Anda di halaman 1dari 59

LO.1.

MM Psikopatologi Psikotik
Psikopatologi adalah fungsi kepribadian yang abnormal. Psikopatologi merupakan cabang ilmu
kedokteran jiwa yang mempelajari:
- Gejala-gejala dalam tingkah laku / pikiran / perasaan dan lain-lain fungsi psikis
- Variasi dalam kelainan pola reaksi total dari individu (dalam bentuk gangguan kepribadian)
Halusinasi merupakan sumber penyebab gangguan jiwa yang dipengaruhi oleh faktor-faktor
saling mempengaruhi, yaitu:
- Faktor-faktor somatik (somatogenik) :
a. Neroanatomi
b. Nerofisiologi
c. Neurokimia
d. Tingkat kematangan dan perkembangan organik
e. Faktor-faktor pre dan peri - natal
- Faktor-faktor psikologik (psikogenik) :
a. Interaksi ibu - anak : normal (rasa percaya dan rasa aman) atau abnormal berdasarkan
kekurangan, distorsi dan keadaan yang terputus (perasaan tak percaya dan kebimbangan)
b. Peranan ayah
c. Persaingan antara saudara kandung
d. Inteligensi
e. Hubungan dalam keluarga, pekerjaan, permainan dan masyarakat
f. Kehilangan yang mengakibatkan kecemasan, depresi, rasa malu atau rasa salah.
g. Konsep dini : pengertian identitas diri sendiri lawan peranan yang tidak menentu.
h. Keterampilan, bakat dan kreativitas
i. Pola adaptasi dan pembelaan sebagai reaksi terhadap bahaya
j. Tingkat perkembangan emosi
- Faktor-faktor sosio-budaya (sosiogenik)
a. Kestabilan keluarga
b. Pola mengasuh anak
c. Tingkat ekonomi
d. Perumahan : perkotaan lawan pedesaan
e. Masalah kelompok minoritas yang meliputi prasangka dan fasilitas kesehatan, pendidikan
dan kesejahteraan yang tidak memadai
f. Pengaruh rasial dan keagamaan
g. Nilai-nilai
Sebagian besar tanda dan gejala yang terdaftar di bawah ini dapat dipahami sebagai nilai yang
bervariasi dari berbagai gambaran spektrum perilaku yang berkisar antara normal sampai
abnormal. Sangat sulit untuk menemukan suatu gejala atau tanda patognomonik ( khas ) dalam
psikiatri. Sebagai pembanding, pada pengobatan secara internal masih lebih mudah untuk
menemukan tanda yang dapat menunjukkan adanya indikasi suatu penyakit atau gangguan
tertentu, sebagai contoh, tanda “cincin Kayser-Fleischer” pada penyakit Wilson's atau refleks
Babinski pada penyakit gangguan jalur piramidal.
A. Tanda : Pengamatan dan penemuan penyakit / gangguan oleh seorang dokter, seperti adanya
suatu penyumbatan atau retardasi psikomotorik.
B. Gejala : pengalaman pribadi yang dirasakan dan diuraikan oleh pasien, sering dinyatakan
dalam bentuk keluhan, seperti suasana hati tertekan atau kehilangan energi.
C. Sindrom : suatu kelompok tanda dan gejala yang bersama-sama menyusun suatu kondisi
tertentu yang dapat dikenal, namun lebih samar-samar dibanding suatu gangguan / penyakit
yang spesifik.

Tanda dan Gejala Gangguan Psikiatri


A. Kesadaran : Status kesadaran ( istilah sensorium kadang-kadang digunakan sebagai suatu
sinonim untuk kesadaran).
1. Gangguan kesadaran
a. Disorientasi : Gangguan orientasi dalam hal waktu, tempat, atau orang.
b. Kesadaran berkabut : kesadaran yang tidak sempurna dengan gangguan persepsi dan sikap.
c. Stupor : ketiadaan reaksi dan tidak mengenal lingkungan.
d. Delirium : reaksi kebingungan, disorientasi, gelisah yang berhubungan dengan ketakutan dan
halusinasi.
e. Koma : Derajat tingkat keadaan pingsan yang dalam.
f. Koma vigil / terjaga : keadaan koma di mana pasien nampak seperti tertidur tetapi siap untuk
dibangunkan (dikenal sebagai mutisme akinetik).
g. Status kesadaran senjakala : gangguan kesadaran dengan halusinasi
h. Status seperti mimpi : sering digunakan sebagai sinonim untuk bangkitan parsial kompleks
atau epilepsi psikomotorik.
i. Somnolen : keadaan mengantuk yang abnormal.
j. Kebingungan : Gangguan kesadaran di mana reaksi ke stimuli lingkungan tidak sesuai; yang
dinyatakan dengan disorientasi dalam hal waktu, tempat, atau orang.
k. Keadaan mengantuk : suatu status kesadaran lemah berhubungan dengan suatu keinginan
atau kecenderungan untuk tidur.
l. Terbenamnya matahari : sindrom pada orang lanjut usia yang umumnya terjadi pada malam
hari dan ditandai oleh keadaan mengantuk, kebingungan, kehilangan keseimbangan dan jatuh
karena dalam pengobatan sedatif, yang disebut sindrom sundowner's.

2. Gangguan perhatian : perhatian adalah sejumlah usaha yang digunakan dalam


memperhatikan dan fokus terhadap suatu hal tertentu dari suatu pengalaman; kemampuan untuk
fokus pada satu aktivitas; dan kemampuan untuk berkonsentrasi.
a. Distraktibilitas : Ketidakmampuan untuk konsentrasi dalam memberi perhatian; keadaan di
mana perhatian ditarik menuju stimuli eksternal yang tidak relevan atau tidak penting.
b. Inatensi selektif : Perhatian yang terbatas hanya pada berbagai hal yang menghasilkan
ketertarikan.
c. Hypervigilans : perhatian berlebihan yang terpusat pada semua stimuli internal dan eksternal,
terjadi sekunder pada delusi atau paranoid; berhubungan dengan hyperpragia: aktivitas
mental dan pemikiran berlebihan.
d. Trans : perhatian yang terpusat dan kesadaran berubah, umumnya dilihat pada keadaan
hipnosa, gangguan disasosiasi, dan pengalaman religius yang sangat menggembirakan.
e. Disinhibisi : Perpindahan efek inhibisi, yang mengakibatkan orang hilang kendali ketika
dalam keadaan mabuk oleh alkohol.

3. Gangguan Sugestibilitas : respon tanpa kritik dan mengalah terhadap suatu ide / pendapat
yang mempengaruhi.
a. Folie a deux ( folie a trois) : gangguan komunikasi emosional antara dua ( atau tiga) orang.
b. Hipnosa : modifikasi kesadaran yang ditandai oleh suatu peningkatan sugestibilitas.
B. Emosi: status perasaan yang kompleks termasuuk didalamnya faktor psikis, somatis, maupun
prilaku yang berhubungan atau dapat mempengaruhi suasana hati.
1. Afek : ungkapan emosi yang dapat diamati, yang mungkin dapat berbeda dengan apa yang
dikeluhkan oleh pasien.
a. Afek yang sesuai : kondisi di mana ungkapan emosi selaras dengan pikiran, ide maupun
perkataan ; dapat diuraikan lebih lanjut sebagai afek yang yang diekspresikan secara wajar.
b. Afek tidak sesuai : ketidaksesuaian antara ungkapan emosi yang dirasakan dengan pikiran,
ide maupun perkataan.
c. Afek tumpul : gangguan afek yang ditandai oleh adanya pengurangan sejumlah besar
intensitas ungkapan emosi / perasaan secara eksternal .
d. Afek terbatas : pengurangan dalam intensitas ungkapan emosi / perasaan; lebih sedikit
dibanding Afek tumpul namun tetap jelas adanya pengurangan.
e. Afek datar : Ekspresi afeksi yang bisa ada ataupun tidak ada: ditandai dengan suara yang
monoton, wajah tak bergerak ( tanpa ekspresi ).
f. Afek labil : perubahan yang kasar dan cepat dalam ungkapan emosional, tidak berhubungan
dengan stimuli eksternal.

2. Suasana hati ( Mood ) : suatu pengalaman subyektif yang menggambarkan dan mendukung
emosi / perasaan yang dapat disampaikan oleh pasien dan yang dapa diamati oleh orang lain;
misalnya adanya tekanan, kegembiraan, dan kemarahan.
a. Mood Disforik : suatu suasana hati tak enak.
b. Mood Eutimik : cakupan suasana hati normal, menyiratkan tidak adanya perasaan tertekan
atau persaan senang berlebihan.
c. Mood ekspansif ( leluasa ) : ungkapan seseorang yang merasakan kebebasan, biasanya
dengan suatu pengakuan akan arti penting dari diri sendiri.
d. Mood sensitif ( mudah marah ): suatu keadaan pada seseorang yang mudah merasa terganggu
dan cepat marah.
e. Mood berayun ( labil ) : perpaduan suasana hati antara bahagia dan tertekan atau cemas
berlebihan.
f. Mood terangkat ( naik ) : suasana hati yang terisi oleh kenikmatan dan kepercayaan diri;
suatu suasana hati yang lebih gembira dari biasanya.
g. Euforia : Suasana hati yang terangkat dan penuh kegembiraan.
h. Ekstasi : Suasana hati yang terlalu gembira diluar kewajaran.
i. Tekanan : Perasaan sedih yang bersifat Psikopatologik.
j. Anhedonia : hilangnya minat dan ketertarikan terhadap segala kegiatan / aktifitas
yangbiasanya menyenangkan, sering berhubungan dengan adanya tekanan.
k. Duka cita Atau Perkabungan : Kesedihan yang sesuai dengan kondisi karena meninggalnya
seseorang yang dikasihi, juga disebut kehilangan.
l. Alexithymia : ketidakmampuan seseorang untuk menguraikan atau kesulitan di dalam
menggambarkan secara sadar emosi / perasaan dan suasana hatinya.
m. Keinginan bunuh diri : Pemikiran tentang ingin mengakhiri hidupnya sendiri.
n. Kegembiraan : perasaan sukacita, senang, bahagia, kemenangan, kepuasan dan optimisme.
o. Hypomania : Kelainan suasana hati ( mood ) dengan karakteristik mania yang kwalitatif,
tetapi intensitasnya lebih sedikit.
p. Mania : Status suasana hati yang ditandai oleh kegembiraan, hiperaktif, gelisah, hiperseks,
dan yang dipercepat oleh pemikiran dan perkataannya sendiri.
q. Melankolia : keadaan perasaan yang sangat tertekan; digunakan dalam istilah melankolia
involusional, yang juga berhubungan dengan intensitas tekanan.
r. Sikap acuh tak acuh : sikap yang tidak menunjukkan kepedulian / perhatian terhadap
kelemahan atau kekurangan seseorang.

3. Emosi lainnya:
a. Ansietas ( kecemasan ) : perasaan takut yang disebabkan oleh adanya bahaya yang dapat
terjadi, bisa berasal dari dalam diri sendiri maupun dari luar.
b. Kecemasan mengambang : ketakutan yang tidak terpusat pada satu hal tertentu.
c. Takut : Kecemasan yang disebabkan oleh kesadaran akan suatu bahaya yang nyata dan
dikenal.
d. Agitasi ( gelisah ) : kecemasan yang dalam berhubungan dengan kegelisahan motorik; serupa
dengan iritabilitas ( sifat lekas marah ) yang mudah dicetuskan oleh kemarahan atau
gangguan.
e. Ketegangan : Peningkatan aktifitas motorik yang tidak menyenangkan berhubungan dengan
faktor psikologis.
f. Panik : serangan kecemasan yang berlebihan, bersifat episodik, yang dapat berhubungan
dengan gangguan sistem saraf otonom, juga oleh karena perasaan ngeri yang hebat.
g. Apati : ketumpulan emosi yang berhubungan dengan sikap acuh tak acuh.
h. Ambivalen : adanya dua hal yang saling bertentangan ( berbeda ) dalam diri seseorang yang
dialami dalam waktu bersamaan.
i. Abreksi : pelepasan emosional atau membebaskan ingatan – ingatan terhadap pengalaman
yang menyakitkan.
j. Malu : Perasaan gagal untuk mengerjakan sesuatu yang diharapkan.
k. Rasa bersalah : Emosi sekunder yang timbul setelah melakukan sesuatu yang dianggap
kesalahan.
l. Pengendalian diri : Kemampuan untuk menahan diri terhadap godaan, dorongan hati atau
hasutan yang diikuti suatu tindakan.
m. Inefabilitas : keadaan sangat gembira pada seseorang yang tak terlukiskan, sulit
digambarkan, dan mustahil untuk disampaikan kepada orang lain.
n. Akateksis : ketiadaan perasaan terhadap sesuatu yang menjadi beban secara emosi; pada
kateksis dapat dihubungkan dengan perasaan.
o. Dekatesis : melepaskan emosid dari pemikiran, gagasan, atau para orang.

4. Gangguan fisiologis berhubungan dengan suasana hati ( Mood ) :


Tanda-tanda gangguan somatis ( biasanya otonomik ), paling sering berhubungan dengan depresi
/ tertekan ( disebut juga tanda vegetatif ).
a. Anorexia : hilangnya atau penurunan selera makan.
b. Hiperfagia : Peningkatan nafsu makanan.
c. Insomnia : ketidakmampuan atau kesulitan untuk tidur.
- Awal : kesukaran dalam upaya untuk tidur.
- Pertengahan : Kesukaran untuk tidur sepanjang malam tanpa terbangun dan kesukaran
untuk dapat tidur kembali.
- Terminal : terbangun pagi-pagi benar.
d. Hipersomnia : tidur yang berlebihan.
e. Variasi Diurnal ( siang hari ) : secara teratur suasana hati terburuk pada pagi hari, sesaat
setelah bangun, dan mulai membaik pada jam-jam berikutnya.
f. Penurunan Libido : penurunan minat / ketertarikan seksual, tindakan dan pencapaiannya ;
g. (peningkatan libido sering dihubungkan dengan negara status manik).
h. Fatig ( kelelahan ) : suatu perasaan keletihan, lemah dan mengantuk, atau iritabilitas yang
menyertai suatu aktifitas tubuh maupun mental.
i. Pika : keinginan untuk mengkonsumsi benda yang bukan makanan, seperti cat dan tanah liat.
j. Pseudosiesis : kondisi yang jarang terjadi di mana seseorang yang tidak hamil namun
mempunyai tanda dan gejala kehamilan, seperti distensi abdominal, payudara membesar,
pigmentasi, amenore ( tidak turun haid ) dan mual pagi hari.
k. Bulimia : rasa lapar yang tak terpenuhi dan keinginan berlebihan untuk makan; dapat dilihat
pada bulimia nervosa dan depresi atipik.
l. Adinamia : Kelemahan dan kelelahan ( Fatig ).

C. Perilaku Motorik : Aspek psikis yang meliputi dorongan hati, motivasi, berbagai keinginan,
rangsangan, naluri, dan hasrat, yang dinyatakan oleh aktivitas motorik atau perilaku seseorang.
1. Ekopraksia : Gangguan / penyakit pada orang yang suka meniru orang lain.
2. Katatonia dan Kelainan Postural : terlihat pada Schizofrenia katatonik dan beberapa kasus
gangguan otak, seperti encephalitis.
a. Katalepsi : istilah umum untuk suatu posisi diam / tak bergerak yang dilakukan secara
konstan.
b. Rangsangan katatonik : agitasi / gelisah, aktifitas motorik yang tak bertujuan dan tidak
dipengaruhi oleh stimuli eksternal.
c. Stupor katatonik : aktivitas motorik yang lamban, sering sampai pada batas imobilitas dan
tampak acuh pada lingkungan sekitar.
d. Kekakuan / Rigiditas katatonik: asumsi volunter pada postur / posisi tubuh yang kaku,
berupaya untuk melawan semua usaha untuk dipindahkan.
e. Postur katatonik : pengambilan suatu posisi atau sikap tubuh yang tidak biasa / ganjil dalam
waktu yang lama.
f. Cereafleksibilitas ( fleksibilitas sepertii lilin): kondisi dimana seseorang yang diatur dalam
suatu posisi tertentu untuk dirawat / diperiksa; ketika si pemeriksa memindahkan atau
menggerakkan salah satu anggota tubuh pasien, maka bagian tersebut terasa seperti terbuat
dari lilin.
g. Akinesia : ketiadaan pergerakan fisik, seperti pada Schizofren Katatonik ; bisa juga terjadi
sebagai efek samping ekstrapiramidal dari pengobatan antipsikosis.

3. Negativisme : Pertahanan diri untuk dipindahkan atau penolakan terhadap semua instruksi
yang diberikan.
4. Katapleksi : hilangnya kekuatan otot secara temporer dan kelemahan yang dipicu oleh
berbagai beban emosi.
5. Stereotipik: Pengulangan secara seksama suatu pola atau bentuk aksi fisik maupun perkataan
tertentu.
6. Manerisme ( Lagak ) : pergerakan involunter ( tidak disengaja ) yang sudah menjadi
kebiasaan.
7. Otomatisme : suatu tindakan atau penampilan otomatis yang biasanya mewakili aktivitas yang
tidak disadari.
8. Perintah Otomatis : kepatuhan untuk melakukan suatu perintah secara otomatis.
9. Mutisme : seseorang yang tidak dapat bicara atau mengeluarkan suara tanpa adanya kelainan
struktural.

10. Aktifitas berlebihan :


a. Agitasi Psikomotorik : aktifitas motorik dan kognitif yang berlebihan, biasanya nonproduktif
dan merupakan respon terhadap ketegangan dari dalam diri sendiri.
b. Hiperaktif ( hiperkinesis) : tidak bisa diam, agresif dan destruktif yang sering dihubungkan
dengan adanya kelainan pada otak.
c. Tik : pergerakan motorik spasmodik / tak teratur dan tanpa disengaja.
d. Somnabulisme ( berjalan saat tidur): aktivitas motorik selama tidur
e. Akathisia : perasaan subyektif berupa ketegangan otot sekunder karena obat antipsikotik
maupun obat yang lain, yang dapat menyebabkan kegelisahan, serta mengulangi posisi duduk
dan berdiri; dapat keliru dianggap sebagai gangguan jiwa agitasi.
f. Kompulsi : dorongan hati yang tak dapat dikendalikan untuk melakukan suatu tindakan
secara berulang.
1) Dipsomania : kompulsi untuk minum alkohol.
2) Kleptomania : kompulsi untuk mencuri.
3) Nimfomania : kebutuhan yang memaksa dan berlebihan untuk berhubungan seks di pada
seorang perempuan.
4) Satiriasis : kebutuhan yang memaksa dan berlebihan untuk berhubungan seks pada
seorang laki-laki.
5) Trikotillomania : kompulsi untuk mencabut rambut.
6) Ritual : aktivitas otomatis, kompulsi secara alamiah, ansietas terhadap suatu perubahan.
g. Ataksia : Kegagalan koordinasi otot; ketidakteraturan tindakan otot.
h. Polifagi : kelainan berupa makan secara berlebihan.
i. Polidipsi : kelainan berupa minum secara berlebihan.
j. Tremor : perubahan irama pergerakan, pada umumnya gemetaran lebih cepat dari satu detik;
bersifat khas atau tipikal, akan berkurang selama periode relaksasi dan tidur dan akan
meningkat dalam keadaan marah atau tegang.
k. Flosilasi : gerakan memilin tanpa tujuan, biasanya pada pakaian, sprei maupun sarung bantal
; dapat terlihat pada Delirium.

11. Hipoaktifitas ( hipokinesis) : penurunan aktifitas motorik dan kognitif seperti pada retardasi
psikomotor ; keterlambatan dalam berpikir, berbicara dan bergerak.
12. Suka meniru: aktivitas motori pada masa kanak-kanak suka meniru gerakan sederhana.
13. Agresi: kekuatan penuh dalam berbagai tindakan yang bertujuan baik secara fisik maupun
dalam berbicara; merupakan kendali motorik yang terhadap amukan, kemarahan, atau
permusuhan.
14. Berakting ( pemeranan ): ekspresi keinginan bawah sadar atau rangsangan terhadap suatu
tindakan; prilaku yang timbul oleh karena fantasi bawah sadar.
15. Abulia: penurunan rangsangan dalam bertindak dan berpikir, berhubungan dengan sikap acuh
tak acuh; merupakan salah satu akibat dari defisit neurologis.
16. Anergia: ketiadaan energi.
17. Astasia Abasia : ketidakmampuan untuk berdiri atau berjalan secara normal, meskipun
pergerakan kaki normal dapat dilakukan pada saat duduk atau posisi berbaring. Gaya berjalan
atau melangkah terlihat ganjil namun bukan disebabkan oleh karena suatu lesi organik yang
spesifik; terlihat pada kelainan konversi.
18. Koprofagia : suka makan kotoran atau tinja.
19. Diskinesia : Kesukaran dalam melakukan pergerakan volunter, seperti pada kelainan
ekstrapiramidal
20. Kekakuan Otot : keadaan dimana otot sulit digerakkan; terlihat pada Skozofrenia.
21. Berputar-putar : suatu tanda pada anak-anak autistik yang secara terus menerus memutarkan
badan searah putaran kepala mereka.
22. Bradikinesia : kelambatan aktifitas motorik ditandai dengan suatu penurunan pergerakan
spontan yang normal.
23. Korea : pergerakan cepat, tersentak-sentak yang tak bertujuan dan dilakukan tanpa sadar.
24. Konvulsi : involunter, suatu kontraksi hebat atau spasme otot.
a. Konvulsi klonik : konvulsi dimana otot akan berkontraksi dan relaksasi secara bergantian.
b. Konvulsi tonik : Konvulsi dimana otot akan terus- menerus berkontraksi.
25. Bangkitan : suatu serangan mendadak dari gejala tertentu, seperti konvulsi, hilangnya
kesadaran, dan gangguan psikis maupun sensoris; terlihat pada epilepsi dan bisa juga karena
rangsangan lain.
a. Bangkitan tonik-klonik umum: serangan berupa gerakan tonik-lonik anggota tubuh, lidah
yang tergigit, dan inkontinensia yang berangsur-angsur akan sadar dan pulih; disebut juga
bangkitan Grand Mal dan bangkitan psikomotorik.
b. Bangkitan parsial sederhana : bangkitan yang terlokalisir pada bagian iktal tanpa
perubahan dalam kesadaran.
c. Bangkitan parsial kompleks : bangkitan yang terlokalisir pada bagian iktal yang disertai
perubahan kesadaran.
26. Distonia : kelambatan, kontraksi dari batang tubuh dan anggota gerak; terlihat pada distona
karena pengobatan tertentu.
27. Aminia : Ketidakmampuan untuk membuat bahasa tubuh / gestur sendiri atau untuk
memahami gestur yang dibuat orang lain.

D. Pemikiran: merupakan arus gagasan, lambang / simbol, dan asosiasi bertujuan yang
diaktifkan oleh suatu masalah atau tugas yang menghasilkan kesimpulan berdasarkan kenyataan;
ketika suatu peristiwa logis terjadi, maka secara normal kita akan berpikir; parapraksis (
kehilangan motivasi logika tanpa disadari, disebut juga Freudian Slip) yang dianggap sebagai
bagian dari pemikiran yang normal. Pemikiran abstrak adalah kemampuan untuk menggapai hal-
hal yang penting secara utuh, untuk memisahkannya menjadi bagian-bagian yang lebih kecil, dan
untuk membedakannya dari pandangan umum.
1. Gangguan umum dalam proses berpikir
a. Gangguan Mental : secara klinis perilaku yang timbul atau sindrom psikologis yang terjadi
berhubungan dengan penderitaan dan kecacatan, bukan hanya respon yang tidak diharapkan
untuk menjawab peristiwa tertentu atau membatasi hubungan antara seseorang dan
masyarakat sekitar.
b. Psikosis : Ketidakmampuan untuk membedakan kenyataan dan khayalan; dengan
menciptakan suatu kenyataan baru ( berbeda dengan neurosis: gangguan mental di mana
kenyataan yang sebenarnya tetap utuh; perilaku yang tidak melanggar berbagai norma sosial,
tetapi akan cenderung kumat dan berlangsung kronis bila tanpa perawatan.
c. Uji realitas : merupakan evaluasi dan penilaian yang obyektif terhadap dunia diluar diri
sendiri .
d. Gangguan Pikiran formal : lebih mengarah kepada gangguan dalam bentuk pikiran dan bukan
isi pikiran; pemikiran yang ditandai oleh hlangnya asosiasi, pembentukan kata baru /
neologisme, dan hal-hal konstruktif tapi tidak masuk akal; gangguan proses berpikir, dan
orang tersebut dikategorikan sebagai psikosis.
e. Pemikiran yang tidak masuk akal: pemikiran yang berisi kesimpulan yang salah atau
pertentangan secara internal; dapat dianggap sebagai gangguan psikis bila tanda-tandanya
jelas dan bukan disebabkan oleh defisit intelektual atau nilai-nilai budaya.
f. Dereisme : Aktivitas mental yang tidak sesuai kenyataan dan pengalaman.
g. Pemikiran Autistik : Keasyikan dengan diri sendiri, dunia pribadi; istilah yang terkadang
disama artikan dengan dereisme.
h. Pemikiran gaib : suatu bentuk pikiran dereistik; pemikiran yang serupa dengan pemikiran
pada tahap anak-anak (Jean Piaget), di mana pemikiran, kata-kata, atau tindakan yang
menunjukkan kekuasaan ( sebagai contoh, menjadi penyebab atau pencegah suatu peristiwa
hebat).
i. Proses berpikir primer : istilah umum untuk pemikiran dereistik, tidak masuk akal, dan gaib;
ditemukan secara normal dalam mimpi, secara tidak normal pada psikosis.
j. Pengertian emosional yang dalam: tingkat kesadaran atau pemahaman yang tinggi pada
seseorang yang dapat mendorong untuk melakukan hal-hal positif dalam prilaku dan
kepribadiannya.

2. Gangguan spesifik dalam bentuk pikiran


a. Neologisme : kata-kata baru yang diciptakan oleh pasien, sering dengan kombinasi suku kata
dari kata-kata yang lain, untuk pertimbangan psikologis idiosinkratik
b. Salad kata-kata : campuran kata-kata yang tidak logis dan tidak bertautan dengan kalimat.
c. Sirkumstantial : Kalimat yang tak langsung mencapai tujuan / maksud yang sebenarnya tetapi
berputar-putar pada kalimat yang lain; yang ditandai oleh suatu detail yang tumpang-tindih
dan keterangan sambil lalu.
d. Tangential : Ketidakmampuan untuk membentuk asosiasi pikiran yang bertujuan; pembicara
tidak mendapat tujuan yang diingankan.
e. Ketidaksesuaian : pada umumnya apa yang dipikirkan tak dapat dimengerti / dipahami;
pemikiran dan perkataan yang berjalan bersama namun tidak saling berhubungan,
menghasilkan tatabahasa yang tidak beraturan.
f. Perseverasi : mempertahankan respon terhadap stimulus yang sebelumnya setelah suatu
stimulus baru diberikan; sering berhubungan dengan gangguan kognitif.
g. Verbigerasi : pengulangan kata-kata atau ungkapan tertentu yang tidak mengandung arti.
h. Ekolalia : psikopatologis berupa pengulangan kata-kata atau kalimat dari seseorang kepada
yang lain; pengulangan yang dipertahankan; dapat disampaikan dalam bentuk ejekan maupun
dengan intonasi yang keras.
i. kondensasi : Peleburan berbagai konsep menjadi satu.
j. Jawaban tidak relevan : Jawaban yang tidak selaras dengan pertanyaan yang diajukan
1. ( seseorang yang mengabaikan atau tidak mempedulikan pertanyaan yang dimaksud ).
k. Kehilangan asosiasi : arus berpikir di mana berbagai gagasan bergeser dari satu topik ke
topik yang lain dan tidak saling berkaitan; pada keadaan yang lebih berat, terjadi
ketidaksesuaian dalam perkataan.
l. Penyimpangan : terjadi deviasi mendadak dalam pikiran tanpa dapat dihentikan; terkadang
digunakan sebagai sinonim dari kehilangan asosiasi.
m. Flight of idea ( ide yang berterbangan ): perkataan yang cepat dan beruntun, ide / gagasan
yang berpindah-pindah, dengan tujuan untuk dapat dihubungkan; pada keadaan yang lebih
ringan masih dapat diikuti oleh orang yang mendengarkan.
n. Asosiasi klang : asosiasi kata-kata dengan bunyi yang sama tetapi tanpa arti; kata-kata yang
tidak mempunya koneksi logis; termasuk sajak dan permainan kata-kata.
o. Bloking ( Ganjalan ) : interupsi / hadangan keras terhadap pikiran sebelum pikiran atau ide
tersebut dapat diselesaikan; setelah jeda itu, orang tersebut tidak dapat mengingat lagi apa
yang sudah dikatakan atau yang baru akan dikatakan ( disebut juga deprivasi pikiran ).
p. Glossolalia : Ungkapan suatu pesan atau pewahyuan melalui kata-kata yang tak dapat
dipahami ( dikenal sebagai bahasa lidah); tidak berhubungan dengan suatu gangguan pikiran
jika hal tersebut dilakukan sebagai bagian dari kegiatan spiritual ( Gereja Pantekosta );
dikenal juga sebagai criptolalia, suatu bahasa yang khusus.

3. Gangguan spesifik dalam isi pikiran


a. Kemiskinan isi : pikiran yang hanya memberi sedikit informasi oleh karena
ketidakjelasan, tidak ada pengulangan kata-kata, atau ungkapan yang tidak jelas.
b. Ide berlebihan : tidak masuk akal, mempertahankan kepercayan terhadap sesuatu yang
salah, lebih kuat dibandingkan suatu khayalan / delusi.
c. Delusi ( khayalan ) : kepercayaan palsu, berdasarkan pada kesimpulan salah tentang
kenyataan diluar, tidak sesuai dengan tingkat kecerdasan pasien dan latar belakang
budaya; namun tidak bisa dikoreksi dengan alasan lain.
1) Delusi Ganjil : tidak masuk akal, sangat mustahil, kepercayaan yang aneh dan
salah ( contohnya, penyerbu dari ruang angkasa telah menanamkan elektroda
dalam otak seseorang).
2) Delusi yang diatur : kepercayaan palsu yang berhubungan dengan tema atau
peristiwa tertentu ( sebagai contoh, seseorang telah dianiaya oleh CIA, FBI, atau
Mafia).
3) Delusi sesuai mood : khayalan yang dihubungkan dengan isi suasana hati
seseorang (contohnya, seorang pasien depresi percaya bahwa dia yang
bertanggung jawab atas kehancuran dunia).
4) Delusi tidak sesuai mood : Khayalan yang tidak memiliki hubungan dengan isi
suasana hati atau kondisi mood yang stabil ( sebagai contoh, seorang pasien
depresi berkhayal sebagai pemegang kendali pikiran atau pikiran tentang
penyiaran).
5) Delusi nihilistik : perasaan yang salah tentang menyatakan diri sendiri, orang lain,
atau dunia ini adalah hampa atau akan segera berakhir.
6) Delusi kemiskinan : kepercayaan yang salah dari seseorang bahwa dia telah atau
akan kehilangan semua harta miliknya.
7) Delusi somatis : kepercayaan yang salah pada seseorang yang berhubungan
dengan fungsi tubuh ( sebagai contoh, ia percaya bahwa otaknya melebur atau
meleleh ).
8) Delusi paranoid : meliputi khayalan tentang penganiayaan, pengendalian, dan
kekuasaan (dibedakan dari pikiran paranoid , yang kecurigaannya lebih sedikit
daripada delusional).
a). Delusi penyiksaan: kepercayaan palsu dari seseorang bahwa dia telah
diganggu, ditipu, atau dianiaya; sering ditemukan pada pasien yang mempunyai
kecenderungan patologis untuk mengambil tindakan sah secara hukum oleh
karena penganiayaan dibayangkan.
b). Delusi kekuasaan / kehebatan: konsep berpikir yang berlebihan dari
seseorang yang menganggap dirinya penting, berkuasa dan terkenal.
c) Delusi acuan: kepercayaan palsu dari seseorang bahwa perilaku orang lain
lain mengacu pada dirinya; peristiwa tertentu, obyek, atau orang lain hanya
memiliki kemampuan yang biasa atau kemampuan yang berdampak negatif;
berdasarkan ide acuan ini, pasien menganggap bahwa orang lain sedang
membicarakannya ( sebagai contoh, ia percaya bahwa orang yang bekerja di
stasiun televisi maupun radio sedang membicarakan dirinya ).
9) Delusi tuduhan : perasaan bersalah dan menyesali kesalahan diri sendiri.
10) Delusi kendali : perasaan bahwa kehendak, pemikiran, bahkan perasaan seseorang
dikendalikan oleh kekuatan diluar dirinya.
a). Penarikan Pikiran: Khayalan bahwa pikiran seseorang telah dipindahkan oleh
orang lain atau kekuatan tertentu.
b). Penyisipan Pikiran: Khayalan bahwa pikiran tertentu telah ditanamkan dalam
otak seseorang oleh orang lain atau kekuatan tertentu.
c). Penyiaran Pikiran: Khayalan bahwa pikiran seseorang dapat didengar oleh
orang lain melalui penyiaran di udara.
d). Pengendalian Pikiran: Khayalan bahwa pikiran seseorang sedang dikendalikan
oleh orang lain atau kekuatan tertentu.
11) Delusi ketidaksetiaan ( delusi kecemburuan): kepercayaan palsu yang diperoleh
dari kecemburuan yang patologis tentang ketidaksetiaan seseorang terhadap
kekasihnya.
12) Erotomania : Delusi Kepercayaan, terjadi lebih banyak pada perempuan dibanding
laki-laki, yang menganggap bahwa seseorang sangat mencintainya ( dikenal
sebagai Clerembault Kadinsky kompleks ).
13) Pseudologia Fantasika : suatu tipe kebohongan dimana seseorang percaya bahwa
kfantasi / khayalannya adalah sesuatu yang nyata dan benar-benar mereka alami;
berhubungan dengan sindrom Munchausen, selalu berpura-pura sakit.
d. Kecenderungan atau Keasyikan pikiran: memusatkan isi pikiran pada suatu hal tertentu,
berhubungan dengan afek yang kuat, seperti paranoid atau kecenderungan untuk
menyiksa atau membunuh diri sendiri.
e. Egomania : kecenderungan memikirkan kepentingan sendiri yang patologis.
f. Monomania : kecenderungan untuk asyik pada suatu obyek tertentu.
g. Hipokondria : perhatian yang berlebihan terhadap kesehatannya berdasarkan kelainan /
patologi yang tidak nyata, namun membuat interpretasi tentang tanda dan gejala
penyakit yang dibuat-buat.
h. Obsesi : ketekunan pikiran yang patologis terhadap sesuatu yang dianggap menarik yang
tidak dapat dibatasi oleh akal sehat; berhubungan dengan ansietas.
i. Kompulsi : kebutuhan untuk melakukan sesuatu karena dorongan hati yang patologis
dan bila tidak terpenuhi akan mengalami ansietas / kecemasan; , tindakan yang
dilakukan berulang-ulang oleh karena obsesi yang tidak akan pernah berakhir bila tidak
segera dihentikan.
j. Koprolalia : Ucapan-ucapan kompulsif yang berisi kata-kata yang fulgar.
k. Fobia : perasaan yang tidak masuk akal tapi tetap dipertahankan, berupa ketakutan yang
berlebihan terhadap suatu hal atau situasi tertentu; sehingga berusaha untuk menghindari
sumber ketakutan tersebut.
(1) Fobia spesifik : perasaan ngeri yang terbatas pada suatu situasi atau obyek
tertentu (contoh, perasaan takut pada laba-laba atau ular).
(2) Fobia sosial : Perasaan ngeri dipermalukan didepan umum, seperti takut
berbicara dan tampil bahkan makan di tempat umum.
(3) Akrofobia : Perasaan ngeri berada di tempat tinggi.
(4) Agorafobia : Perasaan ngeri berada di tempat terbuka.
(5) Algofobia : Perasaan ngeri terhadap rasa sakit.
( 6) Ailurofobia : Perasaan ngeri pada kucing.
( 7) Erythrofobia : Perasaan ngeri terhadap warna merah ( seperti ketakutan
menjadi merah karena malu ).
( 8) Panfobia : Perasaan ngeri terhadap segala sesuatu.
( 9) Klaustrofobia : Perasaan ngeri berada di tempat tertutup.
(10) Xenofobia : Perasaan ngeri terhadap orang asing.
(11) Zoofobia : Perasaan ngeri terhadap binatang.
(12) Fobia jarum : ketakutan patologik terhadap suntikan; disebut juga fobia
suntikan darah.
l. Noesis : perasaan tentang dibukanya suatu rahasia ( pewahyuan ) bahwa seseorang telah
dipilih menjadi pemimpin untuk memerintah.
m. Mistis : perasaan tentang adanya kekuatan mistik yang bersatu dengan suatu kekuatan
tak terbatas yang berhubungan dengan agama atau kebudayaan tertentu.

E. Perkataan / Pembicaraan: Gagasan, pemikiran, dan perasaan yang dinyatakan melalui


bahasa; komunikasi yang menggunakan kata-kata dan bahasa.
1. Gangguan dalam berkata-kata / berbicara
a. Tekanan dalam perkataan : perkataan yang cepat dan semakin banyak yang sulit untuk
disela.
b. Volubilitas ( Logorrhea) : perkataan yang logis, saling berhubungan dan dapat dipahami.
c. Kemiskinan perkataan : pembatasan dalam jumlah perkataan yang digunakan;
memberikan jawaban dengan suku kata yang sama.
d. Perkataan yang tidak spontan: tanggapan lisan yang diberi hanya ketika diminta untuk
berbicara secara langsung; tidak ada inisiatif untuk mulai berbicara terlebih dahulu.
e. Kemiskinan isi perkataan : perkataan dalam jumlah yang hanya cukup untuk
menyampaikan sedikit informasi karena ketidakjelasan, kekurangan kata-kata, atau
meniru-niru ungkapan.
f. Disprosodi : hilangnya melodi / irama kata-kata yang normal ( disebut prosodi).
g. Disarthria : Kesukaran dalam artikulasi, bukan dalam mencari kata-kata atau tata
bahasanya.
h. Suara yang terlalu lembut atau nyaring: hilangnya modulasi volume suara normal; dapat
mnenggambarkan adanya gangguan psikosis menjadi depresi kemudian menjadi tuli.
i. Bicara menggagap : perpanjangan atau pengulangan suatu bunyi atau suku kata, yang
mengakibatkan gangguan kelancaran bicara.
j. Perkataan kacau balau : Perkataan yang tak seirama dan tidak menentu, berentetan secara
cepat dan tidak teratur.
k. Akulalia : perkataan yang tidak masuk akal yang berhubungan dengangangguan
kesesuaian.
l. Bradilalia : perkataan lambat yang abnormal.
m. Disfonia : kesulitan atau nyeri saat berbicara.
2. Gangguan Afasik : Gangguan dalam berbahasa.
a. Afasia Motorik : gangguan bicara yang disebabkan oleh adanya gangguan kognitif di mana
pasien dapat memahami namun sulit untuk menyampaikan dalam bentuk kata-kata; sering
berhenti, perlu banyak tenaga, dan suara yang tidak akurat ( disebut juga Broca, nonfluen,
dan afasia ekspresi )
b. Afasia snsorik : hilangnya kemampuan organik untuk memahami arti dari kata-kata;
mengalir dengan spontan namun tidak saling berhubungan dan tidak ada arti yang jelas (
disebut juga Wernick’s Fluent dan afasia reseptif ).
c. Afasia nominal : kesulitan dalam mengenal nama suatu objek ( istilah lain anomia dan
afasia amnestik ).
d. Afasia sintaksis : ketidakmampuan untuk menyusun kata-kata dalam urutan yang sesuai.
e. Afasia Jargon : semua kata yang dihasilkan merupakan neologistik; kata-kata omong
kosong yang diulangi dengan intonasi dan nada suara yang berbeda.
f. Afasia global : kombinasi antara afasia nonfluent dan afasia fluent yang berat.
g. Alogia : Ketidakmampuan untuk berbicara oleh karena gangguan mental atau fase
demensia.
h. Koproprasia : penggunaan bahasa yang fulgar; terlihat pada sindrom Tourett dan beberapa
kasus skizofrenia.

F. Persepsi: Proses pemindahan rangsangan fisik ke dalam informasi psikologis; suatu proses
mental dimana rangsangan sensorik dibawa ke alam sadar.
1. Gangguan persepsi
a. Halusinasi : persepsi sensorik palsu yang tidak berhubungan dengan stimulus nyata dari luar;
dapat merupakan atau bukan merupakan suatu interpretasi khayalan dari pengalaman dalam
halusinasi .
(1) Halusinasi Hipnagogik : persepsi sensorik palsu yang terjadi saat tidur; biasanya
dianggap nonpatologik.
(2) Halusinasi Hipnopompik : persepsi palsu yang terjadi saat bangun tidur; biasanya
dianggap nonpatologik.
(3) Halusinasi Auditorius : persepsi palsu tentang bunyi, biasanya suara tertentu atau
keributan lainnya, seperti musik: halusinasi tersering dalam gangguan psikiatri.
(4) Halusinasi visual : persepsi palsu tentang penglihatan: dalam bentuk yang berwujud
(contohnya orang-orang) dan yang tak berwujud ( misalnya kilatan cahaya); paling sering
pada gangguan determinasi kesehatan.
(5) Halusinasi Olfaktorius : persepsi palsu tentang bau; paling sering pada gangguan
kesehatan.
(6) Halusinasi Gustatorius : persepsi palsu dalam pengecapan, seperti rasa yang tidak
sedap, disebabkan oleh suatu bangkitan uncinate: paling sering pada gangguan kesehatan.
(7) Halusinasi taktil : persepsi palsu tentang perabaan, seperti pada kasus amputasi
anggota tubuh; tearsa seperti ada sesuatu yang merayap di bawah kulit.
(8) Halusinasi Somatik : sensasi palsu yang dirasakan dalam tubuh, paling sering pada
organ visceral ( dikenal sebagai halusinasi Senestetik ).
(9) Halusinasi Lilliput : persepsi palsu di mana objek terlihat dalam ukuran yang lebih
kecil ( disebut juga mikropsia ).
(10) Halusinasi berdasarkan Mood: Halusinasi berkaitan dengan suatu perasaan tertekan
atau manik; sebagai contoh, seorang pasien depresi mendengar suara-suara yang
mengatakan bahwa dirinya adalah orang jahat; seorang pasien manik mendengar suara-
suara yang mengatakan bahwa dirinya penuh dengan pengetahuan dan kekuasaan serta
harga diri yang tinggi.
(11) Halusinasi tidak berdasar Mood: Halusinasi yang tidak berdasarkan suasana hati
yang tertekan maupun manik ( contohnya, pada keadaan depresi halusinasi tidak
berhubungan dengan beberapa hal seperti rasa bersalah, hukuman yang setimpal, atau
ketidakmampuan; pada mania, halusinasi tidak berhubungan dengan adanya kekuatan
atau harga diri ).
(12) Halusinosis : berhalusinasi, paling sering pada pendengaran, yang dihubungkan
dengan penyalahgunaan alkohol tanpa gangguan sensorik, berbeda dengan delirium
tremens, halusinasi terjadi disertai gangguan sensorik.
(13) Sinesthesia : sensasi halusinasi disebabkan oleh sensasi lain ( sebagai contoh, sensasi
pendengaran yang disertai oleh tercetusnya sensasi visual; suatu bunyi; sensasi
pendengaran yang dapat dilihat atau sebaliknya sensasi penglihatan yang dapat didengar
).
(14) Fenomena jejak : kelainan persepsi yang berhubungan dengan obat-obatan
halusinogenyang menyebabkan objek terlihat sebagai suatu gambaran yang terangkai.
(15) Halusinasi Perintah : persepsi palsu yang mennyebabkan seseorang berkewajiban
untuk mematuhi perintah dan tidak boleh membantah.
b. Ilusi : persepsi atau interpretasi yang salah terhadap rangsangan sensorik yang nyata dari luar.
2. Gangguan berhubungan dengan kelainan kognitif dan kondisi kesehatan
a. Agnosia : ketidakmampuan untuk mengenali dan menginterpretasikan arti / kesan dari suatu
rangsangan sensorik.
b. Anosognosia ( Ketidaktahuan tentang penyakit ) : ketidakmampuan seseorang untuk
mengenali suatu gangguan neurologik yang terjadi pada dirinya.
c. Somatopagnosia ( Ketidaktahuan tentang tubuh ): ketidakmampuan seseorang untuk
mengenali salah satu bagian tubuhnya sendiri (disebut juga Autotopagnosia).
d. Agnosia visual : Ketidakmampuan untuk mengenali objek atau orang.
e. Astereognosis : ketidakmampuan untuk mengenali objek melalui sentuhan / perabaan.
f. Prosopagnosia : Ketidakmampuan untuk mengenali wajah.
g. Apraksia : Ketidakmampuan untuk menyelesaikan tugas spesifik.
h. Simultagnosia : Ketidakmampuan untuk memahami lebih dari satu unsur visual pada waktu
yang sama atau untuk mengintegrasikan beberapa bagian menjadi satu.
i. Adiadokokinesia : Ketidakmampuan untuk melaksanakan pergerakan cepat secara
berurutan.
j. Aura : Sensasi peringatan seperti otomatisme, perut yang kenyang, wajah merona,
perubahan dalam pernafasan, sensasi kognitif, dan status afeksi yang biasanya dialami
sebelum terjadi serangan; suatu sensasi awal yang mendahului suatu nyeri akibat migrain.
3. Gangguan yang berhubungan dengan fenomena disosiatif dan konversi: somatisasi dari materi
yang ditekan atau pengembangan gejala fisik dan penyimpangan otot-otot volunter atau organ
pengindraan khusus; yang tidak dikendalikan oleh volunter dan yang tak dapat dihubungkan
dengan gangguan fisik manapun.
a. Anesthesia histerikal : hilangnya unsur-unsur sensorik sebagai hasil dari konflik emosi.
b. Makropsia : anggapan bahwa suatu objek terlihat dalam ukuran yang lebih besar dari
biasanya.
c. Mikropsia : anggapan bahwa suatu objek terlihat dalam ukuran yang lebih kecil dari
biasanya (makropsia dan mikropsia dapat dihubungkan dengan kondisi organik yang jelas
seperti bangkitan parsial kompleks).
d. Depersonalisasi : sensasi subyektif pada seseorang yang merasakan adanya keanehan,
tidak nyata dan perasaan asing.
e. Derealisasi : suatu sensasi subyektif yang menganggap ada keanehan pada lingkungan
sekitar dan terasa tidak nyata .
f. Fugue ( Fuga ) : menggunakan identitas yang baru karena mengalami amnesia terhadap
identitas yang lama; sering melakukan perjalanan dan pengembaraan ke tempat-tempat
yang baru.
g. Kepribadian ganda : seseorang yang muncul dalam waktu yang berbeda dengan dua atau
lebih karakter dan kepribadian yang berbeda ( disebut disosiatif identitas yang terdapat
dalam edisi revisi dari Diagnostic and statistical Manual of Mental Disorders [DSM-IV-
TR] ).
h. Disosiasi : mekanisme pertahanan dibawah sadar yang disertai oleh sekelompok proses
mental dan prilaku yang merupakan bagian akhir dari aktifitas fisik seseorang; yang
membutuhkan pemisahan antara suatu gagasan / ide dengan ungkapan emosinya, seperti
yang terlihat pada gangguan disosiasi dan konversi.

G. Memori
Berperan melaui informasi dan data yang tersimpan dalam otak yang selanjtnya akan
dimunculkan kembali dalam bentuk ingatan dalam keadaan sadar. Orientasi adalah kondisi /
status normal dalam diri seseorang maupun lingkungan sekitar seperti waktu, tempat dan orang.
1. Gangguan Memori
a. Amnesia : ketidakmampuan total maupun parsial untuk mengingat kembali pengalaman
yang terjadi sebelumnya; dalam bentuk peristiwa maupun perasaan yang nyata.
a. ( 1) Anterograde : hilang ingatan sesaat setelah suatu peristiwa tertentu terjadi.
b. ( 2) Retrograde : hilang ingatan untuk peristiwa-peristiwa yang terjadi sebelum
satu waktu tertentu.
b. Paramnesia : Pemalsuan memori oleh adanya distorsi dalam ingatan.
a. Fausse reconnaissance : pengenalan palsu.
b. Pemalsuan retrospektif : Memori yang terjadi tanpa disengaja ( tidak disadari )
yang didistorsikan melalui suatu penyaringan terhadap kondisi emosi, kognitif,
dan pengalaman dari seseorang.
c. Konfabulasi : perasaan adanya celah dalam memori yang tanpa disadari dan
disebabkan oleh bayangan akan suatu pengalaman yang tidak benar-benar terjadi
namun dipercayai oleh orang tersebut tanpa ada dasar bukti yang nyata: paling
sering berhubungan dengan penyakit organik.
d. Déjà vu : Ilusi tentang pengenalan visual di mana adanya memori terhadap suatu
situasi baru yang dianggap merupakan pengulangan dari peristiwa yang terjadi
sebelumnya .
e. Deja Entendu : Ilusi tentang pengenalan yang berhubungan dengan pendengaran.
f. Deja Pense : Ilusi tentang suatu pikiran baru yang dikenali sebagai pikiran yang
sudah dirasakan sebelumnya dan sudah dinyatakan.
g. Jamais vu : perasaan asing dengan suatu situasi nyata yang sudah dialami oleh
seseorang.
h. Memori palsu : kepercayaan dan ingatan seseorang terhadap suatu peristiwa yang
tidak nyata terjadi.
c. Hipermnesia : derajat daya dan tingkat ingatan yang berlebihan.
d. Gambaran Eidetik : memori visual yang hampir menjadi halusunasi yang hidup.
e. Memori Tabir : suatu memori yang disadari dapat menjadi tabir pelindung terhadap
memori lain yang menyakitkan.
f. Represi : suatu mekanisme pertahanan yang ditandai oleh ketidaksadaran untuk
melupakan rangsangan atau gagasan yang tidak dapat diterima.
g. Lethologika : ketidakmampuan temporer untuk mengingat suatu benda atau nama.
h. Blackout : Hilang ingatan tentang perilaku selama dalam keadaan mabuk pada seorang
peminum alkohol; umumnya menunjukkan telah terjadi kerusakan pada otak.
2. Tingkat memori
a. Segera : reproduksi atau daya ingat terhadap beberapa hal tertentu dalam hitungan detik
sampai menit.
b. Yang Terbaru : daya ingat terhadap peristiwa-peristiwa yang telah lewat beberapa hari.
c. Masa lampau terbaru : daya ingat terhadap peristiwa yang telah lewat beberapa bulan.
d. Remote : daya ingat terhadap peristiwa-peristiwa yang telah lama berlalu.

H. Kecerdasan/Inteligensia:
Kemampuan untuk memahami, mengingat, mengarahkan, dan mengintegrasikan secara
konstruktif pelajaran sebelumnya saat berada dalam situasi yang baru.
1. Retardasi Mental: ketiadaan inteligensia sampai batas tertentu yang melibatkan lembaga
khusus dalam masyarakat: ringan (IQ 50 - 55 sampai sekitar 70), sedang ( IQ 35 - 40 sampai 50 -
55), IQ yang rendah 20 - 25 sampai 35 - 40, atau IQ yang sangat rendah dibawah 20 - 25; istilah
jaman dulu disebut idiot ( kapasitas otak sesuai usia kurang dari 3 tahun), imbesil ( sesuai usia 3 -
7 tahun), dan pandir (sesuai usia kira-kira 8 tahun).
2. Demensia: kemunduran fungsi intelektual secara menyeluruh tanpa kesadaran berkabut.
a. Diskalkulia ( Akalkulia): hilangnya kemampuan untuk berhitung; bukan disebabkan oleh
ansietas atau gangguan konsentrasi.
b. Disgrafia ( Agrafia): hilangnya kemampuan untuk menulis kata-kata; hilangnya struktur
kata.
c. Aleksia: hilangnya kemampuan membaca yang sebelumnya telah dikuasai; tidak dapat
dihubungkan dengan gangguan penglihatan.

3. Pseudodimensia: corak klinis mirip dimensia yang tidak disebabkan oleh suatu gangguan
organik; paling sering disebabkan oleh depresi ( sindrom dimensia karena depresi).
4. Pemikiran Konkrit: pemikiran harafiah; membatasi penggunaan kiasan tanpa memahami arti
yang tersirat; pikiran satu dimensi .
5. Pemikiran Abstrak: kemampuan untuk menangkap arti yang tersirat; pikiran multidimensi
dengan kemampuan untuk menggunakan kiasan dan hipotesis yang sewajarnya.

I. Pengertian yang mendalam:


Kemampuan seseorang untuk memahami maksud / arti dan penyebab yang sesungguhnya dari
suatu peristiwa ( seperti satu set gejala ).
a. Intelektual yang dalam: Pemahaman tentang hal-hal nyata dalam satu situasi tertentu tanpa
kemampuan untuk menerapkan pemahaman tersebut menjadi sesuatu yang berguna dalam
upaya untuk mengasai situasi yang ada.
b. Pengertian benar yang mendalam : Pemahaman tentang hal-hal nyata dalam situasi tertentu,
kemudian digabungkan dengan motivasi dan dorongan emosi untuk dapat menguasai
situasi yang ada.
c. Pengertian mendalam yang lemah: kurangnya kemapuan untuk memahami hal-hal nyata
dari satu situasi tertentu.

J. Pertimbangan:
Kemampuan untuk menilai suatu situasi dengan tepat dan mengambil tindakan yang sewajarnya
dalam situasi tersebut.
1. Pertimbangan kritis: Kemampuan untuk menilai, melihat dengan tajam, dan memilih di antara
beberapa opsi dalam satu situasi tertentu.
2. Pertimbangan otomatis: Capaian refleks dari suatu tindakan yang disesuaikan dengan situasi
saat itu.
3. Pertimbangan lemah: kurangnya kemampuan untuk memahami dengan benar dan mengambil
tindakan yang tepat dalam satu situasi tertentu.
Macam-macam gangguan jiwa (Rusdi Maslim, 1998): Gangguan mental organik dan simtomatik,
skizofrenia, gangguan skizotipal dan gangguan waham, gangguan suasana perasaan, gangguan
neurotik, gangguan somatoform, sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan
fisiologis dan faktor fisik, Gangguan kepribadian dan perilaku masa dewasa, retardasi mental,
gangguan perkembangan psikologis, gangguan perilaku dan emosional dengan onset masa kanak
dan remaja.
A. Skizofrenia.
Skizofrenia merupakan bentuk psikosa fungsional paling berat, dan menimbulkan
disorganisasi personalitas yang terbesar. Skizofrenia juga merupakan suatu bentuk psikosa
yang sering dijumpai dimana-mana sejak dahulu kala. Meskipun demikian pengetahuan kita
tentang sebab-musabab dan patogenisanya sangat kurang (Maramis, 1994). Dalam kasus
berat, klien tidak mempunyai kontak dengan realitas, sehingga pemikiran dan perilakunya
abnormal. Perjalanan penyakit ini secara bertahap akan menuju kearah kronisitas, tetapi
sekali-kali bisa timbul serangan. Jarang bisa terjadi pemulihan sempurna dengan spontan dan
jika tidak diobati biasanya berakhir dengan personalitas yang rusak ” cacat ” (Ingram et
al.,1995).
B. Depresi
Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam
perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu
makan, psikomotor, konsentrasi, kelelahan, rasa putus asa dan tak berdaya, serta gagasan
bunuh diri (Kaplan, 1998). Depresi juga dapat diartikan sebagai salah satu bentuk gangguan
kejiwaan pada alam perasaan yang ditandai dengan kemurungan, keleluasaan, ketiadaan
gairah hidup, perasaan tidak berguna, putus asa dan lain sebagainya (Hawari, 1997). Depresi
adalah suatu perasaan sedih dan yang berhubungan dengan penderitaan. Dapat berupa
serangan yang ditujukan pada diri sendiri atau perasaan marah yang mendalam (Nugroho,
2000). Depresi adalah gangguan patologis terhadap mood mempunyai karakteristik berupa
bermacam-macam perasaan, sikap dan kepercayaan bahwa seseorang hidup menyendiri,
pesimis, putus asa, ketidak berdayaan, harga diri rendah, bersalah, harapan yang negatif dan
takut pada bahaya yang akan datang. Depresi menyerupai kesedihan yang merupakan
perasaan normal yang muncul sebagai akibat dari situasi tertentu misalnya kematian orang
yang dicintai. Sebagai ganti rasa ketidaktahuan akan kehilangan seseorang akan menolak
kehilangan dan menunjukkan kesedihan dengan tanda depresi (Rawlins et al., 1993). Individu
yang menderita suasana perasaan (mood) yang depresi biasanya akan kehilangan minat dan
kegembiraan, dan berkurangnya energi yang menuju keadaan mudah lelah dan berkurangnya
aktiftas (Depkes, 1993). Depresi dianggap normal terhadap banyak stress kehidupan dan
abnormal hanya jika ia tidak sebanding dengan peristiwa penyebabnya dan terus berlangsung
sampai titik dimana sebagian besar orang mulai pulih (Atkinson, 2000).
C. Kecemasan
Kecemasan sebagai pengalaman psikis yang biasa dan wajar, yang pernah dialami oleh setiap
orang dalam rangka memacu individu untuk mengatasi masalah yang dihadapi sebaik-
baiknya, Maslim (1991). Suatu keadaan seseorang merasa khawatir dan takut sebagai bentuk
reaksi dari ancaman yang tidak spesifik (Rawlins 1993). Penyebabnya maupun sumber
biasanya tidak diketahui atau tidak dikenali. Intensitas kecemasan dibedakan dari kecemasan
tingkat ringan sampai tingkat berat. Menurut Sundeen (1995) mengidentifikasi rentang
respon kecemasan kedalam empat tingkatan yang meliputi, kecemasn ringan, sedang, berat
dan kecemasan panik.
D. Gangguan Kepribadian
Klinik menunjukkan bahwa gejala-gejala gangguan kepribadian (psikopatia) dan gejala-
gejala nerosa berbentuk hampir sama pada orang-orang dengan intelegensi tinggi ataupun
rendah. Jadi boleh dikatakan bahwa gangguan kepribadian, nerosa dan gangguan intelegensi
sebagaian besar tidak tergantung pada satu dan lain atau tidak berkorelasi. Klasifikasi
gangguan kepribadian: kepribadian paranoid, kepribadian afektif atau siklotemik,
kepribadian skizoid, kepribadian axplosif, kepribadian anankastik atau obsesif-konpulsif,
kepridian histerik, kepribadian astenik, kepribadian antisosial, Kepribadian pasif agresif,
kepribadian inadequat, Maslim (1998).
E. Gangguan Mental Organik
Merupakan gangguan jiwa yang psikotik atau non-psikotik yang disebabkan oleh gangguan
fungsi jaringan otak (Maramis,1994). Gangguan fungsi jaringan otak ini dapat disebabkan
oleh penyakit badaniah yang terutama mengenai otak atau yang terutama diluar otak. Bila
bagian otak yang terganggu itu luas , maka gangguan dasar mengenai fungsi mental sama
saja, tidak tergantung pada penyakit yang menyebabkannya bila hanya bagian otak dengan
fungsi tertentu saja yang terganggu, maka lokasi inilah yang menentukan gejala dan
sindroma, bukan penyakit yang menyebabkannya. Pembagian menjadi psikotik dan tidak
psikotik lebih menunjukkan kepada berat gangguan otak pada suatu penyakit tertentu
daripada pembagian akut dan menahun.
F. Gangguan Psikosomatik
Merupakan komponen psikologik yang diikuti gangguan fungsi badaniah (Maramis, 1994).
Sering terjadi perkembangan neurotik yang memperlihatkan sebagian besar atau semata-mata
karena gangguan fungsi alat-alat tubuh yang dikuasai oleh susunan saraf vegetatif. Gangguan
psikosomatik dapat disamakan dengan apa yang dinamakan dahulu neurosa organ. Karena
biasanya hanya fungsi faaliah yang terganggu, maka sering disebut juga gangguan
psikofisiologik.
G. Retardasi Mental
Retardasi mental merupakan keadaan perkembangan jiwa yang terhenti atau tidak lengkap,
yang terutama ditandai oleh terjadinya hendaya keterampilan selama masa perkembangan,
sehingga berpengaruh pada tingkat kecerdasan secara menyeluruh, misalnya kemampuan
kognitif, bahasa, motorik dan sosial
H. Gangguan Perilaku Masa Anak dan Remaja.
Anak dengan gangguan perilaku menunjukkan perilaku yang tidak sesuai dengan permintaan,
kebiasaan atau norma-norma masyarakat (Maramis, 1994). Anak dengan gangguan perilaku
dapat menimbulkan kesukaran dalam asuhan dan pendidikan. Gangguan perilaku mungkin
berasal dari anak atau mungkin dari lingkungannya, akan tetapi akhirnya kedua faktor ini
saling mempengaruhi. Diketahui bahwa ciri dan bentuk anggota tubuh serta sifat kepribadian
yang umum dapat diturunkan dari orang tua kepada anaknya. Pada gangguan otak seperti
trauma kepala, ensepalitis, neoplasma dapat mengakibatkan perubahan kepribadian. Faktor
lingkungan juga dapat mempengaruhi perilaku anak, dan sering lebih menentukan oleh
karena lingkungan itu dapat diubah, maka dengan demikian gangguan perilaku itu dapat
dipengaruhi atau dicegah.
LO.2. MM Skizofrenia
2.1. Definisi
Skizofrenia merupakan penyakit otak yang timbul ketidakseimbangan pada dopamine, yaitu
salah satu sel kimia (neurotransmitter) dalam otak. Skizofrenia adalah gangguan jiwa psikotik
paling lazim dengan ciri hilangnya perasaan afektif atau respons emosional dan menarik
hubungan antarpribadi normal. Seringkali diikuti dengan delusi (keyakinan yang salah) dan
halusinasi (persepsi tanpa ada rangsang panca indera).
2.2. Epidemiologi
Prevalensi skizofrenia di Amerika Serikat dilaporkan bervariasi terentang dari 1-1,5% dengan
angka insidens 1/10.000 orang per tahun. Berdasarkan jenis kelamin prevalensi skizofrenia
adalah sama, perbedaannya terlihat dalam onset dan perjalanan penyakit. Onset untuk laki-laki
15-25 tahun sedangkan wanita 25-35 tahun. Prognosisnya lebih buruk pada laki-laki
dibandingkan wanita.
Beberapa penelitian menemukan bahwa 80% semua pasien skizofrenia menderita penyakit fisik
dan 50% nya tidak terdiagnosis. Bunuh diri adalah penyebab umum kematian diantara penderita
skizofrenia, 50% penderita skizofrenia pernah mencoba bunuh diri 1 kali seumur hidupnya dan
10% berhasil melakukannya. Faktor risiko bunuh diri adalah adanya gejala depresif, usia muda,
dan tingkat fungsi premorbid yang tinggi.
Komorbiditas Skizofrenia dengan penyalahgunaan alkohol kira-kira 30-50%, kanabis 15-25%
dan kokain 5-10%. Sebagian besar penelitian menghubungkan hal ini sebagai suatu indikator
prognosis yang buruk karena penyalahgunaan zat menurunkan efektivitas dan kepatuhan
pengobatan. Hal yang biasa kita temukan pada penderita skizofrenia adalah adiksi nikotin,
dikatakan 3 kali populasi umum (75-90% vs 25-30%). Penderita skizofrenia yang merokok
membutuhkan anti psikotik dosis tinggi karena rokok meningkatkan kecepatan metabolisme obat
tetapi juga menurunkan parkinsonisme. Beberapa laporan mengatakan skizofrenia lebih banyak
dijumpai pada orang orang yang tidak menikah tetapi penelitian tidak dapat membuktikan bahwa
menikah memberikan proteksi terhadap Skizofrenia.
2.3. Etiologi
Organobiologik
Gangguan jiwa Skizofrenia tidak terjadi dengan sendirinya. Ada banyak faktor yang berperan
serta bagi munculnya gejala-gejala Skizofrenia. Hingga sekarang banyak teori yang
dikembangkan untuk mengetahui penyebab (etiologi) Skizofrenia, antara lain:
 Faktor genetik (turunan/pembawa sifat)
 Auto-antibody
 Virus
 Malnutrisi (kekurangan gizi)
Sejauh manakah peran genetik pada Skizofrenia? Dari penelitian diperoleh gambaran sebagai
berikut:
Studi terhadap keluarga menyebutkan bahwa pada orang tua 5,6%; saudara kandung 10,1%;
anak-anak 12,8%; dan penduduk secara keseluruhan 0,9% (Gottesman, Shields, 1982).
Studi terhadap orang kembar menyebutkan pada kembar identik (monozygote) fraternal
(dizygote) adalah 15,2% (Kendler, 1983)

Meskipun diakui bahwa ada peran gen pada transmisi (pemindahan) Skizofrenia namun ternyata
tidak sepenuhnya memenuhi hukum Mendel. Sebagai contoh misalnya kalau benar bahwa
Skizofrenia itu diturunkan (ditransmisikan) sepenuhnya melalui dominant gene, maka 50% dari
anak-anaknya akan menderita Skizofrenia. Namun dalam kenyataannya angka ini jauh lebih
rendah. Sebaliknya jika Skizofrenia itu diturunkan sepenuhnya melalui recessive gene, maka
diharapkan 100% dari anak-anaknya akan menderita Skizofrenia, manakala orang tuanya
menderita Skizofrenia. Namun dalam kenyataannya angka ini hanya 36,6%. Dengan demikian
jelaslah bahwa transmisi gen pada Skizofrenia sangan kompleks dan dipengaruhi oleh banyak
faktor lainnya.

Penelitian lain menyebutkan bahwa gangguan pada perkembangan otak janin juga mempunyai
peran dalam timbulnya Skizofrenia di kelak di kemudian hari. Ganguan perkembangan otak ini
muncul misalnya karena virus, malnutrisi, infeksi, trauma, toksin dan kelainan hormonal yang
terjadi selama kehamilan.
Perihal adakah hubungan antara faktor gen dengan gangguan perkembangan otak janin,
penelitian mutakhir menyebutkan bahwa meskipun ada gen yang abnormal, Skizofrenia tidak
akan muncul kecuali disertai faktor-faktor lainnya yang disebut faktor epigenetik.
Kesimpulannya adalah bahwa gejala Skozofrenia baru muncul bila terjadi interaksi antara gen
yang abnormal dengan:
 Virus atau infeksi lain selama kehamilan yang dapat mengganggu perkembangan otak janin.
 Menurunnya auto-immune yang disebabkan infeksi selama kehamilan
 Berbagai macam komplikasi kandungan.
 Kekurangan gizi yang cukup berat terutama pada trisemester pertama kehamilan.
Hingga sekarang masih terjadi pertanyaan dan masih dalam penelitian perihal faktor genetik
(turunan) pada Skizofrenia. Beberapa pertanyaan berikut ini masih belum dapat dijawab tuntas;
 Apakah Skizofrenia ini merupakan penyakit keluarga.
 Sejauh mana peran serta gen dan lingkungan sebagai faktor penyebab (etiology) Skizofrenia.
 Andaikan penyakit ini diturunkan, bagaimana mekanisme transmisi penyakit ini dalam
keluarga.
 Bagaimana mekanisme genetik dan lingkungan pada Skizofrenia.
 Dimana lokasi gen yang dimaksud.
Sehubungan dengan pertanyaan-pertanyaan di atas, para ahli melakukan berbagai penelitian
untuk mendapatkan jawabannya antara lain:
 Studi tentang riwayat keluarga (Family history Studies).
 Studi keluarga (family history).
 Studi adopsi (adoption studies).
 Studi kembar (twin studies).
 Studi terkait (linkage studies).
 Studi tentang biologi molekuler (molecular biology).
Hasil penelitian yang telah dilakukan untuk memperoleh jawaban dari pertanyaan di atas, antara
lain:
Studi keluarga (1982) perihal resiko sakit, yaitu pada orang tua 5,6%; saudara kandung 10,1%;
anak-cucu 12,8%; dan pada keluarga generasi kedua 2,4% - 4,2%.
Perkawinan antar keluarga Skizofrenia meningkatkan resiko untuk penyakit: Skozofrenia,
Psikosis non afektif lainnya, gangguan Skizoafektif dan gangguan Skizotipal.

Studi pada anak adopsi (Adoption Studies) bahwa anak-anak adopsi yang dirawat oleh ibu-ibu
penderita Skizofrenia mempunyai resiko 16,6% (Heston, 1966); sedangkan pada ibu-ibu yang
normal resikonya 0%. Studi yang dilakukan oleh Kety Etal, (1968), menyebutkan pada orang tua
kandung penderita Skizofrenia resiko anak adopsi 21,1%; sedangkan pada orangtua angkat,
resiko anak adopsi 1,6%. Disimpulkan bahwa anak dari keluarga yang orang tuanya penderita
Skizofrenia, beresiko lebih besar menderita Skizofrenia daripada anak adopsi yang tidak ada
hubungan darah dengan orang tua angkatnya baik yang menderita Skizofrenia ataupun yang
normal. Anak kandung dari orangtua normal bila diadopsi oleh orangtua angkat penderita
Skizofrenia, resiko menderita Skzofrenia tidak besar.

Studi kembar manyatakan bahwa faktor gen sebagai penyebab Skizofrenia lebih besar pada anak
monozygote dibandingkan dengan dizygote. Faktor lingkungan mempunyai implikasi 50% pada
pasangan monozygote. Diperkirakan kecenderungan faktor gen 70% bagi terjadinya Skizofrenia.
Analisa matematika (hukum Mendel misalnya) tidak sepenuhnya mendukung sebagai model
tunggal bagi transmisi gen Skizofrenia. Di sini peran dominant gene dan recessive gene tidak
sepenuhnya berlaku.

Pada analisa studi keterkaitan (Linkage Alalysis) disebutkan bahwa pada waktu terjadi
pembelahan kromosom(meiosis) merupakan kesempatan bagi proses silang gen (crossing).
Sesudah terjadi silang gen tersebut kemungkinan terjadinya rekombinasi adalah 50%. Gen yang
letaknya berjauhan dalam kromosom transmisinya mandiri, merupakan gen dari kromosom yang
berbeda. Keterkaitan terjadi manakala gen-gen dimaksud berdekatan satu dengan yang lain
sedemikian rupa sehingga silang gen tidak terjadi. Dua gen yang saling terkait erat
ditransmisikan bersama diantara anggota keluarga.

Dewasa ini studi genetika terhadap berbagai penyakit yang diduga diturunkan sedang
berkembang dan ilmu yang mendalaminya adalah biologi molekuler (molecular biology) atau
genome project. Tubuh manusia terdiri dari sel, di dalam sel tersebut terdapat molekul, di dalam
molekul ada inti (nucleus), di dalam nucleus terdapat kromosom dan di dalam kromosom
terdapat gen (pembawa sifat). Dalam studi ini dipelajari mekanisme transmisi gen terhadap
keluarga yang salah satu atau lebih mengidap Skizofrenia. Dengan mengetahui modus
mekanisme transmisi gen tersebut di atas diharapkan dapat dilakukan upaya pencegahan
sehingga penyakit yang dimaksud tidak berkembang atau dengan kata lain transmisi gen
pembawa Skizofrenia dapat dicegah.

PSIKOSOSIAL
Stresor psikososial adalah setiap keadaan yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan
seseorang, sehingga orang itu terpaksa mengadakan penyesuaian diri (adaptasi) untuk
menanggulangi stresor (tekanan mental) yang timbul. Pada umunya jenis stresor psikososial
dapat digolongkan sebagai berikut:
a. Perkawinan.
Berbagai permasalahan perkawinan merupakan sumber stres yang dialami oleh seseorang;
misalnya pertengkaran, perpisahan (separation), perceraian (divorce), kematian salah satu
pasangan, kesetiaan dan lain-lain. Stresor perkawinan ini dapat menyebabkan orang jatuh
sakit.
b. Problem orang tua
Permasalahan yang dihadapi orangtua, misalnya tidak punya anak, kebanyakan anak,
kenakalan anak, anak sakit dan hubungan yang tidak baik dengan mertua, ipar, besan, dan
sebagainya. Permasalahan tersebut jika tidak bisa diatasi oleh yang bersangkutan dapat
merupakan sumber stres yang pada gilirannya seseorang dapat jatuh sakit.
c. Hubungan interpersonal (antar pribadi)
Gangguan ini dapat berupa hubungan dengan kawan dekat yang mengalami konflik, atau
konflik dengan kekasih, konflik dengan rekan sekerja, antara atasan dan bawahan dan
sebagainya. Konflik antar pribadi ini merupakan sumber stres bagi seseorang yang bila tidak
dapat diatasi pada gilirannya akan menyebabkan jatuh sakit.
d. Pekerjaan
Gangguan ini misalnya karena kehilangan pekerjaan (PHK), pensiun (post power syndrome),
pekerjaan terlalu banyak, pekerjaan tidak cocok, mutasi jabatan dan sebagainya, yang bila
tidak dapat diatasi akan mengakibatkan sakitnya seseorang.
e. Lingkungan Hidup
Faktor ini tidak hanya diselihat dari lingkungan itu bebas polusi, sampah dan lain sejenisnya
tetapi terutama kondisi lingkungan sosial dimana seseorang itu hidup. Contohnya: masalah
perumahan, pindah tempat tinggal, penggusuran, hidup dalam lingkungan yang rawan dan
lain sebagainya. Rasa tidak aman dan tidak terlindung membuat jiwa seseorang tercekam
sehingga mengganggu ketenangan dan ketentraman hidup yang lama-kelamaan daya tahan
seseorang turun sehingga jatuh sakit.
f. Keuangan
Kondisi sosial-ekonomi yang tidak sehat, misalnya pendapatan jauh dari pengeluaran, terlilit
hutang, bangkrut, soal warisan dan sebagainya; kesemuanya itu dapat menyebabkan sumber
stres pada seseorang yang bila tidak dapat ditanggulangi yang bersangkutan akan jatuh sakit.
g. Hukum
Keterlibatan seseorang dalam masalah hukum, misalnya tuntutan hukum, pengadialan,
penjara dan lain sebagainya dapat menyebabkan seseorang jatuh sakit.
h. Perkembangan
Yang dimaksud perkembangan di sini adalah masalah perkembangan baik fisik maupun
mental seseorang, misalnya masa remaja, masa dewasa, menopouse, usia lanjut dan lain
sebagainya. Kondisi seperti itu tidak selalu dilewati dengan baik; ada sementara orang yang
tidak mampu sehingga jatuh sakit karenanya.
i. Penyakit fisik atau cidera
Sumber stres yang dapat mempengaruhi kondisi jiwa seseorang antara lain penyakit
(terutama penyakit kronis), jantung, kanker, kecelakaan, operasi, aborsi dan lain sebagainya.
j. Faktor keluarga
Yang dimaksud adalah faktor stres yang dialami oleh anak remaja karena kondisi keluarga
(sikap orang tua) yang tidak baik, antara lain:
Hubungan kedua orangtua yang dingin atau penuh ketegangan atau acuh tak acuh.
 Kedua orangtua jarang di rumah dan tidak ada waktu dengan anak-anak.
 Komunikasi antara orangtua dan anak tidak baik.
 Kedua orangtua berpisah atau bercerai.
 Salah satu orangtua menderita gangguan jiwa/kepribadian.
 Orangtua dalam mendidik anak kurang sabar, pemarah, keras dan otoriter, dan lain
sebagainya.
 Lain-lain
Stresor kehidupan lainnya juga dapat menimbulkan gangguan kejiwaan (stres pasca trauma)
adalah antara lain bencana alam, huru-hara, peperangan, kebakaran, perkosaan, kehamilan di luar
nikah, aborsi dan sebagainya.
2.4. Klasifikasi

1. Skizofrenia Paranoid
Pedoman diagnostik

1. Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia


2. Sebagai tambahan:
Sebagai tambahan :
 Halusinasi dan/ waham arus menonjol;
a) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau
halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit (whistling),
mendengung (humming), atau bunyi tawa (laughing).
b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual , atau lain-lain
perasaan tubuh, halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol.
c) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion of
control), dipengaruhi (delusion of influence) atau passivity (delussion of passivity),
dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang paling khas;
 Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik secara
relatif tidak nyata / tidak menonjol.
Diagnosa Banding :
 Epilepsi dan psikosis yang diinduksi oleh obat-obatan
 Keadaan paranoid involusional
 Paranoid

2. Skizofrenia Hebefrenik (disorganized type)


Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia. Memenuhi gejala lain sebagai berikut
1. Inkoherensi : jalan pikiran kacau dan tidak dapat dimengerti maksudnya
2. Alam perasaan (mood affect) yang datar tanpa ekspresi serta tidak serasi (incongrous)
atau ketololan (silly)
3. Tertawa kekanakan (giggling),senyum menunjukkan rasa puas diri atau senyum hanya
dihayati sendiri
4. Waham (delusi) tidak jelas dan tidak sistematik (terpecah-belah) tidak terorganisir
sebagai kesatuan
5. Halusinasi terpecah-pecah dan tidak terorganisir
6. Perilaku aneh contohnya menyeringai sendiri,gerakan-gerakan
aneh,berkelakar,pengucapan yang diulang-ulang dan kecendrungan menarik diri dari
hub.sosial

3. Skizofrenia Katatonik
Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia. Satu atau lebih dari perilaku berikut
ini harus mendominasi gambaran klinisnya :
1. Stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap lingkungan dan dalam gerakan
serta aktivitas spontan) atau mutisme (tidak berbicara):
2. Gaduh gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan, yang tidak dipengaruhi
oleh stimuli eksternal)
3. Menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela mengambil dan mempertahankan
posisi tubuh tertentu yang tidak wajar atau aneh);
4. Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap semua perintah atau
upaya untuk menggerakkan, atau pergerakkan kearah yang berlawanan);
5. Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan upaya menggerakkan
dirinya);
6. Fleksibilitas cerea / ”waxy flexibility” (mempertahankan anggota gerak dan tubuh dalam
posisi yang dapat dibentuk dari luar); dan
7. Gejala-gejala lain seperti “command automatism” (kepatuhan secara otomatis terhadap
perintah), dan pengulangan kata-kata serta kalimat-kalimat.

Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari gangguan katatonik,
diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda sampai diperoleh bukti yang memadai tentang
adanya gejala-gejala lain.
Penting untuk diperhatikan bahwa gejala-gejala katatonik bukan petunjuk diagnostik untuk
skizofrenia. Gejala katatonik dapat dicetuskan oleh penyakit otak, gangguan metabolik, atau
alkohol dan obat-obatan, serta dapat juga terjadi pada gangguan afektif.
Selama stupor atau kegembiraan katatonik, pasien skizofrenik memerlukan pengawasan yang
ketat untuk menghindari pasien melukai dirinya sendiri atau orang lain. Perawatan medis
mungkin ddiperlukan karena adanya malnutrisi, kelelahan, hiperpireksia, atau cedera yang
disebabkan oleh dirinya sendiri.

4. Skizofrenia tak terinci (Undifferentiated).


Seringkali. Pasien yang jelas skizofrenik tidak dapat dengan mudah dimasukkan kedalam
salah satu tipe. PPDGJ mengklasifikasikan pasien tersebut sebagai tipe tidak terinci. Kriteria
diagnostic menurut PPDGJ III yaitu:
1. Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
2. Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid, hebefrenik, atau
katatonik.
3. Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca skizofrenia.

5. Depresi Pasca-Skizofrenia
Diagnosis harus ditegakkan hanya kalau :
1. Pasien telah menderita skizofrenia (yang memenuhi kriteria diagnosis umum
skizzofrenia) selama 12 bulan terakhir ini
2. Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak lagi mendominasi gambaran
klinisnya)
3. Gejala-gejala depresif menonjol dan menganggu, memenuhi paling sedikit kriteria untuk
episode depresif, dan telah ada dalam kurun waktu paling sedikit 2 minggu.

Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia diagnosis menjadi episode
depresif. Bila gejala skizofrenia diagnosis masih jelas dan menonjol, diagnosis harus tetap
salah satu dari subtipe skizofrenia yang sesuai.
6. Skizofrenia Residual
Tipe ini merupakan sisa-sisa (residu) dari gejala Skizofrenia yang tidak begitu menonjol.
Pedoman diagnostik:
Untuk suatu diagnostik yang menyakinkan , persyaratan berikut harus di penuhi semua:

a) Gejala “Negatif” dari skizofrenia yang menonjol misalnya perlambatan psikomotorik,


aktifitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan ketidak adaan inisiatif,
kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi non verbal yang buruk,
seperti ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara, dan posisi tubuh, perawatan diri, dan
kinerja sosial yang buruk.
b) Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas dimasa lampau yang memenuhi
kriteria untuk diagnosa skizofrenia
c) Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan frekuensi
gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat berkurang (minimal) dan
telah timbul sindrom negatif dari skizofrenia
d) Tidak terdapat dementia, atau penyakit/gangguan otak organik lainnya, depresi kronis
atau institusionla yang dapat menjelaskan disabilitas negatif tersebut.

7. Skizofrenia Simpleks
Skizofrenia simpleks sering timbul pertama kali pada masa pubertas. Gejala utama pada jenis
simpleks adalah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berpikir
biasanya sukar ditemukan. Waham dan halusinasi jarang sekali terdapat. Jenis ini timbulnya
perlahan-lahan sekali. Pada permulaan mungkin penderita mulai kurang memperhatikan
keluarganya atau mulai menarik diri dari pergaulan. Makin lama ia makin mundur dalam
pekerjaan atau pelajaran dan akhirnya menjadi pengangguran, dan bila tidak ada orang yang
menolongnya ia mungkin akan menjadi pengemis, pelacur, atau penjahat.
Pedoman diagnostik

 Skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena tergantung pada pemantapan
perkembangan yang berjalan berlahan dan progresif dari:
1) Gejala negatif yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului riwayat halusinasi
waham, atau manifestasi lain dari episode psikotik. Dan
2) Disertai dengan perubahan-perubahan perilaku pribadi yang bermakna, bermanifestasi
sebagai kehilangan minat yang mencolok, tidak berbuat sesuatu tanpa tujuan hidup, dan
penarikan diri secara sosial.
 Gangguan ini kurang jelas gejala psokotiknya dibanding dengan sub type skisofrenia
lainnya.

8. Skizofrenia lainnya
Selain beberapa subtipe di atas, terdapat penggolongan skizofrenia lainnya (yang tidak
berdasarkan DSM IV TR), antara lain :
Skizofreniform
Gambaran skizofreniform ini sama dengan skizofrenia, perbedaannya adalah bahwa fase-fase
perjalanan penyakitnya kurang dari 6 bulan tetapi sekurangnya 1 bulan sudah berlangsung.
Kriteria diagnosis:
1. Kriteria A,D dan E skizofrenia terpenuhi
2. Suatu episode gangguan (semua fase)berlangsung minimal 1 bulan tapi kurang dr 6
bulan

Tentukan jika:

- Tanpa gambaran prognosis yang baik.


- Dengan gambaran prognosis yang baik yang dibuktikandengan samaatau lebihdari 2 hal
berikut:

1. onset gejala-gejala psikotik yang menonjol dalam 4 minggu sejak diperhatikan kali
pertama adanya perubahan dari perilaku atau fungsi biasanya.
2. kebingungan atau kekacauan dalam episode psikotik.
3. fungsi sosial dan pekerjaan premorbid berlangsung bagus.
4. tidak ada afek tumpul atau datar.

Skizoafektif
Ditandai dengan adanya sindroma lengkap dari gejala skizofrenia maupun gangguan mood
(afektif)
A. Suatu periode gangguan tak terputus dimana suatu saat didalamnya terdapat episode
depresif mayor, mania atau campuran bersamaan dengan gejala-gejala yang memenuhi
kriteria A pada skizofrenia.Catatan: harus ada mood depresif pada Episode depresi
mayor.
B. Selama periode yang sama dari penyakit tanpa adanya gejala-gejala mood yang
menonjol terdapat waham-waham atau halusinasi-halusinasi sedikitnya selama 2
minggu.
C. Adanya gejala-gejala yang memenuhi kriteria episode gangguan mood dalam porsi yang
bermakan dari total durasi fase aktif dan residual penyakit.
D. Gangguan ini bukan disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari suatu zat (seperti
obat-obatan medikasi atau yang disalah gunakan) atau oleh suatu kondisi medis umum.

Tentukan tipenya:

- Tipe bipolar: jika gangguan ini termasuk episode mania dan depresi mayor atau
campuran.
- Tipe depresif: juka hanya terdapat episode depresif mayor.

Gangguan delusional (Gangguan Paranoid)


Gangguan psikiatrik dimana gejala yang utama adalah waham. Kriteria Diagnostik

A. Waham-waham tidak janggal yang sedikitnya berlangsung selama 1 bulan (mis. tentang
situasi yang terjadi dalam kehidupan nyata spt (merasa) sedang dikuntit,diracun,ditulari
penyakit,dicintai dari jauh,ditipu oleh pasangan atau kekasih atau menderita suatu
penyakit).
B. Kriteria A Skizofrenia tidak terpenuhi.Cat. halusinasi taktil dan penghiduan mungkin ada
sesuai dengan tema waham-waham.
C. Fungsi-fungsi tidak nyata terganggu dan perilaku tidak ganjil atau janggal meskipun
terpengaruh oleh waham(-waham) atau hal-hal terkait.
D. Jika ada gangguan episode mood bersamaan dgn waham maka terjadi relatif singkat
dibanding durasi episode waham.
E. Gangguan ini bukan disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari suatu zat (seperti obat-
obatan medikasi atau yang disalah gunakan) atau oleh suatu kondisi medis umum.
Tentukan tipe (berdasarkan tema yng menonjol dari wahamnya):

- Tipe Erotomania: waham tentang dirinya dicintai oleh seseorang dgn status sosial lebih
tinggi.
- Tipe kebesaran: waham tentang harga diri yg meningkat,kekusasaan,berpengetahuan
- Tipe cemburu: waham bahwa pasangan seksual pasien tidak jujur
- Tipe kejar :waham bahwa pasien (atau seseorang yang dekat dengan pasien) adalah
diperlakukan secara dengki
- Tipe somatik : waham bahwa pasien memiliki suatu cacat fisik atau kondisi medis umum
- Tipe campuran : karakteristik waham salah satu atau lebih tipe diatas tetapi tidak ada satu
tema yang menonjol
- Tipe tidak ditentukan

Skizofrenia laten
Konsep skizofrenia laten dikembangkan selama suatu waktu saat terdapat konseptualisasi
diagnostic skizofrenia yang luas. Sekarang, pasien harus sangat sakit mental untuk
mendapatkan diagnosis skizofrenia; tetapi pada konseptualisasi diagnostik skizofrenia yang
luas, pasien yang sekarang ini tidak terlihat sakit berat dapat mendapatkan diagnosis
skizofrenia. Sebagai contohnya, skizofrenia laten sering merupakan diagnosis yang
digunakan gangguan kepribadian schizoid dan skizotipal. Pasien tersebut mungkin kadang-
kadang menunjukkan perilaku aneh atau gangguan pikiran tetapi tidak terus menerus
memanifestasikan gejala psikotik. Sindroma juga dinamakan skizofrenia ambang (borderline
schizophrenia) di masa lalu.

Gangguan Psikotik Singkat


A. Adanya 1 (atau lebih) gejala-gejala berikut:
1. Waham.
2. Halusinasi.
3. Pembicaraan yang janggal (mis. sering derailment atau incohorensia).
Cat.: jangan masukaan gejala apabila diakui sebagai respons pola budaya.
B. Durasi episode gangguan sedikitnya 1 hari sampai kurang dari 1 bulan dan dapat kembali
penuh berfungsi seperti keadaan premorbid.
C. Gangguan ini tidak memenuhi kriteria gangguan mood dengan gambaran psikotik,
skizoafektif, atau skizofrenia dan tidak disebabkan oleh efek fisiologis dari zat (medikasi,
penyalahgunaan obat) atau kondisi medis umum.

Tentukan jika:
Dengan stressor (-stresor) nyata-brief reactive psychosis: jika gejala-gejala terjadi tampaknya
segera setelah atau respons terhadap kejadian tunggal atau berganda yang akan menyebabkan
stres berat pada hampir kebanyakan orang disitu dan kebiasaan yang sama.
Tanpa stresor(-stresor) nyata: jika gejala-gejala psikotik tidat terjadi segera atau sebagai respons
terhadap kejadian tunggal atau berganda yang akan menyebabkan stres berat pada hampir
kebanyakan orang disitu dan kebiasaan yang sama.
Onset postpartum: jika onsetnya dalam 4 minggu pospartum.

2.5. Psikopatologi
Tanda awal dari skizofrenia adalah simtom-simtom pada masa premorbid. Biasanya simtom ini
muncul pada masa remaja dan kemudian diikuti dengan berkembangnya simtom prodormal
dalam kurun waktu beberapa hari sampai beberapa bulan. Adanya perubahan social / lingkungan
dapat memicu munculnya simtom gangguan. Masa prodormal ini bisa langsung sampai bertahun-
tahun sebelum akhirnya muncul simtom psikotik yang terlihat.
Perjalanan penyakit skizofrenia yang umum adalah memburuk dan remisi. Setelah sakit yang
pertama kali, pasien mungkin dapat berfungsi normal untuk waktu lama (remisi), keadaan ini
diusahakan dapat terus dipertahankan. Namun yang terjadi biasanya adalah pasien mengalami
kekambuhan. Tiap kekambuhan yang terjadi membuat pasien mengalami deteriorasi sehingga ia
tidak dapat kembali ke fungsi sebelum ia kambuh. Kadang, setelah episode psikotik lewat, pasien
menjadi depresi, dan ini bisa berlangsung seumur hidup.Seiring dengan berjalannya waktu,
simtom positif hilang, berkurang, atau tetap ada, sedangkan simtom negative relative sulit hilang
bahkan bertambah parah.
Faktor-faktor resiko tinggi untuk berkembangnya skizofrenia adalah Mempunyai anggota
keluarga yang menderita skizofrenia, terutama jika salah satu orang tuanya/saudara kembar
monozygotnya menderita skizofrenia, kesulitan pada waktu persalinan yang mungkin
menyebabkan trauma pada otak, terdapat penyimpangan dalam perkembangan kepribadian, yang
terlihat sebagai anak yang sangat pemalu, menarik diri, tidak mempunyai teman, amat tidak
patuh, atau sangat penurut, proses berpikir idiosinkratik, sensitive dengan perpisahan,
mempunyai orang tua denga sikap paranoid dan gangguan berpikir normal, memiliki gerakan
bola mata yang abnormal, menyalahgunakan zat tertentu seperti amfetamin, kanabis, kokain,
Mempunyai riwayat epilepsi, memilki ketidakstabilan vasomotor, gangguan pola tidur, control
suhu tubuh yang jelek dan tonus otot yang jelek.
2.6. Manifestasi Klinis
Gejala Predromal dan Residual Skizofrenia
Sebelum seseorang secara nyata aktif (manifes) menunjukkan gejala-gejala Skizofrenia, yang
bersangkutan terlebih dahulu menunjukkan gejala-gejala awal yang disebut sebagai gejala
prodromal. Sebaliknya bila seseorang penderita skizofrenia tidak lagi aktif menunjukkan gejala-
gejala skizofrenia, maka yang bersangkutan menunjukkan gejala-gejala sisa yang disebut gejala
residual.
1) Penarikan diri atau isolasi dari hubungan sosial (withdrawn), enggan bersosialisasi dan
bergaul.
2) Hendaya (impairment) yang nyata dalam fungsi peran sebagai pencari nafkah (tidak mau
bekerja), siswa/mahasiswa (tidak mau sekolah/kuliah) atau pengatur rumah tangga tidak
mampu menjalankan urusan rumah tangga, kesemuanya karena malas.
3) Tingkah laku aneh dan nyata, misalnya mengumpulkan sampah, menimbun makanan, senyum
dan tertawa sendiri, atau berbicara tanpa mengeluarkan suara (komat-kamit).
4) Hendaya yang nyata dalam higiene khususnya perawatan diri, tidak mau mandi dan berpakaian
kumal.
5) Afek (alam perasaan) yang tumpul atau miskin, mendatar, dan tidak serasi wajahnya tidak
menunjukkan ekspresi dan terkesan dingin
6) Pembicaraan yang melantur (disgressive)
7) Ide atau gagasan yang aneh dan tak lazim atau pikiran magis, seperti takhayul, telepati, indera
keenam, orang lain dapat merasakn perasaannya.
8) Penghayatan persepsi yang tak lazim, seperti ilusi yang selalu berulang, merasa hadirnya suatu
kekuatan atau seseorang yang sebenarnya tidak ada. Catatan ; berbeda dengan halusinasi, yang
dimaksudkan ilusi adalah pengalaman panca indera dimana ada sumber atau stimulus, namun
ditafsir salah.
Gejala Positif Skizofrenia
a) Delusi atau waham, yaitu suatu keyakinan yang tidak rasional (tidak masuk akal). Meskipun
telah dibuktikan secara obyektif bahwa keyakinan itu tidak rasional, namun penderita tetap
meyakini kebenarannya.
b) Halusinasi, yaitu pengalaman panca indera tanpa ada rangsangan (stimulus). Misalnya
penderita mendengar suara-suara/bisikan di telinganya padahal sebenarnya tidak ada
sumbernya.
c) Kekacauan alam pikir, yang dapat dilihat dari isi pembicaraannya. Misalnya bicaranya kacau,
sehingga tidak dapat diikuti alur pikirannya.
d) Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, mondar-mandir, agresif, bicara dengan semangat dan
gembira berlebihan.
e) Merasa dirinya “Orang Besar”, merasa serba bisa, serba mampu dan sejenisnya.
f) Pikirannya penuh dengan kecurigaan atau seakan-akan ada ancaman terhadap dirinya.
g) Menyimpan rasa permusuhan.

Gejala Negatif Skizofrenia


a) Alam perasaan (affect) “tumpul” dan “mendatar”. Gambaran perasaan ini terlihat dari
wajahnya yang tidak menunjukkan ekspresi.
b) Menarik diri atau mengungsikan diri (with-drawn) tidak mau bergaul atau kontak dengan orang
lain, suka melamun (day dreaming).
c) Kontak emosional amat “miskin”, sukar diajak bicara, pendiam.
d) Pasif dan apatis, menarik diri dari pergaulan sosial.
e) Sulit dalam berpikir abstrak.
f) Pola pikir stereotip.
g) Tidak ada/kehilangan dorongan kehendak (avolition) dan tidak ada inisatif, tidak ada upaya
dan usaha, setra tidak ingin apa-apa dan serba malas (kehilangan nafsu)

Gejala-gejala negatif Skizofrenia sebagaimana diuraikan di atas seringkali tidak disadari atau
kurang diperhatikan oleh pihak keluarga, karena dianggap “tidak mengganggu” sebagaimana
halnya pada penderita Skizofrenia yang menunjukkan gejala-gejala positif. Oleh karenanya pihak
keluarga seringkali terlambat membawa penderita untuk berobat.Dalam pengalaman praktek,
gejala positif Skizofrenia baru muncul pada tahap akut. Sedangkan pada stadium kronis (menahun)
gejala negatif Skizofrenia lebih menonjol. Tetapi tidak jarang baik gejala positif atau negatif
muncul berbauran, tergantung pada stadium penyakitnya.

Selain itu, gejala-gejala skizofrenia dapat dibagi menjadi dua kelompok menurut Bleuler, yaitu
primer dan sekunder.
Gejala-gejala primer :
1. Gangguan proses pikiran (bentuk, langkah, isi pikiran).
Pada skizofrenia inti gangguan memang terdapat pada proses pikiran. Yang terganggu terutama
ialah asosiasi. Kadang-kadang satu ide belum selesai diutarakan, sudah timbul ide lain. Atau
terdapat pemindahan maksud, umpamanya maksudnya “tani” tetapi dikatakan “sawah”.
Tidak jarang juga digunakan arti simbolik, seperti dikatakan “merah” bila dimaksudkan “berani”.
Atau terdapat “clang association” oleh karena pikiran sering tidak mempunyai tujuan tertentu,
umpamanya piring-miring, atau “…dulu waktu hari, jah memang matahari, lalu saya lari…”.
Semua ini menyebabkan jalan pikiran pada skizofrenia sukar atau tidak dapat diikuti dan
dimengerti. Hal ini dinamakan inkoherensi. Jalan pikiran mudah dibelokkan dan hal ini menambah
inkoherensinya.

Seorang dengan skizofrenia juga kecenderungan untuk menyamakan hal-hal, umpamanya seorang
perawat dimarahi dan dipukuli, kemudian seorang lain yang ada disampingnya juga dimarahi dan
dipukuli. Kadang-kadang pikiran seakan berhenti, tidak timbul ide lagi. Keadaan ini dinamakan
“blocking”, biasanya berlangsung beberapa detik saja, tetapi kadang-kadang sampai beberapa hari.

Ada penderita yang mengatakan bahwa seperti ada sesuatu yang lain didalamnya yang berpikir,
timbul ide-ide yang tidak dikehendaki: tekanan pikiran atau “pressure of thoughts”. Bila suatu ide
berulang-ulang timbul dan diutarakan olehnya dinamakan preseverasi atau stereotipi pikiran.

Pikiran melayang (flight of ideas) lebih sering inkoherensi. Pada inkoherensi sering tidak ada
hubungan antara emosi dan pikiran, pada pikiran melayang selalu ada efori. Pada inkoherensi
biasanya jalan pikiran tidak dapat diikuti sama sekali, pada pikiran melayang ide timbul sangat
cepat, tetapi masih dapat diikuti, masih bertujuan.

2. Gangguan afek dan emosi


Gangguan ini pada skizofrenia mungkin berupa :
o Kedangkalan afek dan emosi (“emotional blunting”), misalnya penderita menjadi acuh tak
acuh terhadap hal-hal penting untuk dirinya sendiri seperti keadaan keluarganya dan masa
depannya. Perasaan halus sudah hilang.
o Parathimi : apa yang seharusnya menimbulkan rasa senang dan gembira, pada penderita timbul
rasa sedih atau marah.
o Paramimi : penderita merasa senang dan gembira, akan tetapi ia menangis. Parathimi dan
paramimi bersama-sama dalam bahasa Inggris dinamakan “incongruity of affect” dalam
bahasa Belanda hal ini dinamakan “inadequat”.
o Kadang-kadang emosi dan afek serta ekspresinya tidak mempunyai kesatuan, umpamanya
sesudah membunuh anaknya penderita menangis berhari-hari, tetapi mulutnya tertawa. Semua
ini merupakan gangguan afek dan emosi yang khas untuk skizofrenia. Gangguan afek dan
emosi lain adalah :
 Emosi yang berlebihan, sehingga kelihatan seperti dibuat-buat, seperti penderita yang
sedang bermain sandiwara.
 Yang penting juga pada skizofrenia adalah hilangnya kemampuan untuk melakukan
hubungan emosi yang baik (“emotional rapport”). Karena itu sering kita tidak dapat
merasakan perasaan penderita.
 Karena terpecah belahnya kepribadian, maka dua hal yang berlawanan mungkin terdapat
bersama-sama, umpamanya mencintai dan membenci satu orang yang sama ; atau
menangis dan tertawa tentang satu hal yang sama. Ini dinamakan ambivalensi pada afek.
3. Gangguan kemauan
Banyak penderita dengan skizofrenia mempunyai kelemahan kemauan. Mereka tidak dapat
mengambil keputusan., tidak dapat bertindak dalam suatu keadaan. Mereka selalu memberikan
alasan, meskipun alasan itu tidak jelas atau tepat, umpamanya bila ditanyai mengapa tidak maju
dengan pekerjaan atau mengapa tiduran terus. Atau mereka menganggap hal itu biasa saja dan
tidak perlu diterangkan.

Kadang-kadang penderita melamun berhari-hari lamanya bahkan berbulan-bulan. Perilaku


demikian erat hubungannya dengan otisme dan stupor katatonik.
- Negativisme : sikap atau perbuatan yang negative atau berlawanan terhadap suatu permintaan.
- Ambivalensi kemauan : menghendaki dua hal yang berlawanan pada waktu yang sama,
umpamanya mau makan dan tidak mau makan; atau tangan diulurkan untuk berjabat tangan,
tetapi belum sampai tangannya sudah ditarik kembali; hendak masuk kedalam ruangan, tetapi
sewaktu melewati pintu ia mundur, maju mundur. Jadi sebelum suatu perbuatan selesai sudah
timbul dorongan yang berlawanan.
- Otomatisme : penderita merasa kemauannya dipengaruhi oleh orang lain atau tenaga dari luar,
sehingga ia melakukan sesuatu secara otomatis.

4. Gejala psikomotor
Juga dinamakan gejala-gejala katatonik atau gangguan perbuatan. Kelompok gejala ini oleh
Bleuler dimasukkan dalam kelompok gejala skizofrenia yang sekunder sebab didapati juga pada
penyakit lain.

Sebetulnya gejala katatonik sering mencerminkan gangguan kemauan. Bila gangguan hanya
ringan saja, maka dapat dilihat gerakan-gerakan yang kurang luwes atau yang agak kaku. Penderita
dalma keadaan stupor tidak menunjukkan pergerakan sama sekali. Stupor ini dapat berlangsung
berhari-hari, berbulan-bulan dan kadang-kadang bertahun-tahun lamanya pada skizofrenia yang
menahun. Mungkin penderita mutistik. Mutisme dapat disebabkan oleh waham, ada sesuatu yang
melarang ia bicara. Mungkin juga oleh karena sikapnya yang negativistik atau karena hubungan
penderita dengan dunia luar sudah hilang sama sekali hingga ia tidak ingin mengatakan apa-apa
lagi.

Sebaliknya tidak jarang penderita dalam keadaan katatonik menunjukkan hiperkinesa, ia terus
bergerak saja, maka keadaan ini dinamakan logorea. Kadang-kadang penderita menggunakan atau
membuat kata-kata yang baru: neologisme.

Berulang-ulang melakukan suatu gerakan atau sikap disebut stereotipi; umpamanya menarik-narik
rambutnya, atau tiap kali mau menyuap nasi mengetok piring dulu beberapa kali. Keadaan ini
dapat berlangsung beberapa hari sampai beberapa tahun. Stereotipi pembicaraan dinamakan
verbigerasi, kata atau kalimat diulang-ulangi. Mannerisme adalah stereotipi yang tertentu pada
skizofrenia, yang dapat dilihat dalam bentuk grimas pada mukanya atau keanehan berjalan dan
gaya.

Gejala katalepsi ialah bila suatu posisi badan dipertahankan untuk waktu yang lama. Fleksibilitas
cerea: bila anggota badan dibengkokkan terasa suatu tahanan seperti pada lilin. Negativisme :
menentang atau justru melakukan yang berlawanan dengan apa yang disuruh. Otomatisme
komando (“command automatism”) sebetulnya merupakan lawan dari negativisme : semua
perintah dituruti secara otomatis, bagaimana ganjilpun.Termasuk dalam gangguan ini adalah
echolalia (penderita meniru kata-kata yang diucapkan orang lain) dan ekophraksia (penderita
meniru perbuatan atau pergerakan orang lain).

Gejala-gejala sekunder :

1. Waham
Pada skizofrenia, waham sering tidak logis sama sekali dan sangat bizarre. Tetapi penderita tidak
menginsafi hal ini dan untuk dia wahamnya adalah fakta dan tidak dapat diubah oleh siapapun.
Sebaliknya ia tidak mengubah sikapnya yang bertentangan, umpamanya penderita berwaham
bahwa ia raja, tetapi ia bermain-main dengan air ludahnya dan mau disuruh melakukan pekerjaan
kasar. Mayer gross membagi waham dalam dua kelompok yaitu waham primer dan waham
sekunder, waham sistematis atau tafsiran yang bersifat waham (delutional interpretations).
Waham primer timbul secara tidak logis sama sekali, tanpa penyebab apa-apa dari luar. Menurur
Mayer-Gross hal ini hampir patognomonis buat skizofrenia. Umpamanya istrinya sedang berbuat
serong sebab ia melihat seekor cicak berjalan dan berhenti dua kali, atau seorang penderita berkata
“dunia akan kiamat sebab ia melihgat seekor anjing mengangkat kaki terhadap sebatang pohin
untuk kencing.
Waham sekunder biasanya logis kedengarannya dapat diikuti dan merupakan cara bagi penderita
untuk menerangkan gejala-gejala skizofrenia lain. Waham dinamakan menurut isinya :waham
kebesaran atau ekspansif, waham nihilistik, waham kejaran, waham sindiran, waham dosa, dan
sebagainya.

2. Halusinasi
Pada skizofrenia, halusinasi timbul tanpa penurunan kesadaran dan hal ini merupakan gejala yang
hampir tidak dijumpai dalam keadaan lain. Paling sering pada keadaan sskizofrenia ialah
halusinasi (oditif atau akustik) dalam bentuk suara manusia, bunyi barang-barang atau siulan.
Kadang-kadang terdapat halusinasi penciuman (olfaktorik), halusinasi citrarasa (gustatorik) atau
halusinasi singgungan (taktil). Umpamanya penderita mencium kembang kemanapun ia pergi, atau
ada orang yang menyinarinya dengan alat rahasia atau ia merqasa ada racun dalammakanannya
Halusinasi penglihatan agak jarang pada skizofrenia lebih sering pada psikosa akut yang
berhubungan dengan sindroma otak organik bila terdapat maka biasanya pada stadium permulaan
misalnya penderita melihat cahaya yang berwarna atau muka orang yang menakutkan.

Diatas telah dibicarakan gejala-gejala. Sekali lagi, kesadaran dan intelegensi tidak menurun pada
skizofrenia. Penderita sering dapat menceritakan dengan jelas pengalamannya dan perasaannya.
Kadang-kadang didapati depersonalisasi atau “double personality”, misalnya penderita
mengidentifikasikan dirinya dengan sebuah meja dan menganggap dirinya sudah tidak adalagi.
Atau pada double personality seakan-akan terdapat kekuatan lain yang bertindak sendiri
didalamnya atau yang menguasai dan menyuruh penderita melakukan sesuatu.

Pada skizofrenia sering dilihat otisme : penderita kehilangan hubungan dengan dunia luar ia
seakan-akan hidup dengan dunianya sendiri tidak menghiraukan apa yang terjadi di sekitarnya.
Oleh Bleuler depersonalisasi, double personality dan otisme digolongkan sebagai gejala primer.
Tetapi ada yang mengatakan bahwa otisme terjadi karena sangat terganggunya afek dan kemauan.

Tiga hal yang perlu diperhatikan dalam menilai simptom dan gejala klinis skizofrenia
adalah:
1) Tidak ada symptom atau gejala klinis yang patognomonik untu skizofrenia. Artinya tidak ada
simptom yang khas atau hanya terdapat pada skizofrenia. Tiap simptom skizofrenia mungkin
ditemukan pada gangguan psikiatrik atau gangguan syaraf lainnya. Karena itu diagnosis
skizofrenia tidak dapat ditegakkan dari pemeriksaan status mental saat ini. Riwayat penyakit
pasien merupakan hal yang esensial untuk menegakkan diagnosis skizofrenia.
2) Simptom dan gejala klinis pasien skizofrenia dapat berubah dari waktu ke waktu. Oleh karena
itu pasien skizofrenia dapat berubah diagnosis subtipenya dari perawatan sebelumnya (yang
lalu). Bahkan dalam satu kali perawatanpun diagnosis subtipe mungkin berubah.
3) Harus diperhatikan taraf pendidikan, kemampuan intelektual dan latar belakang sosial budaya
pasien. Sebab perilaku atau pola pikir masyarakat dari sosial budaya tertentu mungkin
dipandang sebagai suatu hal yang aneh bagi budaya lain. Contohnya memakai koteka di Papua
merupakan hal yang biasa namun akan dipandang aneh jika dilakukan di Jakarta. Selain itu hal
yang tampaknya merupakan gangguan realitas mungkin akibat keterbatasan intelektual dan
pendidikan pasien.

2.7. Diagnosis dan Diagnosis Banding


Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau lebih
bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):
a.
- Thought echo = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam
kepalanya (tidak keras) dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun
kualitasnya berbeda, atau
- Thought insertion or withdrawal = isi pikiran yang asing dari luar masuk kedalam
pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya
(Withdrawal) dan
- Thought broadcasting = isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau
umumnya mengetahuinya.
b.
- Delusion of control = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu
dari luar atau
- Delusion of influence = waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan
tertentu dari luar atau
- Delusion of passivity = waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu
kekuatan dari luar; (tentang dirinya= secara jelas ,merujuk ke pergerakan
tubuh/anggota gerak atau kepikiran, tindakan atau penginderaan khusus).
- Delusion perception = pengalaman inderawi yang tidak wajar, yang bermakna sangat
khas bagi dirinya , biasanya bersifat mistik dan mukjizat.
c. Halusional Auditorik;
- Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap prilaku pasien
- Mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri (diantara berbagai suara yang
berbicara atau
- Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.
d. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak
wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu
atau kekuatan dan kemampuan diatas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan
cuaca atau berkomunikasi dengan mahluk asing atau dunia lain)

Atau paling sedikitnya dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas:
e. Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja , apabila disertai baik oleh waham yang
mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas,
ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau apabila
terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus menerus.
f. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation) yang
berakibat inkoherensia atau pembicaraan yang tidak relevan atau neologisme.
g. Perilaku katatonik seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), posisi tubuh tertentu
(posturing) atay fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor.
h. Gejala negatif seperti sikap apatis, bicara yang jarang dan respons emosional yang
menumpul tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial
dan menurunya kinerja sosial, tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan
oleh depresi atau medikasi neureptika.

* adapun gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan
atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal);
* Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan (overall
quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal behavior), bermanifestasi sebagai
hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self
absorbed attitute), dan penarikan diri secara sosial.
Diagnosis Banding
a. Gangguan Psikotik Sekunder dan Akibat Obat
Gejala psikosis dan katatonia dapat disebabkan oleh berbagai macam keadaan medis psikiatrik
dan dapat diakibatkan oleh berbagai macam zat. Jika psikosis atau katatonia disebabkan oleh
kondisi medis nonpsikiatrik atau diakibatkan oleh suatu zat, diagnosis yang paling sesuai
adalah gangguan psikotik akibat kondisi medis umum, atau gangguan katatonia akibat zat.
Manifestasi psikiatrik dari banyak kondisi medis nonpsikiatrik dapat terjadi awal dalam
perjalanan penyakit, seringkali sebelum perkembangan gejala lain. Dengan demikian klinisi
harus mempertimbangkan berbagai macam kondisi medis nonpsikiatrik dii dalam diagnosis
banding psikosis, bahkan tanpa adanya gejala fisik yang jelas. Pada umumnya, pasien dengan
gangguan neurologist mempunyai lebih banyak tilikan pada penyakitnya dan lebih menderita
akibat gejala psikiatriknya daripada pasien skizofrenik, suatu kenyataan yang dapatmembantu
klinisi untuk membedakan kedua kelompok tersebut.
Saat memeriksa seorang pasien psikotik, klinisi harus mengikuti tiga pedoman umum tentang
pemeriksaan keadaan nonpsikiatrik. Pertama, klinisi harus cukup agresif dalam mengejar
kondisi medis nonpsikiatrik jika pasien menunjukkan adanya gejala yang tidak lazim atau
jarang atau adanya variasi dalam tingkat kesadara. Kedua, klinisi harus berusaha untuk
mendapatkan riwayat keluarga yang lemgkap, termasuk riwayat gangguan medis, neurologist,
dan psikiatrik. Ketiga, klinisi harus mempertimbangkan kemungkinan suatu kondisi medis
nonpsikiatrik, bahkan pada pasien dengan diagnosis skizofrenia sebelumnya. Seorang pasien
skizofrenia mempunyai kemungkinan yang sama untuk menderita tumor otak yang
menyebabkan gejala psikotik dibandingkan dengan seorang pasien skizofrenik.
b. Berpura-pura dan Gangguan buatan
Baik berpura-pura atau gangguan buatan mungkin merupakan suatu diagnosis yang sesuai pada
pasien yang meniru gejala skizofrenia tetapi sebenarnya tidak menderita skizofrenia. Orang
telah menipu menderita skizofrenia dan dirawat dan diobati di rumah sakit psikiatrik. Orang
yang secara lengkap mengendalikan produksi gejalanya mungkin memenuhi diagnosis
berpura-pura (malingering); pasien tersebut biasanya memilki alasan financial dan hokum
yang jelas untuk dianggap gila. Pasien yang kurang mengendalikan pemalsuan gejala
psikotiknya mungkin memenuhi diagnosis suatu gangguan buatan (factitious disorder). Tetapi,
beberapa pasien dengan skizofrenia seringkali secara palsu mengeluh suatu eksaserbasi gejala
psikotik untuk mendapatkan bantuan lebih banyak atau untuk dapat dirawat di rumah sakit.
c. Gangguan Psikotik Lain
Gejala psikotik yang terlihat pada skizofrenik mungkin identik dengan yang terlihat pada
gangguan skizofreniform, gangguan psikotik singkat, dan gangguan skizoafektif. Gangguan
skizofreniform berbeda dari skizofrenia karena memiliki lama (durasi) gejala yang
sekurangnya satu bulan tetapi kurang daripada enam bulan. Gangguan psikotik berlangsung
singkat adalah diagnosis yang tepat jika gejala berlangsung sekurangnya satu hari tetapi kurang
dari satu bulan dan jika pasien tidak kembali ke tingkat fungsi pramorbidnya. Gangguan
skizoafektif adalah diagnosis yang tepat jika sindroma manik atau depresif berkembang
bersama-sama dengan gejala utama skizofrenia.Suatu diagnosis gangguan delusional
diperlukan jika waham yang tidak aneh (nonbizzare) telah ada selama sekurangnya satu bulan
tanpa adanya gejala skizofrenia lainnya atau suatu gangguan mood.
d. Gangguan Mood
Diagnosis banding skizofrenia dan gangguan mood dapat sulit, tetapi penting karena
tersedianya pengobatan yang spesifik dan efektif untuk mania dan depresi. Gejala afektif atau
mood pada skizofrenia harus relative singkat terhadap lama gejala primer. Tanpa adanya
informasi selain dari pemeriksaan status mental, klinisi harus menunda diagnosis akhir atau
harus menganggap adanya gangguan mood, bukannya membuat diagnosis skizofrenia secara
prematur.
e. Gangguan Kepribadian
Berbagai gangguan kepribadian dapat ditemukan dengan suatu cirri skizofrenia; gangguan
kepribadian skizotipal, schizoid, dan ambang adalah gangguan kepribadian dengan gejala yang
paling mirip. Gangguan kepribadian, tidak seperti skizofrenia, mempunyai gejala yang ringan,
suatu riwayat ditemukannya gangguan selama hidup pasien, dan tidak adanya onset tanggal
yang dapat diidentifikasi.

2.8. Penatalaksanaan
Psikofarmaka
Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati Skizofrenia disebut antipsikotik. Antipsikotik
bekerja mengontrol halusinasi, delusi dan perubahan pola fikir yang terjadi pada Skizofrenia.
Pasien mungkin dapat mencoba beberapa jenis antipsikotik sebelum mendapatkan obat atau
kombinasi obat antipsikotik yang benar-benar cocok bagi pasien. Antipsikotik pertama
diperkenalkan 50 tahun yang lalu dan merupakan terapi obat-obatan pertama yang efekitif untuk
mengobati Skizofrenia. Terdapat 3 kategori obat antipsikotik yang dikenal saat ini, yaitu
antipsikotik konvensional, newer atypical antipsycotics, dan Clozaril (Clozapine)
a. Antipsikotik Konvensional
Obat antipsikotik yang paling lama penggunannya disebut antipsikotik konvensional.
Walaupun sangat efektif, antipsikotik konvensional sering menimbulkan efek samping yang
serius. Contoh obat antipsikotik konvensional antara lain :
1) Haldol (haloperidol)
2) Mellaril (thioridazine)
3) Navane (thiothixene)
4) Prolixin (fluphenazine)
5) Stelazine ( trifluoperazine)
6) Thorazine ( chlorpromazine)
7) Trilafon (perphenazine)
Akibat berbagai efek samping yang dapat ditimbulkan oleh antipsikotik konvensional,
banyak ahli lebih merekomendasikan penggunaan newer atypical antipsycotic.-Ada 2
pengecualian (harus dengan antipsikotok konvensional). Pertama, pada antipsikotik
konvensional tanpa efek samping yang berarti. Biasanya para ahli merekomendasikan untuk
meneruskan pemakaian antipskotik konvensional. Kedua, bila pasien mengalami kesulitan
minum pil secara reguler. Prolixin dan Haldol dapat diberikan dalam jangka waktu yang lama
(long acting) dengan interval 2-4 minggu (disebut juga depot formulations). Dengan depot
formulation, obat dapat disimpan terlebih dahulu di dalam tubuh lalu dilepaskan secara
perlahan-lahan. Sistemdepot formulation ini tidak dapat digunakan pada newer atypic
antipsycotic.

b. Newer Atypcal Antipsycotic


Obat-obat yang tergolong kelompok ini disebut atipikal karena prinsip kerjanya berbeda,
serta sedikit menimbulkan efek samping bila dibandingkan dengan antipsikotik
konvensional.
Beberapa contoh newer atypical antipsycotic yang tersedia, antara lain :
 Risperdal (risperidone)
 Seroquel (quetiapine)
 Zyprexa (olanzopine)
Para ahli banyak merekomendasikan obat-obat ini untuk menangani pasien-pasien dengan
Skizofrenia.

c. Clozaril
Clozaril mulai diperkenalkan tahun 1990, merupakan antipsikotik atipikal yang pertama.
Clozaril dapat membantu ± 25-50% pasien yang tidak merespon (berhasil) dengan
antipsikotik konvensional. Sangat disayangkan, Clozaril memiliki efek samping yang jarang
tapi sangat serius dimana pada kasus-kasus yang jarang (1%), Clozaril dapat menurunkan
jumlah sel darah putih yang berguna untuk melawan infeksi. Ini artinya, pasien yang
mendapat Clozaril harus memeriksakan kadar sel darah putihnya secara reguler. Para ahli
merekomendaskan penggunaan Clozaril bila paling sedikit 2 dari obat antipsikotik yang lebih
aman tidak berhasil.

 Sediaan Obat Anti Psikosis dan Dosis Anjuran


No. Nama Generik Sediaan Dosis
1. Klorpromazin Tablet 25 dan 100 mg, 150 - 600 mg/hari
injeksi 25 mg/ml
2. Haloperidol Tablet 0,5 mg, 1,5 mg, 5 - 15 mg/hari
5 mg
Injeksi 5 mg/ml
3. Perfenazin Tablet 2, 4, 8 mg 12 - 24 mg/hari
4. Flufenazin Tablet 2,5 mg, 5 mg 10 - 15 mg/hari
5. Flufenazin dekanoat Inj 25 mg/ml 25 mg/2-4 minggu
6. Levomeprazin Tablet 25 mg 25 - 50 mg/hari
Injeksi 25 mg/ml
7. Trifluperazin Tablet 1 mg dan 5 mg 10 - 15 mg/hari
8. Tioridazin Tablet 50 dan 100 mg 150 - 600 mg/hari
9. Sulpirid Tablet 200 mg 300 - 600 mg/hari
Injeksi 50 mg/ml
10. Pimozid Tablet 1 dan 4 mg 1 - 4 mg/hari
11. Risperidon Tablet 1, 2, 3 mg 2 - 6 mg/hari

Cara penggunaan
o Pada dasarnya semua obat anti psikosis mempunyai efek primer (efek klnis) yang sama pada
dosis ekivalen, perbedaan terutama pada efek samping sekunder.
o Pemilihan jenis obat anti psikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan dan efek
samping obat. Pergantian obat disesuaikan dengan dosis ekivalen.
o Apabila obat anti psikosis tertentu tidak memberikan respon klinis dalam dosis yang sudah
optimal setelah jangka waktu yang memadai, dapat diganti dengan obat psikosis lain
(sebaiknya dari golongan yang tidak sama), dengan dosis ekivalennya dimana profil efek
samping belum tentu sama.
o Apabila dalam riwayat penggunaan obat anti psikosis sebelumnya jenis obat antipsikosis
tertentu yang sudah terbukti efektif dan ditolerir dengan baik efek sampingnya, dapat dipilih
kembali untuk pemakaian sekarang
o Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan:
 Onset efek primer (efek klinis) : sekitar 2-4 minggu
 Onset efek sekunder (efek samping) : sekitar 2-6 jam
 Waktu paruh 12-24 jam (pemberian 1-2 kali perhari)
 Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi dampak efek samping (dosis pagi
kecil, dosis malam lebih besar) sehingga tidak begitu mengganggu kualitas hidup pasien
o Mulai dosis awal dengan dosis anjuran à dinaikkan setiap 2-3 hari à sampai mencapai dosis
efektif (mulai peredaan sindroma psikosis) à dievaluasi setiap 2 minggu dan bila perlu
dinaikkan à dosis optimal à dipertahankan sekitar 8-12 minggu (stabilisasi) à diturunkan setiap
2 minggu à dosis maintanance à dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun (diselingi drug holiday
1-2 hari/mingu) à tapering off (dosis diturunkan tiap 2-4 minggu) à stop
o Untuk pasien dengan serangan sndroma psikosis multi episode terapi pemeliharaan dapat
dibarikan palong sedikit selama 5 tahun.
o Efek obat psikosis secara relatif berlangsung lama, sampai beberapa hari setelah dosis terakhir
yang masih mempunyai efek klinis.
o Pada umumnya pemberian oabt psikosis sebaiknya dipertahankan selama 3 bulan sampai 1
tahun setelah semua gejala psikosis mereda sama sekali. Untuk psikosis reaktif singkat
penurunan obat secara bertahap setelah hilangnya gejala dalam kueun waktu 2 minggu – 2
bulan.
o Obat antipsikosis tidak menimbulkan gejala lepas obat yang hebat walaupun diberikan dalam
jangka waktu yang lama, sehingga potensi ketergantungan obat kecil sekali.
o Pada penghentian yang mendadak dapat timbul gejala Cholinergic rebound yaitu: gangguan
lambung, mual muntah, diare, pusing, gemetar dan lain-lain. Keadaan ini akan mereda dengan
pemberian anticholinergic agent (injeksi sulfas atrofin 0,25 mg IM dan tablet trihexypenidil
3x2 mg/hari)
o Obat anti pikosis long acting (perenteral) sangat berguna untuk pasien yang tidak mau atau
sulit teratur makan obat ataupun yang tidak efektif terhadap medikasi oral. Dosis dimulai
dengan 0,5 cc setiap 2 minggu pada bulan pertama baru ditingkatkan menjadi 1 cc setap bulan.
Pambarian anti psikosis long acting hanya untuk terapi stabilisasi dan pemeliharaan terhadap
kasus skizofrenia.
o Penggunaan CPZ injeksi sering menimbulkan hipotensi ortostatik pada waktu perubahan posisi
tubuh (efek alpha adrenergik blokade). Tindakan mengatasinya dengan injeksi nor adrenalin
(effortil IM)
Haloperidol sering menimbulkan sindroma parkinson. Mengatasinya dengan tablet
trihexyphenidyl 3-4x2 mg/hari, SA 0,5-0,75 mg/hari.

ANTIPSIKOSIS GENERASI PERTAMA


1. Klorpromazin
Indikasi : antipsikosis tipikal dengan mekanisme kerja dalam menghambat berbagai reseptor
α-adrenergik, muskarinik, histamine H1 dan reseptor serotonin 5HT2 dengan afinitas yang
berbeda.
Efek samping : Sedasi, gejala ekstrapiramidal ( distonia akut, akatisia, parkinsonisme dan
sjndrom neuroleptik malignant ), hiperprolaktinemia, hpeotensi ortostatik and gejala
idiosinkrasi(ikterus, dermatitis,dan leucopenia)
Interaksi obat :Chlorpromazine dapat menghambat metabolism hati dari asam valproat yang
dapat berakibat toksik.

2. Fluphenazin
Indikasi : antipsikosis atipikal
Efek samping :Sedasi,hiperprolaktinemia,efek samping ekstrapiramidal
Interaksi obat : Karbamazepin dapat menginduksi enzim hati cytokrom P450 yang dapat
meningkatkan metabolism dari obat antipsikosis seperti haloperidol,clozapin,flupenasin.

3. Haloperidol
Indikasi : antipsikosis yang kuat dan efektif untuk fase mania penyakit mania depresif dan
skizofrenia.
farmakokinetik : cepat diserap di saluran pencernaan,Cp max dalam waktu 2-6
jam,ekskresinya lewat ginjal lambat,kira-kira 40 % dikeluarkan selama 5 hari.
Efek samping : reaksi ekstrapiramidal, leucopenia dan agranulositosis
Kontraindikasi : sebaiknya tidak diberikan pada wanita hamil.
Interaksi Obat : Karbamazepin dapat menginduksi enzim hati cytokrom P450 yang dapat
meningkatkan metabolism dari obat antipsikosis seperti haloperidol,clozapin,flupenasin,
olanzapin.

4. Loxapin
Indikasi : mengobati skizofenia dan psikosis lainnya, disamping itu memiliki efek
antiemetic, sedative, antikolinergik dan anti adrenergic.
Farmakokinetik : Diabsorpsi baik per oral, Cp max 1 jam (IM) dan 2 jam (oral),t½ nya 3
jam.
Efek samping : insidens reaksi ekstrapiramidal
Kontraindikasi : harus hati-hati penggunaannya bagi pasien dengan riwayat kejang.

5. Molindon
Indikasi : antipsikosis, anti emetic,meningkatkan efek stimulasi dari dihidroksifenilalanin
dan 5-hidroksitriptopan tanpa inhibitor MAO.
Farmakokinetik : Cepat diabsorbsi gi GI,76 % molidon yang terikat pada protein plasma, t½
nya 2 jam.
Efek samping : Sedasi,hiperprolaktinemia,efek samping ekstrapiramidal,efek
endokrin,pigmentasi kulit.
Kontraindikasi : Dikontraindikasikan bagi oasien comatose, pasien yang mengalami
depresi SSP dan mengalami hipersensitivitas.
Interaksi Obat : Menghambat absorpsi bersama dengan fenitoin atau tetrasiklin.

6. Mesoridazine,Pherphenazin, Thioridazine,ThiothixeneTrifluoperazine
Indikasi : antipsikosis, skizofrenia
Efek samping :Pruritus,fotosensitifitas,eosinofilia,
trombositopenia.Hiperprolaktinemia,konstipasi,dyspepsia,reaksi ekstrapiramidal.
Kontraindikasi : Dikontraindikasikan bagi oasien comatose, pasien yang mengalami
depresi SSP,kerusakan otak subkortikal, kelainan sumsum tulang.
Interaksi Obat : Biasanya dikombinasikan dengan depresan SSP seperti
opiate,analgetik,barbiturate dan sedative untuk menghindari efek sedasi yang tinggi atau
depresi SSP.

ANTIPSIKOSIS GENERASI KEDUA

1. Klozapin
Indikasi : mengontrol gejala-gejala psikosis dan skizofrenia baik yang positif(iritabilitas)
maupun yang negative.(personal neatness).
Farmakokinetik : diabsorpsi secara cepat dan sempurna, Cp max nya 1,6 jam, t½ nya 11,8
jam.
Efek samping : agranulositosis, hipertrmia, takikardia, sedasi, pusing kapala,
hipersalivasi.
Kontraindikasi : penggunaan dibatasi hanya pada pasien yang resisten atau tidak dapat
mentoleransi psikosis yang lain.
Interaksi Obat : Kombinasi klozapin dan karbamazepin tidak direkomenasikan karena
kemungkinan terjadi supresi sumsum tulang dengan kedua agen tersebut.

2. Risperidon
Indikasi : terapi skizofrenia baik untuk gejala negative maupun positif.disamping itu
diindikasikan pula untuk ganggua bipolar, depresi ciri psikosis dan Tourette syndrome
Farmakokinetik : bioavailabilitas oral 70 %, ikatan protein plasma 90 %, dan dieliminasi
lewat urin dan sebagian lewat feses.
Efek samping :insomnia,agitasi, ansietas, somnolen, mual,muntah, peningkatan berat
badan,hiperprolaktinemia dan reaksi ekstrapiramidal yaitu tardiv diskinesia.
Interaksi Obat : Paraoxetin dilaoprkan dapat meningkatkan total risperidon dalam plasma
sebanyak 76 % kalinya.

3. Olanzapine
Indikasi : terapi skizofrenia baik untuk gejala negative maupun positif dan sebagai antimania.
Farmakokinetik : Diabsorpsi baik pada pemberian oral, Cp 4-6 jam, ekskresi lewat urin.
Efek Samping : reaksi ekstrapiramidal yaitu tardiv diskinesia, peningkatan berat badan,
intoleransi glukosa ,hiperglikemia ,hiperlipidemia.
Interaksi Obat : Karbamazepin dapat menginduksi enzim hati cytokrom P450 yang dapat
meningkatkan metabolism dari obat antipsikosis seperti haloperidol,clozapin,flupenasin,
olanzapine

4. Quetiapin
Indikasi : Terapi skizofrenia baik untuk gejala negative maupun positif
Farmakokinetik : Absorpsi cepa, Cp max 1- 2 jam, ekskresi sebagian besar lewat urin dan
sebagian kecil lewat feses.
Efek samping : Sakit kepala, somnolen dan dizziness,efek samping ekstrapiramidalnya
rendah peningkatan berat badan,hiperprolaktinemia
Interaksi Obat : Jika penghambat CYP 3A4 (seperti cimetidine, ketoconazole, nefazodone,
jus anggur dan erythromycin) dtkombinasikan dengan quetiapin maka peningkaan efek
samping (seperti sedasi,ortostatik) mungkin dapat terjadi

5. Ziprasidon
Indikasi : mengatasi keadaan akut skizofrenia dan gangguan bipolar
Farmakokinetik : Absorbsinya cepat dan ikatan protein plasmanya 99 %.
Efek Samping : Sakit kepala, somnolen dan dizziness,efek samping ekstrapiramidalnya
rendah peningkatan berat badan,hiperprolaktinemia
Interaksi Obat : Kombinasi antara antipsikosis dengan pengkonduksi miokardial dapar
meningkatkan efek samping dari antipsikosis.

Pemilihan Obat untuk Episode (Serangan) Pertama


Newer atypical antipsycoic merupakn terapi pilihan untuk penderita Skizofrenia episode pertama
karena efek samping yang ditimbulkan minimal dan resiko untuk terkena tardive dyskinesia lebih
rendah.Biasanya obat antipsikotik membutuhkan waktu beberapa saat untuk mulai bekerja.
Sebelum diputuskan pemberian salah satu obat gagal dan diganti dengan obat lain, para ahli
biasanya akan mencoba memberikan obat selama 6 minggu (2 kali lebih lama pada Clozaril)

Pemilihan Obat untuk keadaan relaps (kambuh)


Biasanya timbul bila pendrita berhenti minum obat, untuk itu, sangat penting untuk mengetahui
alasan mengapa penderita berhenti minum obat. Terkadang penderita berhenti minum obat karena
efek samping yang ditimbulkan oleh obat tersebut. Apabila hal ini terjadi, dokter dapat
menurunkan dosis menambah obat untuk efek sampingnya, atau mengganti dengan obat lain yang
efek sampingnya lebih rendah.
Apabila penderita berhenti minum obat karena alasan lain, dokter dapat mengganti obat oral
dengan injeksi yang bersifat long acting, diberikan tiap 2- 4 minggu. Pemberian obat dengan
injeksi lebih simpel dalam penerapannya. Terkadang pasien dapat kambuh walaupun sudah
mengkonsumsi obat sesuai anjuran. Hal ini merupakan alasan yang tepat untuk menggantinya
dengan obat obatan yang lain, misalnya antipsikotik konvensonal dapat diganti dengan newer
atipycal antipsycotic atau newer atipycal antipsycotic diganti dengan antipsikotik atipikal lainnya.
Clozapine dapat menjadi cadangan yang dapat bekerja bila terapi dengan obat-obatan diatas
gagal.

Pengobatan Selama fase Penyembuhan


Sangat penting bagi pasien untuk tetap mendapat pengobatan walaupun setelah sembuh.
Penelitian terbaru menunjukkan 4 dari 5 pasien yang behenti minum obat setelah episode petama
Skizofrenia dapat kambuh. Para ahli merekomendasikan pasien-pasien Skizofrenia episode
pertama tetap mendapat obat antipskotik selama 12-24 bulan sebelum mencoba menurunkan
dosisnya. Pasien yang mendertia Skizofrenia lebih dari satu episode, atau balum sembuh total
pada episode pertama membutuhkan pengobatan yang lebih lama. Perlu diingat, bahwa
penghentian pengobatan merupakan penyebab tersering kekambuhan dan makin beratnya
penyakit.

Efek Samping Obat-obat Antipsikotik


Karena penderita Skizofrenia memakan obat dalam jangka waktu yang lama, sangat penting untuk
menghindari dan mengatur efek samping yang timbul. Mungkin masalah terbesar dan tersering
bagi penderita yang menggunakan antipsikotik konvensional gangguan (kekakuan) pergerakan
otot-otot yang disebut juga Efek samping Ekstra Piramidal (EEP). Dalam hal ini pergerakan
menjadi lebih lambat dan kaku, sehingga agar tidak kaku penderita harus bergerak (berjalan)
setiap waktu, dan akhirnya mereka tidak dapat beristirahat. Efek samping lain yang dapat timbul
adalah tremor pada tangan dan kaki. Kadang-kadang dokter dapat memberikan obat
antikolinergik (biasanya benztropine) bersamaan dengan obat antipsikotik untuk mencegah atau
mengobati efek samping ini.
Efek samping lain yang dapat timbul adalah tardive dyskinesia dimana terjadi pergerakan mulut
yang tidak dapat dikontrol, protruding tongue, dan facial grimace. Kemungkinan terjadinya efek
samping ini dapat dikurangi dengan menggunakan dosis efektif terendah dari obat antipsikotik.
Apabila penderita yang menggunakan antipsikotik konvensional mengalami tardive dyskinesia,
dokter biasanya akan mengganti antipsikotik konvensional dengan antipsikotik atipikal.
Obat-obat untuk Skizofrenia juga dapat menyebabkan gangguan fungsi seksual, sehingga
banyak penderita yang menghentikan sendiri pemakaian obat-obatan tersebut. Untuk
mengatasinya biasanya dokter akan menggunakan dosis efektif terendah atau mengganti dengan
newer atypical antipsycotic yang efek sampingnya lebih sedikit.
Peningkatan berat badan juga sering terjadi pada penderita Sikzofrenia yang memakan obat. Hal
ini sering terjadi pada penderita yang menggunakan antipsikotik atipikal. Diet dan olah raga dapat
membantu mengatasi masalah ini.Efek samping lain yang jarang terjadi adalah neuroleptic
malignant syndrome, dimana timbul derajat kaku dan termor yang sangat berat yang juga dapat
menimbulkan komplikasi berupa demam penyakit-penyakit lain. Gejala-gejala ini membutuhkan
penanganan yang segera.

Psikoterapi
Terapi kejiwaan baru dapat diberian apabila penderita dengan terapi psikofarma sudah mencapai
tahapan dimana kemampuan menilai realitas sudah kembali pulih dan pemahaman diri semakin
baik. Psikoterapi ini banyan macam dan ragamnya tergantung dari kebutuhan dan latar belakang
penderita sebelum sakit (pramorbid), sebagai contoh :
a. Psikoterapi suportif
Jenis psikterapi ini dimaksudkan untuk memberikan dorongan, semangat dan motivasi agar
penderita tidak merasa putus asa dan semangat juangnya fighting spirit) dalam menghadapi
hidup ini tidak kendur dan menurun
b. Psikoterapi re-edukatif
Jenis terapi ini dimaksudkan untuk memberikan pendidikan ulang yang maksdunya
memperbaiki kesalahan pendidikan di waktu lalu dan juga dengan pendidikan ini
dimaksudkan mengubah pola pendidikan lama dengan yang baru sehingga penderita lebih
adaptif terhadap dunia luar.
c. Psikoterpai re-konstruktif
Jenis psikoterapi ini dimaksudkan untuk memperbaiki kembali kepribadian yang telah
mengalami keretakan menjadi kepribadian utuh seperti semula sebelum sakit.
d. Psikoterapi kognitif
Jenis terapi ini dimaksudkan untuk memulihkan kembali fungsi kognitif.
e. Psikoterapi psikodinamik
Jenis psikoterapi ini dimaksudkan untuk menganalisa dan menguraikan proses dinamika
kejiwaan yang dapat menjelaskan seseorang jatuh sakit dan upaya untuk mencari jalan
keluarnya. Dengan psikoterapi ini diharapkan penderita dapat memahami kelebihan dan
kelemahan dirinya dan mampu menggunakan mekanisme pertahanan diri dengan baik.
f. Psikoterapi perilaku
Jenis psikoterapi ini dimaksdukan untuk memulihkan gangguan perilaku yang terganggu
menjadi perilaku yang adaptif. Kemampuan adaptasi penderita perlu dipulihkan agar
penderita mampu berfungsi kembali secara wajar dalam kehidupannya sehari – hari baik
dirumah, di sekolah/kampus, ditempat kerja dan lingkungan sosial
g. Psikoterpai keluarga
Jenis terapi ini dimaksdukan untuk memulihkan hubungan penderita dengan keluarganya.

Secara umum tujuan psikoterapi adalah untuk memperkuat struktur kepribadian (maturing
personality), memperkuat ego (ego strength), meningkatkan citra diri (self esteem), memulihkan
kepercayaan diri (self confidence), yang kesemuanya untuk mencapai kehidupan yang berarti dan
bermanfaat (meaningfulness of life)

Psikososial
Ada beberapa macam metode yang dapat dilakukan antara lain :

 Psikoterapi individual
o Terapi suportif
o Sosial skill training
o Terapi okupasi
o Terapi kognitif dan perilaku (CBT)
 Psikoterapi kelompok
Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana, masalah, dan
hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok mungkin terorientasi secara perilaku,
terorientasi secara psikodinamika atau tilikan, atau suportif. Terapi kelompok efektif dalam
menurunkan isolasi sosial, meningkatkan rasa persatuan, dan meningkatkan tes realitas bagi
pasien skizofrenia. Kelompok yang memimpin dengan cara suportif, bukannya dalam cara
interpretatif, tampaknya paling membantu bagi pasien skizofrenia
 Psikoterapi keluarga
Terapi ini sangat berguna karena pasien skizofrenia seringkali dipulangkan dalam keadaan
remisi parsial, keluraga dimana pasien skizofrenia kembali seringkali mendapatkan manfaat
dari terapi keluarga yang singkat namun intensif (setiap hari). Setelah periode pemulangan
segera, topik penting yang dibahas didalam terapi keluarga adalah proses pemulihan,
khususnya lama dan kecepatannya. Seringkali, anggota keluarga, didalam cara yang jelas
mendorong sanak saudaranya yang terkena skizofrenia untuk melakukan aktivitas teratur
terlalu cepat. Rencana yang terlalu optimistik tersebut berasal dari ketidaktahuan tentang sifat
skizofrenia dan dari penyangkalan tentang keparahan penyakitnya. Ahli terapi harus
membantu keluarga dan pasien mengerti skizofrenia tanpa menjadi terlalu mengecilkan hati.
Sejumlah penelitian telah menemukan bahwa terapi keluarga adalah efektif dalam
menurunkan relaps. Didalam penelitian terkontrol, penurunan angka relaps adalah dramatik.
Angka relaps tahunan tanpa terapi keluarga sebesar 25-50 % dan 5 - 10 % dengan terapi
keluarga.
 Manajemen kasus
 Assertive Community Treatment (ACT)

Psikoreligius
Terapi keagamaan berupa kegiatan ritual keagamaan seperti sembahyang, berddoa, memanjatkan
puji – pujian kepada tuhan, ceramah keagamman dan kajian kitab suci dan lain sebagainya.
Sehubungan dengan hal ini maka bagi umat beragama berdoan dan berdzikir dikala sedang
menhadapi musibah merupakan upaya yang amat dianjurkan guna memperolah ketenangan dan
penyembuhan penyakit.
Rehabilitasi
Bagi penderita gangguan jiwa skizofrenia yang berulang kali kambuh dan berlanjut kronis dan
menahun selain program terapi sebagaimana diuraikan, diperlukan program rehabilitasi sebagai
persiapan penempatan kembali kekeluarga dan masyarakat. Program rehabilitasi sebagai persiapan
kembali kekeluarga dan ke masyararakat meliputi berbagai macam kegiatan, antara lain :
1. Terapi kelompok
2. Menjalankan ibadah keagamaan bersama
3. Kegiatan kesenian
4. Terapi fisik berupa olah raga
5. Keterampilan
6. Berbagai macam kursus
7. Berocok tanam
8. Rekreasi
9. Dll

2.9. Komplikasi

Penyalahgunaan alkohol dan narkoba  skizofrenia dengan memperburuk gejala. Dua puluh
persen menjadi tujuh puluh persen dari individu yang memiliki skizofrenia memiliki masalah
dengan narkotika. Tekanan, pengangguran, kemiskinan, dan tempat tinggal lain-lain komplikasi
yang mungkin. Pasien skizofrenia adalah 3 kali lebih mungkin untuk merokok sebagai masyarakat
umum, dan oleh itu terkena risiko kesehatan merokok terkait termasuk penyakit jantung dan
kanker. Sepuluh persen dari pasien dengan skizofrenia memiliki resiko yang tinggi bunuh diri.

2.10. Pencegahan

Pertama, pencegahan universal, ditujukan kepada populasi umum agar tidak terjadi faktor risiko.
Caranya adalah mencegah komplikasi kehamilan dan persalinan. Kedua, pencegahan selektif,
ditujukan kepada kelompok yang mempunyai risiko tinggi dengan cara, orang tua menciptakan
keluarga yang harmonis, hangat, dan stabil. Ketiga, pencegahan terindikasi, yaitu mencegah
mereka yang baru memperlihatkan tanda-tanda fase prodromal tidak menjadi skizofrenia yang
nyata, dengan cara memberikan obat antipsikotik dan suasana keluarga yang kondusif.

Skizofrenia sendiri merupakan gangguan jiwa yang paling berat, menyerang bagian yang sangat
inti dari manusia yaitu persepsi, pikiran, emosi dan perilaku, sehingga gejalanya sangat kompleks
dan bercampur baur. Pada penderita skizofrenia yang terganggu adalah sirkuit saraf otaknya,
sehingga kadang-kadang disebut misconnection syndrome. Kemampuan berpikir dan merasakan
yang tidak terorganisasi, tidak berkaitan atau salah mengaitkan, terjadi karena adanya gangguan
pada sirkuit saraf pada iregion-regio otak terkait untuk mengirimkan dan menerima pesan secara
efisien dan tepat.

2.11. Prognosis

Prognosis Baik Prognosis Buruk


1. Onset muda
1. Onset lambat
2. Tidak ada faktor pencetus
2. Faktor pencetus jelas
3. Onset tidak jelas
3. Onset akut
4. Riwayat seksual, sosial, dan pekerjaan 4. Riwayat sksual, sosial dan perkerjaan
pramorbid yang baik. pramorbid yang buruk.
5. Gejala gangguan mood (terutama 5. Perilaku menarik diri dan autistic
gangguan depresif 6. Sistem pendukung yang buruk
6. Menikah 7. Gejala negatif
7. Riwayat keluarga gangguan mood 8. Tanda dan gejala neurologis
8. Sistem pendukung yang baik 9. Riwayat trauma perinatal
9. Gejala positif 10. Tidak ada remisi dalam tiga tahun
11. Sering relaps

LO.3. MM Ibadah Mahdhoh


Ditinjau dari jenisnya, ibadah dalam Islam terbagi menjadi dua jenis, dengan bentuk dan sifat
yang berbeda antara satu dengan lainnya; ‘Ibadah Mahdhah, artinya penghambaan yang murni
hanya merupakan hubungan antara hamba dengan Allah secara langsung. ‘Ibadah bentuk
ini memiliki 4 prinsip:
1) Keberadaannya harus berdasarkan adanya dalil perintah, baik dari al-Quran maupun al-
Sunnah, jadi merupakan otoritas wahyu, tidak boleh ditetapkan oleh akal atau logika
keberadaannya.
2) Tatacaranya harus berpola kepada contoh Rasul saw. Salah satu tujuan diutus rasul oleh
Allah adalah untuk memberi contoh
3) Bersifat supra rasional (di atas jangkauan akal) artinya ibadah bentuk ini bukan ukuran
logika, karena bukan wilayah akal, melainkan wilayah wahyu, akal hanya berfungsi
memahami rahasia di baliknya yang disebut hikmah tasyri’. Shalat, adzan, tilawatul Quran,
dan ibadah mahdhah lainnya, keabsahannnya bukan ditentukan oleh mengerti atau tidak,
melainkan ditentukan apakah sesuai dengan ketentuan syari’at, atau tidak. Atas dasar ini,
maka ditetapkan oleh syarat dan rukun yang ketat.
4) Azasnya “taat”, yang dituntut dari hamba dalam melaksanakan ibadah ini adalah kepatuhan
atau ketaatan. Hamba wajib meyakini bahwa apa yang diperintahkan Allah kepadanya,
semata-mata untuk kepentingan dan kebahagiaan hamba, bukan untuk Allah, dan salah satu
misi utama diutus Rasul adalah untuk dipatuhi:
Jenis ibadah yang termasuk mahdhah, adalah :
 Wudhu,
 Tayammum
 Mandi hadats
 Adzan
 Iqamat
 Shalat
 Membaca al-Quran
 I’tikaf
 Shiyam ( Puasa )
 Haji
 Umrah
 Tajhiz al- Janazah
Hikmah Ibadah Mahdhah
Pokok dari semua ajaran Islam adalah “Tawhiedul ilaah” (KeEsaan Allah), dan ibadah mahdhah
itu salah satu sasarannya adalah untuk mengekpresikan ke Esaan Allah itu, sehingga dalam
pelaksanaannya diwujudkan dengan:
 Tawhiedul wijhah (menyatukan arah pandang). Shalat semuanya harus menghadap ke arah
ka’bah, itu bukan menyembah Ka’bah, dia adalah batu tidak memberi manfaat dan tidak pula
memberi madharat, tetapi syarat sah shalat menghadap ke sana untuk menyatukan arah
pandang, sebagai perwujudan Allah yang diibadati itu Esa. Di mana pun orang shalat ke arah
sanalah kiblatnya (QS. 2: 144).
 Tawhiedul harakah (Kesatuan gerak). Semua orang yang shalat gerakan pokoknya sama,
terdiri dari berdiri, membungkuk (ruku’), sujud dan duduk. Demikian halnya ketika thawaf
dan sa’i, arah putaran dan gerakannya sama, sebagai perwujudan Allah yang diibadati hanya
satu.
 Tawhiedul lughah (Kesatuan ungkapan atau bahasa). Karena Allah yang disembah (diibadati)
itu satu maka bahasa yang dipakai mengungkapkan ibadah kepadanya hanya satu yakni
bacaan shalat, tak peduli bahasa ibunya apa, apakah dia mengerti atau tidak, harus satu
bahasa, demikian juga membaca al-Quran, dari sejak turunnya hingga kini al-Quran adalah
bahasa al-Quran yang membaca terjemahannya bukan membaca al-Quran.

Anda mungkin juga menyukai