Anda di halaman 1dari 4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Air Asam Tambang

Air Asam Tambang merupakan salah satu isu lingkungan yang berpotensi
terjadi di kegiatan penambangan baik batubara maupun bijih. Air asam tambang
terbentuk karena adanya mineral sulfida yang tersingkap akibat kegiatan
penggalian dan penimbunan batuan penutup. Mineral sulfida tersebut kontak dan
teroksidasi oleh oksidator utama yakni oksigen dan membentuk produk-produk
oksidasi. Produk-produk oksidasi tersebut kemudian terlindi oleh adanya air (air
hujan). Hal ini menyebabkan peningkatan keasaman di badan air penerima yang
ditandai dengan rendahnya nilai pH. Selain peningkatan keasaman, pembentukan
air asam tambang juga menyebabkan peningkatan terhadap konsentrasi logam-
logam terlarut di badan air penerima. (Abfertiawan, 2016)

Di pertambangan batubara yang menerapkan metode tambang terbuka


(open pit mine), air asam tambang berpotensi terbentuk di dua lokasi yakni pit
penambangan (mine pit) dan timbunan batuan penutup (overburden disposal).
Pembentukan air asam tambang di pit penambangan tidak dapat dihindari ketika
lapisan batuan penutup yang berpotensi membentuk air asam tambang tersingkap
menjadi dinding pit dan kontak dengan oksigen dan air. Oleh karena itu, air asam
tambang yang bersumber dari pit penambangan berpotensi memiliki kualitas
yang tidak memenuhi baku mutu lingkungan sehingga harus dialirkan ke sistem
pengolahan air asam tambang sebelum masuk ke badan air penerima. Sedangkan
pembentukan air asam tambang di timbunan batuan penutup berpotensi dapat
terbentuk ketika timbunan tersebut belum final dan jika tidak adanya upaya
pencegahan pembentukan air asam tambang yang salah satunya dapat dilakukan
melalui metode enkapsulasi material PAF dengan menggunakan NAF.

Mineral sulfida merupakan mineral yang secara alami berdasarkan proses


pembentukannya sudah terkandung didalam batuan. Mineral yang menjadi
sumber pembentuk air asam tambang ini berpotensi dapat ditemukan di area
penambangan baik tambang batubara maupun mineral (emas, lead, zinc, dll).
Terdapat beberapa jenis mineral yang menyebabkan terbentuknya air asam
tambang.
Tabel 2.1

Mineral pembentuk air asam tambang

Mineral Formula
Pyirite FeS2
Chalcolite Cu2S
Cuvellite CuS
Chalcopyrite CuFeS2
Molybdenite MoS2
Millerite NiS
Galena PbS
Sphalerite ZnS
Arsenopyrite FeAsS

Berdasarkan persamaan kimia dapat diketahui proses pembentukan air


asam tambang sebagai berikut:

2FeS2 + 15O2 + 2H2O → 2Fe2+ + 4SO42- + 4H+


………..(Persamaan 2.1)

(Abfertiawan, 2016)

2.2 Water Sampling

2.3 Uji Kualitas Air

2.3.1 Uji derajat keasaman air(pH)

pH atau derajat keasaman digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman


(atau ke basaanyang dimiliki oleh suatu larutan. Yang dimaksudkan
"keasaman" di sini adalah konsentrasi ion hidrogen(H+) dalam pelarut air. Nilai
pH berkisar dari 0 hingga 14. Suatu larutan dikatakan netral apabila memiliki
nilai pH=7. Nilai pH>7 menunjukkan larutan memiliki sifat basa, sedangkan
nilai pH<7 menunjukan keasaman.

Nilai pH 7 dikatakan netral karena pada air murni ion H+ terlarut dan ion
OH- terlarut (sebagai tanda kebasaan) berada pada jumlah yang sama, yaitu 10-
7 pada kesetimbangan. Penambahan senyawa ion H+ terlarut dari suatu asam
akan mendesak kesetimbangan ke kiri (ion OH- akan diikat oleh H+
membentuk air). Akibatnya terjadi kelebihan ion hidrogen dan meningkatkan
konsentrasinya.

(Anonim, 2019)

2.3.2 Uji konduktivitas pada air

Daya hantar listrik (DHL) merupakan kemampuan suatu cairan


untuk menghantarkan arus listrik (disebut juga konduktivitas). DHL pada air
merupakan ekspresi numerik yang menunjukkan kemampuan suatu larutan
untuk menghantarkan arus listrik. Oleh karena itu, semakin banyak garam-
garam terlarut yang dapat terionisasi, semakin tinggi pula nilai DHL. Asam,
Basa dan garam merupakan penghantar listrik (konduktor) yang baik,
sedangkan bahan organik, misalnya sukrosa benzene yang tidak dapat
mengalam disosiasi, merupakan penghantar listrik yang jelek.

Konduktivitas dinyatakan dengan satuan p mhos/cm atau p


Siemens/cm. Dalam analisa air, satuan yang biasa digunakan adalah µmhos/cm.
Air suling (aquades) memiliki nilai DHL sekitar 1 µmhos/cm, sedangkan
perairan alami sekitar 20 – 1500 µmhos/cm.

(Effendi, 2003).

2.3.3 Uji padatan tersuspensi total

2.3.4 Uji padatan terlarut total


2.4 Baku Mutu Kualitas Air

Kualitas air adalah kondisi kualitatif air yang diukur dan diuji berdasarkan
parameter parameter tertentu berdasarkan perundang-undangan yang berlaku
(Pasal 1 Kepmen Negara Lingkungan Hidup Nomor 115 tahun 2003). Kualitas
air dapat dinyatakan dengan parameter kualitas air.

Kualitas air dapat diketahui dengan melakukan pengujian tertentu terhadap


air tersebut. Pengujian yang dilakukan adalah uji kimia, fisika, biologi, atau uji
kenampakan (bau dan warna) pengelolaan kualitas air adalah upaya pemeliharaan
air sehingga ter&apai kualitas air yang diinginkan sesuai peruntukannya untuk
menjamin agar kondisi air tetap dalam kondisi alamiahnya.

Kualitas air dinyatakan dengan beberapa parameter, yaitu parameter


fisika, parameter kimia dan parameter biologi. Ada beberapa syarat utama
kualitas air bagi kehidupan biota air seperti: kadar amonia dan nitrit rendah,
bersih secara kimiawi, memiliki ph, dan temperatur yang sesuai, rendah kadar
cemaran organik dan stabil.

(Anonim, 2019).

Anda mungkin juga menyukai