Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

Disusun oleh:
Kelompok 3
Novalia Agusthina Lagu : 173500K
Sithal Akmah : 173501K
Meilani Karunia : 173509K
Raihan Novya : 163486K

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI


( STIE AMM )
2019/2020
i
KATA PENGANTAR

Pertama-tama saya panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat ALLAH SWT. Yang telah
melimpahkan rahmat, taufiq dan inayahnya sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat waktu.
Tak lupa sholawat dan salam saya haturkan kepada junjungan Nabi kita Muhammad saw. Yang
telah mengantarkan saya dari zaman yang buruk ke zaman yang lebih indah
Selanjutnya saya mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu mensukseskan makalah ini, sehingga makalah ini dapat di kumpulkan pada waktu yang
tepat.Mohon maaf apabila terdapat kekurangan dalam penyusunan makalah dari awal sampai
akhir, sesungguhnya saya telah membuatnya semaksimal mungkin namun saya sangat berharap
kritik dan saran yang membangun dari dosen atau teman saya untuk memperbaiki makalah ini.

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................................ i


KATA PENGANTAR ...................................................................................................... ii

DAFTAR ISI ..................................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 4

A. Latar Belakang ........................................................................................................ 4

B. Rumusan Masalah………………………………………………………………….4

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................. 5

A. Pengertian Anggaran ................................................................................................ 5

B. Kebijakan Anggaran ................................................................................................. 9

C. Kebijakan APBN Pengalaman Indonesia .................................................................. 17

BAB III PENUTUP .......................................................................................................... 21

Kesimpulan ....................................................................................................................... 21

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 21

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anggaran pendapatan dan belnja negara (APBN), adalah rencana keuagnan tahunan pemerintahan negara
Indonesia yang disetujui oleh dewan perakilan rakyat. APBN berisi daftar sistematis dan terperinci yang
memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun anggaran bisa dibaratkan sebagai
anggaran rumah tangga ataupun anggaran perusahaan yang memiliki dua sisi, yaitu sisi penerimaan dan sisi
pengeluaran.Penyusunan anggaran senantiasa dihadapkan pada ketidakpasatian pada kedua sisi. Misalnya,
sisi penerimaan anggaran rumah tangga akan sangat tergantung pada ada atau tidaknya perubahan gaji/upah
bagi rumah tangga yang memilikinya.
Demikian pula sisi pengeluaran anggaran rumah tangga banyak dipengaruhi perubahan harga
barang dan jasa yang dikonsumsi. Sisi penerimaan angaran perusahaan banyak ditentukan oleh hasil
penerimaan dari penjualan produk, yang dipengaruhi oleh daya beli masyarakat sebagai cerminan
pertumbuhan ekonomi.
Adapun sisi pengeluaran anggaran perusahaan dipengaruhi antara lain oleh perusahaan dipengaruhi
antara lain oleh perubahan harga bahan baku, tariff listrik dan bahan bakar minyak (BBM), perubahaan
ketentuan upah, yang secara umum mengikuti perubahan tingkat harga secara umum. Ketidakpastian yang
dihadapi rumah tangga dan perusahaan dalan menyusun anggaran juga dihadapi rumah tangga dan
perusahaan dalam menyusun anggaran juga dihadapi oleh para perencanaan anggaran negara yang
bertanggung jawab dalam penyusunan rencana anggaran pendapatan dan belanja negara (RABN).

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan anggaran ?
2. Apa yang dimaksud anggaran ?
3. Apa saja Kebijakan APBN Pengalaman Indonesia?

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Anggaran
Yang dimaksud dengan anggaran (budget) ialah suatu daftar atau pernyataan terperinci
tentang rencana penerimaan dan pengeluaran untuk suatu kegiatan untuk jangka waktu tertentu,
biasanya satu tahun. Ada budget yang disusun berdasarkan atas tahun kalender yaitu mulai tanggal
1 januari dan ditutup tanggal 31 desember dalam tahun yang bersangkutan, tapi adapula yang
dimulai pada tanggal 1 april dan berakhir pada tanggal 31 maret tahun berikutnya seperti dalam
masa Pemerintahan Orde Baru.
Biasanya lembaga eksekutif (pemerintah) yang mempersiapkan rencana penerimaan dan
belanja negara/ daerah termasuk pos-posnya, kemudian diajukan kepada lembaga legislatif
(DPR/DPRD) untuk dipertimbangkan dan kemudian diputuskan serta ditetapkan sebagai undang-
undang atau peraturan daerah. Dalam UUD 1945 Presiden menetapkan Anggaran Pendapatan dan
belanja Negara (APBN) setelah mendapatkan persetujuan dewan perwakilan rakyat (Pasal 23 Ayat
1 UUD-1945; juga undang-undang Nomer 17, Tahun 2003 tetang Keuangan Negara). Presiden
selaku kepala pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian
dari kekuasaan pemerintahaan. Untuk membantu presiden dalam penyelenggaraan kekuasaan
bahwa dalam era Orde Baru APBN selalu dipertahankan seimbang. Sehingga boleh dikatakan
bahwa Orde Baru menganut sistem anggaran belanja yang seimbang (balanced budgetf)

Saat tersebut sebagai dari kekuasaan dikuasakan kepada Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal
dan wakil pemerintah dalam pemilikan kekayaan negara yang dipisahkan. Adapun pengelola fiskal
mencakup fungsi-fungsi pengelolaan kebijakan fiskal dan kerangka makro ekonomi,
pengangguran, administrasi perpajakan, administrasi kepabeanan, perbendaharaan, dan pengawas
keuangan.
Dalam UU Keuangan Negara, Tahun 2003, dalam katannya dengan penyusunan dan
penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan Belanja
Daerah (APBD) ditegaskan mengenai tujuan dan fungsi pengangguran pemerintah, penegasan,
peran DPR/DPRD dan pemerintah dalam proses penyusunan dan penetapan anggaran. Disebut
pula bahwa anggaran adalah instrumen kebijakan ekonomi anggaran berfungsi mewujudkan

5
pertumbuhan dan stabilitas perekonomian serta pemerataan dalam rangka mencapai tujuan
bernegara.
Dalam masa Orde Baru, anggaran belanja Pemerintah, dikelompokkan menjadi anggaran
belanja rutin dan anggaran belanja pembangunan. Format anggaran penerimaan dan belanja negara
seperti ini dimaksud untuk memberikan penekanan pada arti pentingnya pembangunan. Sayangnya
dalam pelaksanaannya format APBN seperti itu penyimpangan anggaran. Oleh karena itu format
APBN tadi dirasa tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan saat ini. Format APBN dalam
masa Orde Baru adalah berupa T-accout dan setelah masuk periode reformasi diubah menjadi
format I-account, Maksud dari perubahan format tersebut adalah :
- Untuk meningkatkan transparansi dalam penyusunan APBN
- Untuk mempermudah analisis, pemantauan, dan pengendalian dalam pelaksanaan dan
pengelolaan APBN.
- Untuk mempermudah analisis komparasi (perbandingan) dengan budget negara lain.
- Untuk mempermudah perhitungan dana perimbangan yang lebih transparasi yang
didistribusikan oleh pemeritah pusat ke pemerintah daerah mengikuti pelaksanaan UU
No.25/1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat Daerah.
Sebagai perbandingan pada bagian berikut ditampilkan kedua format APBN masa Orde Baru
dan masa Era Otonomi Daerah dalam Kabinet Pembangunan Indonesia Bersatu.

a. APBN pada Masa Orde Baru


Pada era Orde Baru APBN dikelompokan mejad dua sisi, yaitu sisi penerimaan dan sisi
pengeluaran. Disisi penerimaan, pengelompokan dibedakan menjadi kelompok penerimaan dalam
negri atau penerimaan rutin dan kelompok penerimaan pembangunan dan disisi pengeluaran juga
dikelompokan menjadi kelompok pengeluaran rutin dan kelompok pengeluaran pembangunan.
Pos penerimaan rutin jauh lebih besar daripada pos penerimaan pembangunan. Kemudian dalam
pos penerimaan rutin terdapat penerimaan dari pajak langsung, penerimaan pajak tidak langsung,
dan penerimaan non pajak, sedangkan dalam pos penerimaan pembangunan terdapat pos bantuan
program dan bantuan proyek. Penerimaan dari pajak tidak langsung mula-mula lebih besar
daripada penerimaan pajak langsung, tetapi dengan berkembangnya perekonomian dan semakin
baiknya sistim administrasi pemerintahan penerimaan dari pajak tidak langsung semakin mengecil
proporsinya dan digantikan dengan penerimaan pajak langsung.
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

6
Pajak langsung adalah pajak yang dikenakan berdasarkan surat ketetapan pajak dan berkala
serta pajak tidak langsung adalah pajak yang tanpa surat ketetapan pajak dan tidak berkala.

b. APBN menjelang Akhir Masa Orde Baru


Selanjutnya sebagai perbandingan mengenai sistem anggaran yang ada, ditampilakn APBN
pada masa akhir pemerintaan orde baru pada dasarnhya APBN selalu menampilkan sisi
penerimaan dan sisi pengeluaran, tetapi dengan perubahan pada pos-pos yang ada didalamnya.
Pada APBN tahun 1997/1998 menjelang berakhirnya pemerintahan Orde Baru, pos
penerimaan dalam negeri dikelompokkan menjadi pos penerimaan dari minyak bumi dan pos
penerimaan dari minyak bumi dan pos penerimaan diluar minyak dan gas alam. Penerimaan
diluar minyak gas alam sebenarnya berupa penerimaan yang berasal dari pajak, diantaranya
berupa pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai, bea masuk, cukai, pajak bumi dan
bangunan, pajak lainnya menerima bukan pajak (PNBP) dan laba bersih minyak. Penerimaan
pembangunan tetap berupa bantuan program dan bantuan proyek.

c. APBN Masa Orde Otonomi Daerah


Berlaku sistem desentralisasi pemerintaan dengan sistem daerah otonomnya telah melahirkan.
Seperti biasa setiap anggaran belanja kelompokan menjadi pos penerimaan dan pos pengeluaran
dalam era otonomi daerah berbeda yang dengan yang dianut pada masa pemerintahan orde baru.
Pada pokoknya budget harus mencerminkan kebijakan penerimaan dan pengeluaran pemerintah
yang rasionil baik seacara kuriman dan pengeluaran pemerintahan yang rasionil baik seacara
kuantitatif sehingga akan terlihat bahwa :
 Ada pertanggung jawaban atas pemumutan pajak dan punggutan lainnya oleh pemerintah,
misalnya misalnya untuk memperlancar proses pembangunan ekonomi.
 Adanya hubungan yang erat anatara fasilitas penggunaan dana dan penarikannya.
 Adanya pola pengeluaran pemerintah yang dapat dipakai sebagai pertimbangan didalam
menentukan pola penerimaan negara yang pada akhirnya menetukan pula tingkat distribusi
penghasilan dalam perekonomian.
Kemudian pengeluaran untuk daerah dibedakan menjadi pengeluaran untuk daerah dibedakan
menjadi pengeluaran untuk dana perimbangan dan dana otonomi kusus dan penyeimbang

7
pengeluaran dalam pos dana perimbangan dikelompokan menjadi pengeluaran untuk dana bagi
hasil, pengeluaran untuk dana alokasi umum dan pengeluaran untuk dana alokasi kusus..
Yaitu tampilan keseimbnagan primer dan keseimbangan umum keseimnagan primer adalah total
penerimaan dikurangi total pengurangan tidak termasuk pembayaran bunga, sedangkan
keseimbangan umum adalah total penerimaan dikurangi total pengeluraaran termasuk pembayaran
bunga.
Peneriamaan Negara Bukan Pajak (PNBP) adalah semua jenis penerimaan negara yang berasal
bukan dari pajak atau diluar perpajakan dan diterima oleh pemerintah pusat melalui kementrian-
kementrian yang ada.
Contohnya adalah pembayaran jasa lingkungan atau imbal jasa antarpemerintah derah.
Pemda kuningan dan pemda Cirebon bukan sebagai entitas pemerintah tetapi sebagai pada hukum,
dimana pemerintah kabupaten kuningan meneri ma transfer dana dari pemerintah kabupaten
Cirebon terkait dengan pasokan air bersih dari kabupaten kuningan ke kabupaten Cirebon dan
pemerintah kabupaten kuningan akan mempertahankan ketersediaan dan kualitas air bersih yang
di alirkan ke kabupaten Cirebon.
Penerimaan dalam negeri dibedakan menjadi penerimaan pajak, penerimaan bukan pajak
(PNBP), penerimaan dari sumber daya alam dan PNBP lainnya. Kemudian penerimaan pajak
dibedakan lagi, sebagai penerimaan pajak dalam negri dan penerimaan pajak perdagangan
internasional. Penerimaan pajak dalam negri berasal dari pajak penghasilan yang bersumber pada
migas dan non migas pajak pertambahan nilai barang dan jasa serta pajak penjualan barang mewa;
pajak bumi dan bangunan; bea perolehan atas hak dan bangunan; cukai dan pajak lainnya. U ntuk
penerimaan pajak perdagangan internasional di bedakan menjadi bea masuk dan pajak ekspor.
Untuk penerimaan negara yang berasal dari sumber daya alam dibedakan menjadi
penerimaan dari minyak bumi, peneriman dari gas alam, penerimaan dari pertambangan umum,
penerimaan dari kehutanan, dan penerimaan negara dari perikanan.
Yang dimaksud dengan dana pembiayaan adalah dana yang diperlakukan untuk mebiayai
deficit APBN. Dana ini berasal dari sumber luar negri dan sumber dalam negri yang umumnya
berupa pinjaman atau hutang. Beberapa sumber pembiayaan yang penting saat ini adalah
pembiayaan dalam negri yang meliputi penerbitan obligasi, penjualan asset dan privatisasi BUMN,
dan pembiayaan luar negri yang meliputi pinjaman proyek, pembayaran kembali utang, injaman
program dan penjadwalan kembali utang.

8
Sedangkan yang dimaksud dengan dana alokasi umum (DAU) adalah dana yang
dialokasikan oleh pemerintah pusat kepada pemernntah pusat dengan tujuan pemerataan atau
mengurangi ketimpangan atau kemampuan keuangan antar daerah melalui penerapan formula
yang mempertimbangkan kebutuhan dan potensi daerah. DAU suatu daerah ditentukan atas dasar
besar kecilnya celah fiscal (fiscal gap) suatu daerah yang merupakan selisish antara kebuutuhan
daerah (fiscal need) dan potensi daerah (fiscal capacity).
Alokasi DAU bagi daerah yang potensi fiscalnya besar namun kebutuhan fiskalnya kecil
akan memperoleh alokasi DAU yang relative kecil. Sebaliknya, daerah yang potensi fiskalnya
kecil namun kebutuhan fisklanya besar akan memperoleh alokasi DAU yang relative besar.
Kemudian yang dimaksud dengan dana alokasi khusus (BAK) adalah dana yang berasal
dari APBN yang dialokasikan pada daerah untuk membantu membiayai kebutuhan khusus. Sesuai
dengan UU 34 tahun 2004, yang dimaksud dengan kebutuhan khusus adalah kebutuhan untuk
membiayai sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat atau untuk mndorong percepatan
pembangunan daerah, misalnya untuk kegiatan penghijauan dan reboisasi yang sumber
pembiyaanya ditetapkan sebesar 40% dari penerimaan dana reboisasi (DR) dalam APBN yang
diberikan kepada daerah penghasil.
Selanjutnya yang dimaksud dengan otonomi khusus adalah dana yang diberikan oleh
pemerintah p.usat ke daerah yang berstatus otonomi khusus berdasaran undang-undang. Otonomi
khusus adalah kewenangan khusus yang diakui dan diberikan kepada daerah provisnsi untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendriri berdasarkan
aspirasi dan hak-hak dasar masyarakat bersangkutan.

B. KEBIJAKAN ANGGARAN
Pada umumnya anggran dapat dipakai sebagai alat untuk mempengaruhi kecepatan
peningkatan pendapatan nasional, memeperluas kesempatan kerja, maupun mencapai distribusi
penghasilan yang merata dalam suatu negara. Adapun menganai anggaran mana yang dipakai
tergantung pada keadaan perekonomian yang bersangkutan. dalam keadaan deflasi dimana harga
umum turun terus biasanya dipergunakan anggaran yang defisist, dalam keadaan inflasi
dipergunakan anggaran yang surflus dan dalam keadaan normal dipergunakan anggaran yang
seimban. Jadi jelasnya anggaran dapat digunakan sebagai alat politik fiscal atau kebijakan fiscal.

9
a. Perekonomian Tertutup
Dalam perekonomian tertutup belum dibicarakan sector perdangan luar negeri yang sering
kali merupakan sector penting yang mempengaruhi perkembangan nasional
1. Aggran belanja tidak seimbang ( Balanced budget )
Anggaran belanja tidak seimbang biasanya dipakai sebagai alat compensantory policy atau
counter cyclical policy. Politik anti konjuntur ditempuh dengan jalan mengubah-ubah besarannya
pengeluaran pemerintah dan pajak-pajak dengan tujuan untuk melunakan fluktuasi produksi,
penghasiln dan kesempatan kerja. Dalam hal tersebut “ Pump priming principle”dapat ditempuh
dengan cara mengeluarakan sejumlah uang tertentu diharapkan diharapkan terjadi pertambahan
pendapatan dalam masyarakat dan juga kesempatan belimpat ganda. Dalam keadaan deflasi atau
inflasi ditempuh anggaran belanja yang tidak seimbang dalam masa depresiasai atau deflasi
ditempuh anggaran belanja yang deficit dalam masa makmur ( Properrity )akan ditempuh
anggaran belanja yang surplus.
Sekarang kita lihat bagaimana mekanisme dari kenaikan pendapat nasional yang disebabkan
oleh adanya perubahan – perubahan dalam G maupun Tx. Kalau pajak itu bersifat lump-sum,
misalnya dinaikan sebesar 10 satuan dan pengeluaran pemerintah dinaikan pula sebesar 15 satuan,
berapakah besarnya perubahan pendapatan nasional yang akan terjadi bila diketahui besarnya mpc
= ¾. Dengan bertambahnya lump-sum tax, maka pendapat nasional akan berkurang sebesar 3 x 10
= 30 satuan. Di lain pihak karena ada penambahan pengeluaran pemerintah, pendapatan nasional
akan bertambah sebesar 4 x 15 satuan = 60 satuan. Jadi secara keseluruhan pendapat nasional akan
bertambah sebesar (60 – 30) satuan = 30 satuan. Di sini tampak bahwa perubahan anggaran belanja
tersebut tidak seimbang, yaitu dengan kenaikan pengeluaran pemerintah sebesar 15 satuan hanya
dibarengi dengan peningkatan penerimaan pemerintahan (pajak) sebesar 10 satuan. Jadi ada defisit
dalam perubahan anggaran itu sebesar 5 satuan. Kalau dianggap mula – mula bahwa anggaran
belanja telah seimbang, maka sebagai akibat dari perubahan tersebut, anggaran belanja jadi tidak
seimbang.
Sekarang kalau dimisalkan bahwa pemerintah menggunakan anggaran belanja yang
surplus. Misalnya pengeluaran pemerintah hanya dinaikan sebesar 10 satuan dan penerimaan
hanya dinaikan sebesar 15 satuan. Apakah yang akan terjadi apabila diketahui bahwa mpc-nya
tetap sebesar ¾ .cara menghitungnya sama saja yaitu dengan adanya pajak sebesar 15 satuan akan
menurunkan pendapat nasional sebesarnya 3 x 15 satuan = 45 satuan. Sedangkan dengan adanya

10
pengeluaran pemerintah sebesar 4 x 10 satuan = 40 satuan. Secara keseluruhan perubahan
pendapat nasional yang terjadi dalam masyarakat adalah sebesar (40 – 45)satuan = -5 satuan.
Dengan perkataan lain dengan anggaran yang surplus, ada penurunan tingkat pendapatan nasional
sebesar 5 satuan.
Kemudian kalau dimisalkan bahwa pajak itu bersifat proporsional, misalnya sebesar 25%
dari tingkat pendapatan, besarnya angka penggandaan akan menjadi lebih kecil. Dari contoh di
mana mpc = ¾ dan pajaknya adalah 25% dari tingkat pendapatan diproleh angka pengganda 1/(1-
3/4 (1 – ¼ ]= 16/7. Jadi kalau terjadi kenaikan dalam pengeluaran pemerintah sebesar 10 satuan
akan meningkatkan pendapatan nasional sebesar16/7 x 10 satuan = 160/7 satuan.
Kalau keinginan suatu kenaikan dalam pemerintah pajak tanpa adanya perubahan dalam
pengeluaran pemerintah, maka hal itu hanya dapat ditempuh dengan menaikkan besarnya proporsi
pajak tersebut. Dengan kata lain tingkat pajak dinaikan. Tetapi sebenarnya apabila tingkat pajak
tersebut dinaikan, akibat selanjutnya justru akan menekan penerimaan pajak itu sendiri karena
semakin kecilnya pendapatan nasional sebagai dasar dari pajak tersebut.
Jadi kalau tingkat pajak itu dinaikkan, akibat yang mula – mula adalah menekan tingkat
pendapatan yang siap dibelanjakan (disposable income). Turunya disposable income akan
menekan tingkat komsumsi sebesar moc kali perubahan pendapatan atau besarnya perubahan
penerimaan pajak itu sendiri. Turunnya tingkat konsumsi ada proses selanjutnya akan
menyebabkan turunnya tingkat penerimaan pajak yang lebih besar lagi.
Sebaliknya kalau terdapat suatu kenaikan dalam pembayaran transfer akan berarti ada
kenaikan dalam disponsable income. Naiknya akan pendapatan dapat meningkatkan tingkat
komsumsi sebesar mpc kali perubahan pendapatan pendapat atau perubahan transfer (transfer
payments). Naiknya tinggal konsumsi ini akan memperbesar tingkat pendapatan sebesar 1/1-mpc
(1-t)] kali perubahan konsumsi karena perubahan transfer payments. Akibatnya penerimaan pajak
akan menjadi lebih besar proporsi atau tingkat pajak itu kali besarnya kenaikan dalam tingkat
pendapatan nasional.
Jadi kalau ingin diketahui besarnya angka pengganda dari pajak lump-sum, tetapi di situ
juga ada pajak yang proporsional maka keadaannya adalah sebagai berikut:
Perubahan lump-sum tax = ∆Tx sama dengan turunnya disposable invome.
∆Tx = - ∆Yd
∆C = (mpc) / ( -∆Yd) = -(mpc) / (∆Tx)

11
∆Y = 1/[ 1 – mpc (1 – t)] / (∆C)
Dengan peningkatan pajak lump-sum maka:
∆Y = 1/[ 1 – mpc (1 – t)] / [(mpc) x (∆Tx)]
= (mpc / [1- mpc (1 – t)]} ∆Tx
Catatan
Tx = tingkat pajak lump-sum
T = tingkat pajak proporsional
C. = tingkat konsumsi
Mpc = marginal prpensity to consume
Y = ringkat penghasilan nasional
∆ = perubahan.
Angka pengganda untuk pajak lump-sum adalah –mpc/[1 – mpc (1 – t)]. Sedangkan untuk
pembayaran transfer karena ini menambah pendapatan maka besarnya angka pengganda adalah =
mpc/[1 – mpc (1 – t)}.
Kalau kita perhatikan besarnya angka pengganda setelah adanya pajak proporsional, maka
tampak bahwa angka tersebut menjadi lebih kecil daripada kalau pajak itu tidak ada atau bersifat
lump-sum. Oleh karena itu dapat dikatakan pajak yang bersifat proporsional ini mempunyai fungsi
sebagai built in stabilizer. Di sini pengaruh dari perubahan pengeluaran pemerintah, investasi,
konsumsi maupun pajak serta pembayaran transfer itu diperkecil.

2. Anggaran Belanja Seimbang (Balance Budget)


Anggaran belanja seimbang disusun sedemikian rupa sehingga setiap pengeluaran
pemerintah dapat dibiayai dengan pajak – pajak dan sejenisnya. Kalau pajak disini bersifat lump-
sum, dan setiap pengeluaran pemerintah dibelanjai dengan penerimaan pemerintah dari pajak,
maka kebijakan ini akan menaikkan penghasilan sebesar “satu” satuan. Hal ini dapat dibuktikan
sebagai berikut:
Perubahan pajak mengakibatkan perubahan pengasilan nasional sebesar – mpc/(1 – mpc)
x perubahan pajak perubahan penghasilan nasional karena perubahan dalam pengeluaran
pemerintah adalah: 1/(1 – mpc) x perubahan pengeluaran pemerintah.
Misalkan perubahan T = perubahan G = X, maka perubahan nasional secara keseluruhan
= -mpc/(1 – mpc) . (X) + 1/(1 – mpc) . (X) = (1 – mpc) X/(1 – mpc) = (1) . (X) = X.

12
Jelas disini bahwa naiknya penghasilan nasional adalah sebesar X yaitu sebesar kenaikan
pajak atau sebesar kenaikan dalam pengeluaran pemerintah. Oleh karena itu sering dikatakan
bahwa Balance Budget Multiplier = 1. Jadi degan tanpa memperhatikan besarnya mpc, setiap
kenaikan / perubahan dalam Balance Budget itu perlu diperhatikan disini bahwa dengan
ditempuhnya anggaran belanja yang seimbang, tingkat kenaikan nasional menjadi lebih lambat
dibanding dengan apabila anggaran belanja itu defisit, tetapi akan lebih tinggi dibanding degan
anggaran belanja surplus.
Sekarang bagaimana halnya kalau pahak itu bersifat proporonal. Di sini setiap perubahan
dalam tingkat penghasilan akan diikuti oleh rusahaan dalam besarnya penerimaan pajak. Untuk
leih jelasnya kta ambil satu contoh.
Diketahui:
C = 25 + 2/3 Yd
I = 25
G = 75
T = 0,25Y
Dari sini akan diketahui besarnya penghasilan nasional equilibrium yaitu: 250. Perhitungannya:
Y =C+I+G
= 25 + 2/3(Y – 0,25Y) + 25 + 75
= 25 + 6/12Y + 100
1/2Y = 125
= 250
Tx = 0,25 x 250
= 62,50
Disini terjadi suatu defisit sebesar 75 – 62,50 = 12,50
Kalau kita ingnkan suatu anggaran belanja yang seimbang, maka defisit sebesar 12,50
harus dihilangkan. Untuk itu harus diketahui besarnya koefisien pengganda yaitu:
1 / [1 – 2/3 (1 – ¼)] = 1/6 /12= 2.
Jadi setiap ada perusahaan G akan mengakibatkan perubahan Y sebesar 2 kali. Karena ∆ Tx = ¼
∆Y, maka ∆Tx = ¼ x 2 x ∆ G= ½ ∆G.
Sekarang dimisalkan anggaran belanja yang seimbag dicapai pada:
Tx1 = G1

13
Di mana Tx1 = T + ∆T dan G1 = AG
Sehingga anggaran belanja seimbang:
Tx + ∆Tx = G + ∆G,
Atau
Tx + ∆Tx – G - ∆G = 0
Karena besarnya defisit anggaran: Tx – G = -12,50, karena:
∆Tx = ½ AG, sehingga ½ ∆G - ∆G = 12,50, atau – ½ ∆.G = 12,50,sehingga ∆G = -2 x 12,50 = -
25.
Ini berarti bahwa pengeluaran pemerintah harus dikurangi dengan 25 satuan agar dapat dicapai
suatu anggaran belanja yang seimbang.
Dengan demikian jelas bahwa pengeluaran pemerintah (G) menjadi 75 – 25 = 50 dan
besarnya pajak (Tx) menjadi 62,50 – 12,50 = 50.
Sedangakan besarnya penghadilan nasional menjadi 200, akibat turunnya G menjadi 50 yaitu:
Y = 25 + 2/3(Y-1/4Y) + 25 + 50
= 25 + 6/12Y + 75
1/2Y = 100
Y. = 200
Tx. = ¼ x 200 = 50
Kesimpulan yang dapat diambil ialah bahwa dengan aggaran belanja seimbang di mana pajak
bersfat proporsional besarnya penghasilan nasional equilibrum adalah sebesar anggaran seimbang
itu ditambah dengan penghasilan nasional equilibrum sebelum adanya pegeluaran pemerintah dan
pajak. Jadi kalau tidaknada pajak dan tidak ada pengeluaran pemerintah maka besarnya
penghasilan nasional equilibrum adalah:
Y = 25+ 2/3Y + 25
1/3 Y = 50, dan
Y = 150
Dengan anggaran belanja seimbang yaitu sebesar 50, maka besrnya penghasilan nasiona
equilibrium yang baru adalah 150 + 50 = 200

14
b. Perekonomian Terbuka
dalam pembahasan diatas perhatian hanya dipusatkan pada tiga sektor ekonomi, yaitu
sektor rumah tangga (C), sektor usaha swasta (I) da sektor pemerintah (G). Kali ini dalam
perekonomian Perekonomian terbuka perhatian kita terluas dengan memasukan sector hubungan
perdagangan luar negeri dalam analisi.
Dasar unsur hubungan luar negeri, variabel yang akan diperhatikan adalah ekspor dan inpor.
Yang Ekspor dan impor dipengaruhi oleh variabel yang sama tetapi berbeda letaknya. Ekspor
suatu negara dipengaruhi oleh pendapatan nasional negara lain, perubahan tingkat harga barang
yang sama didalam dan diluar negeri, sistem tariff dan kuota, serta besarna dana/valuta asing
yang ada di negara lain. Karena ekspor berarti masuknya dana dari luar negeri ke negara
pengekspor, maka peranan dana hasil ekspor ini sama dengan permintaan agregant yang lain
seperti komsumsi, investasi dan pengeluaran pemerintah dalam pengaruhnya terhadap
pendapatan nasional sebesar angka pengganda kali tambakan hasil ekspor tadi.
Kemudian persamaan pendapatan nasional dapat diyatakan sebagai berikut :
y = C +I+G+ (X-M)
C = a + bYd = a+b(Y-Tx + Tr )
Yd = Y + Tx + Tr
M = Mo + my
Dimana semua simbol sama seperti yang telah diuraikan sebelum nya dan Ma adalah besarnya
impor bila pendapatan nasional sebesar nol ( secara teoritis ), m adalah hasrat untuk mengimpor
( marginal propepsity to import) yaitu perbandingan antara tambahnya impor dan tambahnya
pendapatan nasional, X adalah ekpor dan M adalah impor.
Nilai C dan M kita subtitusikan ke dalam persamaan. Sebagai berikut :

Y = C + I + G+ (X-M), maka
Y = a + by - bTx + bTr+ I + G + X-M
Y – By + mY = a + bTX + bTr + I + G+ X – M0
Y ( 1 – b + M) = ( a + bTx + bTr + I + G + X – M0 )

1
Y= ( a – BTx + bTr + I + G + X – Mo )
( 1−𝑏+𝑚)

Dari persamaan diatas dapat diketahui bahwa besarnya koefisien pengganda tergantung pada

15
besarnya koefisien pengganda tergantung pada besarnya mpc dan mpm. Kalau terjadi kenaikan
pengeluaran pemerintah atau ekspor, maka pendapatan nasioanl akan meningkat sebesar
1 [ ( 1 – mpc ) + mpm)] atau 1/ ( mps + mpm ) kali kenaikan pengeluaran pemerintah atau ekspor
tadi. Baru Angka pengganda yang yang baru disebut dengan angka pengganda perdagangan
internasional ( foreign trade multiplier ).
Apabila dalam perekonomian itu terdapat pajak proposional, maka besarnya koefisien
pengganda untuk pengeluaran pemerintah, investasi, komsumsi dan ekspor sebesar
1/ [1 – b(1 –T) + mpm], yang berarti dalam perekonomian terbuka nilainya lebih kecil dibanding
dalam pereekoomian tertutup.
Contoh :
Diketahui: C = 25 + 2⁄3 Yd\ Tx = 0.25 Y
I = 25 X = 20
G = 75 M = 2 + 1⁄5Y
Dalam perekonomia tertup keseimbangan pendapatan nasioanal adalah 250, tetapi dalam
perekonomian terbuka pendapatan nasional dalam keseimbangan ditunjukan oleh
Y = C + I +G + ( X – M )
= 25 + 2⁄3 ( Y - 1⁄4Y) + 25 + 75 + 20 – 2 1⁄5Y

= 25 + 1⁄2Y = + 118 - 1⁄5Y

= 3⁄10Y + 143
7⁄
10Y = 143
Y = 1.430/7 = 204 2⁄7
Kemudian kalau terjadi kenaikan investasi sebesar 20 satuan berpa keseimbangan pendapatan
nasional yang baru? Apabila perekonomian itu masih tertutup, tampa hubungan luar negeri,
maka keseimbangan pendapatan nasional yang baru adalah :
Y = 25 + 2⁄3 ( Y – 1/4Y ) + 45 + 75

= 145 \+ 1⁄2Y
Y = 290
Jadi,
∆𝑌 = 290 – 250 = 40

16
1 1 1
Atau = 2 1 x 20 = 1− 1 x 20 = 1 x 20 = 40
1− (1− 2 2
3 4

Dalam perekonomian terbuka keseimbangan pendapatan nasional yang baru :


Y = 25 + 2⁄ 1 + 45 + 75 + 20 + 2 - 1⁄5Y
3 (𝑌 − ⁄4 )

= 25 + 1⁄2𝑌 + 138 - 1⁄5Y

= 163 + 3⁄10Y

( 7/10)Y = 163, dan Y = 232 6⁄7

Jadi ∆Y = 232 6⁄7 – 204 2⁄7 = 28 4⁄7

3. KEBIJAKAN APBN: PENGALAMAN INDONESIA


Bagian ini akan melihat peranan anggaran pendapatan Belanja Negara (APBN) indonesia
dalam malayani tugas pembangunan, khususnya mengenai dasar-dasar dan factor-faktor yang
mempengaruhi penyusunan APBN serta bagaimana pengaruh dari APBN dari itu terhadap struktur
perekonomian Indonesia.
Pengalaman sebelum orde baru telah memeberikan pelejaran kepada bangsa Indonesia,
baha kebijakan pembelanjaan deficit (deficit financing) telah membawa perekonomian ke dalam
inflasi yang sangat parah, sehingga perekonomian tidak berkembang dan justru mengalami
kemacetan yang diikuti oelh kekacauan sosial dan politik. Pada masa itu pembangunan tidak
terjadi, investasi diganti dengan spekulasi, dan semua prasaranan jalan raya, pelabuhan, listrik, dan
irigasi mengalami kerusakan yang amat parah.
Dari pengalaman tersebut, maka orde baru mencoba mengatasi kesulitan-kesulitan yang
ada dengan menerapkan “anggaran belanja seimbang yang dinamis” serta melandaskan kebijakan-
kebijakan pembangunan di atas trilogy pembangunan: stabilitas nasional, pertumbuhan ekonomi,
dan pemerataan.
Stabilitas nasional mencakup stabilitas di segala bidang baik politik, sosial maupun
ekonomi. dengan adanya stabilitas nasional akan dimungkinkan terciptanya kegiatan
pembangunan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi, yang sekaligus tidak melupakan
aspek pemerataan, Yaitu pemerataan pembangunan antarwilayah dan antar sekoe maupu
pemerataa dari manfaat atau hasil pembangunan itu sendiri.

17
Tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh pembangunan ekonomi Indonesia serta landasan
kebijakan pembangunan ekonomi Indonesia serta landasan kebijakan anggaran tersebut akan
mempengaruhi proses pembangunan ekonomi itu sendiri. Jadi terdapat kaitan melingkar satu sama
lain.
a. Kaitan antara landasan dan tujuan pembangunan
Kebijakan anggaran tampak telah diyakini sebagai salah satu alat yang dapat dipakai untuk
mempengaruhi struktur perekonomian negara. Kegiatan pembangunan akan sangat
ditentukan oleh tujuan akhir yang ingin dicapai oleh upaya pembangunan serta dana yang
tersedia dalam perekonomian, baik yang berada di tangan individu ataus sasta maupun di
tangan pemerintah. Alokasi dana pemerintah tercermin dalam APBN yang berperan
sebagai alat pengaur prioritas pembangunan dengan mempertimbangkan tujuan-tujuan
yang ingin dicapai oleh usaha pembangunan tersebut.
Usaha pembangunan ekonomi harus selalu berlandaskan Pancasila, undang-undang dasar
1945 dan trilogy pembangunan. Trilogy pembangunan yang berupa pemerataan
pembangunan dan hasil-hasilnya yang menuju pada terciptanya keadilan bagi seluruh
rakyat, pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan stabilitas nasioanl yang tinggi dan stabilitas
nasional dan dinamis selalu menjadi landasan kebijakan penggunaan sejak pelita 1 masa
pemerintaan orde baru walaupun dengan urutan prioritas yang berbeda.
Tujuan pembangunan Indonesia adalah mencapai masyarakat adil dan makmur
berdasarkan panccasila udang-undang dasar 1945. Masyarakat seperti ini akan tercapai
dengan diahapuskannya kemismikinan lewat peningkatan pendapatan per kapita, perluasan
kesempatan kerja, dan retribusi pendapatan yang lebih merata.pemerintaan orde baru
bertekad untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan sebagai berikut :
1). Menempuh anggaran belanja seimbang yang dinamis dimana pengeluaran total tidak
melebihi penerimaan total.
2). APBN terdiri dari anggaran rutin dan anggaran pembangunan dan tabungan pemerintah
merupakan surplus penerimaan rutin dan terud diusahakan meningkat agar dapat
mengurangi kebutuhan bantuan luar negeri.
3). Di sisi penerimaan APBN, dasar perpajakan diusahakan semakin luas lewat
intensifikasi pemungutan pajak.
4). Disisi pengeluaran prioritas diberikan pada kegiatan-kegiatan rutin. Subsidi-subsidi

18
semakin dikurangi baik untuk perusahaan- perusahaan negara maupun terhadap barang-
barang komsumsi, sehingga akan menghemat pengeluaran.
5). Kebijakan anggaran diarakan pada sasaran untuk meningkatkan penggunaan barang-
barang dan tenaga dalam negeri dengan tujuan agar produksi dalam negeri semakin
meningkat.
6). Dalam hubungan dengan perluasan kesempatan kerja, produsen didorong untuk lebih
menggunakan teknologi padat karya dengan sedikit mungkin menggunakan teknologi
padat.

b. Pola Anggaran pendapatan dan belanja negara


Seperti telah diketahui penyusunan APBN termasuk dalam rencana perencanaan dari
administrasi negara. Fungsi administrasi negara yang yang lain disampiing fungsi perencanaan
adalah fungsi pelaksanaan dan fungsi pengawasan. Dalam menyunsun anggaran harus diingat
kaitan antara anggaran pun memiliki beberapa fungsi adminitrasi keuangan seperti fungsi
perencanaan, fungsi pelaksaan dan fungsi pengawasan.
Anggaran penerimaan rutin atau anggaran penerimaan dalam negeri dikurangi dengan
Pengeluaran rutin membentuk tbungan pemerintah. Tabungan pemerintah tabungan dialokasikan
ke dana pembangunan bersama-sama dengan penerimaan pembangunan yang berupa bantuan luar
negeri. Proposi dari tabungan pemerintah.

c. Pengaruh Penarikan pajak


dalam APBN pemerintah orde baru, penerimaan dalam negeri dapat dibedakan menjadi
penerimaan dari pajak dan penerimaan bukan pajak. Sejak pelita satu penerimaan yang bersal dari
pajak selalu menduduki tempat yang sangat dominan dalam seluruh penerimaan rutin .
penerimaan pajak dari tahun 1969/1970 sebesar 99%, pada tahun 1978/1979 sebesar 98% dan pada
tahun 1984/1985 diperkirakan sebesar 96%, kalau dihintung atas dasar seluruh penerimaan
( peneriamaan rutin dan pembangunan ), maka penerimaan pajak juga sangar menonjol pada tahun
2010 karena itu layak bila bisa kita melihat bagaiamana pengaruh pemungutan pajak itu dalam
perekonomian.
Dalam melihat pengaruh pemungumutan pajak terhadapat produksi dapat dilihat pengaruh pajak
tersebut pada kemampuan ( ability ) dan kemauan (desaire ) untuk berkerja dan mengadakan

19
investasi. Oleh karena itu pemerintah dalam usahanya meningakatkan penerimaan rutin lewat
perpajakan jangan sampai mengurangi kemampuan dan kemauan masyarakat untuk berkerja
maupun berinvestasi. Pada umumnya pemumutan pajak untuk mengurangi kemuann untuk
berproduksi dan berinvestasi tetapi dapat pula sebaliknya mendorong produksi dan investasi. Hal
ini tergantung pada jenis objek pajak yang bersangkutan. kita telah menyadari bahwa tatangan
utama dibidang keuangan negara saat ini dan saat yang datang terletak pada bagaimana
memperluas dasar fiscal dan peningkatan penerimaan luar negara diluar sector minyak bumi.
Karena itu kebijakan perpajakan harus memberi dorongan bagi kegiatan produksi di berbagai
bidang dengan kata lain harus dapat divervikasi produksi baik dari secara horizontal maupun
vertical, sehingga objek pajak itu semakin luas.

d. Pengeluaran pemerintah
semua kegiatan pemerintah selalu membutuhkan pembiayaan dan ini didukung oleh
peneriamaan pemerrintah baik yang berasal dari penerimaan rutin maupun penerimaan
pembangunan. Demikian pula kegiatan pemerintah dibedakan menjadi kegiatan rutin dan kegiatan
pembangunan.
Aggaran rutin lebih banyak dipakai untuk pengeluaran-pengeluaran yang bersifat komsumtif yang
lebih sedikit digunakan untuk investasi dan juga dapat mempercepat petumbuhan ekonomi negara.
Anggaran belanja pembangunan disusun untuk mencerminkan pola-pola kebijkan, prioritas-
prioritas dean rogram-program pembangunan setiap tahun anggaran sejak pelita 1 sejak
memerintakan orde baru, anggaran pembanguna diklasifikasikan menjurut fungsi kegiatan sesuai
dengan program-program yang diingkan. Ini dimaksud agar perencanaan penyediaan biayaterarah
kepada pelaksanaan suatu program dan setiap program dipeinci dalam proyek-proyek. Anggaran
belanja pembangunan disusun atas dasar peerkiraan penerimaan negara dan tabungan pemerintah
serta penerimaan pembangunan.
Dalam melihat bagaimana dampak anggaran belanja pembangunan itu terhadap
pertumbuhan ekonomi dan struktur perekonomian negara kita, maka kita dapat melihat pada
alokasi sectoral dari anggaran belanja itu. Pembagian belanja sectoral dari anggaran belanja itu
pembagian sectoral dan anggaran belanja pembangunan.

20
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
APBN adalah daftar sistematis dan terperinci yang memuat rancangan penerimaan dan
pengeluaran penerimaan negara dalam satu tahun anggaran. Tujuan penyuusunan APBN adalah
sebagai pedoman pengeluaran dan penerimaan negara agar terjadi keseimbangan yang dinamis
dalam rangka melaksanakan kegiatan-kegiatan kenegaraan demi tercapainnya peningkatan
produksi, peningkatan kerja,pertumbuhan ekonomi yang cukup serta pada akhirnya ditunjukan
untuk tercapainya masyarakat adil dan makmur material maupun spiritual berdasarkan Pancasila
dan UUD 1945 APBN mempuyai funsi otorisasi perencanaan, pengawasan. alokasi ,distribusi dan
stabilitasi.

DAFTAR PUSTAKA
M. Suparmoko.2000. keuangan negara dalam teori dan Pratik
Yogyakarta : BPFE-YOGYAKARTA

21
22

Anda mungkin juga menyukai