C. INTERVENSI

No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan criteria NIC


hasil
ketidakefektifnya pola Tujuan :  Observasi tanda-tanda
nafas berhubungan Mempertahankan pola vital.
dengan distress napas tetap efektif Rasional : Untuk
pernapasan mengetahui keadaan
umum pasien dalam
menentukan tindakan
selanjutnya
 Berikan O2 sesuai
anjuran dokter
Rasional : Terapi oksigen
meningkatkan suplai
oksigen ke jantung
 Jika pernafasan depresi
,berikan
oksigen(ventilator) dan
lakukan suction.

24
Rasional : Ventilator bisa
membantu memperbaiki
depresi jalan napas
 Berikan kenyamanan dan
istirahat pada pasien
dengan memberikan
asuhan keperawatan
individual
Rasional : Kenyamanan
fisik akan memperbaiki
kesejahteraan pasien dan
mengurangi
kecemasan,istirahat
mengurangi komsumsi
oksigen miokard
Resiko kekurangan Setelah dilakukan  Pertahankan catatan
volume cairan tubuh. tindakan keperawatan intake dan output yang
selama 2 x 24 akurat
kekurangan volume  Monitor status hidrasi
cairan pasien dapt (kelembapan membran
teratasi dengan mukosa, nadi adekuat,
Kriteria Hasil: tekanan darah ortostatik).
 Tekanan darah, suhu Jika diperlukan
tubuh dalam batas  Monitor vital sign
normal.
 Tidak ada tanda-tanda  Monitor status nutrisi
dehidrasi  Monitor masukan
makanan/ cairan dan
hitung intake kalori harian
 Kolaborasikan pemberian
cairan IV
 Kolaborasi dengan dokter
Penurunan Tujuan : Setelah  Monitor vital sign tiap 15
kesadaran berhubungan dilakukan tindakan menit
dengan depresi sistem perawatan diharapkan Rasional : bila ada
saraf pusat dapat mempertahankan perubahan yang bermakna
tingkat kesadaran klien merupakan indikasi
(komposmentis) penurunan kesadaran
 Catat tingkat kesadaran
pasien
Rasional : Penurunan
kesadaran sebagai indikasi

25
penurunan aliran darah
otak.
 Kaji adanya tanda-tanda
distress pernapasan,nadi
cepat,sianosis dan
kolapsnya pembuluh darah
Rasional : Gejala tersebut
merupakan manifestasi
dari perubahan pada otak,
ginjal, jantung dan paru.
 Monitor adanya
perubahan tingkat
kesadaran
Rasioanal : Tindakan
umum yang bertujuan
untuk keselamatan hidup,
meliputi resusitasi :
Airway, breathing,
sirkulasi
 Kolaborasi dengan tim
medis dalam pemberian
anti dotum
Rasional : Anti dotum
(penawar racun) dapat
membantu mengakumulasi
penumpukan racun
Ansietas berhubungan Setelah dilakukan  Gunakan pendekatan
dengan Tidak efektifnya tindakan keperawatan yang menenangkan
koping individu. kecemasan pasien  Nyatakan dengan jelas
dapat teratasi dengan harapan terhadap pelaku
Kriteria hasil: pasien
 Klien mampu  Jelaskan semua prosedur
mengidentifikasi dan dan apa yang dirasakan
mengungkapkan gejala
selama prosedur
cemas
 Vital sign dalam  Temani pasien untuk
keadaan normal memberikan keamanan
dan mengurangi takut
 Dengarkan dengan penuh
perhatian
 Identifikasi tingkat
kecemasan

26
 Bantu pasien mengenai
situasi yang menimbulkan
kecemasan
 Berikan obat untuk
mengurangi kecemasan

D. IMPLEMENTASI

Diagnosa keperawatan Implementasi


ketidakefektifnya pola nafas  Mengobservasi tanda-tanda vital.
berhubungan dengan distress  Memberikan O2 sesuai anjuran
pernapasan dokter
 Jika pernafasan depresi ,berikan
oksigen(ventilator) dan lakukan
suction.
 Memberikan kenyamanan dan
istirahat pada pasien dengan
memberikan asuhan keperawatan
individual
 Mepertahankan catatan intake dan
Resiko kekurangan volume cairan
tubuh. output yang akurat
 Memonitor status hidrasi
(kelembapan membran mukosa,
nadi adekuat, tekanan darah
ortostatik). Jika diperlukan
 Memonitor vital sign
 Memonitor status nutrisi
 Memonitor masukan makanan/
cairan dan hitung intake kalori
harian
 Mengkolaborasikan pemberian
cairan IV
 Mengkolaborasi dengan dokter
Penurunan  Memonitor vital sign tiap 15 menit
kesadaran berhubungan dengan  Mencatat tingkat kesadaran pasien
depresi sistem saraf pusat  Mengkaji adanya tanda-tanda
distress pernapasan,nadi
cepat,sianosis dan kolapsnya
pembuluh darah
 Memonitor adanya perubahan
tingkat kesadaran

27
 Mengkolaborasi dengan tim medis
dalam pemberian anti dotum
Ansietas berhubungan dengan  Mengunakan pendekatan yang
Tidak efektifnya koping individu. menenangkan
 Menyatakan dengan jelas harapan
terhadap pelaku pasien
 Menjelaskan semua prosedur dan
apa yang dirasakan selama
prosedur
 Menemani pasien untuk
memberikan keamanan dan
mengurangi takut
 Mendengarkan dengan penuh
perhatian
 Mengidentifikasi tingkat
kecemasan
 Membantu pasien mengenai
situasi yang menimbulkan
kecemasan
 Memberikan obat untuk
mengurangi kecemasan

28
BAB III

STUDI KASUS

Penyalahgunaan NAPZA saat ini justru banyak dilakukan oleh kalangan


remaja. Para pecandu NAPZA itu pada umur 11 sampai 24 tahun artinya usia
tersebut tergolongkan usia produktif atau usia pelajar. Diperoleh data dan
kesimpulan bahwa pada umumnya kasus penyalahgunaan NAPZA dilakukan pada
usia remaja yakni sebanyak 97% karena pada masa remaja sedang mengalami
keadaan emosional yang labil dan mempunyai keinginan besar untuk mencoba serta
mudah terpengaruh oleh linglungan dan teman sebaya. Dikalangan remaja terutama
bagi mereka yang berada dibangku SMP maupun SMA biasanya diawali dengan
perkenalannya dengan rokok berlanjut mengkonsumsi NAPZA.

Berdasarkan informasi dari Kauf Bin Ops satuan unit narkoba polres kota
bima bapak AIPDA Hanafi, bahwa wilayah barat kota Bima menjadi sentral dan
basis peredaran dan penyalahgunaan NAPZA , sehingga sekolah Madrasah Aliyah
Negeri 2 kota Bima yang terletak dijalan Mongonsidi kecamatan Rasanae Barat.
Khusus wilayah kota Bima, kasus penyalahgunaan NAPZA yang dilakukan oleh
remaja usia sekolah usia 18 tahun ke bawah pada tahun 2014 sebanyak 5 kasus dan
ditahun 2015 yang terdata baru 2 kasus. Lanjutnya, wilayah kota Bima sebagai
peringkat kedua terparah setelah mataram untuk penyebaran dan peredaran NAPZA
wilayah NTB.

Studi identifikasi di MAN 2 kota bima peneliti lakukan penelitian terhadap


kedua siswa yang berinisial HN menyatakan bahwa kedua siswa terlibat dalam
kasus penyalahgunaan NAPZA. Kemudian hasil observasi dilapangan peneliti
menyimpulkan bahwa siswa yang berinisial AD menunjukan sikap dan perilaku
kurang disiplin, suka membolos, sering berpergian sampai larut malam, begadang,
mudah tersinggung dan sulit berkonsentrasi. Sementara AN menunjukan sikap dan
perilaku kecenderungan berbohong, prestasi disekolah menurun,malas belajar,
tidak mengerjakan tugas sekolah, mengantuk dikelas, kadang tidak pulang tanpa

29
ijin,minta banyak uang dengan berbagai alasan tapi tidak jelas penggunaannya,
suka bengong atau linglung.

Dengan melihat kenyataan yang terjadi, maka peneliti tertarik untuk


melakukan pengkajian lebih dalam penyalahgunaan NAPZA dikalangan remaja.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui factor-faktor yang menyebabkan siswa
melakukan penyalahgunaan NAPZA dan untuk mengetahui dampak yang
ditimbulkan oleh penyalahgunaan NAPZA.

30
BAB IV

PEMBAHASAN

Subyek pertama berusia 18 tahun, AD mengenal dan mencoba rokok saat


kelas dua sekolah menengah pertama kemudian kelas satu madrasah mulai
mengkonsumsi alcohol dan mengenal obat-obatan sebelum menggunakan NAPZA
AD anak yang rajin ibadah,sopan,santun dan tidak pernah meninggalkan sekolah
serta memiliki kepribadian yang baik. Namun setelah terlibat dalam
penyalahgunaan NAPZA AD berubah malas untuk belajar, sering mengantuk dan
bosan dikelas, jadi brutal dan jarang beribadah. Tahap pemakaian NAPZA pada
subjek pertama AD adalah social Use (pemakaian social), tujuan untuk bersenang-
senang pada saat rekreasi atau santai. Jenis NAPZA yang dipakai oleh AD adalah
tramadol merupakan salah satu obat analgesic/anti sakit opiate (mirip morfin),
termasuk psiko tropika golongan IV yang memiliki daya adiksi ringan.

Subyek kedua berusia 17 tahun, AN duduk dikelas empat sekolah dasar. AN


dibesarkan dalam keluarga yang broken home (bercerai). Sejak orangtua berpisah
AN kehilangan figure dan sosok seorang bapak sehingga tumbuh dan besar tanpa
pengawasan orangtua dan menjadikan AN anak yang sulit diatur. AN mengenal dan
mulai merokok saat kelas dua sekolah menengah pertama kemudian berlanjut
dikelas tiga mencoba obat-obatan dan alcohol. Sebelum menggunakan NAPZA,
AN anak yang aktif setelah menggunakan NAPZA berubah menjadi anak yang
sangat tertutup. Tahap pemakaian NAPZA pada AN adalah situasional Use yaitu
penggunaan zat pada saat mengalami ketegangan,kekecewaan, kesedihan dan
sebagainya. Jenis NAPZA yang dipakai AN adalah ganja termasuk narkotika
golongan I, memiliki daya adiksi sangat tinggi.

Faktor penyebab penyalahgunaan NAPZA. Pada subjek I factor individu


(kepribadian) dan factor lingkungan pergaulan (teman sebaya) , lingkungan sekitar.
Sedangkan factor penyebab penyalahgunaan NAPZA pada subyek kedua yaitu
factor keluarga (broken home) dan factor lingkungan tempat tinggal.

31
Dampak penyalah gunaan NAPZA. Penyalahgunaan NAPZA berdampak negative
pada fisik, psikologis, social dan spiritual sehingga berpengaruh pada hasil prestasi
belajar kedua subyek disekolah.

32
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Masalah penyalahgunaan narkoba / NAPZA khususnya pada remaja
adalah ancaman yang sangat mencemasakan bagi keluaga khususnya dan bagi
bangsa dan negara pada umumnya. Pengaruh narkoba sangatlah buruk, baik
dari segi kesehatan, maupun dampak sosial yang ditimbulkan.
Secara garis besar faktor yang menyebabkan terjadianya
penyalahgunaan narkoba di kalangan remaja terdiri dari faktor internal dan
faktor eksternal yakni yang berasal dari dalam diri sendiri baik yang berasal
dari lingkungan.
Masalah pencegahan penggunaan narkoba bukanlah menjadi tugas dari
sekelompok orang saja, melainkan menjadi tugas kita bersama. Upaya
pencegahan penyarahgunaan narkoba yang dilakukan sejak dini sangatlah baik,
tentunya dengan pengetahuan yang cukup tentang penganggulangan tersebut.
Peran orang tua dalam keluarga dan juga pendidik di sekolah sangatlah
besar bagi pencegahan penanggulangan terhadap narkoba.

5.2 Saran
Dalam mencegah penyalahgunaan narkoba pihak yang bertanggung jawab
bukan hanya pemerintah penegak hukum ataupun pelayanan kesehata saja
namun diharapkam peran orang tua dalam mengawasi dan membimbing
anggota keluarganya harus lebih baik, serta lebih meluangkan waktunya untuk
selalu berada disisi anak-anaknya dalam kondisi apapun, sehingga remaja tidak
terjerumus melakukan hal-hal yang menyimpang terutama melakukan
penyalahgunaan narkoba.
Selain itu masyarakat hendaknya melakukan kegiatan yang positif dan
berguna agar remaja tidak terlibat dalam kasus penyalahgunaan narkoba serta
memperdalam iman dan taqwa guna ketahanan diri dari dalam menghadapi dan
memecahkan permasalahan hidup.

33

Anda mungkin juga menyukai