Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam bidang pendidikan pada umumnya dan bidang pengajaran pada
khususnya, tes diartikan sebagai alat, prosedur atau rangkaian kegiatan yang
digunakan untuk memperoleh contoh tingkah laku seseorang yang memberikan
gambaran tentang kemampuannya dalam suatu bidang ajaran tertentu.
Tes dalam berbagai pelajaran tidak akan lepas dengan yang namanya soal.
Soal merupakan salah satu bentuk tes untuk mengukur kemampuan anak yang
telah mengikuti pembelajaran. Tes yang berupa soal merupakan wahana yang
digunakan sebagai pengukur kemampuan anak dapat disusun biasa disusun oleh
guru yang biasanya digunakan untuk ulangan harian, tugas ataupun ujian sekolah.
Bentuk-bentuk soal pun ada berbagai macam, ada yang berupa lisan, ada juga
yang tulis. Jenis dari tes lisan dan tes tulis pun sangat bervariasi.
Tes tulis sebagai tes yang sampai saat ini dianggap sebagai tes yang lebih
mudah dalam pelaksanaan dan pengolahan hasilnya sering memiliki kendala-
kendala dalam penggunaanya. Maka dari itu seorang guru harus dapat mengetahui
penerapan berbagai macam tes tulis agar tujuan dari tes yang akan diadakan
mempunyai validitas yang tinggi.
Namun dalam kenyataanya dalam penyusunan soal seorang guru atau
pembuat soal terkendala dalam urusan teknis pembuatan. Guru sebagai seorang
yang bertugas menyusun soal dalam upaya mengukur ketercapaian tujuan
pembelajaran terkadang malah tidak mengetahui bagaimana cara membuat soal
yang baik. Bahkan tidak mengetahui bentuk soal apa yang paling cocok
digunakan sebagai pengukur kemampuan anak sesuai kompetensi dasar yang
diajarkan. Penyusunan soal yang begitu kompleks dan masih kurang dipahami
tersebut kemungkinan yang mendasari beberapa kegagalan siswa dalam
mengikuti ujian nasional yang merupakan soal yang telah memenuhi standar yang
ditetapkan. Karena demikian pentingnya suatu keterampilan teknis yang harus

1
dimiliki oleh para guru atau calon guru dalam pengajaran sehingga kami akan
mengulas menenai “Teknik Penyusunan Bentuk Soal; Pilihan Ganda, Benar Salah
dan Menjodohkan”.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan ruang lingkup pembahasan tersebut, maka dapat di identifikasi
masalah-masalah sebagai berikut:

1.2.1 Bagaimana kaidah penulisan soal ?


1.2.2 Bagaimana kaidah penyusunan jenis-jenis soal ?
1.2.3 Apakah kelebihan dan keterbatasan setiap jenis soal ?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan yang terdapat dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.3.1 Mengetahui bagaimana kaidah penulisan soal.
1.3.2 Mengetahui bagaimana kaidah penyusunan jenis-jenis soal.
1.3.3 Mengetahui kelebihan dan keterbatasan setiap jenis soal.

1.4 Manfaat Penulisan

Adapun manfaat dari penulisan ini adalah makalah ini diharapkan dapat
memberikan pengetahuan bagi pembaca mengenai teknik penyusunan soal dan
dapat memberikan wawasan lebih mendalam mengenai cara menyusun soal yang
baik. Selain itu bagi penulis sendiri makalah ini untuk melatih dan
mengembangkan kemampuan dalam penulisan makalah serta memberikan
pemahaman yang lebih mendalam mengenai teknik penyusunan soal, khususnya
bentuk soal pilihan ganda, benar salah dan menjodohkan dan uraian.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kaidah Penulisan Soal

Menurut Kusaeri, dkk. (2012: 108) ada beberapa kaidah yang harus diikuti
agar soal yang tersusun bermutu. Kaidah-kaidah tersebut dilihat dari aspek materi,
konstruksi, dan bahasa. Sudaryono (2012: 123-124) juga menyatakan bahwa
dalam penulisan soal pada instrument non tes, penulis butir soal harus
memperhatikan ketentuan/kaidah penulisannya. Kaidahnya adalah seperti berikut
ini:

A. Materi
1. Pernyataan harus sesuai dengan rumusan indikator dalam kisi-kisi.
2. Aspek yang diukur pada setiap pernyataan sudah sesuai dengan tuntutan
dalam kisi-kisi.
B. Konstruksi
1. Pernyataan dirumuskan dengan singkat (tidak melebihi 20 kata) dan jelas.
2. Kalimatnya bebas dari pernyataan yang tidak relevan, objek yang
dipersoalkan atau kalimatnya merupakan pernyataan yang diperlukan saja.
3. Kalimatnya bebas dari pernyataan yang bersifat negatif ganda.
4. Kalimatnya bebas dari pernyataan yang mengacu pada masa lalu.
5. Kalimatnya bebas dari pernyataan yang dapat diinterpretasikan sebagai
fakta.
6. Kalimatnya bebas dari pernyataan yang dapat diinterpretasikan lebih dari
satu cara.
7. Kalimatnya bebas dari pernyataan yang mungkin disetujui atau
dikosongkan oleh hampir semua responden.
8. Setiap pernyataan hanya berisi satu gagasan secara lengkap.
9. Kalimatnya bebas dari pernyataan yang tidak pasti seperti semua, selalu,
kadang-kadang, tidak satupun, tidak pernah.

3
10. Jangan banyak mempergunakan kata hanya, sekedar, semata-mata.
Gunakanlah seperlunya.
C. Bahasa budaya
1. Bahasa soal harus komunikatif dan sesuai dengan jenjang pendidikan
peserta didik atau responden.
2. Soal harus menggunakan bahasa Indonesia baku.
3. Soal tidak menggunakan bahasa yang berlaku setempat/tabu.
2.1.1 Indikator
A. Pengertian Indikator
Indikator merupakan penanda pencapaian Kompetensi Dasar yang
ditandai oleh perubahan perilaku yang dapat diukur yang mencakup
sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Indikator dikembangkan
sesuai dengan karakteristik peserta didik,mata pelajaran, satuan
pendidikan, potensi daerah dan dirumuskan dalam kata kerja
operasional yang terukur dan/atau dapat diobservasi.
B. Perumusan Indikator
Indikator harus dirumuskan dengan singkat dan jelas dengan
memperlihatkan hal-hal berikut.
1. Memuat ciri-ciri kompetensi yang akan diukur
2. Memuat kata kerja operasional yang dapat diukur (satu kata
kerja operasional untuk soal pilihan ganda, satu atau lebih dari
satu kata kerja operasional untuk soal uraian)
3. Berkaitan dengan materi atau konsep yang dipilih.
4. Dapat dibuat soalnya sesuai dengan bentuk soal yang telah
ditetapkan Komponen-komponen indikator soal yang perlu
diperhatikan adalah subjek, perilaku yang akan diukur, dan
kondisi/konteks/stimulus

4
C. Fungsi Indikator
Indikator memiliki kedudukan yang sangat strategis dalam
mengembangkan pencapaian kompetensi berdasarkan Kompetensi
Inti dan Kompetensi Dasar. Indikator berfungsi sebagai berikut.
1. Pedoman dalam mengembangkan materi pembelajaran
2. Pedoman dalam mendesain kegiatan pembelajaran
3. Pedoman dalam mengembangkan bahan ajar
4. Pedoman dalam merancang dan melaksanakan penilaian hasil
belajar

2.1.2 Kisi-Kisi
A. Pengertian Kisi-Kisi
Kisi-kisi adalah suatu format atau matriks yang
memuat criteria tentang soal-soal yang diperlukan atau yang
hendak disusun. Kisi-kisi juga dapat diartikan test blue-print atau
table of specification merupakan deskripsi kompetensi dan materi
yang akan diujikan. Wujudnya adalah sebuah tabel yang memuat
tentang perperincian materi dan tingkah laku beserta
imbangan/proporsi yang dikehendaki oleh penilai. Tiap kotak diisi
dengan bilangan yang menunjukkan jumlah soal.
Kisi-kisi adalah suatu format berupa matriks yang memuat
informasi yang dijadikan pedoman untuk menulis soal atau merakit
soal menjadi suatu tes. Kisi-kisi berisi ruang lingkup dan isi materi
yang akan diujikan. Tujuan penyusunan kisi-kisi adalah untuk
menentukan ruang lingkup dan sebagai petunjuk dalam menulis soal.
B. Fungsi Kisi-Kisi
Ada pun fungsi dari kisi-kisi antara lain:
1. Panduan/pedoman dalam penulisan soal yang hendak disusun.
Pedoman penulisan soal merupakan aspek tepenting ketika guru
hendak memberikan soal kepada siswa, pedoman tersebut akan

5
menjadi acuan bagi guru dalam penulisan soal sehingga akan
memudahkan dalam pembuatan soal.
2. Penulis soal akan menghasilkan soal-soal yang sesuai dengan
tujuan tes. Tes merupakan bahan evaluasi guru terhadap
keberhasilan peserta didik dalam pembelajaran yang
disampaikan, guru dalam mengevalusi peserta didik akan
memberikan soal tes evaluasi yang bermacam-macam sesuai
dengan tujuan pencapaian evalusi terhadap pembelajaran
tertenu. Dalam pembuatan soal yang menggunakan kisi-kisi,
penulis akan menghasilkan soal-soal yang sesuai dengan tujuan
tes.
3. Penulis soal yang berbeda akan menghasilkan perangkat soal
yang relatif sama, dari segi tingkat kedalamannya segi cakupan
materi yang ditanyakan. Penulisan kisi-kisi berfungsi untuk
menselaraskan perangkat soal, sehingga hal ini juga akan
mempermudah dalam proses evaluasi.
C. Syarat Kisi-Kisi
Kisi-kisi yang baik harus memenuhi persyaratan berikut ini:
1. Kisi-kisi harus dapat mewakili isi silabus/kurikulum atau materi
yang telah diajarkan secara tepat dan proporsional.
2. Komponen-komponennya diuraikan secara jelas dan mudah
dipahami.
3. Materi yang hendak ditanyakan dapat dibuatkan soalnya.
D. Manfaat Kisi-Kisi
Manfaat kisi-kisi yaitu sebagai pedoman dalam penulisan soal atau
dalam merakit soal menjadi suatu tes. Manfaat lain dari kisi-kisi
ialah untuk menjamin sampel soal yang baik, dalam arti mencakup
semua pokok bahasan secara proporsional. Agar item-item atau
butir-butir tes mencakup keseluruhan materi (pokok bahasan atau
sub pokok bahasan) secara proporsional, maka sebelum menulis

6
butir-butir tester lebih dahulu kita harus membuat kisi-kisi sebagai
pedoman. Sebuah kisi-kisi memuat jumlah butir yang harus dibuat
untuk setiap bentuk soal dan setiap pokok bahasan serta untuk setiap
aspek kemampuan yang hendak diukur.

2.2 Jenis-jenis Penulisan Soal


2.2.1 Tes Objektif
Salah satu bentuk tes objektif adalah soal bentuk pilihan ganda.
Soal bentuk pilihan ganda merupakan soal yang telah disediakan
pilihan jawabannya (Depdiknas, 2008:15). Tes objektif disebut juga
sebagai tes jawaban singkat. Ada empat macam tes objektif, yaitu tes
jawaban benar-salah (true-false), pilihan ganda (multiple choice), isian
(completion), dan penjodohan (matching) (Nurgiyantoro, 2001: 98).
Tes pilihan ganda merupakan suatu bentuk tes yang paling banyak
dipergunakan dalam dunia pendidikan. Tes pilihan ganda terdiri dari
sebuah pernyataan atau kalimat yang belum lengkap yang kemudian
diikuti oleh sejumlah pernyataan atau bentuk yang dapat untuk
melengkapinya.
Dari sejumlah “pelengkap” tersebut, hanya satu yang tepat
sedang yang lain merupakan pengecoh (distractors) (Nurgiyantoro,
2001: 99). Penulisan soal bentuk pilihan ganda sangat diperlukan
keterampilan dan ketelitian. Hal yang paling sulit dilakukan dalam
menulis soal bentuk pilihan ganda adalah menuliskan pengecohnya.
Pengecoh yang baik adalah pengecoh yang tingkat kerumitan atau
tingkat kesederhanaan, serta panjang-pendeknya relatif sama dengan
kunci jawaban

7
A. Kaidah Penulisan Soal Pilihan Ganda
Kaidah penulisan soal pilihan ganda dalam Depdiknas (2008: 15-16)
sebagai berikut.
1. Materi
Soal harus sesuai dengan indikator (artinya soal harus
menanyakan perilaku dan materi yang hendak diukur sesuai
dengan rumusan indikator dalam kisi-kisi), pengecoh harus
berfungsi, dan setiap soal harus mempunyai satu jawaban yang
benar (artinya, satu soal hanya mempunyai satu kunci jawaban).
2. Konstruksi
a) Pokok soal harus dirumuskan secara jelas dan tegas. Artinya,
kemampuan/ materi yang hendak diukur/ditanyakan harus
jelas, tidak menimbulkan pengertian atau penafsiran yang
berbeda dari yang dimaksudkan penulis. Setiap butir soal
hanya mengandung satu persoalan/gagasan
b) Rumusan pokok soal dan pilihan jawaban harus merupakan
pernyataan yang diperlukan saja. Artinya apabila terdapat
rumusan atau pernyataan yang sebetulnya tidak diperlukan,
maka rumusan atau pernyataan itu dihilangkan saja.
c) Pokok soal jangan memberi petunjuk ke arah jawaban yang
benar. Artinya, pada pokok soal jangan sampai terdapat kata,
kelompok kata, atau ungkapan yang dapat memberikan
petunjuk ke arah jawaban yang benar
d) Pokok soal jangan mengandung pernyataan yang bersifat
negatif ganda. Artinya, pada pokok soal jangan sampai
terdapat dua kata atau lebih yang mengandung arti negatif.
Hal ini untuk mencegah terjadinya kesalahan penafsiran
peserta didik terhadap arti pernyataan yang dimaksud. Untuk
keterampilan bahasa, penggunaan negatif ganda

8
diperbolehkan bila aspek yang akan diukur justru pengertian
tentang negatif ganda itu sendiri.
e) Pilihan jawaban harus homogen dan logis ditinjau dari segi
materi. Artinya, semua pilihan jawaban harus berasal dari
materi yang sama seperti yang ditanyakan oleh pokok soal,
penulisannya harus setara, dan semua pilihan jawaban harus
berfungsi.
f) Pilihan jawaban jangan mengandung pernyataan “Semua
pilihan jawaban di atas salah" atau "Semua pilihan jawaban
di atas benar". Artinya dengan adanya pilihan jawaban
seperti ini, maka secara materi pilihan jawaban berkurang
satu karena pernyataan itu bukan merupakan materi yang
ditanyakan dan pernyataan itu menjadi tidak homogen.
g) Panjang rumusan pilihan jawaban harus relatif sama. Kaidah
ini diperlukan karena adanya kecenderungan peserta didik
memilih jawaban yang paling panjang karena seringkali
jawaban yang lebih panjang itu lebih lengkap dan merupakan
kunci jawaban.
h) Pilihan jawaban yang berbentuk angka atau waktu harus
disusun berdasarkan urutan besar kecilnya nilai angka atau
kronologis. Artinya pilihan jawaban yang berbentuk angka
harus disusun dari nilai angka paling kecil berurutan sampai
nilai angka yang paling besar, dan sebaliknya. Demikian juga
pilihan jawaban yang menunjukkan waktu harus disusun
secara kronologis. Penyusunan secara unit dimaksudkan
untuk memudahkan peserta didik melihat pilihan jawaban.
i) Gambar, grafik, tabel, diagram, wacana, dan sejenisnya yang
terdapat pada soal harus jelas dan berfungsi. Artinya, apa saja
yang menyertai suatu soal yang ditanyakan harus jelas,
terbaca, dapat dimengerti oleh peserta didik. Apabila soal

9
bisa dijawab tanpa melihat gambar, grafik, tabel atau
sejenisnya yang terdapat pad soal, berarti gambar, grafik,
atau tabel itu tidak berfungsi.
j) Rumusan pokok soal tidak menggunakan ungkapan atau
kata yang bermakna tidak pasti seperti: sebaiknya, umumnya,
kadang-kadang.
k) Butir soal jangan bergantung pada jawaban soal sebelumnya.
Ketergantungan pada soal sebelumnya menyebabkan peserta
didik yang tidak dapat menjawab benar soal pertama tidak
akan dapat menjawab benar soal berikutnya.
3. Bahasa/budaya
Setiap soal harus menggunakan bahasa yang sesuai dengan
kaidah bahasa Indonesia. Kaidah bahasa Indonesia dalam
penulisan soal di antaranya meliputi:
a) pemakaian kalimat: unsur subjek, unsur predikat, anak
kalimat;
b) pemakaian kata: pilihan kata, penulisan kata, dan
c) pemakaian ejaan: penulisan huruf, penggunaan tanda baca.

Bahasa yang digunakan harus komunikatif, sehingga


pernyataannya mudah dimengerti peserta didik. Pilihan jawaban
jangan mengulang kata/frase yang bukan merupakan satu
kesatuan pengertian. Letakkan kata/frase pada pokok soal.

Contoh Bentuk Soal Pilihan Ganda


Contoh soal menurut Kusaeri, dkk. (2012: 110-111) seperti
berikut: Pak Irfan membuka usaha perikanan darat yang dilakukan di
sebuah kolam. Ekosistem kolam tersebut di dalamnya terdapat
populasi ikan (seperti bawal, gabus, gurame, dan nila), katak,
serangga, bangau, ulat, teratai, enceng gondok, dan ganggang, berada

10
di dekat sawah yang sering disemprot dengan insektisida. Secara terus
menerus sia-sia insektisida ini terbawa aliran air dan masuk ke dalam
air.
Indikator: Siswa dapat memprediksi keadaan populasi dalam
ekosistem kolam setelah jangka waktu yang lama, berdasarkan
ilustrasi yang diberikan.
Contoh soal yang kurang baik:
1. Manakah di antara hewan-hewan berikut yang paling terpengaruh
oleh insektisida?
a. Ikan
b. Ular
c. Katak
d. Serangga

Penjelasan: Pada contoh di atas dapat dilihat bahwa kemampuan


yang ingin diukur dalam indikator adalah memprediksi keadaan
populasi dalam ekosistem kolam setelah jangka waktu yang lama,
sedangkan soal menanyakan tentang hewan yang terpengaruh oleh
adanya insektisida. Rumusan pokok soal ini sesuai dengan
indikator.

Contoh soal yang lebih baik:


1. Apa yang akan terjadi dengan populasi dalam ekosistem kolam
pak Irfan dalam jangka waktu yang lama?
a. Populasi ikan langsung mati karena mereka memakan
insektisida.
b. Populasi eceng gondok akan meledak karena insektisida
merupakan pupuk bagi tumbuhan tersebut.
c. Populasi ikan akan berkurang karena mereka memangsa
plankton yang mengandung insektisida.

11
d. Semua populasi yang terdapat dalam kolam akan mati.
Kunci: D

B. Kaidah Penulisan Soal Menjodohkan


Kaidah penulisan soal menjodohkan menurut (Bloom, 1981:
191) dalam Dimyati, dkk (2002: 215) meliputi:
1. Meyakinkan bahwa antara premis dan pilihan yang dijodohkan
keduanya homogen.
2. Menggunakan bentuk yang cocok.
3. Dasar untuk menjodohkan setiap premis dan pilihan dibuat secara
jelas.
Kaidah penulisan soal menjodohkan menurut Kusaeri, dkk.
(2012: 128-129) antara lain: a) tulislah seluruh pernyataan dalam lajur
sebelah kiri sejenis dan pertanyaan dalam lajur sebelah kanan juga
sejenis.Dengan kata lain, pernyataan dalam lajur sebelah kiri isinya
homogen, demikian juga pernyataan dalam lajur sebelah kanan isinya
juga harus homogen, b) tulislah pernyataan jawaban lebih banyak dari
pernyataan soal. Hal ini penting untuk memperkecil probabilitas
peserta tes menjawab soal secara menebak dengan benar. Sebagai
contoh, pernyataan jawaban yang ada di lajur sebelah kanan sebanyak
lima butir, sedangkan pernyataan soal yang ada di lajur sebelah kiri
sebanya empat butir, c) susunlah jawaban yang berbentuk angka
secara berurutan dari besar ke kecil atau sebaliknya. Apabila alternatif
jawabannya berupa tanggal dan tahun terjadinya peristiwa maka
susunlah tanggal dan tahun tersebut berurutan secara kronologis
seperti dalam penulisan soal pilihan ganda, dan d) tulislah petunjuk
mengerjakan tes yang jelas dan mudah dipahami oleh peserta tes. Oleh
karena itu, dalam perumusan kalimat dan penggunaan kosa kata perlu
memperhatikan perkembangan kemampuan bahasa peserta tes.

12
Contoh Soal Bentuk Menjodohkan
Contoh soal yang kurang baik dan lebih baik menurut Kusaeri, dkk.
(2012: 129-130) seperti berikut:
Petunjuk: Kerjakan soal berikut dengan cara memasangkan secara
tepat antara pernyataan yang terdapat dalam jalur sebelah kiri dengan
pernyataan yang terdapat dalam jalur kanan. Tulislah huruf pasangan
yang tepat bagi setiap nomor soal dalam lembar jawaban yang
disediakan.

Contoh soal yang kurang baik:


1. Tahun Sarekat Dagang Islam terbentuk a. 1939
2. Tempat partai Nasional Indonesia terbentuk b. Dr. Sutomo
3. Pemimpin Partai Indonesia Raya c. Bandung
4. Pemimpin Perhimpunan Indonesia d. 1909
5. Kapan Gabungan Politik Indonesia terbentuk e. Jakarta
f. Drs. Moh. Hatta
Kunci:
1. d
2. c
3. b
4. f
5. a

Penjelasan: Rumusan butir soal tersebut kurang baik karena pernyataan


pada jalur kiri dan jalur kanan tidak sejenis sehingga alternative jawaban
yang ada tidak berfungsi untuk seluruh pertanyaan. Ruang lingkup
pertanyaan meliputi pergerakan nasional, namun pertanyaan kurang
homogeny sehingga siswa hanya menvari padanan yang tepat, tahun
atau pemimpin.

13
Contoh soal yang lebih baik:
1. Pemimpin Sarekat Dagang Islam a. Moh. Husni Thamrin
2. Pemimpin partai Nasional Indonesia b. Dr. Sutomo
3. Pemimpin Partai Indonesia Raya c. Ir. Soekarno
4. Pemimpin Perhimpunan Indonesia d. RM Tirtoadisuryo
5. Pemimpin Gabungan Politik Indonesia e. Danudirja Setiabudi
f. Drs. Moh. Hatta

Kunci:
1. d
2. c
3. b
4. f
5. a

C. Kaidah Penulisan Soal Melengkapi


Menurut Burhan (2012: 135) Tes isian melengkapi atau
menyempurnakan merupakan suatu bentuk tes objektif yang terdiri
dari pernyataan-pernyataan yang sengaja dihilangkan yang sengaja
dihilangkan sebagian unsurnya, atau yang sengaja dibuat tidak
lengkap.
Kaidah penulisan soal melengkapi menurut (Bloom, 1981:
188-189) dalam Dimyati, dkk (2002: 215) meliputi:
1. Meyakinkan bahwa pertanyaan dapat dijawab dengan kata atau
penggalan kalimat yang lebih mudah atau khusus, dan hanya ada
satu jawaban yang benar.
2. Menggunakan bentuk yang cocok.
3. Jangan memutus-mutus butir soal melengkapi.

14
4. Menghindari pemberian petunjuk ke arah jawaban yang benar.
5. Menunjukkan bagaimana seharusnya jawaban yang benar.

Contoh soal melengkapi sebagai berikut:


Tokoh dalam cerita fiksi yang hanya ditampilkan dengan karakter
yang tidak pernah berubah dari awal hingga khir cerita disebut tokoh
(1)…, sedang tokoh yang karakternya bervariasi dan sering ada
kejutan-kejutan disebut tokoh (2) …, Dilihat dari segi alur, alur fiksi
yang dimulai urut dari tahap awal, pertikaian, dan pelaraian disebut
alur (3) …, sedang alur yang dimulai dengan cerita masa kini dan
kemudian ke masa lalu disebut alur (4) … dan seterusnya.

D. Kaidah Penulisan Soal Benar-Salah


Kaidah yang harus diperhatikan dalam penulisan soal benar
salah menurut (Bloom, 1981: 189-190) dalam Dimyati, dkk (2002: 13-
2214) meliputi:
a. Meyakinkan sepenuhnya bahwa butir soal tersebut dapat
dipastikan benar atau salah.
b. Jangan menulis butir soal yang memindahkan satu kaliamat secara
harfiah dari teks.
c. Jangan menulis butir soal yang memperdayakan.
d. Menghindari pernyataan negatif.
e. Menghindari pernyataan berarti ganda.
f. Menggunakan suatu bentuk yang tepat.
g. Menghindari kata-kata kunci, seperti pada umumnya, semua, dan
yang lain.

Menurut Sudjana (2006) dalam Rasyid (2009: 182) memberikan


kaidah yang dapat dijadikan sebagai rujukan dalam penulisan soal
bentuk benar salah, yaitu:

15
a) Hindari pernyataan yang mengandung kata kadang-kadang, selalu,
umumnya, sering kali, tidak ada, tidak pernah, dan sejenisnya.
b) Hindari pengambilan kalimat langsung dari buku pelajaran.
c) Hindari pernyataan yang merupakan suatu pendapat yang masih
bisa diperdebatkan kebenarannya.
d) Hindari penggunaan pernyataan negatif ganda, misalnya padi tidak
tumbuh di tempat yang beriklim panas.
e) Usahakan agar kalimat untuk setiap soal tidak terlalu panjang.
f) Susunlah pernyatan-pernyataan benar salah secara acak
Contoh Bentuk Soal Benar-Salah
Contoh soal yang kurang baik dan lebih baik menurut Kusaeri, dkk.
(2012: 123) sebagai berikut:

Contoh soal yang kurang baik:


B–S Unsur yang terpenting dari organisasi Negara adalah rakyat.

Penjelasan: Penggunaan kata terpenting dalam kalimat butir soal


tersebut dapat menimbulkan kesan yang membingungkan peserta tes.
Terpenting menurut siapa? Apakah dapat terwujud suatu Negara
apabila ada rakyat, namun salah satu unsur lain, misalnya wilayah atau
pemerintah yang berdaulatan tidak ada? Oleh karena itu, rumusan butir
soal tersebut dapat diperbaharui.

Contoh soal yang baik:


B – S Salah satu unsur Negara adalah rakyat.
Kunci: B

16
2.2.2 Tes Subjektif/Esai
A. Kaidah Penulisan Soal Esai
Pedoman Penulisan soal bentuk esai menurut Penilaian Tingkat
Kelas Departemen Pendidikan Nasional tahun 2003
(hafizulahda.files.wordpress.com), seperti berikut:
1. Materi
a) Soal harus sesuai dengan indikator.
b) Setiap pertanyaan diberi batasan jawaban yang diharapkan.
c) Materi yang ditanyakan harus sesuai dengan tujuan yang
akan di ukur.
d) Materi yang ditanyakan harus sesuai dengan jenjang jenis
sekolah atau tingkat kelas.
2. Konstruksi
a) Menggunakan kata tanya/perintah yang menuntut jawaban
terurai.
b) Ada petunjuk yang jelas tentang cara mengerjakan soal.
c) Setiap soal harus ada pedoman penskorannya.
d) Tabel, gambar, grafik, peta atau sejenisnya disajikan dengan
jelas dan terbaca.
3. Bahasa
a) Rumusan kalimat soal harus komunikatif.
b) Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar atau
baku.
c) Tidak menimbulkan penafsiran ganda.
d) Tidak mempergunakan bahasa yang berlaku setempat.
e) Tidak mengandung kata/ungkapan yang menyinggung
perasaan siswa.

17
Dalam menulis soal bentuk uraian diperlukan ketepatan dan
kelengkapan dalam merumuskannya. Ketepatan yang dimaksud
adalah bahwa materi yang ditanyakan tepat diujikan dengan bentuk
uraian, yaitu menuntut peserta didik untuk mengorganisasikan
gagasan dengan cara mengemukakan atau mengekspresikan
gagasan secara tertulis dengan menggunakan kata-katanya sendiri.
Adapun kelengkapan tersebut adalah kelengkapan perilaku yang
diukur, digunakan untuk menetapkan aspek yang dinilai dalam
pedoman penskorannya.
Hal yang paling sulit dalam penulisan soal bentuk uraian
adalah menyusun pedoman penskoran. Penulis soal harus dapat
merumuskan secara tepat pedoman penskoran karena kelemahan
bentuk soal uraian terletak pada tingkat subjektivitas dalam
penskoran.
Kaidah yang harus diperhatikan dalam penulisan esai menurut
Bloom (1981: 185-186) dalam Dimyati, dkk (2002: 215) meliput:
a. Meyakinkan bahwa pertanyaan telah terarah.
b. Jangan memberikan izin atau memerintah peserta ujian untuk
memilih diantara beberapa pertanyaan esai yang akan mereka
jawab.
c. Terlebih dahulu memutuskan cara memberikan skor pada
pertanyaan esai.

Dilihat dari luas-sempitnya materi yang ditanyakan, maka tes


bentuk uraian dapat dibagi menjadi dua bentuk, yaitu uraian
terbatas (restricted respon items) dan uraian bebas (extended
respon items) (Arifin, 2009:125).
1. Uraian Terbatas
Dalam menjawab soal bentuk uraian terbatas ini, peserta didik
harus mengemukakan hal-hal tertentu sebagai batas-batasnya.

18
Walaupun kalimat jawaban peserta didik beraneka ragam,
tetapi harus ada pokok-pokok penting yang terdapat dalam
sistematika jawabannya sesuai dengan batas-batas yang telah
ditentukan dan dikehendaki dalam soalnya.
Contoh:
a. Jelaskan bagaimana prosedur operasional sebuah
komputer!
b. Sebutkan unsur-unsur instrinsik sebuah novel!

2. Uraian Bebas
Dalam bentuk ini peserta didik bebas untuk menjawab soal
dengan cara dan sistematika sendiri. Peserta didik bebas
mengemukakan pendapat sesuai dengan kemampuannya. Oleh
karena itu, setiap peserta didik mempunyai cara dan
sistematika yang berbeda-beda. Namun, guru tetap harus
mempunyai acuan atau patokan dalam mengoreksi jawaban
peserta didik.
Contoh:
a. Bagaimana perkembangan sastra di Indonesia, jelaskan
dengan singkat!
b. Bagaimana peranan sastra dalam kehidupan?

Menurut Hidayat, dkk. (1994:82) tes uraian dibagi dalam dua


bentuk. Menurut Arifin (2009:125-126) kedua bentuk ini
merupakan bagian dari bentuk uraian terbatas, karena
pengelompokkan tersebut hanya didasarkan pada
pendekatan/cara pemberian skor.

19
1. Bentuk Tes Uraian Nonobjektif (Buno)
Bentuk tes uraian nonobjektif (BUNO) yaitu tes uraian
yang menuntut siswa memberikan jawaban berdasarkan
pendapat, pikiran, pandangan pribadi. Dalam soal ini
masalah yang ditanyakan luas sekali, tanpa batas. Batasnya
bergantung kemampuan siswa. Jadi, pertanyaan berupa
masalah harus dipecahkan, diterangkan, dianalisis, dan
diselesaikan oleh siswa.
Menurut Arifin (2009:127) bentuk uraian bebas dapat
digunakan untuk menilai hasil belajar yang bersifat
kompleks, seperti kemampuan menghasilkan, menyusun
dan menyatakan ide-ide, memadukan berbagai hasil belajar
dari berbagai studi, merekayasa bentuk-bentuk orisinil
(seperti mendesain sebuah eksperimen), dan menilai arti
makna suatu ide.
Dalam penskoran soal bentuk uraian nonobjektif, skor
dijabarkan dalam rentang. Besarnya skor ditetapkan oleh
kompleksitas jawaban, seperti 0-2, 0-4, 0-6, 0-8, 0-10, dan
lain-lain. Skor minimal harus 0, karena peserta didik yang
tidak menjawab pun akan memperoleh skor minimal
tersebut, sedangkan skor maksimum ditentukan oleh
penyusun soal dan keadaan jawaban yang dituntut dalam
soal tersebut (Arifin, 2009:127).
Adapun langkah-langkah pemberian skor soal bentuk
uraian nonobjektif menurut Arifin (2009:128) adalah
sebagai berikut:
a. Tulislah garis-garis besar jawaban sebagai kriteria
jawaban untuk dijadikan pegangan dalam pemberian
skor.
b. Tetapkan rentang skor untuk setiap kriteria jawaban.

20
c. Pemberian skor pada setiap jawaban bergantung pada
kualitas jawaban yang diberikan oleh peserta didik.
d. Jumlah skor-skor yang diperoleh dari setiap kriteria
jawaban sebagai skor peserta didik. Jumlah skor
tertinggi dari setiap kriteria disebut skor maksimum
dari suatu soal.
e. Periksalah soal untuk setiap nomor dari semua peserta
didik sebelum pindah ke nomor soal yang lain.
Tujuannya untuk menghindari pemberian skor berbeda
terhadap jawaban yang sama.
f. Jika setiap butir soal telah selesai diskor, hitunglah
jumlah skor perolehan peserta didik untuk setiap soal.
Kemudian hitunglah nilai tiap soal dengan rumus:

2. Bentuk Tes Uraian Objektif (Buo)/Esai Tertutup


Terbatas
Bentuk tes uraian objektif (BUO) adalah tes uraian
yang memiliki sehimpunan jawaban dengan rumusan yang
pasti sehingga dapat dilakukan penskoran secara objektif.
Bentuk soal ini dapat dibuatkan kunci jawaban dan
pedoman penskorannya. Dengan cara ini, walaupun
jawaban siswa bervariasi tetapi dapat diperiksa oleh orang
yang berbeda dan tetap akan menghasilkan skor yang sama.
J. Nitko dalam Arifin (2009:126) menjelaskan bentuk
uraian terbatas dapat digunakan untuk menilai hasil belajar
yang kompleks, yaitu berupa kemampuan-kemampuan:
menjelaskan hubungan sebab akibat, melukiskan

21
pengaplikasian prinsip-prinsip, mengajukan argumentasi
yang relevan, merumuskan hipotesis dengan tepat,
merumuskan asumsi yang tepat, melukiskan keterbatasan
data, merumuskan kesimpulan secara tepat, melukiskan
metode dan prosedur, dan hal-hal sejenis yang menuntut
kemampuan peserta didik untuk melengkapi jawaban.
Dalam penskoran bentuk soal uraian objektif. Skor
hanya dimungkinkan menggunakan dua kategori, yaitu
benar atau salah. Untuk setiap kata kunci yang benar diberi
skor 1 (satu) dan untuk kata kunci yang dijawab salah atau
tidak dijawab diberi skor 0 (nol). Dalam satu jawaban dapat
mengandung lebih dari satu kata kunci sehingga skor
maksimum jawaban dapat lebih dari satu. Kata kunci
tersebut dapat berupa kalimat, kata, bilangan, simbol,
gambar, grafik, ide, gagasan atau pernyataan. Diharapkan
dengan pembagian seperti ini, unsur subjektivitas dapat
dihindari atau dikurangi (Arifin, 2009:126).
Adapun langkah-langkah pemberian skor soal bentuk
uraian objektif menurut Arifin (2009:126) adalah sebagai
berikut:
a. Tuliskan semua kata kunci atau kemungkinan jawaban
benar secara jelas untuk setiap soal.
b. Setiap kata kunci yang dijawab benar diberi skor 1.
Tidak ada skor setengah untuk jawaban yang kurang
sempurna. Jawaban yang yang diberi skor 1 adalah
jawaban sempurna, jawaban lainnya adalah 0.
c. Jika satu pertanyaan memiliki beberapa subpertanyaan,
perincilah kata kunci dari jawaban soal tersebut
menjadi beberap kata kunci subjawaban dan buatkan
skornya.

22
d. Jumlahkan skor dari semua kata kunci yang telah
ditetapkan pada soal tersebut. Jumlah skor ini disebut
skor maksimum.

2.3 Kelebihan dan Keterbatasan Soal


2.3.1 Kelebihan Dan Keterbatasan Soal Benar-Salah
Menurut Kusaeri, dkk. (2012: 123) soal benar-salah memiliki
beberapa kelebihan, diantaranya: a) dapat mengukur berbagai jenjang
kognitif, b) dapat mencakup lingkup materi yang luas, dan c) dapat
diskor dengan mudah, cepat, dan objektif.
Menurut Kusaeri, dkk. (2012: 123) soal benar-salah memiliki
beberapa keterbatasan, diantaranya: a) probabilitas menebak dengan
benar adalah besar, yaitu 50% karena pilihan jawabannya hanya dua,
yaitu benar dan salah atau ya dan tidak, b) bentuk soal ini tidak dapat
digunakan untuk menanyakan sesuatu konsep secara utuh karena
peserta tes hanya dituntut menjawab benar dan salah atau ya dan tidak,
c) apabila jumlah butir soalnya sedikit, indeks daya pembeda butir soal
cenderung rendah, dan d) apabila ragu atau kurang memahami
pernyataan soal, peserta tes cenderung memilih jawaban benar.
2.3.2 Kelebihan Dan Keterbatasan Soal Pilihan Ganda
Menurut Kusaeri, dkk. (2012: 108) soal pilihan ganda memiliki
beberapa kelebihan, diantaranya: a) mampu mengukur berbagai
tingkatan kognitif (dari ingatan sampai evaluasi), b) penskorannya
mudah, cepat, objektif, dan dapat mencakup ruang lingkup bahan atau
materi yang luas dalam suatu tes untuk suatu kelas atau jenjang
pendidikan, dan c) lebih tepat untuk ujian yang pesertanya sangat
banyak atau massal, tetapi hasilnya harus segera diumumkan, seperti
ulangan akhis semester, ulangan kenaikan kelas, dan ujian akhir
sekolah.

23
Menurut Kusaeri, dkk. (2012: 108) soal pilihan ganda memiliki
beberapa keterbatasan diantaranya: a) memerlukan waktu yang relative
lama untuk menulis soalnya, b) sulit membuat pengecoh yang
homogeny dan berfungsi dengan baik, dan c) terdapat peluang untuk
menebak jawaban.
2.3.3 Kelebihan Dan Keterbatasan Soal Menjodohkan
Menurut Kusaeri, dkk. (2012: 128) soal menjodohkan memiliki
beberapa kelebihan diantaranya: a) relatif lebih mudah dalam
perumusan butir soal, terutama jika dibandingkan dengan soal pilihan
ganda, b) ringkas dan ekonomis dilihat dari segi rumusan butir soal
dan dari segi memberikan jawaban, dan c) dapat dilakukan penskoran
dengan mudah, cepat dan objektif.
Menurut Kusaeri, dkk. (2012: 128) soal menjodohkan memiliki
beberapa keterbatasan diantaranya: a) cenderung mengukur
kemampuan mengingat sehingga kurang tepat digunakan untuk
mengukukur kognitif yang lebih tinggi, dan b) kemungkinan menebak
dengan benar relatif tinggi karena jumlah pernyataan soal (pada lajur
sebelah kiri) dengan pernyataan jawaban (pada lajur sebelah kanan)
lebih banyak berbeda.
2.3.4 Kelebihan Dan Keterbatasan Soal Melengkapi
Menurut (http://herielibeau.wordpress.com) soal melengkapi
memiliki beberapa kelebihan, diantaranya: a) mudah dikonstruksi
karena soal ini hanya akan mengukur hasil belajar yang sederhana
yaitu yang bersifat ingatan, b) dapat digunakan untuk menilai bahan
pelajaran yang banyak atau scope yang luas, c) dapat diskor secara
cepat dan objektif, d) kecil kemungkinan siswa memberi jawaban
dengan singkat dan tepat.
Menurut (http://herielibeau.wordpress.com) kelemahan soal
melengkapi diantaranya: a) tidak dapat mengukur hasil belajar yang
kompleks karena hanya menghasilkan respon yang singkat dan

24
sederhana, b) memerlukan waktu yang agak lama untuk menskornya
meskipun tidak selama tes uraian, c) menyulitkan pemeriksa apabila
jawaban siswa membingungkan, d) kurang ekonomis karena
memerlukan kertas (biaya) yang banyak jika dibandingkan dengan tes
uraian.

2.3.5 Kelebihan Dan Keterbatasan Soal Esai


Menurut Rasyid, dkk. (2009: 189) soal esai memiliki beberapa
kelebihan, diantaranya: a) dapat mengukur proses mental yang tinggi
atau aspek kognitif tingkat tinggi, b) dapat mengembangkan
kemampuan berbahasa, baik lisan maupun tulisan, dengan baik dan
benar sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa, c) dapat melatih
kemampuan berfikir teratur atau penalaran, yakni berpikir logis,
analitis dan sistematis, d) mengembangkan keterampilan pemecahan
masalah (problem solving), e) adanya keuntungan teknis seperti
mudah membuat soalnya sehingga tanpa memakan waktu yang lama,
guru dapat secara langsung melihat proses berpikir siswa.
Menurut Rasyid, dkk. (2009: 189-199) soal esai memiliki
beberapa keterbatasan, diantaranya: a) sampel tes sangat terbatas sebab
dengan tes ini tidak mungkin dapat menguji semua bahan yang telah
diberikan, tidak seperti pada tes objektif yang dapat menyanyakan
banyak hal melalui sejumlah pertanyaan, b) sifatnya sangat subjektif,
baik dalam menanyakan, dalam membuat pertanyaan, maupun dalam
cara memaksanya. Guru bisa saja bertanya tentang hal-hal yang
menarik baginya, dan jawabannya juga berdasarkan apa yang
dikehendakinya, c) tes ini biasanya kurang reliabel, mengungkap
aspek terbatas, pemeriksaannya memerlukan waktu lama sehingga
tidak praktis bagi kelas yang jumlah siswanya relatif besar.

25
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Menurut Kusaeri, dkk. (2012: 108) ada beberapa kaidah yang harus diikuti
agar soal yang tersusun bermutu. Kaidah-kaidah tersebut dilihat dari aspek
materi, konstruksi, danbahasa. Sudaryono (2012: 123-124) juga menyatakan
bahwa dalam penulisan soal pada instrument non tes, penulis butir soal harus
memperhatikan ketentuan/kaidah penulisannya. Dalam penulisan soal terdapat
dua jenis tes yaitu tes objektif dan subjektif.
Tes objektif teridiri atas pilihan ganda, menjodohkan, benar-salah dan soal
melengkapi. Tes subjektif terdiri atas tes uraian atau esai, di dalam tes tersebut
terbagi uraian terbatas dan uraian bebas. Di dalam masing-masing tes terdapat
kelebihan dan keterbatasan.

3.2 Saran
Kiranya kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dalam
penulisan dan penyusunannya, maka dari itu saran dan kritik dari semua
pembaca yang sangat membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan
atau perubahan yang lebih baik lagi untuk kedepannya

26
DAFTAR PUSTAKA

http://griyapgsd.blogspot.com/2016/01/kaidah-penulisan-soal.html?m=1
http://rujukanmateri.blogspot.com/2017/01/soal-obyektif-dan-non-obyektif.html
http://seputarpengertian.blogspot.com/2015/03/seputar-pengertian-tes-objektif.html
https://arifinmuslim.wordpress.com/2014/02/22/tes-objektif/
https://www.volimaniak.com/2017/11/panduan-menyusun-kisi-kisi-soal.html

https://materikuliahpraktis.blogspot.com/2018/03/pengertian-kisi-kisi-manfaat-dan-
tujuan.html

https://bindos5.wordpress.com/2019/03/18/tes-subjektif-esai-pengertian-jenis-
penyusunan-dan-contoh/

https://bindos5.wordpress.com/2019/03/18/tes-subjektif-esai-pengertian-jenis-
penyusunan-dan-contoh/

Arifin, Zainal. 2009. Evaluasi Pembelajaran Prinsip, Teknik, Prosedur. Bandung:


PT. Remaja Rosdakarya.
Arikunto, Suharsimi. 2009. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi
Aksara.

Hidayat, Kosadi, dkk. 1994. Evaluasi Pendidikan dan Penerapannya dalam


Pengajaran Bahasa Indonesia. Bandung: Alfabeta.
Semiyanto. 2011. Kaidah penulisan soal bentuk pilihan ganda dan uraian. Tersedia
pada http://hafizulahda.files.wordpress.com. Diposting pada tanggal 6 Maret 2013.

Herielibeau. 2011. Bentuk-Bentuk Tes. Tersedia pada http://.wordpress.com.


Diposting pada tanggal 6 Maret 2013.

27
28

Anda mungkin juga menyukai