Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Evaluasi merupakan bagian dari kegiatan kehidupan manusia sehari-
hari. Disadari atau tidak, orang sering melakukan evaluasi, baik terhadap
dirinya sendiri, orang lain maupun lingkungannya. Demikian pula halnya
dalam dunia pendidikan, untuk mencapai tujuan pendidikan khususnya tujuan
pembelajaran tersebut maka perlu adanya evaluasi.
Keberhasilan proses belajar mengajar di kelas dapat dilihat dari
sejauh mana penguasaan kompetensi yang telah dikuasai oleh seluruh siswa di
kelas itu. Pada dasarnya hasil belajar siswa dapat dinyatakan dalam tiga aspek,
yang biasa disebut dengan domain atau ranah, yaitu kognitif, afektif, dan
psikomotorik.
Dalam proses pengajaran, tes merupakan alat yang digunakan untuk
mengetahui tercapai atau tidaknya suatu standar kompetensi yang telah
dipelajari oleh siswa di setiap pembelajaran. Hal tersebut senada dengan
pendapat ahli yang mengatakan bahwa tes merupakan alat atau prosedur yang
digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana, dengan
cara dan aturan-aturan yang sudah ditentukan.
Tes bahasa dan pengajaran bahasa merupakan dua kegiatan yang
berhubungan secara erat. Yang pertama merupakan bagian dari yang kedua.
Tes bahasa dirancang dan dilaksanakan untuk memperoleh informasi
mengenai hal ihwal yang berkaitan dengan keefektifan pengajaran bahasa
yang dilakukan.

1
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa yang dimaksud pendekatan pembelajran bahasa ?
1.2.2 Apa yang dimaksud tes bahasa?
1.2.3 Apa yang dimaksud pendekatan tes gramatikal ?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Mahasiswa dapat menetahui pendekatan pembelajran bahasa.
1.3.2 Mahasiswa dapat menetahui tes bahasa.
1.3.3 Mahasiswa dapat menetahui pendekatan tes gramatikall

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pendekatan Pembelajaran


Pendekatan menurut Edwar M.Anthoni, 1963 adalah seperangkat
asumsi korelatif yang menangani hakikat bahasa, pengajaran bahasa dan
pembelajaran bahasa. Pendekatan bersifat aksiomatik. ( Menurut Sanjaya,
2008:127 ) , Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut
pandang kita terhadap proses pembelajaran. Pendekatan yang berpusat
pada guru menurunkan strategi pembelajaran langsung (direct instruction),
pembelajaran deduktif atau pembelajaran ekspositori. Sedangkan,
pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa menurunkan strategi
pembelajaran discovery dan inkuiri serta strategi pembelajaran induktif .

Richards & Rodgers,1986 menyempurnakan pendapat Anthoni.


Mereka menambahkan peran guru, siswa bahan, tujuan silabus dan tipe
kegiatan dan pengajaran pada segi metode, sehingga muncul istilah desain
atau rancang-bangun.istilah teknik diganti dengan istilah prosedur.
Pendekatan menurut Kosadi, dkk (1979) adalah seperangakat asumsi
mengenai hakikat bahasa, pengajaran dan proses belajar-mengajar bahasa.
Menurut Tarigan (1989) Pendekatan adalah seperangkat korelatif yang
menangani teori bahasa dan teori pemerolehan bahasa. Sedangkan menurut
Djunaidi (1989) Pendekatan merupakan serangkaian asumsi yang bersifat
hakikat bahasa, pengajaran bahasa dan belajar bahasa.

3
Pendekatan (Approach) dalam pengajaran diartikan sebagai a way
of beginning something, yang artinya cara memulai sesuatu. Pendekatan
dalam pembelajaran adalah titik tolak atau sudut pandang kita terhadap
proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya
suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi,
menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan
cakupan teoretis tertentu.

Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau


sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada
pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat
umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari
metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari
pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1)
pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa
(student centered approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang
berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach).

2.2Pengertian Tes Bahasa


Menurut Arikunto (dikutip Iskandarwassid dan Dadang,
2008:179—180), tes adalah suatu alat atau prosedur yang sistematis dan
objektif untuk memperoleh data-data atau keterangan-keterangan yang
diinginkan tentang seseorang, dengan cara yang boleh dikatakan tepat dan
cepat. Selanjutnya, menurut Nurkancana, tes adalah suatu cara untuk
mengadakan penilaian yang berbentuk suatu tugas atau serangkaian tugas
yang harus dikerjakan oleh anak atau sekelompok anak sehingga
menghasilkan suatu nilai tentang tingkah laku atau prestasi anak tersebut,
yang dibandingkan dengan nilai yang dicapai anak-anak lain atau dengan
nilai standar yang ditetapkan. Azwar Annas (2012) menuliskan tes
menurut beberapa pakar sebagai berikut:
R.L. Ebel dan D.A. Frisbie dalam bukunya Essentials of
Educational Measurement mengungkapkan, “ Test is a measure containing
a set of questions, each of which can be said have a correct answer” yang

4
berarti tes adalah ukuran yang mengandung serangkaian pertanyaan, yang
masing-masing dapat dikatakan memiliki jawaban yang benar.
G. Sax dalam bukunya Principles of Educational and Psychological
Measurement and Evaluation mengungkapkan, “ Any planned procedure
or series of tasks used to obtain observation”yang berarti setiap prosedur
yang direncanakan atau serangkaian tugas yang digunakan untuk
memperoleh observasi.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan tes adalah suatu pertanyaan
atau tugas yang terencana untuk memperoleh informasi tentang objek atau
sasaran tes yang setiap butir pertanyaan atau tugas tersebut mempunyai
jawaban atau ketentuan yang dianggap benar untuk memperoleh observasi.
Tes bahasa adalah suatu alat atau prosedur yang digunakan dalam
melakukan penilaian dan evaluasi pada umumnya terhadap kemampuan
bahasa dengan melakukan pengukuran terhadap kemampuan bahasa, yaitu
menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Bila dikaitkan dengan
pelaksanaan proses belajar mengajar di kelas, maka tes adalah suatu alat
yang digunakan oleh pengajar untuk memperoleh informasi tentang
keberhasilan peserta didik dalam memahami suatu materi yang telah
diberikan oleh pengajar.
Tes bahasa dan pengajaran bahasa merupakan dua kegiatan yang
berhubungan secara erat. Yang pertama merupakan bagian dari yang
kedua. Tes bahasa dirancang dan dilaksanakan untuk memperoleh
informasi mengenai hal ihwal yang berkaitan dengan keefektifan
pengajaran bahasa yang dilakukan. Apabila pengajaran bahasa dilakukan
dengan tujuan, misalnya, untuk meningkatkan kemampuan membaca,
maka kegiatan pengajaran bahasa dititikberatkan pada tugas-tugas untuk
meningkatkan kemampuan membaca. Selanjutnya, tes bahasa yang
dirancang dan diselenggarakan untuk mencapai tujuan pengajaran bahasa
itu adalah tes kemampuan membaca. Informasi yang didapatkan dari
penyelenggaraan tes bahasa itu dapat digunakan untuk mengetahui
seberapa besar tujuan pengajaran membaca itu dicapai.

5
Sebagai suatu kegiatan yang bertolak dari bahasa, tes bahasa dan
pengajaran bahasa tidak terlepas dari pengaruh bermacam-macam
pendekatan yang berkembang di dalam linguistik maupun ilmu-ilmu yang
terkait dengan linguistik, seperti sosiolinguistik dan psikolinguistik.
Seluruh penyelenggaraan pengajaran bahasa, termasuk di dalamnya tes
bahasa, dirancang atas dasar pendekatan yang ada dalam linguistik. Cara
suatu bahasa dipahami dan disikapi menurut suatu pendekatan tertentu
dalam linguistik, sosiolinguistik, ataupun psikolinguistik, berpengaruh
pula dalam penentuan tujuan pengajaran, strategi pengajaran, pemilihan
bahan pengajaran, pemilihan tujuan dan isi tes bahasa, dan penentuan jenis
dan bentuk tes bahasa. Singkatnya, apabila di dalam linguistik atau
sosiolinguistik, dan psikolinguistik terdapat perubahan trend ke suatu
pendekatan tertentu, maka “gema” perubahan itu akan mempengaruhi pula
dunia pengajaran bahasa dan termasuk di dalamnya tes bahasa.
Tes bahasa merupakan bagian dari ilmu bahasa atau linguistik yaitu
ilmu yang mempelajari seluk beluk bahasa. Kajian tes bahasa dapat
bersifat umum seperti yang dilakukan dalam ilmu linguistik umum yang
membahas masalah-masalah umum seperti latar belakang dan sasaran
kajian bahasa. Kajian bahasa dapat pula bersifat ilmiah, teoritis, dan rinci
seperti yang dilakukan dalam ilmu linguistik murni atau linguistik teoritis
yang menyajikan kajian-kajian tentang seluk beluk tata bahasa
transformasi, atau aspek tertentu dari bahasa seperti kajian tertentu tentang
makna dalam kajian semantik dan kajian dari sudut pandang psikologi dan
psikolinguistik dan lain-lain.
Tes bahasa merupakan bagian dari keseluruhan penyelenggaraan
pembelajaran bahasa, khususnya sebagai bagian dari komponen ketiga
yaitu evaluasi hasil pembelajaran. Dalam kedudukan tersebut, tes bahasa
mempunyai kaitan yang sangat erat dengan komponen-komponen dalam
penyelenggaraan pembelajaran bahasa, terutama komponen pembelajaran
yang mendasarinya yaitu kegiatan pembelajaran. Hal serupa berlaku juga
sebaliknya terhadap komponen kegiatan pembelajaran itu sendiri yang
seharusnya amat erat kaitannya dengan komponen tujuan pembelajaran

6
yang mendasarinya. Secara umum pendekatan terhadap bahasa yang akan
menentukan dan mendasari dalam menyelenggarakan pendekatan
pembelajaran bahasa
Dalam suatu tes diperlukan sebuah pendekatan. Pentingnya sebuah
alternatif pendekatan tes bahasa berkaitan dengan ukuran-ukuran validitas,
realibilitas dan efisien. Validitas dikaitkan dengan apakah tes mengukur
apa yang hendak diukur. Realibilitas berkaitan dengan tingakatan yang
mana pada hasil tes. Efisien berkaitan dengan berbagai hal pelaksanaan
desain tes dan pengadministrasiannya.
Menurut Djiwandono (2008:12), tes bahasa adalah suatu alat atau
prosedur yang digunakan dalam melakukan penilaian dan evaluasi pada
umumnya terhadap kemampuan bahasa dengan melakukan pengukuran
terhadap kemampuan bahasa, yaitu menyimak, berbicara, membaca dan
menulis.
2.3 Pendekatan Tes Gramatikal
. Pendekatan pembelajaran bahasa menentukan pendekatan dalam
menyelenggarakan tes bahasa berdasarkan keempat kemampuan bahasa.
Penyelenggaraan tes bahasa tergantung pada sudut pandang dan unsur
yang dianggap penting oleh para ahli. Djiwandono (Dian Nuzulia, 2011)
mengemukan perbedaan pandangan pendekatan dalam menyelenggarakan
tes bahasa dikelompokkan dalam bentuk sebagai berikut.
2.3.1 Pendekatan Tradisional /Gramatikal/Struktural
Pendekatan Tradisional , gramatikal atau struktural adalah
pendekatan dalam proses pembelajaran yang menitikberatkan
pembelajaran tentang tatabahasa. Pendekatan tersebut dikaitkan
dengan pembelajaran bahasa tradisional. Pendekatan ini dirancang
hanya untuk memenuhi kebutuhan akan keperluan sesaat. Dengan
kata lain, tes bahasa dilakukan terbatas pada kebutuhan untuk
mengetahui tingkat kemampuan tertentu seperti menulis dengan
bahan ajar yang menitikberatkan pada tata bahasa. Sedangkan
menurut Proett dan Gill Pendekatan gramatikal berpendapat bahwa

7
pengetahuan orang mengenai struktur bahasaakan mempercepat
kemahiran orang dalam menulis.
Pendekatan tradisional dipergunakan untuk mengacu pada
perencanaan dan pelaksanaan. Tes bahasa yang cenderung
mengadopsi prinsip bahwa tes bahasa dititikberatkan pada tes
tatabahasa dan terjemahan. Latar belakangnya adalah adanya
pengaruh mainstream pengajaran bahasa yang dikenal dengan
sebutan metode tatabahasa-terjemahan (grammar translation
method). Metode ini, seperti yang dikemukakan oleh Richards dan
Rogers (1988:3-4), memiliki prinsip-prinsip pengajaran antara lain:
a. Mempelajari bahasa asing adalah mempelajari bahasa dengan
tujuan agar dapat membaca kesusasteraannya;
b. Membaca dan menulis adalah fokus utama pengajaran,
ketepatan dalam penerjemahan sangat ditekankan, dan
c. Tata bahasa harus diajarkan secara deduktif, yakni beranjak
dari kaidah-kaidah lalu menuju pada contoh-contoh
ilustrasinya.

Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut, maka pendekatan tes


bahasa yang berkembang pada saat itu mengisyaratkan pemakaian
karya sastra. Karya sastra dalam hal ini dianggap merupakan
pemakaian bahasa yang ideal dari penuturnya sehingga evaluasi
terhadap penguasaan bahasa seseorang dengan menggunakan tes
bahasa dilakukan dengan menggunakan teks karya sastra.
Kemudian bentuk tes bahasa yang dikembangkan adalah
penerjemahan dan atau penulisan esai. Dalam perkembangannya,
tes bahasa dengan prinsip-prinsip, model, dan karakter seperti ini
disebut pendekatan esai dan terjemahan.
Selain terjemahan dan penulisan esai, pada tes bahasa
model ini terdapat juga bentuk tes tatabahasa yang memuat
pertanyaan-pertanyaan tentang bahasa dan bukan tentang
penggunaan bahasa. Urgensi keberadaan tes tatabahasa ini di dalam

8
pendekatan esai terjemahan adalah untuk menunjang kemampuan
testi dalam keakuratannya penerjemahan teks karya sastra dan
penulisan esai.
Pengembangan model tes bahasa yang disebut dengan
pendekatan esai terjemahan itu, oleh Spolsky (1978;1981) dinamai
Pendekatan Tradisional, oleh Masden (1983) disebut sedang berada
dalam tahap intuitif, atau periode pra-ilmiah menurut Hinofotis
(1981). Ada beberapa alasan yang diajukan berkaitan dengan
penamaan “tradisional” dan bersifat “intuitif”, serta “pra-ilmiah”
itu. Pertama, pada perkembangan awal ini tes bahasa
diselenggarakan tanpa berdasarkan pada teori linguistik dan
psikologi tertentu. Tes bahasa hanya mengacu pada model
pengajaran tatabahasa terjemahan yang juga tidak memiliki dasar
linguistik dan psikologi. Kedua, tidak ada upaya dari para guru
bahasa untuk memenuhi kriteria reliabilitas dan objektivitas suatu
tes bahasa. Selain itu, juga tidak digunakan metode-metode
statistik parametrik untuk pengolahan hasil-hasil tesnya.
Ketiga, pendekatan ini ditandai dengan model pemikiran
yang intuitif, otoriter dan elitis (lihat juga van Els, dkk). Hal ini
tampak dalam penilaian terhadap performansi testi yang hanya
mengandalkan pada subjektivitas satu orang, yakni guru.
Kebenaran penilaian terhadap performansi testi terletak sepenuhnya
pada guru yang mengajar bahasa tersebut. Sebab asumsinya adalah
siapa saja yang mengajar bahasa dianggap mampu
menyelenggarakan tes bahasa, termasuk di dalamnya merancang
dan membuat tes, melaksanakan tes, dan menilai hasil tes.
Contoh: Seorang guru membacakan kitab muridnya,
kemudian murid mendengarkan dan memahami apa yang dibaca
oleh guru. Dalam pendekatan tradisional tidak ada komponen-
komponen bahasa yang digunakan.
Selanjutnya Pendekatan struktural yang mimiliki kesamaan
dengan pendekatan gramatikal yaitu suatu pendekatan dalam

9
pembelajaran bahasa dimana bahasa harus dipahami sebagai
seperangkat kaidah, norma, dan aturan. Karena itu pembelajaran
bahasa harus mengutamakan penguasaan kaidah-kaidah bahasa
atau tata bahasa. Selain itu, pembelajaran bahasa perlu
dititikberatkan pada pengetahuan tentang ketatabahasaan yang
menjadi sangat penting. Jelas bahwa aspek kognitif bahasa lebih
diutamakan. Dengan pedekatan struktural, siswa akan menjadi
cermat dalam menyusun kalimat, karena mereka memahami
kaidah-kaidahnya.
Kemudian pendekatan struktural , sama dengan pendekatan
gramtikal dan tradisional pendekatan ini merupakan salah satu
pendekatan dalam pembelajaran bahasa yang dilandasi oleh asumsi
yang menganggap bahasa sebagai kaidah dan menitikberatkan
pembelajaran tentang tata bahasa. Atas dasar anggapan tersebut
timbul pemikiran bahwa pembelajaran bahasa harus mengutamakan
penguasaan kaidah-kaidah bahasa atau tata bahasa. Oleh sebab itu,
pembelajaran bahasa perlu dititikberatkan pada pengetahuan
tentang struktur bahasa yang tercakup dalam fonologi, mofologi,
dan sintaksis. Dalam hal ini pengetahuan tentang pola-pola kalimat,
pola kata, dan suku kata menjadi sangat penting. Dengan struktural,
siswa akan menjadi cermat dalam menyusun kalimat, karena
mereka memahami kaidah-kaidahnya
Pendekatan ini berpandangan bahwa bahasa adalah data
yang didengar atau ditulis untuk dianalisis sesuai dengan tata
bahasa. Disamping kelemahan, pendekatan ini juga memiliki
kelebihan. Dengan pendekatan struktural siswa akan menjadi
cermat dalam menyusun kalimat, karena mereka memahami
kaidah-kaidahnya. Kelebihan pendekatan struktural, yaitu siswa
mengetahui tata dan struktur kebahasaan. Kekurangan pendekatan
struktural, yaitu siswa kurang memahami penggunaan struktur
kebahasaan itu dalam kehidupan sehari-hari (tidak mengetahui
pengimplementasiannya dalam kehidupan).

10
Langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan struktural
a. Tahap persiapan: guru harus menguasai materi yang akan
diajarkannya, terutama mengenai pengetahuannya daripada
penggunaannya dalam kehidupan
b. Tahap pelaksanaan: guru menyajikan materi sesuai dengan
struktur atau kaidah pengetahuannya
c. Tahap evaluasi: guru mengevaluasi hasil kerja siswa hanya
berdasarkan taraf pengetahuannya atau berdasarkan
strukturnya saja.
Contohnya:
a. Guru menjelaskan materi mengenai kaidah penulisan yang
baik, kemudian guru meminta siswa untuk menuliskan sebuah
cerpen
b. Kemudian siswa menuliskan sebuah cerpen dengan kaidah
penulisan yang baku
c. Lalu, guru melakukan penilaian terhadap tanda baca yang
digunakan siswa, kata-kata yang digunakan, baku atau tidak,
dan apakah morfemnya sudah benar.

11
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pendekatan
tes gramatikal adalah pendekatan yang dalam pelaksanaanya
menitikberatkan tentang struktur dan tata bahasa. Pendekatan tradisional
dinilai kurang karena pendekatan ini lebih menekankan pada subjektivitas
semata. Seorang pembelajar hanya hendak belajar bahasa karena ada
tujuan tertentu dalam hal pemakaian bahasa semata.
3.2 Saran
Kiranya kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan
dalam penulisan dan penyusunannya, maka dari itu saran dan kritik dari
semua pembaca yang sangat membangun sangat kami harapkan demi
kesempurnaan atau perubahan yang lebih baik lagi untuk kedepannya.

12
DAFTAR PUSTAKA

http://perseba.blogspot.com/2009/11/pendekatan-tes-bahasa.html diambil pada


tanggal 01 April 2012.

M. Soenardji Djiwandono, 1996. Tes Bahasa Dalam Pengajaran, Bandung:


Penerbit ITB,

[6] http://www.acam-macam_pendekatan_bahasa.com. diambil pada tanggal 01


April 2012.

13

Anda mungkin juga menyukai