Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH IKM & PROMOSI KESEHATAN

PENYULUHAN KESEHATAN
“KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA”

Disusun oleh:

Sarah Romian Simbolon (1734010)

Dosen Pembimbing :

Margareta Haiti S.Pd.,S.Kep.,M.Kes

UNIVERSITAS KATOLIK MUSI CHARITAS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
DIV ANALIS KESEHATAN
SATUAN ACARA PENYULUHAN KESEHATAN

NAMA : Sarah Romian Simbolon

NIM : 1734010

POKOK BAHASAN : Kesehatan Reproduksi Remaja

TUJUAN UMUM :

Setelah dilakukan penyuluhan kesehatan, diharapkan remaja dapat mengetahui secara


luas tentang pentingnya kesehatan reproduksi.

TUJUAN KHUSUS :

1. Remaja mengetahui informasi seksual (organ reproduksi) bagi remaja


2. Remaja mengetahui perubahan yang terjadi pada masa pubertas
3. Remaja mengetahui masalah-masalah/penyakit seksualitas
4. Remaja mengetahui factor-faktor yang menyebabkan timbulnya masalah-masalah
seksualitas
5. Remaja memiliki kesadaran akan pentingnya memahami masalah seksualitas

METODE : Penyuluhan

MATERI :

1. Pengertian Kesehatan Reproduksi, Remaja, Masa Remaja, Pubertas.


2. Batasan usia remaja
3. Perubahan yang terjadi pada masa pubertas
4. Masalah-masalah atau Penyakit dari Reproduksi
5. Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya masalah dari reproduksi
6. Upaya preventif menghadapi masalah reproduksi
MATERI

I. Pengertian
Menurut WHO, kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan dari segi fisik,
mental, dan social yang sejahtera. Kesehatan reproduksi bersifat utuh,
tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam suatu yang
berkaitan dengan system reproduksi, fungsi, dan prosesnya. Sedangkan
menurut ICPD tahun 1994, kesehatan reproduksi adalah keadaan
sempurna fisik, mental dan kesejahteraan social dan tidak semata-mata
ketiadaan penyakit atau kelemahan dalam segala hal yang berkaitan
dengan system reproduksi, fungsi serta prosesnya.

Selaras dengan WHO, Departemen Kesehatan RI (2000) juga


mendefinisikan kesehatan reproduksi sebagai suatu keadaan yang dapat
diartikan sehat baik dari segi fisik, mental, dan kehidupan social yang
berkaitan dengan alat, fungsi, serta proses reproduksi yang berdasarkan
dari pemikiran kesehatan reproduksi sebagaimana seseorang dapat
memiliki kehidupan seksual yang aman dan memuaskan sebelum dan
sesudah menikah. Kesehatan seksual adalah keharmonisan hubungan antar
manusia, dimana setiap individu merasa nyaman dengan seksualitasnya
dan mampu mengkomunikasikan perasaan dan kebutuhan seksualnya,
serta menghormati kebutuhan seksual orang lain.

Masa remaja adalah masa transisi dalam rentang kehidupan manusia,


menghubungkan masa kanak-kanak dan masa dewasa. Masa remaja
disebut pula sebagai masa penghubung atau masa peralihan antara masa
kanak-kanak dengan masa dewasa. Pada periode ini terjadi perubahan-
perubahan besar dan esensial mengenai kematangan fungsi-fungsi
rohaniah dan jasmaniah, terutama fungsi seksual.
Remaja yang dalam bahasa aslinya disebut adolescence, berasal dari
bahasa Latin adolescare yang artinya “tumbuh atau tumbuh untuk
mencapai kematangan”. Anak dianggap sudah dewasa apabila sudah
mampu mengadakan reproduksi. Menurut Rice, masa remaja adalah masa
peralihan, ketika individu tumbuh dari masa anak-anak menjadi individu
yang memiliki kematangan. Masa remaja adalah masa transisi yang
ditandai oleh adanya perubahan fisik, emosi dan psikis.

Pada 1974, WHO memberikan definisi tentang remaja yang lebih bersifat
konseptual. Dalam definisi tersebut, dikemukakan tiga criteria, yaitu
biologis, psikologis, dan social ekonomi, sehingga secara lengkap definisi
tersebut berbunyi sebagai berikut. Remaja adalah suatu masa di mana :
1) Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-
tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan
seksual.
2) Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi
dari kanan-kanak menjadi dewasa.
3) Terjadi peralihan dari ketergantungan social-ekonomi yang penuh
kepada keadaan yang relative lebih mandiri.

Pubertas (pubery) ialah suatu periode di mana kematangan kerangka dan


seksual terjadi secara pesat terutama pada awal masa remaja. Tetapi,
pubertas bukanlah suatu peristiwa tunggal yang tiba-tiba terjadi. Pubertas
adalah bagian dari suatu proses yang terjadi berangsur-berangsur
(gradual). Pubertas adalah periode dalam rentang perkembangan ketika
anak-anak berubah dari makhluk aseksual menjadi makhluk seksul. Kata
pubertas berasal dari kata latin yang berarti “usia kedewasaan”. Kata ini
lebih menunjukkan pada perubahan fisik daripada perubahan perilaku
yang terjadi pada saat individu secara seksual menjadi matang dan mampu
memperbaii keturunan.
(Meilan Nessi,Maryanah,Willa.2018.Kesehatan Reproduksi Remaja:
Implementasi PKPR Dalam Teman Sebaya. Malang: Wineka
Media.Hal:1,17-19)

II. Batasan Usia Remaja


Berdasarkan tahapan perktembangan individu dari masa bayi hingga masa
tua akhir menurut Erickson, masa remaja dibagi menjadi tiga tahapan
yakni masa remaja awal, masa remaja pertengahan, dan masa remaja
akhir. Adapun criteria usia masa remaja awal pada perempuan yaitu 13-15
tahun dan pada laki-laki yaitu 15-17 tahun. Criteria usia masa remaja
pertengahan pada perempuan yaitu 15-18 tahun dan pada laki-laki yaitu
17-19 tahun. Sedangkan criteria masa remaja akhir pada perempuan yaitu
18-21 tahun dan pada laki-laki 19-21 tahun.

Menurut Papalia & Olds, masa remaja adalah masa transisi perkembangan
antara masa kanak-kanak dan dewasa yang pada umumnya dimulai pada
usia 12-13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua
puluhan tahun. Jahja menambahkan, karena laki-laki lebih lambat matang
daripada anak perempuan, maka laki-laki mengalami periode awal masa
remaja yang lebih singkat, meskipun pada usia 18 tahun ia telah dianggap
dewasa, seperti halnya untuk perempuan. Akibatnya, seringkali laki-laki
tampak kurang dewasa untuk usianya dibandingkan dengan perempuan.
Perempuan mengalami masa remaja relative lebih cepat dibandingkan
dengan remaja pada laki-laki. Hal ini membuat perempuan berkebutuhan
lebih cepat terhadap pelayanan kesehatan reproduksi daripada remaja laki-
laki.
Batasan usia remaja menurut WHO adalah 12-24 tahun. Menurut
DEPKES RI adalah antara 10-19 tahun dan belum kawin. Menurut
BKKBN adalah 10 sampai 119 tahun.

(Meilan Nessi,Maryanah,Willa.2018.Kesehatan Reproduksi Remaja:


Implementasi PKPR Dalam Teman Sebaya. Malang: Wineka
Media.Hal:19-20)

III. Perubahan Pada Masa Pubertas


Pada fase pubertas terjadi perubahan fisik sehingga pada akhirnya
seorang anak akan memiliki kemampuan bereproduksi. Terdapat lima
perubahan khusus yang terjadi pada pubertas, yaitu, pertambahan tinggi
badan yang cepat (pacu tumbuh), perkembangan seks sekunder,
perkembangan organ-organ reproduksi, perubahan komposisi tubuh serta
perubahan sistem sirkulasi dan sistem respirasi yang berhubungan dengan
kekuatan dan stamina tubuh. Perubahan fisik yang terjadi pada periode
pubertas berlangsung dengan sangat cepat dalam sekuens yang teratur dan
berkelanjutan. Tinggi badan anak laki-laki bertambah kira-kira 10 cm per
tahun, sedangkan pada perempuan kurang lebih 9 cm per tahun. Secara
keseluruhan pertambahan tinggi badan sekitar 25 cm pada anak
perempuan dan 28 cm pada anak laki-laki.
Pertambahan tinggi badan terjadi dua tahun lebih awal pada anak
perempuan dibanding anak laki-laki. Puncak pertumbuhan tinggi badan
(peak height velocity) pada anak perempuan terjadi sekitar usia 12 tahun,
sedangkan pada anak laki-laki pada usia 14 tahun. Pada anak perempuan,
pertumbuhan akan berakhir pada usia 16 tahun sedangkan pada anak laki-
laki pada usia 18 tahun. Setelah usia tersebut, pada umumnya
pertambahan tinggi badan hampir selesai. Hormon steroid seks juga
berpengaruh terhadap maturasi tulang pada lempeng epifisis. Pada akhir
pubertas lempeng epifisis akan menutup dan pertumbuhan tinggi badan
akan berhenti. Pertambahan berat badan terutama terjadi karena perubahan
komposisi tubuh, pada anak laki-laki terjadi akibat meningkatnya massa
otot, sedangkan pada anak perempuan terjadi karena meningkatnya massa
lemak. Perubahan komposisi tubuh terjadi karena pengaruh hormon
steroid seks.

Tahap perkembangan pubertas anak pada laki-laki menurut Tanner

Tahap perkembangan pubertas anak pada perempuan menurut Tanner

(Batubara Jose.2010.Adolescent Development (Perkembangan


Remaja).Jurnal Kedokteran.12.(1).Hal: 23-26)

Pada anak laki-laki, perubahan seks primer masa pubertas ditandai


dengan mimpi basah, sedangkan perubahan sekunder berupa suara mulai
berubah, tumbuh rambut di daerah ketiak, kumis, jenggot, alat kelamin.
Sementara perubahan seks primer anak perempuan ditandai dengan
menstruasi pertama kali ( menarche) dan biasanya diikuti dengan perubahan
organ seksual sekunder yaitu memiliki payudara dan pinggul yang membesar.
Perubahan fisik yang dialami remaja selama masa pubertas memberikan
dampak bagi perubahan psikologis dan sosial.

Perubahan fisik sebagai ciri seks sekunder yang terlihat dari luar
terjadi selama pubertas adalah perubahan yang menyertai ciri seks primer.
Perempuan tampak pertumbuhan payudara, tumbuh bulu-bulu halus di sekitar
ketiak dan vagina, pinggul melebar; keringat bertambah banyak, kulit mulai
berminyak, pantat bertambah lebih besar dan pertumbuhan tinggi badan yang
pesat. Sedangkan pada pria terjadi pertambahan tinggi badan yang cepat,
tumbuh jakun, tumbuh rambut-rambut di ketiak, sekitar muka dan sekitar
kemaluan, penis dan buah zakar membesar, suara menjadi besar; keringat
bertambah banyak, kulit dan rambut mulai berminyak.

Perubahan psikologis juga diakibatkan oleh peningkatan hormon


gonadotropin. Bentuk perubahan yang menyertai pubertas meliputi kognitif,
moral, emosi, sosial sebagai bentuk perkembangan diri remaja. Menurut
pengalaman remaja selama masa pubertas mengalami perubahan sikap yaitu
sikap menentang. Remaja akan lebih mudah mengikuti hal-hal yang
menyenangkan menurut pemikiran mereka. Kondisi emosi remaja pubertas
sangat mudah berubah. Menurut Hall dalam Santrock, menyatakan bahwa
remaja yang sedang menjalani masa pubertas mengalami badai dan topan
dalam kehidupan perasaan dan emosinya. Keadaan semacam ini sering
disebut sebagai strom and stress. Remaja yang sedang menjalani masa
pubertas pada umumnya mengalami keadaan yang menggejolak dan sensitif.
Keadaan yang penuh gejolak dan sensitif sering diwujudkan dalam bentuk
mudah marah dan terangsang emosinya.
(Triyanto Endang. 2010. PENGALAMAN MASA PUBERTAS REMAJA
STUDI FENOMENOLOGI DI PURWOKERTO.”Jurnal Ners”.5.(2))

IV. Masalah-Masalah Yang Terjadi Pada Reproduksi Seksual Remaja


1. Haid yang tidak lancar
Hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan hormon (FSH, LH,
GnRH) dipengaruhi oleh stress, indeks massa tubuh, dan aktivitas
fisik. Stress mempengaruhi hormone FSH-LH yang tidak teratur
menyebabkan hormone estrogen dan progesterone yang tidak teratur
juga. Aktivitas yang tinggi dapat mempengaruhi peningkatan kadar
LH. Sedangkan lemak yang berlebihan dalam tubuh mengakibatkan
umpan negative pada GnRH sehingga mengakibatkan terganggunya
hormone FSH.

2. Kehamilan
Di berbagai belahan dunia, waniita menikah dan melahirkan di masa
remaja mereka. Kehamilan dan persalinan membawa risiko mobiditas
dan mortalitas yang lebih besar pada remaja dibandingkan pada wanita
yang telah berusia 20 tahunan, terutama di wilayah di mana pelayanan
medis sangat langka atau tidak tersedia. Remaja putri yang berusia
kurang dari 18 tahun mempunyai 2 sampai 5 kali risiko kematian
dibandingkan dengan wanita yang telah berusia 18-25 tahun akibat
persalinan lama dan persalinan macet, perdarahan maupun factor lain.
Kegawat daruratan yang berkaitan dengan kehamilan, misalnya
tekanan darah tinggi (hipertensi) dan anemia (kurang darah) juga lebih
sering terjadi pada ibu-ibu berusia remaja, terutama pada daerah di
mana kekurangan gizi merupakan endemis.
Remaja yang hamil di luar nikah menghadapi berbagai masalah
psikologis, yaitu rasa takut, kecewa, menyesal, dan rendah diri
terhadap kehamilannya sehingga terjadi usaha untuk menghilangkan
dengan jalan gugur kandung. Keadaan akan makin rumit bila pemuda
atau laki-laki yang menghamili malah tidak bertanggung jawab
sehingga derita hanya ditanggung sendiri dan keluarga. Keluarga pun
menghadapi masalah yang sulit di tengah masyarakat seolah-olah tidak
mampu memberikan pendidikan moral kepada anak gadisnya.

3. Aborsi yang tidak aman


Kehamilan yang tidak diinginkan pada remaja sering kali berakhir
dengan aborsi. Kehamilan pada wanita di bawah 20 tahun adalah
kehamilan yang tidak diinginkan atau salah waktu (mistimed). Di
banyak Negara berkembang, remaja yang hamil seringkali mencari
pelayanan aborsi agar mereka tidak dikeluarkan dari sekolah. Aborsi
yang disengaja seringkali berisiko lebih besar pada remaja prutri
dibandingkan pada wanita yang lebih tua. Temaja cenderung
menunggu lebih lama sebelum mencari batuan karena tidak dapat
mengakses pelayanan kesehatan, atau bahkan mungkin mereka tidak
sadar atau tahu bahwa mereka hamil.

4. Penyakit Menular Seksual (PMS), termasuk HIV/AIDS


Infeksi PMS dapat menyebabkan masalah kesehatan seumur hidup,
termasuk kemandulan dan rasa sakit kronis, serta meningkatkan risiko
penularan HIV. Kaum muda cenderung lebih berisiko tertular PMS,
termasuk HIV/AIDS karena berbagai sebab. Seringkali hubungan
seksual terjadi tanpa direncanakan atau tanpa diinginkan. Walaupun
hubungan seks dilakukan atas keinginan bersama. Seringkali remaja
tidak merencanakan lebih dahulu sehingga tidak siap dengan kondom
maupun kontrasepsi lain, dan mereka yang belum berpengalaman
berKB cenderung menggunakan alat kontrasepsi tersebut secara tidak
benar. Remaja putri mempunyai risiko lebih tinggi terhadap infeksi
dibandingkan wanita lebih tua karena belum matangnya system
reproduksi mereka.

Dari sudut bakteriologi, yang paling sering menyebabkan PMS dan


menjurus kea rah penyakit radang panggul adalah Neisseria
gonorrhoeae, Chlamydia trachomatis, Nycoplasma hominis,dan
bakteri lainnya.

5. Female Genital Mutilation (FGM) atau Pemotongan Kelamin Wanita


Yang dimaksud dengan FGM adalah pemotongan sebagian atau
seluruh alat kelamin luar wanita maupun tindak perlukaan lainnya
terhadap alat kelamin wanita. FGM merupakan praktek tradisional
yang sudah berurat-berakar yang berdampak sangat parah dan berat
terhadap kesehatan reproduksi remaja putri atau wanita. Umumnya
dilakukan di Afrika. Selain trauma prikologis yang dialami saat
pemotongan, FGM dapat mengakibatkan infeksi, perdarahan hebat dan
shock. Perdarahan yang tidak terkontrol ataupun infeksi, dapat
mengakibatkan kematian dalam waktu beberapa jam atau hari.

( OUTLOOK.2000.Kesehatan Reproduksi Remaja: Membangun


Perubahan yang Bermakna.Vol.16)

(Bagus Ida.1998.Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga


Berencana Untuk Pendidikan Bidan.Jakarta: EGC.Hal: 26)

(Meilan Nessi,Maryanah,Willa.2018.Kesehatan Reproduksi Remaja:


Implementasi PKPR Dalam Teman Sebaya. Malang: Wineka
Media.Hal:21)
(Ayu Ida, Bagus Ida.2009.Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita
Edisi 2.Jakarta: EGC. Hal: 19)

V. Factor- Factor yang Menyebabkan Masalah Terjadi

1. Remaja belum paham dengan pendidikan seks, sebab orang tua masih
menganggap bahwa membicarakan mengenai seks adalah hal yang
tabu, sehingga dari ketidakpahaman tersebut para remaja merasa tidak
bertanggung jawab dengan seks atau kesehatan anatomi
reproduksinya.

2. Dari ketidakpahaman remaja tentang seks dan kesehatan anatomi


reproduksi mereka, di lingkungan social masyarakat, hal ini
ditawarkan hanya sebatas komodiatas, seperti media-media yang
menyajikan hal-hal yang bersifat pornografi, antara lain, VCD,
majalah, internet, bahkan tayangan televise pun saat ini sudah
mengarah kepada hal yang seperti itu. Dampak dari ketidakpahaman
remaja tentang pendidikan seks ini, banyak hal negative terjadi.

3. Kesibukan kedua orang tua mencari nafkah sehingga kurang dapat


member perhatian pada anak remajanya.

4. Pengaruh kebudayaan yang mudah sekali diterima remaja dalam


aktivitas pergaulannya.

5. Kemampuan orang tua untuk member perhatian dan pendidikan


khusus masih belum memadai.
6. Perubahan sikap moral lebih berorientasi materialistis telah mengubah
remaja untuk ikut serta menikmatinya, sehingga memerlukan biaya
yang berusaha dipecahkan bersama kelompok sebayanya.

(Taukhit.2014.Pengembangan Edukasi Kesehatan Reproduksi dan


Seksualitas Remaja dengan Metode Game Kognitif Proaktif.”Jurnal
Studi Pemuda”.3.(2).Hal:126)

(Ayu Ida, Bagus Ida.2009.Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita


Edisi 2.Jakarta: EGC. Hal: 19)

VI. Upaya Preventif Menghadapi Masalah Reproduksi

1. Pada kasus Penyakit Hubungan Seksual diharapkan dpaat member


pengobatan radikal untuk kesembuhan sehingga menyelamatkan alat
reproduksi remaja.
2. Menghindari kehamilan yang tidak dikehendaki dapat menggunakan
salah satu metode KB yang aman dan bersih.
3. Meningkatkan aktivitas remaja ke dalam program yang produktif,
sehingga tidak banyak waktu terbuang di luar rumah.
4. Meningkatkan pengetahuan remaja tentang seksual.
Mengikuti pendidikan dan konseling yang berbasis di klinik maupun
pada program sekolah.
5. Penyediaan pelayanan klinis.
Dilakukan oleh petugas yang telah terlatih menghadapi masalah khas
remaja dan mampu memberikan konseling untuk remaja yang
berkaitan dengan masalah reproduksi.
6. Mengembangkan kemampuan untuk meningkatkan kesehatan remaja.
(Ayu Ida, Bagus Ida.2009.Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita
Edisi 2.Jakarta: EGC. Hal: 21)

( OUTLOOK.2000.Kesehatan Reproduksi Remaja: Membangun


Perubahan yang Bermakna.Vol.16)
REFERENSI :

Taukhit.2014.Pengembangan Edukasi Kesehatan Reproduksi dan Seksualitas Remaja dengan


Metode Game Kognitif Proaktif.”Jurnal Studi Pemuda”.3.(2)

OUTLOOK.2000.Kesehatan Reproduksi Remaja: Membangun Perubahan yang


Bermakna.Vol.16

Triyanto Endang. 2010. PENGALAMAN MASA PUBERTAS REMAJA STUDI


FENOMENOLOGI DI PURWOKERTO.”Jurnal Ners”.5.(2)

Batubara Jose.2010.Adolescent Development (Perkembangan Remaja).Jurnal Kedokteran.12.(1)

Meilan Nessi,Maryanah,Willa.2018.Kesehatan Reproduksi Remaja: Implementasi PKPR Dalam


Teman Sebaya. Malang: Wineka Media

Bagus Ida.1998.Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk


Pendidikan Bidan.Jakarta: EGC

Ayu Ida, Bagus Ida.2009.Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita Edisi 2.Jakarta: EGC
LAMPIRAN :

Anda mungkin juga menyukai