PENYULUHAN KESEHATAN
“KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA”
Disusun oleh:
Dosen Pembimbing :
NIM : 1734010
TUJUAN UMUM :
TUJUAN KHUSUS :
METODE : Penyuluhan
MATERI :
I. Pengertian
Menurut WHO, kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan dari segi fisik,
mental, dan social yang sejahtera. Kesehatan reproduksi bersifat utuh,
tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam suatu yang
berkaitan dengan system reproduksi, fungsi, dan prosesnya. Sedangkan
menurut ICPD tahun 1994, kesehatan reproduksi adalah keadaan
sempurna fisik, mental dan kesejahteraan social dan tidak semata-mata
ketiadaan penyakit atau kelemahan dalam segala hal yang berkaitan
dengan system reproduksi, fungsi serta prosesnya.
Pada 1974, WHO memberikan definisi tentang remaja yang lebih bersifat
konseptual. Dalam definisi tersebut, dikemukakan tiga criteria, yaitu
biologis, psikologis, dan social ekonomi, sehingga secara lengkap definisi
tersebut berbunyi sebagai berikut. Remaja adalah suatu masa di mana :
1) Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-
tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan
seksual.
2) Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi
dari kanan-kanak menjadi dewasa.
3) Terjadi peralihan dari ketergantungan social-ekonomi yang penuh
kepada keadaan yang relative lebih mandiri.
Menurut Papalia & Olds, masa remaja adalah masa transisi perkembangan
antara masa kanak-kanak dan dewasa yang pada umumnya dimulai pada
usia 12-13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua
puluhan tahun. Jahja menambahkan, karena laki-laki lebih lambat matang
daripada anak perempuan, maka laki-laki mengalami periode awal masa
remaja yang lebih singkat, meskipun pada usia 18 tahun ia telah dianggap
dewasa, seperti halnya untuk perempuan. Akibatnya, seringkali laki-laki
tampak kurang dewasa untuk usianya dibandingkan dengan perempuan.
Perempuan mengalami masa remaja relative lebih cepat dibandingkan
dengan remaja pada laki-laki. Hal ini membuat perempuan berkebutuhan
lebih cepat terhadap pelayanan kesehatan reproduksi daripada remaja laki-
laki.
Batasan usia remaja menurut WHO adalah 12-24 tahun. Menurut
DEPKES RI adalah antara 10-19 tahun dan belum kawin. Menurut
BKKBN adalah 10 sampai 119 tahun.
Perubahan fisik sebagai ciri seks sekunder yang terlihat dari luar
terjadi selama pubertas adalah perubahan yang menyertai ciri seks primer.
Perempuan tampak pertumbuhan payudara, tumbuh bulu-bulu halus di sekitar
ketiak dan vagina, pinggul melebar; keringat bertambah banyak, kulit mulai
berminyak, pantat bertambah lebih besar dan pertumbuhan tinggi badan yang
pesat. Sedangkan pada pria terjadi pertambahan tinggi badan yang cepat,
tumbuh jakun, tumbuh rambut-rambut di ketiak, sekitar muka dan sekitar
kemaluan, penis dan buah zakar membesar, suara menjadi besar; keringat
bertambah banyak, kulit dan rambut mulai berminyak.
2. Kehamilan
Di berbagai belahan dunia, waniita menikah dan melahirkan di masa
remaja mereka. Kehamilan dan persalinan membawa risiko mobiditas
dan mortalitas yang lebih besar pada remaja dibandingkan pada wanita
yang telah berusia 20 tahunan, terutama di wilayah di mana pelayanan
medis sangat langka atau tidak tersedia. Remaja putri yang berusia
kurang dari 18 tahun mempunyai 2 sampai 5 kali risiko kematian
dibandingkan dengan wanita yang telah berusia 18-25 tahun akibat
persalinan lama dan persalinan macet, perdarahan maupun factor lain.
Kegawat daruratan yang berkaitan dengan kehamilan, misalnya
tekanan darah tinggi (hipertensi) dan anemia (kurang darah) juga lebih
sering terjadi pada ibu-ibu berusia remaja, terutama pada daerah di
mana kekurangan gizi merupakan endemis.
Remaja yang hamil di luar nikah menghadapi berbagai masalah
psikologis, yaitu rasa takut, kecewa, menyesal, dan rendah diri
terhadap kehamilannya sehingga terjadi usaha untuk menghilangkan
dengan jalan gugur kandung. Keadaan akan makin rumit bila pemuda
atau laki-laki yang menghamili malah tidak bertanggung jawab
sehingga derita hanya ditanggung sendiri dan keluarga. Keluarga pun
menghadapi masalah yang sulit di tengah masyarakat seolah-olah tidak
mampu memberikan pendidikan moral kepada anak gadisnya.
1. Remaja belum paham dengan pendidikan seks, sebab orang tua masih
menganggap bahwa membicarakan mengenai seks adalah hal yang
tabu, sehingga dari ketidakpahaman tersebut para remaja merasa tidak
bertanggung jawab dengan seks atau kesehatan anatomi
reproduksinya.
Ayu Ida, Bagus Ida.2009.Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita Edisi 2.Jakarta: EGC
LAMPIRAN :