Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Perubahan iklim global (Global Worming) berpotensi menentukan arah


perkembangan desain arsitektur pada tahun 2008, bahkan menjadi suatu kepedulian
semua pihak, terutama para arsitek. Dengan demikian, arsitektur hijau (green
arsitektur) dengan ciri bangunan gedung atau kawasan berkonsep ramah lingkungan
yang sering disebut green building atau green develotment diperkirakan berkembang.
Hal ini salah satu bentuk partisipasi para arsitek dalam upaya perbaikan iklim,
peningkatan kawasan yang nyaman (confornt zone), dan pelestarian lingkungan.
Dengan katalain, arsitektur hijau dan semua hal yang mengedepankan sustainable
architecture atau arsitektur yang berkelanjutan akan tetap mendominasi konsep arsitektur pada
tahun depan dengan isu utama maksimalisasi penghijauan.

Ketikakrisis energi berlangsung, ada seorang teman yang menanyakan dapatkah kita
menciptakan energi alternatif? bila jawabannya tidak, dapatkah kita menghemat energi yang
kita pakai sehari-hari?. Pada skala yang lebih sederhana dapatkah kita mewujudkan arsitektur
hijau padalingkungan tinggal atau rumah kita?. Arsitektur hijau, secara sederhana mempunyai
pengertian bangunan atau lingkungan binaan yang dapat mengurangi atau dapat melakukan
efisiensisumber daya material, air dan energi. Dalam pengertian yang lebih luas, adalah
bangunan atau ingkungan binaan yang, efisien dalam penggunaan energi, air dan segala
sumber daya yang ada. Mampu menjag keselamatan, keamanan dan kesehatan penghuninya
dalam mengembangkan produktivitas penghuninya, mampu mengurangi sampah, polusi dan
kerusakan lingkungan.

B. RUMUSAN MASALAH

Pertumbuhan pembangunan dikota-kota besar seperti Jakarta mengakibatkan jumlah


ruang hijau semakin berkurang, tampak di setiap sudut kota bangunan-bangunan tinggi
menjulang, sedangkan didaerah pinggiran kota pembangunan perumahan real estate telah
merubah bentuk bentang alam dan hanya menyisakan sedikit area tanah untuk ruang terbuka
hijau dan itupun hanya untuk sekedar pertimbangan visual estetika. Kerapatan dari bangunan
dijakarta telah melewati dari pada ambang batas idealnya perbandingan antara ruang tidak
terbangun dan yang terbangun, pada wilayah peruntukan yang seharusnya memiliki kriteria
pembangunan 30% : 70% , dimana jumlah yang terbangun pada suatu wilayah hanya
diperbolehkan 70% dari jumlah luas kawasan sedangkan sisanya merupakan daerah hijau.

Kepadatan dan Kerapatan Bangunan dikota-kota besar Indonesia khususnya di jakarta


secara tidak langsung ikut menciptakan dan menambah tingginya efek rumah kaca yang
terjadi, berkurangluasan daerah hijau menyebabkan udara panas jakarta kurang terabsorsi
dengan baik sehingga terjadi apa yang disekenal dengan nama “urban Heat Island Effect”.
Suhu udara kota mengalami peningkatan tajam akibat dominannya material perkerasa yang
tidak bisa menyerap energi UV ray dari cahaya matahari dengan baik seperti infrastruktur
jalan, penggunaan mesin pendingin /Air conditioning yang mengeluarkan energi panas,
Material bangunan yang merefleksikan energi panas, energi panas dari mesin-mesin
kendaraan bermotor dan mengecilnya daerah pendingin seperti luasan jalur sungai dan danau-
danau buatan. untuk menyiasati hal tersebut seharusnya pemerintah daerah jakarta mulai
memikirkan solusi-solusi yang tepat dimana ketersediaan ruang- ruang terbuka hijau tidak
mungkin terjadi, profil dibawah ini merupakan gambaran kondisi peningkatan suhu yang
terjadi sehingga terbentuk apa yang dinamakan ‘urbanheat island effect’.

C. BATASAN MASALAH

Arsitektur Hijau
Dengan makin terancamnya peradaban manusia yang disebabkan oleh pemanasan
global, pendekatan-pendekatan ‘green design’ makin populer dimata para arsitek diseluruh
dunia. Keberhasilan penerapan ‘green design’ pada bangunan gedung, salah satunya bisa
diukur ‘apakah gedung tersebut bisa mensuplai energi sendiri apa tidak?’ (baik memanfaatkan
tenaga angin, matahari, dll.) dan ‘zero co2′, artinya gedung tersebut seminimal mungkin
mengeluarkan limbah co2.

Apakah ‘green building’?


Terintegrasi dengan alam . Memperhatikan ekosistem lokal dengan perencanaan
jangka panjang . Produk dari tindakan manusia dengan mempertimbangkan kualitas
lingkungan baik fisik maupun sosial. Memenuhi kriteria benchmark (LEED, BREEAM dll)
Menyelamatkan energisekaligus memenuhi kebutuhan.

Isu utama ‘green building’


Membangun hanya yang diperlukan dan tidak menggunakan lebih dari yang
diperlukanKeterkaitan (interconnectedness).Profesi arsitektur sebagai ‘steward of the earth’

D. TUJUAN PENELITIAN

Salah satunya yaitu pengoptimalan bentuk atap dengan teknologi “Green Roof” pada
bangunan ‘Green Architecture’ merupakan salah satu solusi yang baik bagi alternatif
ketersediannya kawasan hijau baru bagi perkotaan , dibeberapa negara lain telah mulai
mencoba untuk menerapkansolusi ini seperti pada contoh dibawah ini.Salah satu sudut kota di
KoreaAliran minimalis memang masih tetap eksis di sejumlah negara maju yang tingkat
kesibukan warganya cukup tinggi. Tuntutan bentuk yang simplicity dalam desain arsitektur
sangat sesuaidengan life style yang supersibuk. Mengenai unsur fungsi, kepraktisan dan
bahkan kepolosan dari bentuk arsitektur dianggap mewakili era masyarakat sibuk, dibanding
dengan adanya keruwetan yang ditimbulkan suatu ornamen. Namun, gaya minimalis
tampaknya sekarang ini mulai mencapai titik jenuh, terutamadisebabkan kelatahan banyak
pihak yang penggunaan istilah minimalis pada hampir setiap desainarsitektur.
TINJAUAN PUSTAKA

1. GREEN ARCHITECTURE
Konsep ‘Green Architecture’ atau arsitektur hijau menjadi topik yang menarik saat
ini, salah satunya karena kebutuhan untuk memberdayakan potensi site dan menghemat
sumber daya alam akibat menipisnya sumber energi tak terbarukan. Berbagai pemikiran
dan interpretasi arsitek bermunculuan secara berbeda-beda, yang masing-masing
diakibatkan oleh persinggungan dengan kondisi profesi yang mereka hadapi.

Green Architecture ialah sebuah konsep arsitektur yang berusaha meminimalkan


pengaruh buruk terhadap lingkungan alam maupun manusia dan menghasilkan tempat
hidup yang lebih baik dan lebih sehat, yang dilakukan dengan cara memanfaatkan
sumber energi dan sumber daya alam secara efisien dan optimal. ‘Green’ dapat
diinterpretasikan sebagai sustainable (berkelanjutan), earthfriendly (ramah lingkungan),
dan high performance building (bangunan dengan performa sangat baik). Ukuran 'green'
ditentukan oleh berbagai faktor, dimana terdapat peringkat yang merujuk pada kesadaran
untuk menjadi lebih hijau.

Di negara-negara maju terdapat award, pengurangan pajak, insentif yang diberikan


pada bangunan-bangunan yang tergolong 'green'. Indikasi arsitektur disebut sebagai
'green' jika dikaitkan dengan praktek arsitektur antar11a lain penggunaan renewable
resources (sumber-sumber yang dapat diperbaharui, passive-active solar photovoltaic (sel
surya pembangkit listrik), teknik menggunakan tanaman untuk atap, taman tadah hujan,
menggunakan kerikil yang dipadatkan untuk area perkerasan, dan sebagainya.

Konsep 'green' juga bisa diaplikasikan pada pengurangan penggunaan energi


(misalnya energi listrik), low energy house dan zero energy building dengan
memaksimalkan penutup bangunan (building envelope). Penggunaan energi terbarukan
seperti energi matahari, air, biomass, dan pengolahan limbah menjadi energi juga patut
diperhitungkan.

Dari pengertian diatas, Green Architecture sangat berpengaruh penting terhadap


kehidupan manusia, baik di masa lampau, sekarang terutama akan datang.

2. GREEN BUILDING
Bangunan hijau (Green Building) mengacu pada struktur dan menggunakan proses
yang bertanggung jawab terhadap lingkungan dan sumber daya yang efisien di seluruh
siklus hidup bangunan: dari penentuan tapak sampai desain, konstruksi, operasi,
pemeliharaan, renovasi pembongkaran, dan. Praktik ini memperluas dan melengkapi
desain bangunan klasik keprihatinan ekonomi, daya tahan utilitas, dan kenyamanan.

Green building adalah konsep untuk ‘bangunan berkelanjutan’ dan mempunyai


syarat tertentu, yaitu lokasi, sistim perencanaan dan perancangan, renovasi dan
pengoperasian, yang menganut prinsip hemat enrgi serta harus berdampak positif bagi
lingkungan, ekonomi dan sosial. Meskipun teknologi baru yang terus dikembangkan
untuk melengkapi praktek saat ini dalam menciptakan struktur hijau, tujuan umum
adalah bahwa bangunan hijau dirancang untuk mengurangi dampak keseluruhan
lingkungan binaan terhadap kesehatan manusia dan lingkungan alam dengan cara :

1) Efisien menggunakan energi, air, dan sumber daya lainnya. Dirancang dengan biaya
lebih sedikit untuk mengoperasikan dan memiliki kinerja energi yang sangat baik.
2) Melindungi kesehatan penghuni dan meningkatkan produktivitas karyawan.
3) Mengurangi sampah, polusi dan degradasi lingkungan.
4) Bangunan alami, yang biasanya pada skala yang lebih kecil dan cenderung untuk
fokus pada penggunaan bahan-bahan alami yang tersedia secara lokal.
5) Bangunan hijau tidak secara khusus menangani masalah perkuatan rumah yang ada.
6) Mengurangi dampak lingkungan : Praktek green building bertujuan untuk mengurangi
dampak lingkungan dari bangunan.

3. SUSTAINABLE ARCHITECTURE
Arsitektur Berkelanjutan, adalah sebuah topik yang menarik. Akhir-akhir ini semakin
banyak diberitakan dan dipromosikan dalam kalangan arsitek, karena arsitek memiliki
peran penting dalam pengelolaan sumber daya alam dalam desain-desain bangunannya.
Apresiasi yang besar bagi mereka yang turut mempromosikan arsitektur berkelanjutan
agar kita lebih bijaksana dalam menggunakan sumber daya alam yang makin menipis.

Sustainable Architecture atau dalam bahasa Indonesianya adalah Arsitektur


Berkelanjutan, adalah sebuah konsep terapan dalam bidang arsitektur untuk mendukung
konsep berkelanjutan, yaitu konsep mempertahankan sumber daya alam agar bertahan
lebih lama, yang dikaitkan dengan umur potensi vital sumber daya alam dan lingkungan
ekologis manusia, seperti sistem iklim planet, sistem pertanian, industri, kehutanan, dan
tentu saja arsitektur. Kerusakan alam akibat eksploitasi sumber daya alam telah mencapai
taraf pengrusakan secara global, sehingga lambat tetapi pasti, bumi akan semakin
kehilangan potensinya untuk mendukung kehidupan manusia, akibat dari berbagai
eksploitasi terhadap alam tersebut. Keberlanjutan dapat didefinisikan sebagai memenuhi
kebutuhan generasi sekarang tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk
memenuhi kebutuhan mereka Cara-cara baru dapat dipikirkan berdasarkan pengalaman
membangun, dari arsitektur vernakular maupun modern.
BAB II
PEMBAHASAN

1. DEFINISI GREEN ARSITEKTUR


Green Arsitektur adalah konsep arsitektur yang berusaha meminimalkan pengaruh
buruk terhadap lingkungan alam maupun manusia dan menghasilkan tempat hidup yang lebih
baik dan lebih sehat, yang dilakukan dengan cara memanfaatkan sumber energi dan sumber
daya alam secara efisien dan optimal.

Hal ini telah dilakukan dengan pemanfaatan kondisi lingkungan dengan bukaan yang
optimal. Saat ini jarang ditemukan contoh bangunan yang menggunakan pendekatan green
architecture. Untuk itu mungkin perlu melihat balik kepada arsitektur vernakular yang
banyak mendukung pendekatan green architecture. Namun perlu disadari bahwa mendesain
bangunan dengan pendekatan green architecture bukan berarti kembali kepada tradisi
tersebut. Hanya sikap terhadap pemilihan material dan sumbernya saja dari pendekatan
arsitektur vernakular yang perlu diakomodasi di masa depan.

Konsep arsitektur ini lebih bertanggung jawab terhadap lingkungan, memiliki tingkat
keselarasan yang tinggi antara strukturnya dengan lingkungan, dan penggunaan sistem utilitas
yang sangat baik.

Green architecture dipercaya sebagai desain yang baik dan bertanggung jawab, dan
diharapkan digunakan di masa kini dan masa yang akan datang. Dalam jangka panjang, biaya
lingkungan sama dengan biaya sosial, manfaat lingkungan sama juga dengan manfaat sosial.
Persoalan energi dan lingkungan merupakan kepentingan profesional bagi arsitek yang
sasarannya adalah untuk meningkatkan kualitas hidup.

Dalam arsitektur ada banyak jalan sehingga bangunan dapat dikatakan “green” dan
merespon terhadap masalah pertumbuhan lingkungan. Penyediaan energi yang tidak memadai
di negara tropis (salah satunya penghentian arus listrik secara periodik) dan meningkatnya
harga tinggi di seluruh dunia merupakan tuntutan akan bangunan yang sesuai dengan iklim,
tanpa penyejuk udara mekanis.

2. PRINSIP-PRINSIP GREEN ARSITEKTUR


a. Hemat energi / Conserving energy : Pengoperasian bangunan harus meminimalkan
penggunaan bahan bakar atau energi listrik ( sebisa mungkin memaksimalkan energi
alam sekitar lokasi bangunan ).

b. Memperhatikan kondisi iklim / Working with climate : Mendisain bagunan harus


berdasarkan iklim yang berlaku di lokasi tapak kita, dan sumber energi yang ada.

c. Minimizing new resources : mendisain dengan mengoptimalkan kebutuhan sumberdaya


alam yang baru, agar sumberdaya tersebut tidak habis dan dapat digunakan di masa
mendatang/ Penggunaan material bangunan yang tidak berbahaya bagi ekosistem dan
sumber daya alam.

d. Tidak berdampak negatif bagi kesehatan dan kenyamanan penghuni bangunan tersebut /
Respect for site : Bangunan yang akan dibangun, nantinya jangan sampai merusak
kondisi tapak aslinya, sehingga jika nanti bangunan itu sudah tidak terpakai, tapak
aslinya masih ada dan tidak berubah.( tidak merusak lingkungan yang ada ).

e. Merespon keadaan tapak dari bangunan / Respect for user : Dalam merancang bangunan
harus memperhatikan semua pengguna bangunan dan memenuhi semua kebutuhannya.

f. Menetapkan seluruh prinsip – prinsip green architecture secara keseluruhan / Holism :


Ketentuan diatas tidak baku, artinya dapat kita pergunakan sesuai kebutuhan bangunan
kita.

3. SIFAT-SIFAT BANGUNAN BERKONSEP GREEN ARSITEKTUR


a. Sustainable ( Berkelanjutan ).
Yang berarti bangunan green architecture tetap bertahan dan berfungsi seiring zaman,
konsisten terhadap konsepnya yang menyatu dengan alam tanpa adanya perubahan –
perubuhan yang signifikan tanpa merusak alam sekitar.

b. Earthfriendly ( Ramah lingkungan ).


Suatu bangunan belum bisa dianggap sebagai bangunan berkonsep green architecture
apabila bangunan tersebut tidak bersifat ramah lingkungan. Maksud tidak bersifat ramah
terhadap lingkungan disini tidak hanya dalam perusakkan terhadap lingkungan. Tetapi
juga menyangkut masalah pemakaian energi.Oleh karena itu bangunan berkonsep green
architecture mempunyai sifat ramah terhadap lingkungan sekitar, energi dan aspek –
aspek pendukung lainnya.

c. High performance building.


Bangunan berkonsep green architecture mempunyai satu sifat yang tidak kalah
pentingnya dengan sifat – sifat lainnya. Sifat ini adalah “High performance building”.
Mengapa pada bangunan green architecture harus mempunyai sifat ini? Salah satu
fungsinya ialah untuk meminimaliskan penggunaan energi dengan memenfaatkan energi
yang berasal dari alam (Energy of nature) dan dengan dipadukan dengan teknologi tinggi
(High technology performance). Contohnya :
1. Penggunaan panel surya (Solar cell) untuk memanfaatkan energi panas matahari
sebagai sumber pembangkit tenaga listrik rumahan.
2. Penggunaan material – material yang dapat di daur ulang, penggunaan konstruksi –
konstruksi maupun bentuk fisik dan fasad bangunan tersebut yang dapat mendukung
konsep green architecture.
ANALISIS

BANGUNAN YANG MENGGUNAKAN KONSEP GREEN ARSITEKTUR

http://www.forumdesain.com/forumdisplay.php?s=9ff3306a50a65f44af44953577de49e2&f=16)

 Perpustakaan Nasional Singapura dianugerahi top ranking dalam kategori "Energy


Efficiency and Conservation Best Practices Competition for Energy Efficient Buildings:
New and Existing“ pada ASEAN Energy Awards di Singapura, 23 Augustus 2007.
 Perpustakaan Nasional Singapura dirancang sebagai state-of-the art nya perpustakaan
untuk di iklim tropis.
 Dibuka untuk umum di tahun 2005
 Terdiri dari 16 lantai dengan luas tiap lantai kira-kira 58,000 m2 terbentang antara dua
blok utama yang dihubungkan dengan jembatan gantung.
 Kira-kira 6,000-8,000 m2 dirancang sebagai 'green spaces.' Kehadiran landskap yang
teduh, telah mengurangi temperatur permukaan bangunan. Panas diteruskan ke udara
bebas, sehingga meningkatkan kondisi termal dalam ruangan.
 Bangunan ini adalah innovative 'green' (environmentally-responsive) tropical building
dengan penerapan teknik bioclimatic design termasuk sistem passive rendah-energi,
bangunan yang respon terhadap iklim dan konfigurasi bentuk, sistem fasad yang efektif
serta penerapan landskap bioklimatik.
 The Events Plaza, untuk 'outdoor' events seperti pameran, terletak di lantai dasar. Dengan
sistem penghawaan alami dan dapat diakses umum setiap saat.
 Bangunan ini dibentuk sedemikian rupa agar sebagian besar ruang dalam terlindung dari
radiasi langsung sinar matahari. Faktor lain seperti sun shading, penghawaan alami,
design fasad yang responsif, pewarnaan bangunan dan pemanfaatan ruang luar
dikombinasikan sebagai strategi kolektif untuk penghematan energi tanpa mengurangi
kenyamanan.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN

 Secara sederhana konsep green architecture bisa diterapkan dalam rancangan rumah
sederhana sekalipun, hanya apakah ada goodwill atau tidak untuk penerapannya.
Konsep-konsep sederhana seperti rumah hemat listrik, hemat air, dan sebagainya
dapat mulai diterapkan untuk mengantisipasi berkurangnya sumber listrik dan air di
kehidupan sehari-hari.

 Green architecture saat ini lebih menjadi suatu kebutuhan daripada sekedar sebuah
pola labelisasi style atau gaya saja, menjadi suatu keharusan ketika buruknya kualitas
lingkungan hidup terus dededungkan saat ini. Kadang disayangkan ketika green
architecture yang seharusnya merupakan sebuah prinsip sebagai perwujudan moral
seorang arsitek telah terperangkap pada pola labelisasi style.
DAFTAR PUSTAKA
Agenda 21 Sektoral. Perencanaan Pembangunan Berkelanjutan, Kantor Menteri Negara
Lingkungan Hidup, Jakarta, 2001.

Agenda 21 Sektoral, Indikator Pembangunan Berkelanjutan, Kantor Menteri Negara


Lingkungan Hidup, Jakarta, 2001. Charles E. Kupchella, Margaret C. Hyland,
Environmental Science, Prentice Hall Englewood Cliffs, New Jersey, 1993.

Edwin S. Mills, Philip E. Graves, The Economic Of Environmental Quality, W-W Norton &
Company Inc., New York, 1986.

Eko Budihardjo, Lingkungan Binaan Dan Tata Ruang Kota, Penerbit Andi, Yogyakarta,
1997.

Eko Budiardjo, Djoko Sujarto, Kota Yang Berkelanjutan, Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi Departemen Pendidikan Tinggi dan Kebudayaan, Jakarta, 1998. F

Anda mungkin juga menyukai