Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

DETEKSI TRYPANOSOMIASIS SECARA IMUNOSEROLOGIS

Disusun oleh:

AULYA RIZKI WULANDARI


NIM. P07134217009

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN YOGYAKARTA
JURUSAN ANALIS KESEHATAN
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN
2019
I. PENDAHULUAN

Tripanosomiasis atau penyakit surra adalah penyakit yang disebabkan oleh


infeksi parasit Trypanosoma. Trypanosoma tidak hanya menyerang manusia,
mikroba ini juga bisa menyerang hewan ternak yang menyebabkan hewan
tersebut kurang produktif hingga mati. Mikroba Trypanosoma ini disebarkan
oleh lalat tse tse. Saat lalat tse tse menghisap darah orang yang sedang
menderita penyakit tidur, mikroba Trypanosoma dari orang yang sakit itu ikut
terhisap. Mikroba itu pun akhirnya tinggal di dalam tubuh lalat tse tse. Lalu,
ketika lalat tersebut menghisap darah orang yang sehat, mikroba tadi akan masuk
ke dalam tubuh orang yang sehat.
Pada genus Trypanosoma terdapat tiga spesies yang dapat menyebabkan
penyakit pada manusia, yaitu Trypanosoma brucei rhodensiense, Trypanosoma
brucei gambiense, dan Trypanosoma cruzi Penyakit yang disebabkan oleh
Trypanosoma brucei rhodensiense dan Trypanosoma brucei gambiense disebut
Tripanosomiasis Afrika (African Tripanosomiasis) atau sleeping sickness. Penyakit
yang disebabkan oleh Trypanosoma cruzi disebut tripanosomiasis Amerika atau
penyakit Chagas (Sutanto et al, 2008).
Penyakit ini terjadi secara rutin di sejumlah wilayah Afrika Sub-Sahara,
dengan populasi yang berisiko terjangkit sekitar 70 juta orang di 36 negara. Sejak
tahun 2010, penyakit ini menyebabkan sekitar 9.000 kematian, lebih rendah dari
tahun 1990 yaitu sebanyak 34.000 kematian. Saat ini, kira-kira 30.000 orang
terinfeksi, dengan 7000 kasus infeksi baru pada tahun 2012. Lebih dari 80% kasus
tersebut terjadi di negara Republik Demokratik Kongo. Tiga peristiwa wabah
terbesar telah terjadi dalam sejarah: satu kasus mulai tahun 1896 sampai 1906
terjadi terutama di Uganda dan Lembah Kongo serta dua kasus pada tahun 1920
dan 1970 di beberapa negara di Afrika. Hewan lain, seperti sapi, dapat membawa
penyakit dan terkena infeksi
Lalat tsetse, jantan dan betina, bertindak sebagai penyebab pambawa parasit
ini, terutama Glossina palpalis. Lalat ini banyak terdapat di sepanjang tepi-tepi
sungai yang mengalir di bagian barat dan tengah Afrika. Lalat ini mempunyai
jangkauan terbang sampai mencapai 3 mil. Selain manusia, binatang peliharaan
seperti babi, kambing dan sapi serta binatang liar dapat menjadi pengantar bagi
parasit ini. Penyakit ini dapat ditularkan dari hewan vertebrata ke manusia atau
dari manusia ke manusia. Mobilitas penduduk dunia saat ini sangatlah
memungkinkan untuk penyebaran parasit ini ke berbagai wilayah dunia.

Di alam terdapat berbagai jenis trypanosoma pada hewan (animal


trypanosomes) yang dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu non patogen dan
patogen. Trypanosoma lewisi merupakan trypanosoma non patogen yang
ditemukan pada tikus dan ditularkan melalui pinjal (rat flea). Jenis trypanosoma
yang patogen diantaranya Trypanosoma brucei yang menyebabkan penyakit
Nagana pada ternak di Afrika, Trypanosoma equiperdum diketahui menyebabkan
penyakit Dourine pada kuda yang ditularkan melalui perkawinan (venereal
disease). Trypanosoma equinum yang ditularkan secara mekanis oleh lalat
Tabanus dapat menyebabkan penyakit Mal de Caderas pada kuda di Amerika
Selatan. Di Afrika, Trypanosoma vivax dan Trypanosoma congolense yang
ditularkan oleh lalat tsetse dapat menginfeksi ternak dan manusia (human
trypanosomiasis). Adapun Trypanosoma evansi yang ditularkan secara mekanik
oleh lalat tabanus dapat menyebabkan penyakit Surra pada kuda, sapi dan kerbau.
Trypanosoma evansi memiliki morfologi yang mirip dengan trypanosoma
lainnya seperti T. equiperdum, T. brucei, T. gambiense dan T. rhodesiense.
Permukaan tubuh T. evansi diselubungi oleh lapisan protein tunggal yaitu
glikoprotein yang dapat berubah-ubah bentuk (variable surface glycoprotein).
Dengan kemampuan glikoprotein yang dapat berubah bentuk, maka T. evansi
dapat memperdaya sistem kekebalan tubuh inang (host). Konsekuensinya akan
terjadi variasi antigenik (antigenic variation) dimana tubuh akan selalu berusaha
membentuk antibodi yang berbeda-beda sesuai dengan protein permukaan yang
ditampilkan oleh T. evansi.
Mengingat pentingnya penyakit ini maka diperlukan pedoman untuk
mengetahui secara rinci dan jelas tentang siklus parasit penyebab penyakit
tersebut sehingga memungkinkan untuk melakukan pencegahan ataupun
pengobatan.
II. PEMBAHASAN

1. Identifikasi
Merupakan penyakit protozoa sistemik. Stadium awal penyakit ditandai
dengan terbentuknya ulcus (Chancre) yang sakit sekali yang pada awalnya
berkembang dari papula menjadi nodula. Gejala-gejala ini ditemukan pada
tempat gigitan lalat tse tse. Gejala lain yang ditemukan adalah demam, sakit
kepala yang amat sangat, insomnia, pembengkakan kelenjar limfe tanpa
disertai rasa sakit, berat badan menurun, somnolen dan tanda-tanda lain SSP.
Penyakit gambiense bisa berlangsung bertahun tahun; sedangkan penyakit
rhodesiense lethal dalam beberapa minggu atau dalam beberapa bulan jika
tidak diobati. Kedua bentuk penyakit ini fatal jika tidak diobati.
Diagnosa ditegakkan dengan ditemukannya trypanosoma didalam
darah, cairan limfe atau LCS. Untuk penyakit jenis gambiense diperlukan
teknik konsentrasi parasit seperti sentrifugasi dengan tabung kapiler,
“Quantitative Buffy Coat” (QBC) atau dengan “minianion exchange
centrifugation”. Teknik-teknik ini jarang digunakan pada penyakit jenis
rhodesiense. 537 Untuk penyakit jenis rhodesiense terkadang digunakan teknik
inokulasi pada tikus percobaan. Spesimen yang diambil dari aspirat kelenjar
limfe membantu ditemukannya parasit. Antibodi spesifik dapat diketahui
dengan menggunakan teknik pemeriksaan ELISA, IFA dan tes aglutinasi. Titer
imunoglobulin yang tinggi terutama IgM umum ditemukan pada penderita
tripanosomiasis Afrika “Circulating antigen” dapat dideteksi dengan
menggunakan berbagai teknik pemeriksaan imunologis seperti dengan kartu
Tryp Tech CIATT, tes aglutinasi tidak langsung.

2. Diagnosa
Dikarenakan gejala klinis infeksi T. evansi tidak bersifat khas
(patognomonis), maka pemeriksaan gejala klinis sebaiknya juga ditunjang
dengan pengujian di laboratorium untuk konfirmasi agen penyebab. Uji
parasit, uji serologi dan uji molekuler merupakan teknik pengujian yang
digunakan untuk diagnosis konfirmatif di laboratorium.
Uji parasit diantaranya pemeriksaan haematologi (mikroskopik),
microhematocrit centrifugation technique (MHCT) dan mouse inoculation test
(MIT). Uji serologi dapat dilakukan dengan metode card agglutination test for
trypanosomes (CATT) dan enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA),
sedangkan uji molekuler menggunakan polymerase chain reaction (PCR).
Pemeriksaan haematologi dengan teknik ulas darah tipis terkadang
mengalami hambatan karena agen T. evansi hanya dapat dideteksi pada saat
terjadi parasitemia yang tinggi. Sedangkan pada kasus infeksi yang berjalan
kronis, diperlukan pemeriksaan ulas darah tebal, MHCT dan MIT.
Untuk kepentingan diagnostik terhadap trypanosomiasis, pengujian
dengan teknik CATT memiliki sensitifitas lebih tinggi dibandingkan teknik MIT
dan MHCT. Disamping itu, teknik CATT dapat digunakan untuk melakukan uji
tapis (screening test) dan kemudian dapat dilanjutkan dengan uji PCR untuk
konfirmasi agen T. evansi.

a. Uji Parasit
Uji ini sangat bergantung pada jumlah parasittrypanosoma yang beredar
dalamsirkulasi darah. Dengan demikian, teknik ini paling baik digunakan pada infeksi
akutsaat terjadi parasitemia tinggi.Preparat Darah Segar. Satu tetes darah diletakkan
pada gelas objek. Kemudianditempelkan gelas penutup (cover glass) sehingga darah
akan tersebar merata padagelas objek. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan
mikroskop cahaya (200x)untuk melihat pergerakan (motilitas) trypanosoma yang
masih hidup.

1) Preparat Ulas Darah Tebal


Dilakukan dengan cara meletakkan tetesan darah (dua atau tiga tetes)
pada gelasobjek, kemudian dioleskan dengan menggunakan tusuk gigi
atau gelas objek yang lain sehingga terbentuk luasan 1,0–1,25 cm2.
Preparat dikeringkan pada suhu ruang selama minimal satu jam.
Selanjutnya preparat diwarnai dengan Giemsa selama 25menit. Setelah
dicuci dengan aquades, pengamatan dapat dilakukan menggunakan
mikrokop cahaya (500–1000x). Kelebihan dari preparat ulas darah tebal
adalah bahwa teknik ini dapat membuat endapan darah pada area yang
kecil sehingga waktu yangdiperlukan untuk mendeteksi parasit menjadi
lebih singkat. Adapun kelemahan teknik ini adalah bahwa agen T. evansi
dapat menjadi rusak selama proses pengerjaan preparat sehingga teknik
ini tidak direkomendasikan untuk identifikasi spesies trypanosoma
padakasus infeksi campuran (mixed infections).
2) Preparat Ulas Darah Tipis
Sebanyak satu tetes darah diletakkan pada gelas objek kemudian
diulas/digesekkan dengan ujung gelas objek yang lain. Preparat kemudian
difiksasi dengan methanol(methyl alcohol) selama dua menit, dikeringkan
dan diwarnai dengan Giemsa selama 25 menit. Preparat dicuci,
dikeringkan dan diwarnai dengan pewarna May–Grünwaldselama 2 menit.
Kemudian ditambahkan PBS (pH 7,2) dan dibiarkan selama 3 menit.
Setelah itu dilarutkan dalam pewarna Giemsa selama 25 menit, preparat
dicuci danakhirnya dikeringkan. Pengamatan dilakukan dengan
mikroskop cahaya (400–1000x) untuk melihat morfologi secara detail dan
untuk kepentingan identifikasi spesiestrypanosoma. Sebagai alternatif,
pewarnaan preparat dapat dilakukan dengan menggunakan pewarnaan
cepat (rapid staining techniques).
3) Biopsi Limfonodus
Sampel biopsi diambil dari limfonodus prescapularis atau precruralis
(subiliacus).Sampel biopsi limfonodus diletakkan pada gelasobjek, ditutup
dengan cover glass dandiamati dengan mikroskopik.Metode Endapan
(Concentration methods). Pada beberapa hewan, infeksi T. evansidapat
berlangsung subklinis yang ditandai dengan parasitemia yang rendah.
Kondisi inimenyebabkan tidak mudah untuk menemukan agen parasit T.
evansi di dalam sirkulasidarah sehingga diperlukan metode endapan.
Teknik yang digunakan adalahsentrifugasi hematokrit, endapan fase
kontras, dan hemolisis sel darah merah.
Teknik sentrifugasi hematokrit (haematocrit centrifugation test /
HCT) ; sampel darah diambil menggunakan minimal dua tabung kapiler
berheparin. Ujung salah satu tabungditutup/disegel, kemudian
disentrifugasi dimana posisi ujung tabung yang disegelberada di bawah.
Pada tabung kapiler akan terbentuk endapan sel darah putih (buffycoat).
Pada permukaan tabung diteteskan minyak emersi sehingga kapiler
kontakdengan lensa objektif mikroskop (100–200x). Teknik sentrifugasi
hematokrit tergolongsederhana dan merupakan uji cepat (rapid test) yang
dapat dilakukan di lapangan.
Teknik endapan fase kontras (phase-contrast buffy coat technique) ;
sampel darah diambil menggunakan tabung kapiler berheparin dan
disentrifugasi sebagaimana pada metode sentrifugasi hematokrit. Pada
tabung kapiler akan terbentuk tiga lapisan(endapan sel darah merah, sel
darah putih/buffy coat, dan plasma). Tabung kapiler dipotong sekitar 1
mm di bawah lapisan buffy coat. Secara perlahan buffy coatdikeluarkan,
diletakkan di atas gelas objek, ditutup dengan cover glass dan diamatipada
mikroskop dengan latar yang gelap atau fase kontras.
Teknik hemolisis sel darah merah (haemolysis techniques) ;
digunakan sodium dodecylsulphate (SDS) sebagai reagen untuk
menghancurkan/melisiskan sel darah merahsehingga trypanosoma dapat
dideteksi pada sampel darah. Larutan SDS tergolongbahan beracun
sehingga pengerjaan dengan bahan ini harus berhati-hati. Baik larutanSDS
maupun sampel darah sebaiknya digunakan pada suhu di atas 15°C karena
padasuhu yang lebih rendah dapat terjadi kerusakan trypansoma dalam
sampel darah.
4) Inokulasi pada Hewan Percobaan (Mouse Inoculation Test / MIT)
Hewan percobaan digunakan untuk mendeteksi T. evansi pada infeksi
subklinis. Rodensia seperti tikus dan mencit digunakan untuk inokulasi.
Walaupun tidak mencapai 100%, namun sensitifitas pengujian ini dapat
ditingkatkan dengan penggunaan hewan percobaan yang imunitasnya
lemah. Inokulasi sampel darah berheparin dilakukan secara
intraperitonial pada tikus (1–2 ml)atau mencit (0.25–0.5 ml). Inokulasi
dilakukan pada minimal duaekor hewan. Setelahdiinokulasi, hewan
percobaan diambil darahnya tiga kali seminggu untuk mendeteksi
parasitemia.
Metode inokulasi tikus (Mouse inoculation) secara umum dapat
diterima sebagai metode yang paling sensitif untuk mendeteksi
trypanosomiasis. Jika dengan menggunakan buffy coat untuk
menginokulasi mencit, maka sensitivitasnya dapat ditingkatkan 4x lebih
baik. Meskipun demikian, metode ini memerlukan banyak hewan
percobaan yang mengakibatkan metode ini kurang praktis (Monzon et al.,
1990).
5) Pemeriksaan Haematologi
Kondisi anemia merupakan salah satu gejala yang berkaitan dengan
infeksitrypanosoma walaupun bukan gejala yangkhas (patognomomis).
Pada hewan yang mengalami infeksi subklinis misalnya, dapat terjadi
parasitemia tanpa ditemukan gejala anemia. Anemia pada hewan
terinfeksi T. evansi dapat diketahui dengan menghitung volume sel darah
(packed cell volume). Teknik ini dapat digunakan untuk
pengamatan/surveilans penyakit Surra dengan basis populasi. Prosedur
pengujian sama dengan prosedur padasentrifugasi hematokrit . Sampel
darah pada tabung kapiler diamati dan hasil ujidipresentasikan dalam
bentuk persentase sel darahmerah terhadap volume totaldarah.
b. Uji Serologis
Metode yang digunakan untuk mendeteksi antibodi humoral spesifik
terhadap antigen T. evansi antara lain card agglutination tests (CATT),
enzyme-linked immunosorbentassay(ELISA), dan latex agglutination tests.
Sensitifitas uji serologis lebih tinggi daripada uji parasit, namun
diperlukan standarisasi terutama berkaitan denganinterpretasi hasil dan
prosedur pengujian di laboratorium.
1) Card agglutination tests (CATT)
Telah diketahui bahwa trypanosoma mampu menampilkan berbagai
variasi antigenpermukaan (variable antigen types / VAT). Hal ini menjadi
dasar untuk pengujiandengan metode card agglutination test (CATT).
Metode CATT menggunakan VATtrypanosoma yang dikenal sebagai RoTat
1.2. Antigen permukaan, baik yang dapatberubah bentuk (variable)
maupun yang tidak (invariable), berperan dalam reaksiaglutinasi. Hasil uji
akan tampak berupa reaksi aglutinasi dimana granul berwarna biruakan
terlihat sebagai tanda positif reaksi.Metode CATT terutamadigunakan
untuk pengujian serologis dengan basis populasi,bukan individual. Metode
CATT dapat digunakan untuk pengujian serologis pada faseinfeksi
subklinis atau kronis.
2) Enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA)
Sensitifitas metode ELISA diketahui lebih baik daripada metode CATT.
Pada pengujianELISA dengan basis individual, diperlukan kehati-hatian
saat melakukan interpretasihasil uji dan lebih baik jika ditunjang dengan
uji parasit. Metode ELISA sangatbermanfaat untuk surveilans/pengamatan
pada populasi hewan yang besar.Teknik ELISA bekerja dengan cara
mendeteksi antibodi spesifik terhadap trypanosomaHal ini dapat
dilakukan melalui reaksi antara enzim bertaut anti immunoglobulin
(enzyme-linked anti-immunoglobulins) dan antigen terlarut pada ELISA
plate. Enzimyang digunakan antara lain peroxidase, alkaline phosphatase
atau enzim lain yangsesuai. Konjugat enzim akan berikatan dengan
kompleks antigen-antibodi dankemudian bereaksi dengan substrat
sehingga menghasilkan perubahan warna.Perubahan warna tersebut
terjadi akibat adanya ikatan dengan substrat atau karenapenambahan
indikator (chromogen). Antigen yang digunakan untuk melapisi ELISA
plates diperoleh dari darah tikus yang mengalami parasitemia tinggi.
3) Latex agglutination tests
Pengujian dilakukan dengan mereaksikan partikel lateks yang dilapisi
antigen T. evansiRoTat 1.2 (antigen-coated latex particles) dan sampel
serum darah hewan inang padatest card. Perubahan pada test card dapat
diamati di akhir waktu inkubasi. Reaksiaglutinasi terhadap partikel lateks
akan tampak pada sampel serum darah yangmengandung agen T. evansi.
4) Uji Molekuler
Metode polymerase chain reaction (PCR) digunakan untuk
mendeteksi agen T. evansidi dalam darah host yang terinfeksi dandalam
darah (blood meal) pada lalat Tabanus. Teknik PCR memiliki sensitifitas
uji yang hampir sama dengan teknik inokulasi pada hewan percobaan
(MIT). Hasil uji PCR negatif palsu (false negative) dapat terjadi pada
kondisi parasitemia yang sangat rendah misalnya pada infeksi kronis.
III. PENUTUP

Kesimpulan

Penyakit surra merupakan penyakit yang disebabkan oleh trypanosome evansi


dan dapat menyerang hewan vertebrata jenis apapun. Penyakit ini tergolong PHMS atau
penyakit hewan menular strategis dan sangat berbahaya karena bersifat akut dan kronis,
juga tidak memiliki gejala yang spesifik. Penyebaran penyakit ini sendiri tergantung
pada vector penyebarannya. Epidemiologi dari penyakit ini telah meyebar mulai dari
afrika, asia tengahm selatan dan tenggara, dan juga amerika selatan. Morfologinya
sendiri berbentuk runcing di kedua ujungnya dengan ukuran 23 – 25 µm. ditengahnya
terdapat karsioma yang terletak hampir di sentral. Siklus hidupnya sendiri dapat
beberapa fase leismania. Leptomonas, kritidia dan trypanosome. Siklus penularannya
terjadi karena 2 vektor yaitu vekto mekanik yang melalui perantara lalat dan biologis
melalui perantara daging dan darah.
Gejala klinis yang dapat ditimbulkan dari infeksi trypanosome evansi ini
berbeda beda setiap hospes tetapi tidak memiliki gejala yang amat spesifik. Umumnya
gejalanya berupa demam tinggi berulang yang diikuti dengan gejala sekunder berupa
anorexsia, kelemahan, aborsi, kekurusan dan penurunan produksi. Diagnose yang dapat
dipakai untuk mendeteksi adanya trypanosome ialah dengan melakukan uji serologi
dapat dilakukan dengan metode card agglutination test for trypanosomes (CATT).
Sensitifitas uji serologis lebih tinggi daripada uji parasit, namun diperlukan
standarisasi terutama berkaitan denganinterpretasi hasil dan prosedur pengujian
di laboratorium.
Saran

Selalu menjaga bio security dari kandang untuk mengendalikan penyakit


surra maupun penyakit lainnya mengingat sangat berbahayanya peyakit surra ini.
Karena kita tahu mencegah lebih baik dari mengebati. Pencegahan dapat dilakukan
dengan cara menghindari vektor (cegah kontak vector) dan pengendalian vector.
REVERENSI

https://id.wikipedia.org/wiki/Penyakit_tidur

http://civas.net/2014/02/25/trypanosomiasis-surra/

http://civas.net/2014/02/25/trypanosomiasis-surra/3/

http://alitbudiartawan.blogspot.com/2015/03/penyakit-surra-
atau-trypanosomiasis.html

https://www.scribd.com/doc/246099939/Definisi-Etiologi-
Epidemiologi-Tripanosomiasis

https://www.academia.edu/27815727/Penyakit_SURRA_Trypano
somiasis_dan_PENGENDALIANNYA

Anda mungkin juga menyukai