Anda di halaman 1dari 6

Tabel Data Standardisasi Na2S2O3

Ulangan Volume (mL) Konsentrasi


awal akhir terpakai (N)
1 5.00 26.50 21.50 0.1645
2 5.00 26.50 21.50 0.1645
3 7.00 28.60 21.60 0.1637
Rata-Rata 0.1642

Contoh Perhitungan;
𝑚𝑔 𝐾𝐼𝑂3 505
N Na2S2O3 = 𝑣 𝑥 𝐹𝑃 𝑥 35.7 = 100 = 0.1645 N
21.50 𝑥 𝑥 35.7
25

Tabel Data Metode Loofschrool


Bobot Sampel = 1.00 gr
Volume (mL)
awal akhir Terpakai
Blanko 3.00 9.60 6.60
Sampel 10.00 11.60 0.60

Contoh perhitungan :
(𝑏 𝑚𝐿−𝑎 𝑚𝐿 ) 𝑥 𝑁𝑡𝑖𝑜
mL tio = 0.1
(6.60−0.60) 𝑥 0.1642
= = 9.852 mL ≈10 mL
0.1
𝑚𝑔 𝑔𝑙𝑢𝑘𝑜𝑠𝑎 𝑥 𝑓𝑝
% Kadar gula pereduksi = 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ (𝑚𝑔)𝑏 𝑥 100%
25.0 𝑚𝑔 𝑥 3.5
= 𝑥 100%
1000 𝑚𝑔
= 8.75%

Tabel Data Penentuan kadar Pati dengan iodin

Kadar Kadar
Standar (%b/v) Abs Sampel Abs Amilosa Amilopektin
(%b/v) (%b/v)
0,02 0,067 Ulangan 1 0,169 0,826 7,049
0,04 0,181 Ulangan 2 0,161 0,790 7,085
0,06 0,215 Ulangan 3 0,169 0,826 7,049
0,08 0,391
0,10 0,406 Rataarata 0,814 7,061
0.5
0.45
0.4
0.35
0.3
Abs

0.25
0.2
0.15
0.1
0.05
0
0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12
%b/v

Gambar 1 Kurva standar amilosa

Contoh perhitungan (Sampel Ulangan 1):

y = -0,0144 + 4,44x
0,169 = -0,0144 + 4,44x
4,44 x = 0,169 + 0,0144
x = 0,0413 %

Kadar amilosa = 0,0413% x fp


= 0,0413% x 20
= 0,826%

Kadar Amilopektin = kadar pati – kadar amilosa


= 7,875% - 0,826%
= 7,049%

Tinjauan Pustaka

Karbohidrat berasal dari pengertian atom karbon yang terhidrasi dengan rumus (CH2O)n.
Tetapi pengertian ini sebenarnya sudah tidak tepat lagi karena banyak senyawa karbohidrat
yang tidak mengandung atom hidrogen dan oksigen dengan perbandingan 2:1, misalnya gula
deoksiribosa yang mempunyai rumus C5H10O4. Disamping itu banyak pula karbohidrat
yang mengandung atom lain seperti nitrogen, sulfur dan lain-lain yang menunjukkan tidak
sesuainya dengan rumus karbohidrat tersebut. Walaupun demikian, nama karbohidrat ini
sampai sekarang masih terus dipergunakan (Girindra, 1990).
Gula reduksi adalah gula yang mempunyai kemampuan untuk mereduksi. Hal ini
dikarenakan adanya gugus aldehid atau keton bebas. Senyawa-senyawa yang mengoksidasi
atau bersifat reduktor adalah logam-logam oksidator seperti Cu (II). Contoh gula yang
termasuk gula reduksi adalah glukosa, manosa, fruktosa, laktosa, maltosa, dan lain-lain.
monosakarida yang mempunyai kemampuan untuk mereduksi suatu senyawa. Sifat pereduksi
dari suatu gula ditentukan oleh ada tidaknya gugus hidroksil bebas yang reaktif. Prinsip
analisanya berdasarkan pada monosakarida yang memiliki kemampuan untuk mereduksi
suatu senyawa. Adanya polimerisasi monosakarida mempengaruhi sifat mereduksinya.
(Khopkar, 1999)
Uji karbohidrat yang resmi ditetapkan oleh BSN dalam SNI 01-2891- 1992 yaitu analisis
total karbohidrat dengan menggunakan metode Luff Schoorl. Pada tahun 1936, International
Commission for Uniform Methods of Sugar Analysis mempertimbangkan metode Luff
Schoorl sebagai salah satu metode yang digunakan untuk menstandarkan analisis gula
pereduksi karena metode Luff Schoorl saat itu menjadi metode yang resmi dipakai di pulau
Jawa. Seluruh senyawa karbohidrat yang ada dipecah menjadi gula-gula sederhana
(monosakarida) dengan bantuan asam, yaitu HCl, dan panas. Monosakarida yang terbentuk
kemudian dianalisis dengan metode LuffSchoorl. Prinsip analisis dengan metode Luff-
Schoorl yaitu reduksi Cu2+ menjadi Cu1+ oleh monosakarida. Monosakarida bebas akan
mereduksi larutan basa dari garam logam menjadi bentuk oksida atau bentuk bebasnya.
Kelebihan Cu2+ yang tidak tereduksi kemudian dikuantifikasi dengan titrasi iodometri (SNI
01-2891-1992).

Metode Loof-schrool dilakukan dengan penimbang sampel 1.00 gr lalu di tambahkan HCl,
penambaan HCl untuk menghidrolisis karbohidrat, polimer karbohidrat sulit untuk bereaksi
sehingga dengan penambahan asam, polimer akan terpecah menjadi monomer-monomer
yang akan lebih mudah untuk bereaksi dengan senyawa lain. Hidrolisis pada sample dapat
memisahkan karbohidrat dalam sampel. Selanjutnya di tetesi indicator pp untuk mengetahui
titik akhir dan ph. Selanjutnya di rrefluks selama 2.5 jam. Refluks berfungsi untuk jumlah
komponen tidak berkurang karena air dan asam dalam sampel tidak menguap. Setelah 2.5
jam. Hidrat dibiarkan mendingin pada suhu kamar. Lalu di tambahakan NaOH 40% untuk
menetralkan sampel tersebut. Uji ph netral dilakukan dengan indicator universal, Sebanyak
10 mL sampel di pipet ke Erlenmeyer, lalu ditambahka 15 mL aquades dan 25 mL pereaksi
luff-schrool Pereaksi Luff-Schoorl dibuat dengan melarutkan 143,8 gram Na2CO3 anhidrat
dalam 300 mL akuades sambil diaduk kemudian ditambahkan 50 gram asam sitrat (C6H8O7)
yang telah dilarutkan dengan 50mL akuades kemudian ditambahkan sebanyak 25 gram
CuSO4.5H2O. (sesetyo 2016) Larutan luff schrool akan bereaksi dengan sample yang
mengandung gula pereduksi

R – COH + CuO Cu2O + R – COOH

Campuran tersebut ditambahkan batu didih untuk mencegah terjadinya letupan (bumping).
Proses pemanasan, diusahakan larutan mendidih dalam waktu 3 menit dan biarkan mendidih
selama 10 menit, hal ini dimaksudkan agar proses reduksi berjalan sempurna, dan Cu dapat
tereduksi dalam waktu kurang lebih 10 menit.
Agar tidak terjadi pengendapan seluruh Cu3+ yang tereduksi menjadi Cu+ sehingga tidak ada
kelebihan Cu2+ yang dititrasi maka larutan harus mendidih atau diusahakan mendidih dalam
waktu 3 menit. Campuran tersebut kemudian didinginkan dalam bak yang berisi es. Agar
pendinginan berlangsung cepat, maka pendinginan dengan es perlu dilakukan. Setelah
campuran dingin kemudian ditambahkan KI 20% sebanyak 15 mL dan H2SO4 25%
perlahan-lahan. Penambahan larutan-larutan ini akan menimbulkan reaksi antara kuprioksida
menjadi CuSO4 dengan H2SO4, dan CuSO4 tersebut bereaksi dengan KI.
Reaksi tersebut ditandai dengan timbulnya buih dan warna larutan menjadi coklat. Larutan
tersebut kemudian dititrasi cepat dengan menggunakan larutan tio sulfat (Na2S2O3) 0,1 N.
titrasi cepat dilakukan untuk menghindari penguapan KI.
Indicator yang dipergunakan adalah amilum. Penambahan indicator amilum dilakukan
setelah campuran mendekati titik akhir, hal ini dilakukan karena apabila dilakukan pada awal
titrasi maka amilum dapat membungkus iod dan mengakibatkan warna titik akhir menjadi
tidak terlihat tajam.

Analisis karbohidrat juga dapat dilakukan dengan metode pengikatan iodin. Metode ini
digunakan untuk memisahkan amilum atau pati yang terkandung dalam sampel (Manatar et al.
2012). Pati merupakan salah satu jenis karbohidrat yang banyak terdapat di alam, dan dapat
diperoleh dari berbagai bagian tubuh tanaman seperti biji, akar, batang maupun sereal. Pati
termasuk suatu biopolimer semikristalin berupa polisakharida yang terbentuk dari unit-unit
glukosa yang berikatan dengan ikatan glikosida. Secara spesifik, ikatan glikosida dalam pati
adalah (1-4)-glikosida, yaitu suatu ikatan kovalen yang menggabungkan 2 molekul
monosakharida. Berdasarkan dari sumber tanamannya, pati mengandung 20-25% amilosa dan
75-80% amilopektin. Amilosa merupakan rantai linier primer dari unit D-glukosa yang
dihubungkan oleh ikatan  (1-4)-. Sedangkan amilopektin adalah polimer dari unit glukosa
yang bercabang, yang dihubungkan dengan ikatan glikosida -D-(1-4)- dengan cabang -D-
(1-6) yang terbentuk setiap 24-30 unit glukosa (Aryanti et al. 2017).

Metode diawali dengan penambahan etanol yang digunakan untuk melarutkan sampel,
sedangkan penambahan NaOH berfungsi untuk memberikan suasana basa. Pemanasan
dilakukan sampai suhu 100oC agar pati mengalami proses gelatinisasi sehingga granula pati
rusak dan amilosa dilepaskan dari granula ke dalam larutan. Proses gelatinisasi terjadi
pengrusakan ikatan hidrogen intermolekul. Ikatan hidrogen ini berfungsi untuk
mempertahankan struktur integritas granula. Terdapatnya gugus hidroksil yang bebas akan
menyerap molekul air, sehingga selanjutnya terjadi pembengkakan granula pati. Penambahan
iodin akan membentuk kompleks pati dan iodium yang berwarna biru dan dapat ditentukan
konsentrasinya dengan menggunakan spektrofotometer. Perubahan warna larutan terjadi
karena dalam larutan pati terdapat unit-unit glukosa yang membentuk rantai heliks karena
adanya ikatan dengan konfigurasi pada tiap unit glukosanya. Bentuk ini yang menyebabkan
pati dapat membentuk kompleks dengan molekul iodin yang dapat masuk kedalam spiralnya
(Lapu dan Telussa 2013).

Hasil dan Pembahasan

Kadar glukosa dalam sampel talas uji ditentukan secara Iodometri, yaitu larutan sampel yang
telah direaksikan dengan pereaksi Luff-Schoorl dititrasi dengan larutan Na2S2O3, yang telah
dibakukan dengan KIO3. Selisih volume Na2S2O3 pada titrasi blanko dengan volume
Na2S2O3 pada titrasi sampel adalah volume titran Na2S2O3 yang digunakan untuk
menghitung kadar glukosa dalam sampel sebagai gula pereduksi, dengan cara konversi
menjadi berat menggunakan tabel LuffSchoorl.
Penentuan kadar gula pereduksi dilakukan dengan metode Luff Shcrool. Metode Luff
Schoorl didasarkan pada proses reduksi Cu2+ menjadi Cu+ oleh gula pada madu. Larutan
Luff Schoorl mengandung ion Cu2+. Gula pereduksi seperti glukosa dan fruktosa akan
mereduksi CuO menjadi Cu2O (SNI 2004). Menurut Harjadi (1992) tahapan reaksi yang
terjadi pada penetapan kadar gula dengan metode Luff Schoorl adalah sebagai berikut:
R-CHO + 2CuO → Cu2O + R-COOH
H2SO4 + CuO → CuSO4 + H2O
CuSO4 + 2 KI → CuI2 + K2SO4
2 CuI2 → Cu2I2 + I2
I2 + 2 Na2S2O3 → Na2S4O6 + 2 NaI (Wulandari 2017)
Gambar . Reaksi Pereaksi Luff-shcrool dengan gula pereduksi

Berdasarkan hasil percobaan % gula pereduksi dengan metode luff- school yang didapatkan
dari tepung talas sebesar 8.75% kadar tersebut berada dibawah batas minimal kadar gula
pereduksi pada tepung talas yaitu sebesar 83.33% . sedangkan kadar minimal pati pada
tepung talas menurut SNI 01-2891- 1992sekitar 75% . (Ali et al 2016) kadar pada percobaan
tersebut berada dibawah batas minimal. Pada percobaan kadar % gula pereduksi sebesar
7.875% . kadar tersebut berada di bawah batas minimal, karena proses hidrolisis yang tidak
sempurna. Atau waktu refluks yang terlalu cepat. Dan konsentrasi natrium Tiosulfat sebesar
0.164 N.

Hasil percobaan diperoleh kadar amilosa di dalam sampel tepung talas yaitu 0,814%,
sedangkan kadar amilopektin di dalam sampel tepung talas yaitu 7,061. Kadar amilopektin ini
diperoleh dari selisih antara kadar pati dan kadar amilosa. Standar mutu amilosa dan
amilopektin dalam tepung talas yaitu minimal 3,57% dan 71,43% (Ali et al. 2016). Hasil ini
menujukkan kadar amilosa dan amilopektin berada jauh di bawah nilai standar mutu. Hal ini
dapat disebabkan proses gelatinisasi yang tidak berjalan sempurna sehingga amilosa dari
granul belum sepenuhnya dilepaskan ke dalam larutan.

Dapus

Ali A, Wani TA, Wani IA, Masodi FA. 2016. Comparative study of the physico-chemical
properties of rice and corn starches grown in Indian temperate climate. Journal of the Saudi
Society of Agricultural Sciences. 15(2): 75-82.

Aryanti N, Kusumastuti YA, Rahmawati W. 2017. Pati talas (Colocasia esculenta (L.) Schott)
sebagai alternatif sumber pati industri. Jurnal Momentum.13(1): 46-52.

Manatar JE, Pontoh J, Runtuwene MJ. 2012. Analisis kandungan pati dalam batang tanaman
aren (Arenga pinnata). Jurnal Ilmiah dan Sains. 12(2): 89-92.

Lapu P, Telussa I. 2013. Analisis kandungan pati resisten dari beberapa jenis pati sagu di
Maluku dengan variasi suhu pemanasan. Journal of Chemistry. 1(4):6-14.

Badan Standardisasi Nasional. (1992), SNI 01-2892-1992: Cara Uji Gula. Jakarta.

Standar Nasional Indonesia (SNI) nomor 01-3545-2004 tahun 2004 tentang Madu

Harjadi, 1992, Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta (ID): UI Press.

Wulandari,DD. 2017. Kualitatif Madu (Keasaman,kadar air,dan Kadar Gula Pereduksi)


Berdasarkan Perbedaan Suhu Penyimpanan. Jurnal kimia riset. 2(1): 16-22.
Susetyo, YA. Hartini S. Cahyani MN. 2016. Optimasi Kandungan Gizi Tepung Ubi jalar
(Ipomoea batatas L ) Terfermentasi Ditinjau dari dosis Penambahan Inokulum
Angkak Serta Aplikasinya dalam pembuatan mie basah. Jurnal aplikasi teknologi
pangan. 5(3).56-64.

Girindra, A. 1990. Biokimia 1. Cetakan ke-2. Jakarta: PT Gramedia

Anda mungkin juga menyukai