Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN KASUS

* Pendidikan Profesi Dokter / G1A216100 / Agustus 2018


** Preseptor

ASMA EKSASERBASI AKUT


*Ririn Octarina, S.Ked, ** dr. Azwar Djauhari,M.Sc

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
PUSKESMAS TAHTUL YAMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI

1
2018
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS

ASMA EKSASERBASI AKUT

Oleh:

Ririn Octarina, S.Ked


G1A216100

Sebagai salah satu tugas program pendidikan profesi dokter


Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Jambi
2018

Jambi, Agustus 2018

Preseptor,

dr. Azwar Djauhari

2
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan kasus yang berjudul “Asma Eksaserbasi Akut” sebagai kelengkapan
persyaratan dalam mengikuti Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Kesehatan
Masyarakat di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Azwar Djauhari yang telah
meluangkan waktu dan pikirannya sebagai pembimbing sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan ini.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat
diharapkan. Selanjutnya, penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat
dan menambah ilmu bagi para pembaca.

Jambi, Agustus 2018

Penulis

3
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................... i


KATA PENGANTAR ........................................................................... ii
DAFTAR ISI ....................................................................................... iii
BAB I STATUS PASIEN ....................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................ 8
BAB III ANALISA KASUS ................................................................... 25
LAMPIRAN ............................................................................................ 28
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 29

4
BAB I
STATUS PASIEN

I. Identitas Pasien
a. Nama/Jenis Kelamin/Umur : Ny. W/Perempuan/38 tahun
b. Pekerjaan/Pendidikan : IRT/SD
c. Alamat : RT.04, Jelmu
II. Latar Belakang Sosio-ekonomi-demografi-lingkungan-keluarga
a. Status perkawinan : Sudah menikah
b. Jumlah anak :-
c. Status ekonomi keluarga : Keadaan sosial ekonomi cukup
d. Kondisi rumah : Pasien tinggal bersama suami, kakak ipar,
2 keponakannya di sebuah rumah panggung, dengan atap seng, dinding
dan lantai papan. Rumah pasien terdiri dari 2 kamar tidur, 1 dapur, dan 1
kamar mandi. Pencahayaan dan ventilasi dirumah pasien sangat kurang,
pada ruang tamu hanya terdapat 1 jendela, pada kamar tidur terdapat satu
jendela sehingga terkesan lembab dan berdebu. Pasien mengaku jarang
membuka jendela kamar. Pasien juga menggunakan kasur berbahan
kapuk yang telah digunakan ± 2 tahun. Ruang dapur dan kamar mandi
pasien tidak terdapat jendela. Ruang dapur yang tertata kurang rapi dan
tidak begitu bersih Kamar mandi menggunakan wc jongkok. Sumber air
bersih berasal dari PDAM dan pencahayaan dari PLN.
e. Kondisi lingkungan sekitar rumah : Pasien tinggal di daerah
permukiman yang lumayan padat. Pasien tidak memiliki pekarangan
rumah. Samping dan belakang rumah pasien terdapat rumah tetangga.

III. Aspek Perilaku dan Psikologis di Keluarga


Hubungan pasien dengan keluarganya baik.

IV. Keluhan Utama :


Sesak nafas sejak 1 hari sebelum datang ke Puskesmas.

5
V. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang berobat ke Puskesmas dengan keluhan sesak nafas sejak 1
hari yang lalu. Pasien mengeluh sesak nafas setelah mengalami batuk. Pasien
mengaku sesak selalu datang apabila pasien mengalami batuk, terpapar oleh asap
rokok, debu, dan cuaca yang dingin. Sesak nafas karena beraktifitas disangkal.
Sesak nafas disertai dengan bunyi “ngik-ngik”.
Pasien juga mengaku mengalami batuk sejak ± 3 hari yang lalu, batuk
berdahak, warna dahak putih kekuningan, dahak tidak berlapis, darah (-). Pasien
juga mengaku tenggorokan terasa gatal. Keringat pada malam hari (-), penurunan
berat badan (-), demam (-), sakit kepala (-), mual dan muntah (-), nafsu makan
biasa. BAK dan BAB tidak ada keluhan.
Pasien sudah mengalami keluhan sesak nafas sejak usia 10 tahun. Pasien
mengaku dalam 1 bulan kadang tidak pernah timbul sesak, sehingga pasien tidak
rutin berobat dan tidak mempunyai persediaan obat asma di rumah.

VI. Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat asma (+) sejak berusia 10 tahun
 Riwayat penyakit jantung (-)

VII. Riwayat Penyakit Keluarga


 Riwayat asma (+) ibu kandung pasien

VIII. Riwayat makan, alergi, obat obatan, perilaku kesehatan dll yang
relevan
 Pasien memiliki alergi terhadap makanan seperti olahan udang

 Pasien juga tidak pernah berolahraga

 Pasien sedang tidak mengkonsumsi obat-obatan rutin.

6
 Pasien jarang membuka jendela kamar untuk pencahayaan ataupun

pertukaran udara

 Pasien juga mengaku jarang membersihkan debu yang menempel pada

jendela ataupun perabotan rumah lainnya.

 Pasien tidak pernah menjemur kasur kapuk yang digunakan pada saat

tidur.

IX. Pemeriksaan Fisik


Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah :110/70 mmHg
Nadi : 90x/menit
Pernafasan : 28x/menit, reguler, tipe abdominothorakal
Suhu : 36,5°C
Berat badan : 36 kg
Tinggi badan : 153 cm
Status Generalisata
1. Kepala : Normocephal
2. Mata : Konjungtiva anemis (-/-), skelera ikterik (-/-),
pupil bulat, isokor, diameter 3mm, refleks cahaya (+/+)
3. THT : Tidak ada kelainan
4. Leher : Pembesaran KGB (-) , pembesaran tyroid (-)
5. Thorax :
Jantung
 Inspeksi : Ictus cordis tak tampak
 Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicula sinistra
 Perkusi : Batas jantung dbn
 Auskultasi : BJ I/II regular, murmur (-), gallop (-)
Pulmo

7
 Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada bagian yang tertinggal
 Palpasi : Fremitus taktil kanan = kiri
 Perkusi : Sonor
 Auskultasi :Ekspirasi memanjang (+/+), wheezing (+/+),
ronkhi basah kasar (+/+)
6. Abdomen :
 Inspeksi : Datar, sikatriks (-)
 Palpasi : Supel, Nyeri tekan (-), hepar, lien dan ginjal tidak
teraba
 Auskultasi : Bising usus (+) normal
 Perkusi : Timpani
7. Ekstremitas : akral hangat, edema (-), sianosis (-), CRT < 2 detik

X. Pemeriksaan Laboratorium:
-

XI. Usulan Pemeriksaan Penunjang


 Foto Ro thoraks
 Uji faal paru (spirometri)
 Pemeriksaan darah eosinophil dan uji tuberculin
 Pemeriksaan IgE

XII. Diagnosis Kerja


Asma eksaserbasi akut (ICD X J45).

XIII. Diagnosis Banding


 Bronkitis kronik.( ICD X J40)
 Emfisema Paru (ICD X J47.9)

8
XIV. Manajemen
a. Promotif :
 Menjelaskan kepada pasien dan keluarganya tentang cara
menghindari faktor pencetus
 Menjelaskan kepada pasien tentang penyakit dan penatalaksanaan
penyakit apabila dalam serangan.
b. Preventif :
 Hindari faktor pencetus, seperti cuaca dingin (pakai jaket), makanan,
asap rokok, dll.
 Menjaga kebersihan lingkungan rumah.
 Tingkatkan daya tahan tubuh, dengan makan makanan bergizi
 Jika batuk segera berobat sehingga tidak menyebabkan asma
c. Kuratif :
Non Farmakologi
 Posisikan badan setengah duduk atau posisi nyaman untuk mengurangi
sesak.
 Bernafas di uap panas, atur pola nafas dengan tenang
 Minum air hangat

Farmakologi
 Salbutamol 3x2 mg

 GG 3x100 mg

 Vitamin C 3x1 tablet

Tradisional

 Timi: Anak lebih besar atau sama dengan 1 tahun dan dewasa: 2 x 1
sendok makan (250 mg ekstrak cair).
d. Rehabilitatif
Pasien disarankan untuk kontrol ulang ke puskesmas atau rumah sakit bila
serangan asma semakin memberat.

9
RESEP
Dinas Kesehatan Kota Jambi
Dinas Kesehatan Kota Jambi
Puskesmas Tahtul Yaman
Puskesmas Tahtul Yaman
Pelayangan Seberang
Sebrang Pelayangan
dr. Ririn Octarina
dr. Ririn Octarina
SIP: 216104
SIP: 216104

Tanggal:
Tanggal:

R/
R/

Pro:....................... Umur:............................
Pro:....................... Umur:............................
Alamat:........................................................
Alamat:........................................................
Resep tidak boleh ditukar tanpa sepengetahuan dokter
Resep tidak boleh ditukar tanpa sepengetahuan dokter

Dinas Kesehatan Kota Jambi


Dinas Kesehatan Kota Jambi
Puskesmas Olak Kemang
Puskesmas Tahtul Yaman
Sebrang pelayangan
Sebrang Pelayangan
dr. Ririn Octarina
dr. Ririn Octarina
SIP: 216104
SIP: 216104

Tanggal:
Tanggal:

R/
R/

Pro:....................... Umur:............................
Pro:....................... Umur:............................
Alamat:........................................................
Alamat:........................................................
Resep tidak boleh ditukar tanpa sepengetahuan dokter

10
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Asma adalah penyakit inflamasi kronis saluran pernapasan yang


dihubungkan dengan hiperresponsif, keterbatasan aliran udara yang reversibel dan
gejala pernapasan.1

Asma bronkial adalah salah satu penyakit paru yang termasuk dalam
kelompok penyakit paru alergi dan imunologi yang merupakan suatu penyakit
yang ditandai oleh tanggap reaksi yang meningkat dari trakea dan bronkus
terhadap berbagai macam rangsangan dengan manifestasi berupa kesukaran
bernapas yang disebabkan oleh penyempitan yang menyeluruh dari saluran napas.
Penyempitan ini bersifat dinamis dan derajat penyempitan dapat berubah, baik
secara spontan maupun karena pemberian obat.2

2.2 Epidemiologi

Asma dapat ditemukan pada laki – laki dan perempuan di segala usia,
terutama pada usia dini. Perbandingan laki – laki dan perempuan pada usia dini
adalah 2:1 dan pada usia remaja menjadi 1:1. Prevalensi asma lebih besar pada
wanita usia dewasa. Laki-laki lebih memungkinkan mengalami penurunan gejala
di akhir usia remaja dibandingkan dengan perempuan.

Hasil penelitian International Study on Asthma and Allergies in


Childhood (ISAAC) pada tahun 2005 menunjukkan bahwa di Indonesia
prevalensi penyakit asma meningkat dari 4,2% menjadi 5,4%. Diperkirakan
prevalensi asma di Indonesia 5% dari seluruh penduduk Indonesia, artinya saat ini
ada 12,5 juta pasien asma di Indonesia.3

11
2.3 Faktor Resiko

Faktor resiko asma dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :4

a. Atopi

Hal yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui


bagaimana cara penurunannya. Penderita dengan penyakit alergi biasanya
mempunyai keluarga dekat yang juga alergi. Dengan adanya bakat alergi ini,
penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkial jika terpajan dengan
faktor pencetus.

b. Hipereaktivitas bronkus
Saluran pernapasan sensitif terhadap berbagai rangsangan alergen
maupun iritan.
c. Jenis Kelamin
Perbandingan laki – laki dan perempuan pada usia dini adalah 2:1 dan
pada usia remaja menjadi 1:1. Prevalensi asma lebih besar pada wanita usia
dewasa.
d. Obesitas
Obesitas atau peningkatan Body Mass Index (BMI) merupakan faktor
resiko asma. Mediator tertentu seperti leptin dapat mempengaruhi fungsi saluran
pernapasan dan meningkatkan kemungkinan terjadinya asma. Meskipun
mekanismenya belum jelas, penurunan berat badan penderita obesitas dengan
asma, dapat mempengaruhi gejala fungsi paru, morbiditas dan status kesehatan.

12
2.4 Faktor Pencetus4

Bakat yang diturunkan : Pengaruh lingkungan :

Asma Allergen

Atopi/alergik Infeksi pernapasan

Hiperreaktiviti bronkus Asap rokok/polusi udara

Faktor yang memodifikasi Diet


penyakit genetik
Status sosioekonomi

Asimptomatik atau asma dini

Manifestasi klinis asma


(perubahan ireversibel pd
struktur dan fungsi jalan napas)

Bagan 2.1. Skema interaksi faktor genetik dan lingkungan pada kejadian asma

13
2.5 Klasifikasi

Berat-ringannya asma ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain


gambaran klinik sebelum pengobatan (gejala, eksaserbasi, gejala malam hari,
pemberian obat inhalasi β-2 agonis dan uji faal paru) serta obat-obat yang
digunakan untuk mengontrol asma (jenis obat, kombinasi obat dan frekuensi
pemakaian obat). Tidak ada suatu pemeriksaan tunggal yang dapat menentukan
berat-ringannya suatu penyakit. Dengan adanya pemeriksaan klinis termasuk uji
faal paru dapat menentukan klasifikasi menurut berat-ringannya asma yang sangat
penting dalam penatalaksanaannya.3
Asma diklasifikasikan atas asma saat tanpa serangan dan asma saat
serangan (akut)3 :
1. Asma saat tanpa serangan
Tabel 2.1. Klasifikasi derajat asma berdasarkan gambaran klinis

Derajat Asma Gejala klinis Fungsi paru


Asma bronkial Intermiten, gejala <1x/mgg, gejala APE atau VEP1
intermiten asma malam <2x/bln, eksaserbasi  >80% nilai duga
hanya sebentar, tdk ada gejala dan  Variabilitas < 20%
fungsi paru normal diantara serangan
Asma bronkial Gejala >1x/mgg, tetapi <1x/hr, gejala APE atau VEP1
persisten asma malam >2x/bln, eksaserbasi  >80% nilai duga
ringan dapat mengganggu aktivitas dan tidur  Variabilitas 20-30%
Asma bronkial Setiap hari gejala, gejala asma malam APE atau VEP1
persisten >1x/bln, eksaserbasi dapat  60-80% nilai duga
sedang mengganggu aktifitas dan tidur  Variabilitas >30%
Asma bronkial Kambuhan sering, gejala sesak terus APE atau VEP1
persisten berat menerus/kontinyu, gejala asma  <60% nilai duga
malam hari sering, aktivitas fisik  Variabilitas > 30%
terbatas karena asma

14
2. Asma saat serangan
Klasifikasi derajat asma berdasarkan frekuensi serangan dan obat yang
digunakan sehari-hari, asma juga dapat dinilai berdasarkan berat-ringannya
serangan. Global Initiative for Asthma (GINA) membuat pembagian derajat
serangan asma berdasarkan gejala dan tanda klinis, uji fungsi paru, dan
pemeriksaan laboratorium. Derajat serangan menentukan terapi yang akan
diterapkan..
Tabel 2.2 Klasifikasi berat serangan asma akut

Gejala dan Berat Serangan Akut Keadaan


Tanda Ringan Sedang Berat mengancam jiwa
Sesak napas Berjalan Berbicara Istirahat
Posisi Dapat tidur Duduk Duduk
terlentang membungkuk
Cara berbicara Satu kalimat Beberapa kata Kata demi kata
Kesadaran Mungkin Gelisah Gelisah Mengantuk, gelisah,
gelisah kesadaran menurun
Frekuensi napas <20/i 20-30/i >30/i
Nadi <100 100-120 >120 Bradikardi
Pulsus <10 mmHg ±10-20 >25 mmHg -
paradoksus mmHg
Otot bantu - + + Kelelahan otot
napas dan Torakoabdominal
retraksi Paradoksal
suprasternal
Mengi Akhir ekspirasi Akhir Inspirasi dan Silent Chest
paksa ekspirasi ekspirasi
APE >80% 60-80% <60 %
PaO2 >80 mmHg 80-60 mmHg <60 mmHg
PaCO2 <45 mmHg <45 mmHg >45 mmHg
SaO2 >95% 91-95% <90%

15
2.6.Patogenesis

Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas dan disebabkan oleh


hiperreaktivitas saluran napas yang melibatkan beberapa sel inflamasi terutama sel
mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, neutrofil dan sel epitel yang
menyebabkan pelepasan mediator seperti histamin dan leukotrin yang dapat
mengaktivasi target saluran napas sehingga terjadi bronkokonstriksi, kebocoran
mikrovaskular, edema dan hipersekresi mukus. Inflamasi saluran napas pada asma
merupakan proses yang sangat kompleks melibatkan faktor genetik, antigen dan
berbagai sel inflamasi, interaksi antara sel dan mediator yang membentuk proses
inflamasi kronik.4,
Tabel 2.3. Mediator Sel Mast dan Pengaruhnya terhadap Asma
Mediator Pengaruh terhadap asma
 Histamin
 LTC4, D4,E4
 Prostaglandin dan Thromboksan A2
Kontraksi otot polos
 Bradikinin
 Platelet-activating factor (PAF)
 Histamin
 LTC4, D4,E4
 Prostaglandin dan Thromboksan E2
 Bradikinin Edema mukosa
 Platelet-activating factor (PAF)
Chymase
 Radikal oksigen
 Histamin
 LTC4, D4,E4
Sekresi mucus
 Prostaglandin
 Hidroxyeicosatetraenoic acid
 Radikal oksigen
 Enzim proteolitik Deskuamasi epitel bronchial
 Faktor inflamasi dan sitokin

16
Asma : Inflamasi kronis Saluran Napas

pemicu

Hiperreaktivitas

Banyak Sel : Melepas MEDIATOR :


 Sel Mast  Histamin
 Eosinofil  Prostaglandin (PG)
 Netrofil  Leukotrien (L)
 Limfosit  Platelet Activating Factor (PAF), dll

Bronkokonstriksi, hipersekresi mukus, edema saluran


napas

Obstruksi difus saluran napas

BATUK, MENGI, SESAK

Bagan 2.2 Patogenesis Asma

2.7 Diagnosis

Diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik,


pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan penunjang.
 Anamnesis
Anamnesis meliputi adanya gejala yang episodik, gejala berupa batuk,
sesak napas, mengi, rasa berat di dada dan variabiliti yang berkaitan dengan

17
cuaca. Faktor – faktor yang mempengaruhi asma, riwayat keluarga dan adanya
riwayat alergi.6
 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien asma tergantung dari derajat obstruksi
saluran napas. Tekanan darah biasanya meningkat, frekuensi pernapasan dan
denyut nadi juga meningkat, ekspirasi memanjang diserta ronki kering, mengi.6
 Pemeriksaan Laboratorium
Darah (terutama eosinofil, Ig E), sputum (eosinofil, spiral Cursshman,
kristal Charcot Leyden).6
 Pemeriksaan Penunjang
a. Spirometri
Spirometri adalah alat yang dipergunakan untuk mengukur faal ventilasi
paru. Reversibilitas penyempitan saluran napas yang merupakan ciri khas asma
dapat dinilai dengan peningkatan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1)
dan atau kapasiti vital paksa (FVC) sebanyak 20% atau lebih sesudah pemberian
bronkodilator.
b. Uji Provokasi Bronkus
Uji provokasi bronkus membantu menegakkan diagnosis asma. Pada
penderita dengan gejala sma dan faal paru normal sebaiknya dilakukan uji
provokasi bronkus. Pemeriksaan uji provokasi bronkus merupakan cara untuk
membuktikan secara objektif hiperreaktivitas saluran napas pada orang yang
diduga asma. Uji provokasi bronkus terdiri dari tiga jenis yaitu uji provokasi
dengan beban kerja (exercise), hiperventilasi udara dan alergen non-spesifik
seperti metakolin dan histamin.
c. Foto Thoraks
Pemeriksaan foto toraks dilakukan untuk menyingkirkan penyakit lain
yang memberikan gejala serupa seperti gagal jantung kiri, obstruksi saluran nafas,
pneumothoraks, pneumomediastinum. Pada serangan asma yang ringan, gambaran
radiologik paru biasanya tidak memperlihatkan adanya kelainan.

18
2.8 Diagnosis Banding

 Bronkitis kronik
Bronkitis kronik ditandai dengan batuk kronik yang mengeluarkan
sputum 3 bulan dalam setahun untuk sedikitnya 2 tahun. Gejala utama batuk yang
disertai sputum dan perokok berat. Gejala dimulai dengan batuk pagi, lama
kelamaan disertai mengi dan menurunkan kemampuan jasmani.
 Emfisema paru
Sesak napas merupakan gejala utama emfisema, sedangkan batuk dan
mengi jarang menyertainya.
 Gagal jantung kiri
Dulu gagal jantung kiri dikenal dengan asma kardial dan timbul pada
malam hari disebut paroxysmal nocturnal dispnea. Penderita tiba-tiba terbangun
pada malam hari karena sesak, tetapi sesak menghilang atau berkurang bila
duduk. Pada pemeriksaan fisik ditemukan kardiomegali dan edema paru.

2.8 Penatalaksanaan

Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan


mempertahankan kualiti hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa
hambatan dalam melakukan aktiviti sehari-hari.5 Tujuan penatalaksanaan asma5:

 Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma

 Mencegah eksaserbasi akut

 Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin

 Mengupayakan aktiviti normal termasuk exercise

 Menghindari efek samping obat

 Mencegah terjadi keterbatasan aliran udara (airflow limitation)


ireversibel

 Mencegah kematian karena asma

19
Penatalaksanaan asma bertujuan untuk mengontrol penyakit, disebut
sebagai asma terkontrol. Asma terkontrol adalah kondisi stabil minimal dalam
waktu satu bulan.5 Penatalaksanaan asma bronkial terdiri dari pengobatan non-
medikamentosa dan pengobatan medikamentosa :

2.8.1 Pengobatan non-medikamentosa

 Penyuluhan

 Menghindari faktor pencetus

 Pengendali emosi

 Pemakaian oksigen

2.8.2 Pengobatan medikamentosa

Pengobatan ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala obstruksi


jalan napas, terdiri atas pengontrol dan pelega.5

1. Pengontrol (Controllers)

Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk mengontrol


asma, diberikan setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma
terkontrol pada asma persisten. Pengontrol sering disebut pencegah, yang
termasuk obat pengontrol :

 Kortikosteroid inhalasi
 Kortikosteroid sistemik
 Sodium kromoglikat
 Nedokromil sodium
 Metilsantin
 Agonis beta-2 kerja lama, inhalasi
 Agonis beta-2 kerja lama, oral
 Leukotrien modifiers
 Antihistamin generasi ke dua (antagonis -H1)

20
a) Glukokortikosteroid inhalasi

Pengobatan jangka panjang yang paling efektif untuk mengontrol asma.


Penggunaan steroid inhalasi menghasilkan perbaikan faal paru, menurunkan
hiperesponsif jalan napas, mengurangi gejala, mengurangi frekuensi dan berat
serangan dan memperbaiki kualitas hidup. Steroid inhalasi adalah pilihan bagi
pengobatan asma persisten (ringan sampai berat).

Tabel 2.4 Dosis glukokortikosteroid inhalasi dan perkiraan kesamaan


potensi

Dewasa Dosis rendah Dosis medium Dosis tinggi

Beklometason dipropionat 200-500 ug 500-1000 ug >1000 ug


Budesonid 200-400 ug 400-800 ug >800 ug
Flunisolid 500-1000 ug 1000-2000 ug >2000 ug
Flutikason 100-250 ug 250-500 ug >500 ug
Triamsinolon asetonid 400-1000 ug 1000-2000 ug >2000 ug
Anak Dosis rendah Dosis medium Dosis tinggi
Beklometason dipropionat 100-400 ug 400-800 ug >800 ug
Budesonid 100-200 ug 200-400 ug >400 ug
Flunisolid 500-750 ug 1000-1250 ug >1250 ug
Flutikason 100-200 ug 200-500 ug >500 ug
Triamsinolon asetonid 400-800 ug 800-1200 ug >1200 ug

b) Glukokortikosteroid sistemik

Cara pemberian melalui oral atau parenteral. Harus selalu diingat indeks
terapi (efek/efek samping), steroid inhalasi jangka panjang lebih baik daripada
steroid oral jangka panjang.

c) Kromolin (sodium kromoglikat dan nedokromil sodium)

21
Pemberiannya secara inhalasi. Digunakan sebagai pengontrol pada asma
persisten ringan. Dibutuhkan waktu 4-6 minggu pengobatan untuk menetapkan
apakah obat ini bermanfaat atau tidak.

d) Metilsantin

Teofilin adalah bronkodilator yang juga mempunyai efek ekstrapulmoner


seperti antiinflamasi. Teofilin atau aminofilin lepas lambat dapat digunakan
sebagai obat pengontrol, berbagai studi menunjukkan pemberian jangka lama
efektif mengontrol gejala dan memperbaiki faal paru.

e) Agonis beta-2 kerja lama

Seperti lazimnya agonis beta-2 mempunyai efek relaksasi otot polos,


meningkatkan pembersihan mukosilier, menurunkan permeabiliti pembuluh darah
dan memodulasi penglepasan mediator dari sel mast dan basofil.

Tabel 2.5. Onset dan durasi (lama kerja) inhalasi agonis beta-2

Onset Durasi (Lama kerja)


Singkat Lama
Cepat Fenoterol Formoterol
Prokaterol
Salbutamol/ Albuterol
Terbutalin
Pirbuterol
Lambat Salmeterol

f) Leukotriene modifiers

Obat ini merupakan antiasma yang relatif baru dan pemberiannya melalui
oral. Mekanisme kerja menghasilkan efek bronkodilator minimal dan menurunkan
bronkokonstriksi akibat alergen, sulfurdioksida dan exercise. Selain bersifat
bronkodilator, juga mempunyai efek antiinflamasi. Kelebihan obat ini adalah

22
preparatnya dalam bentuk tablet (oral) sehingga mudah diberikan. Saat ini yang
beredar di Indonesia adalah zafirlukas (antagonis reseptor leukotrien sisteinil).

2. Pelega (Reliever)

Prinsipnya untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos,


memperbaiki dan atau menghambat bronkostriksi yang berkaitan dengan gejala
akut seperti mengi, rasa berat di dada dan batuk, tidak memperbaiki inflamasi
jalan napas atau menurunkan hiperesponsif jalan napas. Termasuk pelega adalah 5:

 Agonis beta2 kerja singkat

 Kortikosteroid sistemik. (Steroid sistemik digunakan sebagai obat


pelega bila penggunaan bronkodilator yang lain sudah optimal
tetapi hasil belum tercapai, penggunaannya dikombinasikan
dengan bronkodilator lain).
 Antikolinergik

 Aminofillin

 Adrenalin

a) Agonis beta-2 kerja singkat

Termasuk golongan ini adalah salbutamol, terbutalin, fenoterol, dan


prokaterol yang telah beredar di Indonesia. Mempunyai waktu mulai kerja (onset)
yang cepat. Mekanisme kerja sebagaimana agonis beta-2 yaitu relaksasi otot polos
saluran napas, meningkatkan bersihan mukosilier, menurunkan permeabiliti
pembuluh darah dan modulasi penglepasan mediator dari sel mast. Merupakan
terapi pilihan pada serangan akut dan sangat bermanfaat sebagai praterapi pada
exercise-induced asthma

b) Metilsantin

Termasuk dalam bronkodilator walau efek bronkodilatasinya lebih lemah


dibandingkan agonis beta-2 kerja singkat.

23
c) Antikolinergik

Pemberiannya secara inhalasi. Mekanisme kerjanya memblok efek


penglepasan asetilkolin dari saraf kolinergik pada jalan napas. Menimbulkan
bronkodilatasi dengan menurunkan tonus kolinergik vagal intrinsik, selain itu juga
menghambat refleks bronkokostriksi yang disebabkan iritan. Termasuk dalam
golongan ini adalah ipratropium bromide dan tiotropium bromide.

d) Adrenalin

Dapat sebagai pilihan pada asma eksaserbasi sedang sampai berat.


Pemberian secara subkutan harus dilakukan hati-hati pada penderita usia lanjut
atau dengan gangguan kardiovaskular. Pemberian intravena dapat diberikan bila
dibutuhkan, tetapi harus dengan pengawasan ketat (bedside monitoring).

2.8.3 Cara pemberian pengobatan

Pengobatan asma dapat diberikan melalui berbagai cara yaitu inhalasi,


oral dan parenteral (subkutan, intramuskular, intravena). Kelebihan pemberian
pengobatan langsung ke jalan napas (inhalasi) adalah 5:

 lebih efektif untuk dapat mencapai konsentrasi tinggi di jalan napas


 efek sistemik minimal atau dihindarkan
 beberapa obat hanya dapat diberikan melalui inhalasi, karena tidak
terabsorpsi pada pemberian oral (antikolinergik dan kromolin). Waktu
kerja bronkodilator adalah lebih cepat bila diberikan inhalasi daripada
oral.

24
Tabel 2.6 Pengobatan sesuai berat asma
Semua tahapan : ditambahkan agonis beta-2 kerja singkat untuk pelega bila dibutuhkan,
tidak melebihi 3-4 kali sehari.

Berat Asma Medikasi Alternatif / Pilihan lain Alternatif


pengontrol lain
harian
Asma Tidak perlu -------- -------
/Intermiten
Asma Glukokortikostero  Teofilin lepas lambat ------
Persisten id inhalasi (200-  Kromolin
Ringan 400 ug BD/hari  Leukotriene modifiers
atau ekivalennya)

Asma Kombinasi  Glukokortikosteroid inhalasi (400-800 ug  Ditambah


Persisten inhalasi BD atau ekivalennya) ditambah Teofilin agonis
Sedang glukokortikosteroi lepas lambat ,atau beta-2 kerja
d  Glukokortikosteroid inhalasi (400-800 ug lama oral,
BD atau ekivalennya) ditambah agonis atau
(400-800 ug
beta-2 kerja lama oral, atau  Ditambah
BD/hari atau
 Glukokortikosteroid inhalasi dosis tinggi teofilin
ekivalennya) dan
(>800 ug BD atau ekivalennya) atau lepas
 Glukokortikosteroid inhalasi (400-800 ug lambat
agonis beta-2
BD atau ekivalennya) ditambah
kerja lama
leukotriene modifiers

25
Asma Kombinasi Prednisolon/ metilprednisolon oral selang
Persisten inhalasi sehari 10 mg
Berat glukokortikosteroi
d (> 800 ug BD ditambah agonis beta-2 kerja lama oral,

atau ekivalennya) ditambah teofilin lepas lambat

dan agonis beta-2


kerja lama,
ditambah  1 di
bawah ini:

 teofilin lepas
lambat
 leukotriene
modifiers
 glukokortikoster
oid oral

2.9. Komplikasi

Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :

1. Status asmatikus

2. Atelektasis

3. Hipoksemia

4. Pneumothoraks

5. Emfisema

2.10 Prognosis

Mortalitas akibat asma sedikit nilainya. Gambaran yang paling akhir


menunjukkan kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi beresiko yang

26
berjumlah kira-kira 10 juta. Sebelum dipakai kortikosteroid, secara umum angka
kematian penderita asma wanita dua kali lipat penderita asma pria. Juga kenyataan
bahwa angka kematian pada serangan asma dengan usia tua lebih banyak, kalau
serangan asma diketahui dan dimulai sejak kanak – kanak dan mendapat
pengawasan yang cukup kira-kira setelah 20 tahun, hanya 1% yang tidak sembuh
dan di dalam pengawasan tersebut kalau sering mengalami serangan common cold
29% akan mengalami serangan ulang.6

Pada penderita yang mengalami serangan intermitten angka kematiannya


2%, sedangkan angka kematian pada penderita yang dengan serangan terus
menerus angka kematiannya 9%.6

27
BAB III
ANALISA KASUS SECARA HOLISTIK

a. Hubungan diagnosis dengan keadaan rumah :


Pasien tinggal bersama suami, kakak ipar, 2 keponakannya di sebuah
rumah panggung, dengan atap seng, dinding dan lantai papan. Rumah pasien
terdiri dari 2 kamar tidur, 1 dapur, dan 1 kamar mandi. Pencahayaan dan ventilasi
dirumah pasien sangat kurang, pada ruang tamu hanya terdapat 1 jendela, pada
kamar tidur terdapat satu jendela sehingga terkesan lembab dan berdebu. Pasien
mengaku jarang membuka jendela kamar. Pasien juga menggunakan kasur
berbahan kapuk yang telah digunakan ± 2 tahun. Ruang dapur dan kamar mandi
pasien tidak terdapat jendela. Ruang dapur yang tertata kurang rapi dan tidak
begitu bersih. Kamar mandi menggunakan wc jongkok. Sumber air bersih berasal
dari PDAM dan pencahayaan dari PLN. Dari kondisi rumah disini ada hubungan
antara diagnosis dengan kondisi rumah dimana ventilasi rumah yang kurang
sehingga dapat menjadi faktor penjamu berupa hiperesponsif jalan nafas karena
udara yang lembab dan banyak debu dalam rumah.

b. Hubungan diagnosis dengan keadaan keluarga dan hubungan dalam


keluarga
Hubungan dalam keluarga baik, pasien mengatakan sedang tidak ada
masalah dalam keluarga yang menyebabkan pasien merasa stress. Pada asma
faktor pencetus atau faktor yang harus dikontrol juga adalah faktor emosi. Namun,
pada pasien ini hubungan keluarga harmonis sehingga tidak ada hubungan antara
diagnosis dengan keadaan keluarga dan hubungan keluarga.

c. Hubungan diagnosis dengan perilaku kesehatan dalam keluarga dan


lingkungan sekitar
- Pasien jarang membuka jendela kamar untuk pencahayaan ataupun

pertukaran udara

28
- Ruang dapur yang tidak memiliki jendela ataupun ventilasi sehingga asap

pada saat memasak terperangkap di dalam rumah

- Pasien juga mengaku jarang membersihkan debu yang menempel pada

jendela ataupun perabotan rumah lainnya.

- Pasien tidak pernah menjemur kasur kapuk yang digunakan pada saat

tidur.

Serangan asma timbul akibat adanya faktor pencetus. Pada pasien ini
yang dapat disimpulkan sebagai faktor pencetus asmanya adalah kurangnya
pencahayaan serta ventilasi di dalam rumah sehingga keadaan rumah menjadi
lembab dan sirkulasi di dalam rumah tidak baik, serta banyaknya debu di dalam
rumah.

d. Analisis kemungkinan berbagai faktor risiko atau etiologi penyakit pada


pasien ini
Resiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor penjamu
(host factor) dan faktor lingkungan. Faktor penjamu disini termasuk predisposisi
genetik yang mempengaruhi untuk berkembangnya asma yaitu genetik asma,
alergik (atopi), hipereaktivitas bronkus, jenis kelamin dan ras. Adapun yang
merupakan faktor penjamu pada pasien di kasus ini yaitu genetik, dimana ibu
kandung pasien memiliki sakit asma dan pasien memiliki riwayat alergi makanan
olahan udang.

Faktor lingkungan mempengaruhi individu dengan kecenderungan


predisposisi untuk berkembang menjadi asma, menyebabkan terjadinya
eksaserbasi dan atau menyebabkan gejala-gejala asma menetap. Termasuk dalam
faktor lingkungan yaitu allergen, sensitisasi debu, polusi udara, infeksi pernapasan
(virus). Pada kasus ini asma eksaserbasi akut yang terjadi dipengaruhi oleh faktor
lingkungan rumah yang lembab serta berdebu.

29
e. Analisis untuk mengurangi paparan atau memutus rantai penularan
dengan faktor risiko atau etiologi pada pasien ini.
 Pasien harus menyadari apa faktor pencetus yang dapat menyebabkan
timbulnya serangan asma pada pasien sehingga pasien dapat menghindari
faktor pencetus, seperti debu, cuaca dingin (dengan menggunakan jaket),
makanan, dll
 Membersihkan rumah rutin dan menggunakan alat pelindung diri berupa
masker untuk mencegah debu masuk ke hidung atau mulut, rutin
menjemur kasur tidur
 Makan-makanan yang bergizi untuk meningkatkan imunitas tubuh

f. Edukasi yang diberikan pada pasien atau keluarga


 Menjelaskan kepada keluarga tentang apa saja faktor pencetus asma dan
menghindari faktor pencetus tersebut
 Kontrol secara teratur untuk memantau perkembangan penyakit, dan
segera ke dokter jika terjadi serangan asma berikutnya
 Minum obat sesuai anjuran dokter
 Meningkatkan daya tahan tubuh dengan istirahat teratur dan makan-
makanan bergizi
 Menjaga kebersihan di dalam rumah dan sekitar lingkungan rumah

30
LAMPIRAN

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Riyanto BS, Hisyam B. Obstruksi Saluran Pernapasan Akut. Dalam : Buku


Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi ke - 4. Jakarta : Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006. h 978 – 87.
2. Alsagaff H, Mukty A. Dasar - Dasar Ilmu Penyakit Paru. Edisi ke – 2.
Surabaya : Airlangga University Press. 2002. h 263 – 300.
3. Rahmawati I, Yunus F, Wiyono WH. Patogenesis dan Patofisiologi Asma.
Jurnal Cermin Kedokteran. 2003; 141. 5 – 6.
4. Perhimpunan dokter paru Indonesia. Asma. Pedoman diagnosis dan
penatalaksanaan di Indonesia. 2003
5. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardani WI, Setiowulan W. Kapita
Selekta Kedokteran. Edisi III. Jakarta : Media Aesculapius FKUI. 2001. h
477 – 82.
6. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis &
Penatalaksanaan di Indonesia. 2003. h 73-5
7. Mcfadden ER. Penyakit Asma. Dalam Harrison Prinsip-prinsip Ilmu
Penyakit Dalam. Isselbacher KJ et al, editor. Jakrta : EGC. 2000. 1311-18.

32

Anda mungkin juga menyukai