PENDIDIKAN DOKTER
Kata filsafat berasal dari kata ‘philosophia’ (bahasa Yunani), yang artinya ‘mencintai
kebijaksanaan’. Sedangkan dalam nahasa Inggris kata filsafat disebut dengan istilah
‘philosophy’, dan dalam bahasa Arab disebut dengan istilah ‘falsafah’, yang biasa diterjemahkan
dengan ‘cinta kearifan’. Istilah philosophia memiliki akar kata philien yang berarti
mencintai dan sophos yang berarti bijaksana. Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa
filsafat berarti cinta kebijaksanaan. Sedangkan orang yang berusaha mencari kebijaksanaan atau
pencinta pengetahuan disebut dengan filsuf atau filosof.
Sumber dari filsafat adalah manusia, dalam hal ini akal dan kalbu manusia yang sehat dan
berusaha keras dengan sunguh-sungguh untuk mencari kebenaran dan akhirnya memperoleh
kebenaran. Proses mencari kebenaran itu melalui beberapa tahap. Tahap pertama, manusia
berspekulasi dengan pemikirannya tentang semua hal. Kedua, dari berbagai spekulasi disaring
menjadi beberapa buah pikiran yang dapat diandalkan. Tahap ketiga, buah pikiran tadi menjadi
titik awal dalam mencari kebenaran (penjelajahan pengetahuan yang didasari kebenaran),
kemudian berkembang sebagai ilmu pengetahuan, seperti matematika, fisika, hukum, politik, dan
lain-lain.
Filsafat melakukan dua hal : di satu sisi, membangun teori-teori tentang manusia dan
alam semesta serta menyajikannya sebagai landasan-landasan bagi keyakinan dan tindakan; di
sisi lain, filsafat memeriksa secara kritis segala hal yang dapat disajikan sebagai suatu landasan
bagi keyakinan dan tindakan. Bagi bangsa Indonesia, Pancasila merupakan filsafat bangsa.
Filsafat diartikan sebagai suatu pandangan kritis yang sangat mendalam sampai ke akar-akarnya.
Pernyataan ini sejalan dengan pendapat Magnis Suseno (1995:20) bahwa filsafat sebagai ilmu
kritis. Dalam pengertian lain, filsafat diartikan sebagai interpretasi atau evaluasi terhadap apa
yang penting atau apa yang berarti dalam kehidupan. Di pihak lain ada yang beranggapan bahwa
filsafat sebagai cara berpikir yang kompleks, suatu pandangan yang tidak memiliki kegunaan
praktis. Filsafat bersifat universal, artinya pertanyaan-pertanyaan dan jawaban-jawaban filsafat
bersifat umum dan mengenai semua orang. Misalnya: Keadilan adalah keadaan seimbang antara
hak dan kewajiban.
1. Pythagoras (572-497 M). Dalam tradisi filsafat zaman Yunani Kuno, Pythagoras adalah
orang yang pertama-tama memperkenalkan istilah philosophia, yang kemudian dikenal
dengan istilah filsafat. Pythagoras memberikan definisi filsafat sebagai the love of
wisdon. Menurutnya, manusia yang paling tinggi nilainya adalah manusia pecinta
kebijakan (lover of wisdom), sedangkan yang dimaksud dengan wisdom adalah kegiatan
melakukan perenungan tentang Tuhan. Pythagoras sendiri menggap kebijakan yang
sesungguhnya hanya dimiliki Tuhan semata-mata.
2. Socrates (469-399 SM). Ia adalah seorang filosof dalam bidang moral yang terkemuka
setelah Thales pada zaman Yunani Kuno. Socrates memahami bahwa filsafat adalah
suatu peninjauan diri yang bersifat reflektif atau perenungan terhadap asas-asas dari
kehidupan yang adil dan bahagia (principles of the just and happy life).
3. Plato (427-347 SM). Seorang sahabat dan murid Socrates ini telah mengubah pengertian
kearifan (sophia) yang semula berkaitan dengan soal-soal praktis dalam kehidupan
menjadi pemahaman intelektual. Menurutnya, filsafat adalah pengetahuan yang berminat
mencapai kebenaran yang asli. Dalam Republika, Plato menegaskan bahwa para filosof
adalah pecinta pandangan tentang kebenaran (vision of the truth). Dalam pencarian
terhadap kebenaran tersebut, filosof yang dapat menemukan dan menangkap penegtahuan
mengenai ide yang abadi dan tak pernah berubah. Dalam konsepsi Plato, filsafat
merupakan pencarian yang bersifat speklutaif atau perekaan terhadap keseluruhan
kebenaran. Maka filsafat Plato kemudian dikenal dengan nama Filsafat Spekulatif.
4. Aristoteles (384-332 SM). Aristoteles adalah seorang murid Plato yang terkemuka.
Dalam pandangannya, seringkali Aristoteles bersebrangan dengan pendapat gurunya,
namun pada prinsipnya, Aristoteles mengembalikan paham-paham yang dikemukakan
oleh gurunya tersebut. Berkenaan dengan pengertian filsafat, Aristoteles mengemukakan
bahwa sophia (kearifan) merupakan kebajikan intelektual tertinggi. Sedangkan
philosophia merupakan padanan kata dari episteme dalam arti suatu kumpulan teratur
pengetahuan rasional mengenai sesuatu objek yang sesuai. Adapun pengertian filsafat
menurut Aristoteles, adalah ilmupengetahuan yang meliputi kebenaran yang terkandung
di dalamnya ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik dan estetika.
Empirisme adalah salah satu aliran dalam filsafat yang menekankan peranan pengalaman
dalam memperoleh pengetahuan serta pengetahuan itu sendiri dan mengecilkan peranan akal.
Istilah empirisme diambil dari bahasa yunani “empeiria” yang berarti pengalaman indrawi.
sebagai suatu doktrin, empirisme adalah lawan rasionalisme. Melihat bertolak belakangan
rasionalisme dan empirisme yaitu pergerakan atau pengetahuan yang didapat dari rasio dan
pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman indrawi, Kant dengan filsafatnya kritisisme akan
berusaha menyelesaikan pertentangan antara keduanya untuk itulah ia menulis dalam bukunya
berjudul Kritik Derreinen (kritik atas rasio murni), Kritik Der urteilskraft (kritik atas daya
pertimbangan). Dengan kritik dimaksudkan bahwa rasio tidak hanya menjadi sumber
pengetahuan melainkan juga menjadi kemampuan praktis untuk membebaskan individu dari
wewenang tradisi atau untuk menghancurkan prasangka-prasangka yang menyesatkan .
Metode dalam bidang filsafat dapat berupa metode kritis, metode intuitif, dan metode
analisis abstraksi. Metode kritis yaitu dengan menganalisis istilah dan pendapat dengan
mengajukan pertanyaan secara terus-menerus sampai hakikat yang ditanyakan. Metode intuitif
yaitu dengan melakukan introspeksi intuitif dengan memakai symbol-simbol. Metode analisis
abstraksi yaitu dengan jalan memisah-misahkan atau menganalisis di dalam angan-angan (di
dalam pikiran) hingga sampai pada hakikat (ditemukan jawaban).
1. Sistem filsafat harus bersifat koheren, artinya berhubungan satu sama lain secara runtut,
tidak mengandung pertanyaan yang saling bertentangan di dalamnya.
2. Sistem filsafat harus berifat komperehensif, yaitu menyeluruh, mencakup segala hal dan
gejala yang terdapat dalam kehidupan manusia.
3. Sistem filsafat bersifat mendasar, artinya suatu bentuk perenungan mendalam yang sampai
ke inti mutlak permasalahan, sehingga menemukan aspek yang sangat fundamental.
4. Sifat filsafat bersifat spekulatif, artinya buah pikir hasil perenungan sebagai praanggapan
yang menjadi titik awal pola dasar berdasarkan penalaran logis, serta pangkal tolak
pemikiran tentang sesuatu.
Epistemologis
Epistemologi adalah cabang filsafat pengetahuan yang membahas tentang sifat dasar
pengetahuan, kemungkinan, lingkup, dan dasar umum pengetahuan. Epistemologi terkait dengan
pengetahuan yang bersifat sui generis, berhubungan dengan sesuatu yang paling sederhana dan
paling mendasar. Littlejohn and Foss menyatakan bahwa epistemologi merupakan cabang
filosofi yang mempelajari pengetahuan atau bagaimana orang-orang dapat mengetahui tentang
sesuatu atau apa-apa yang mereka ketahui. Mereka mengemukakan beberapa persoalan paling
umum dalam epistemologi sebagai berikut. Problem pertama tentang cara mengetahui itu ada
dua pendapat yang berkembang dan saling berseberangan dalam wacana epistemologi, yaitu
rasionalisme dan empirisisme.
Aksiologis
Istilah “aksiologis” terkait dengan masalah nilai (value). Littlejohn and Foss mengatakan
bahwa aksiologi merupakan cabang filosofi yang berhubungan dengan penelitian tentang nilai-
nilai. Problem apakah teori atau ilmu itu dapat bebas dari nilai, memiliki pengikut yang kuat
dalam kubu positivisme. Pengikut positivis meyakini bahwa teori dan ilmu harus bebas nilai
untuk menjaga semangat objektivitas ilmiah. Namun, perlu disadari bahwa tidak semua aspek
kehidupan manusia dapat diukur secara “ilmiah” menurut perspektif positivistik karena banyak
aspek kehidupan manusia ini yang mengandung muatan makna dan bernilai tinggi ketika
dihadapkan pada masalah-masalah yang berdimensi spiritual, ideologis, dan kepercayaan
lainnya.
Epistimologi
Aksiologi
Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia mengandung berbagai dimensi kehidupan
manusia, seperti spiritualitas, kemanusiaan, solidaritas, musyawarah, dan keadilan. Kelima sila
tersebut mengandung dimensi nilai yang “tidak terukur” sehingga ukuran “ilmiah” positivistik
atas kelima sila tersebut sama halnya dengan mematikan denyut nadi kehidupan atau
memekanisasikan pancasila. Pancasila justru merupakan sumber nilai yang memberi aspirasi
bagi rakyat Indonesia untuk memahami hidup berbangsa dan bernegara secara utuh. Pancasila
sebagai sumber nilai bagi bangsa Indonesia seharusnya dikembangkan tidak hanya dalam
kehidupan bernegara, tetapi juga dalam bidang akademis sehingga teori ilmiah yang diterapkan
dalam kehidupan masyarakat Indonesia berorientasi pada nilai-nlai pancasila tersebut Landasan
aksiologis pancasila artinya nilai atau kualitas yang terkandung dalam sila-sila pancasila. Sila
pertama mengandung kualitas monoteis, spiritual, kekudusan, dan sakral. Sila kemanusiaan
mengandung nilai martabat, harga diri, kebebasan, dan tanggung jawab. Sila persatuan
mengandung nilai solidaritas dan kesetiakawanan. Sila keempat mengandung nilai demokrasi,
musyawarah, mufakat, dan berjiwa besar. Sila keadilan mengandung nilai kepedulian dan gotong
royong.