Anda di halaman 1dari 1

Tidak ada jalan bagi siapa pun untuk menolak pernikahan dini apabila pelakunya sudah

memenuhi syarat. Apalagi yang mereka lontarkan untuk menghalangi masalah ini tidak terbukti,
misalnya:
 Tidak terbukti secara medis bahwa pernikahan dini membahayakan kehamilan seorang
wanita. Bahkan, menurut penelitian, justru terjadinya operasi bedah sesar, kelahiran
sebelum waktunya (prematur), cacat fisik pada bayi, kematian janin dalam rahim, dan
kematian bayi yang baru lahir makin sering terjadi apabila wanita yang hamil makin
bertambah usia (makin tua). (Lihat Fatawa Yas‘alunaka kar. Dr. Husamuddin Affanah:
5/165)
 Kehamilan dan melahirkan adalah peristiwa yang akan berulang pada seorang wanita.
Antara satu kehamilan dan yang berikutnya membutuhkan selang waktu yang cukup
panjang. Wanita yang terlambat menikah akan hamil dan melahirkan di usia yang tua.
Telah terbukti secara medis bahwa berbagai penyakit kronis biasanya akan timbul pada
saat usia seseorang makin bertambah tua dan berbagai penyakit ini akan lebih berbahaya
ketika kondisi hamil (di usia tua), bahkan bisa mengakibatkan kemandulan. (Lihat
Fatawa Yas‘alunaka kar. Dr. Husamuddin Affanah: 5/166)
 Di tanah air, nenek-nenek kita dahulu telah menikah di usia yang sangat muda (kurang
dari 15 tahun) tetapi mereka justru lebih bahagia dan merasakan manfaat yang lebih besar
dengan pernikahan dini mereka dibandingkan dengan orang-orang sekarang yang
melarang anak-anak perempuan untuk menikah kecuali berumur sekian dan sekian.
 Menurut penelitian , usia wanita baligh di dunia ini rata-rata antara 9 sampai dengan 16
tahun. Terbukti di antara anak-anak perempuan kita ada yang baligh (ditandai dengan
keluar darah haid) di usia 9 tahun bahkan kurang dari itu.

Imam an-Nawawi Rohimahulloh berkata: “Usia paling dini (saat ini) terjadinya haid pada
wanita adalah 9 tahun, dan rujukannya hanya kepada kenyataan, karena benar-benar ada
wanita yang keluar darah haid di usia 9 tahun.” (al-Majmu’: 18/144)
Imam asy-Syafi’i Rohimahulloh berkata: “Sungguh aku pernah melihat seorang nenek
berusia 21 tahun.” Syaikh Ibnu Utsaimin Rohimahulloh menerangkan maksud perkataan Imam
Syafi’i tersebut: “Ini (adanya seorang nenek berusia 21 tahun) bisa terjadi apabila dia pertama
keluar darah haidnya ketika berumur 9 tahun lalu dia melahirkan (anak perempuan) saat berusia
10 tahun, kemudian anak perempuannya haid pada saat berumur 9 tahun lalu melahirkan
(seorang anak) saat berusia 10 tahun, maka jumlahnya 20 tahun ditambah satu tahun untuk masa
hamil lalu melahirkan anaknya, totalnya 21 tahun.” (asy-Syarh al-Mumthi’: 1/290)
Kalau demikian adanya, lantas atas dasar apakah orang-orang melarang pernikahan dini
padahal mereka (anak-anak perempuan itu) sudah waktunya untuk menikah, hamil, dan
melahirkan?

Anda mungkin juga menyukai