BAB 1
PENDAHULUAN
Penuaan merupakan suatu proses kehidupan yang tidak dapat dihindari, biasanya
dinilai berdasarkan usia kronologik sehingga ditentukan bahwa seseorang yang
berusia 60 tahun atau lebih dikatakan sebagai ‘lansia’.1 Pada lansia terjadi proses
degeneratif dimana organ-organ tubuh mengalami penurunan fungsi sehingga
berdampak terhadap kesehatan dan kualitas hidupnya. Salah satu masalah
kesehatan yang kerap dialami lansia adalah penurunan penglihatan. Penurunan
penglihatan dapat menyebabkan kemunduran sosial dan fungsional, kebutuhan
terhadap alat bantu, depresi, jatuh, dan meningkatkan mortalitas.2,3
Berdasarkan sebuah studi meta analisis dan ulasan sistematik oleh Tham,
et al didapatkan bahwa prevalensi glaukoma secara global adalah 3,54%, dengan
prevalensi glaukoma sudut terbuka primer adalah 3,05% dan glaukoma sudut
tertutup primer adalah 0,50%. Selain itu juga diketahui bahwa prevalensi
glaukoma sudut terbuka primer meningkat seiring pertambahan usia.6 Sebuah
peneitian meta analisis dan ulasan sistematik pada subjek Asia berusia 40-80
tahun mendapatkan hasil prevalensi sebesar 3,54% subjek mengalami glaukoma
pada tahun 2013, dengan kejadian meningkat dengan bertambahnya usia. Angka
kejadian glaukoma tertinggi di Asia Timur (25,20 juta), diikuti oleh Asia Selatan
(17,06 juta) dan Asia Tenggara (6,92 juta).7 Menurut hasil Riskesdas tahun 2007,
responden yang pernah didiagnosis glaukoma oleh tenaga kesehatan sebesar
0,46%, tertinggi di DKI Jakarta (1,85%).8
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Aqueous Humor adalah suatu cairan jernih yang mengisi kamera anterior dan
posterior mata. Diproduksi oleh korpus siliare dan bervariasi diurnal.
2.6. Patofisiologi
Setiap hari mata memproduksi sekitar 1 sendok teh humor akueus yang
menyuplai makanan dan oksigen untuk kornea dan lensa serta membawa produk
sisa keluar dari mata melalui anyaman trabekulum ke Canalis Schlemm. Pada
keadaan normal, tekanan intraokuler ditentukan oleh derajat produksi cairan mata
oleh epitel badan siliar dan hambatan pengeluaran cairan mata dari bola mata.
Pada glaukoma, tekanan intraokular berperan penting oleh karena itu dinamika
intraokluer yang tinggi secara mekanik menekan papil saraf optik yang
merupakan tempat dengan daya tahan paling lemah pada bola mata. Bagian tepi
papil saraf optik relatif lebih kuat daripada bagian tengah sehingga terjadi
cekungan pada papil saraf optik. Serabut atau sel saraf ini sangat tipis dengan
diameter kira – kira 1/20.000 inci. Bila tekanan bola mata naik serabut saraf ini
akan tertekan dan rusak serta mati. Kematian sel saraf tersebut akan
mengakibatkan hilangnya pengelihatan yang permanen.10,15
2.8.Manifestasi Klinis
Glaukoma disebut sebagai “pencuri pengelihatan” karena berkembang
tanpa ditandai dengan gejala yang nyata. Oleh karena itu, separuh dari penderita
glaukoma tidak menyadari bahwa mereka menderita penyakit tersebut. Biasanya
nanti diketahui disaat penyakitnya sudah lanjut dan telah kehilangan
pengelihatannya. Glaukoma primer kronis dan berjalan lambat sering tidak
diketahui kapan mulainya, karena keluhan pasien amat sedikit atau samar.
Misalnya mata sebelah terasa berat, sakit kepala sebelah, kadang – kadang
pengelihatan kabur. Pasien tidak mengeluh adanya halo dan memerlukan
kacamata koreksi untuk presbiopia lebih kuat dibanding usianya. Kadang-kadang
tajam pengelihatan tetap normal sampai keadaan glaukomanya sudah
memberat.9,10
1. Penurunan tajam pengelihatan mendadak
2. Mata merah, berair, dan fotofobia
3. Tampak halo saat melihat cahaya
4. Nyeri yang luar biasa, mual dan muntah
5. Peningkatan TIO, terkadang >50 mmHg
6. Adanya injeksi siliar dan konjungtiva hiperemis
7. Edema epitel kornea dan kornea keruh
Tonometer aplanasi
Pengukuran ini lebih canggih dan lebih dapat dipercaya dikerjakan
dengan Goldman atau dengan tonometer tentengan Draeger.
Tonometer ini masih merupakan gold standar untuk mengukur
tekanan bola mata.18
Tanpa alat
Pemeriksaan ini adalah untuk menentukan tekanan bola mata
dengan cepat yaitu dengan memakai ujung jari pemeriksa tanpa
memakai alat khusus (tonometer). Dengan menekan bola mata
dengan jari pemeriksa maka dapat diperkirakan besarnya tekanan
bola mata. Penilaian dilakukan dengan pengalaman sebelumnya
yang dapat menyatakan tekanan mata N+1 sampai N+3 atau N-1
sampai N-3 yang menyatakan tekanan lebih tinggi atau lebih
rendah dari pada normal.11
3. Gonioskopi
Pemeriksaan gonioskopi adalah tindakan untuk melihat sudut bilik mata
dengan goniolens. Gonioskopi adalah suatu cara untuk melihat langsung
keadaan patologik sudut bilik mata, juga untuk melihat hal – hal yang
terdapat pada sudut bilik mata seperti benda asing. Dengan gonioskopi
dapat ditentukan klasifikasi glaukoma penderita apakah glaukoma terbuka
atau tertutup dan dapat menjelaskan penyebab suatu glaukoma sekunder.11
4. Oftalmoskopi11
Pemeriksaan dengan menggunakan oftalmoskop, berguna untuk melihat
saraf optik di dalam mata dan dapat ditentukan apakah tekanan bola mata
telah mengganggu saraf optik. Saraf optik dapat dilihat secara langsung.
Warna serta bentuk dari mangkok saraf optik juga dapat menggambarkan
ada atau tidak ada kerusakan akibat glaukoma. Kelainan yang dapat dilihat
seperti:
a. Kelainan papil saraf optik
Saraf optik pucat atau atrofi
Saraf optik bergaung
b. Kelainan serabut retina, serat yang pucat atau atrofi akan berwarna
hijau
c. Tanda lainnya seperti perdarahan peripapilar
5. Pemeriksaan lapang pandang
Lapang pandang pada glaukoma akan berkurang karena peningkatan
tekanan intra okular akan merusak papil saraf optikus. Gangguan lapang
pandang akibat glaukoma terutama mengenai 30° lapang pandang bagian
tengah. Nilai normal lapang pandang perifer yang diperiksa dengan
perimeter atau campimeter yaitu superior 55°, nasal 60°, inferior 70°,
temporal 90°. Sedangkan bagian sentral diperiksa dengan layar Byerrum
dengan nilai normal 30°. Pada glaukoma yang sudah lanjut, lapang
pandang perifer juga memberikan kelainan berupa penyempitan yang
dimulai dari bagian nasal atas. Kemudian akan bersatu dengan kelainan
yang ada ditengah yang dapat menimbulkan tunnel vision, seolah – olah
melihat melalui teropong untuk kemudian menjadi buta.
1. Iridosiklitis akut
2. Konjungtivitis akut
3. Keratitis
4. Skleritis
5. Katarak senilis
6. Glaukoma sudut tertutup kronik
7. Cluster headache
8. Migraine
2.11. Tatalaksana
1. Medikamentosa
Berdasarkan tujuan farmakoterapinya, obat anti glaukoma dibedakan
menjadi empat jenis, yaitu: untuk supresi produksi humor akueus,
meningkatkan aliran keluar humor akueus, menurunkan volume korpus
vitreus.
Agonis adrenergik α
Obat: Epinefrin 0,5%-2%. Bekerja untuk mengurangi produksi cairan
aquos dan meningkatkan drainase. Efek samping: rasa terbakar di
2. Tindakan pembedahan
Pembedahan ditujukan untuk memperlancar aliran keluar cairan aquos
di dalam sistem drainase atau sistem filtrasi sehingga prosedur ini disebut
teknik filtrasi. Pembedahan dapat menurunkan tekanan intraokuler jika dengan
medikamentosa tidak berhasil. Walaupun telah dilakukan tindakan
pembedahan, penglihatan yang sudah hilang tidak dapat kembali normal,
terapi medikamentosa juga tetap dibutuhkan, namun jumlah dan dosisnya
menjadi lebih sedikit.
a). Trabekulektomi
Merupakan teknik yang paling sering digunakan. Pada teknik ini, bagian
kecil trabekula yang terganggu diangkat kemudian dibentuk bleb dari
konjungtiva sehingga terbentuk jalur drainase yang baru. Lubang ini akan
meningkatkan aliran keluar cairan aquos sehingga dapat menurunkan
tekanan intraokuler. Tingkat keberhasilan operasi ini cukup tinggi pada
tahun pertama, sekitar 70-90%
Sayangnya di kemudian hari lubang drainase tersebut dapat
menutup kembali sebagai akibat sistem penyembuhan terhadap luka
sehingga tekanan intraokuler akan meningkat. Oleh karena itu, terkadang
diperlukan obat seperti mitomycin-C and 5-fluorourasil untuk
memperlambat proses penyembuhan. Teknik ini bisa saja dilakukan
beberapa kali pada mata yang sama.
Pada tindakan ini dibuat celah kecil pada kornea bagian perifer
dengan insisi di daerah limbus. Pada tempat insisi ini, iris dipegang
dengan pinset dan ditarik keluar. Iris yang keluar digunting sehingga akan
3. Laser
Pada teknik laser, operator akan mengarahkan sebuah lensa pada mata
kemudian sinar laser diarahkan ke lensa itu yang akan memantulkan sinar ke
mata. Risiko yang dapat terjadi pada teknik ini yaitu tekanan intraokuler yang
meningkat sesaat setelah operasi. Namun hal tersebut hanya berlangsung untuk
sementara waktu. Beberapa tindakan operasi yang lazim dilakukan adalah :
adanya proses penyembuhan luka maka kerutan ini hanya akan bertahan
selama 2 tahun.
2.12. Prognosis
Tanpa pengobatan, glaukoma dapat mengakibatkan kebutaan total.
Apabila obat tetes anti glaukoma dapat mengontrol tekanan intraokular pada mata
yang belum mengalami kerusakan glaukomatosa luas, prognosis akan baik.
Apabila proses penyakit terdeteksi dini sebagian besar pasien glaukoma dapat
ditangani dengan baik. 9,10
BAB 3
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
1. Analisis lansia di indonesia. Pusat Data dan Informasi Kementrian
Kesehatan RI. 2017; 1-6
2. Green C, Goodfellow J, Kubie J. Eye care in the elderly. Australian
Family Physician. 2014; 43(7): 447-450
3. Eichenbaum JW. Geriatric vision loss due to cataracts, macular
degeneration, and glaucoma. Mount Sinai Journal of Medicine. 2012;
79(2): 276-294
4. Salmon JF. Glaukoma. In: Riordan-Eva P, Whitcher JP, editors. Vaugh &
asbury optalmologi umum. Edisi 17. 2008; 202-228
5. Weinreb RN, Aung T, Medeiros FA. The pathophysiology and treatment
of glaucoma: a review. JAMA. 2014; 311(18): 1901-1911
6. Tham YC, Li X, Wong TY, et al. Global prevalence of glaucoma and
projections of glaucoma burden through 2040. American Academy of
Ophthalmology. 2014; 121(11): 2081-2090
7. Chan EW, Li X, Tham YC, et al. Glaucoma in asia: regional prevalence
variatons and future projections. BR J Ophthalmol. 2016; 100: 78-85
8. Infodantin. Kementrian Kesehatan Indonesia. 2015; 1-8
9. Ilyas, S. (2005). Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia: Jakarta.1
10. Shock JP, Harper RA, Vaughan D, Eva PR. Lensa, Glaukoma. In:
Vaughan DG, Asbury T, Eva PR, editors. Oftalmologi umum. 14
ed. Jakarta. Widya Medika. 1996
11. Friedmand NJ, Kaiser PK, Trattler WB. Ophtalmology.
Philadelphia. Elsevier Saunders. 2002
12. Yulia, Glaucoma, Available at: http://fkuii.org/tiki-
index.php?=Glaukoma2, 2006.
13. Ilyas S., Dasar Teknik Pemeriksaan dalam Ilmu Penyakit Mata. Balai
Penerbit FKUI. Edisi ke IV, Jakarta. 2000.
14. James B, Chew C, Bron A. Anatomi dalam Oftalmologi. Edisi IX.
Erlangga. Jakarta 2006;1-17