Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Bealakang

Di Indonesia, infeksi saluran pernafasan selalu menempati urutan pertama


penyebab kematian pada kelompok bayi dan balita. Berdasarkan prevalensi Infeksi
Saluran Pernafasan tahun 2016 di Indonesia telah mencapai 25 persen dengan rentang
kejadian yaitu sekitar 17,5 persen - 41,4 persen dengan 16 provinsi di antaranya
mempunyai prevalensi di atas angka nasional. Selain itu Infeksi Saluran Pernafasan juga
sering berada pada daftar 10 penyakit terbanyak di rumah sakit (WHO, 2016).

Selain infeksi pada saluran pernafasan, gangguan lain yang terjadi pada saluran
pernafasan adalah asma. Asma merupakan penyakit kronis saluran pernafasan yang
ditandai oleh inflamasi atau peradangan, peningkatan reaktivitas terhadap berbagai
stimulus, dan sumbatan saluran nafas yang bisa kembali spontan atau dengan pengobatan
yang sesuai. Selama lima belas tahun terakhir kaus asma semakin meningkat setiap
tahunnya. Dampak buruk asma dapat meliputi segala aspek seperti penurunan kualitas
hidup, produktivitas yang menurun, peningkatan biaya kesehatan, risiko perawatan di
rumah sakit dan bahkan kematian. Di Indoneia penyakit asma masuk ke dalam sepuluh
besar penyakit yang dapat menyebabkan kematian(Kemenkes RI, 2014). World Health
Organization (WHO) bekerjasama dengan Global Asthma Network (GAN)
memprediksikan saat ini jumlah pasien asma di dunia mencapai 334 juta orang,
diperkirakan angka ini akan terus mengalami peningkatan sebanyak 400 juta orang pada
tahun 2025 dan terdapat 250 ribu kematian akibat asma termasuk anak-anak (GAN,
2014). Kasus infeksi saluran pernafasan dan asma masih banyak ditemukan di tempat
pelayanan kesehatan, baik di tingkat Puskesmas maupun di tingkat Rumah Sakit.

Asma atau orang awam menyebutnya dengan sesak napas terjadi karena adanya
gangguan pada saluran bronchial, hal ini disebabkan oleh banyak hal diantaranya: faktor
genetik, alergi, atapun terpapar zat yang bersifat iritan maupun alergen. Asma biasanya
ditandai dengan adanya peradangan di daerah saluran pernapasan sehingga menimbulkan
kesulitan bernapas atau sesak napas.

Dengan demikian, kami akan memaparkan materi terkait asma disertai dengan asuhan
keperawatannya, dimana materi yang akan dijelaskan seperti: Definisi Penyakit Asma,

1
Etiologi Penyakit Asma, Patofisiologi Penyakit Asma, Tanda dan Gejala Asma, Pathway
Penyakit Asma, dan Asuhan Keperawatan Penyakit Asma.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dari asma?

2. Apa saja etiologi penyakit asma?

3. Bagaimana patofisiologis asma?

4. Apa saja tanda dan gejala asma?

5. Bagaimanakah asuhan keperawatan penyakit asma?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mengetahui dan memahami bagaimana membuat asuhan keperawatan pada klien


dengan gangguan asma.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui dan memahami definisi Asma

b. Mengetahui dan memahami etiologi Asma

c. Mengetahui dan memahami patofisiologi Asma

d. Mengetahui dan memahami tanda dan gejala asma

e. Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan dari Asma meliputi :

1) Pengkajian
2) Diagnosa keperawatan.
3) Perencananaan Intervensi Keperawatan

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Asma

2
Asma merupakan penyakit pada jalan napas yang tidak dapat pulih karena
spasme bronkus yang disebabkan oleh berbagai penyebab (Hudak & Gallo,1997). Asma
merupakan inflamasi kronik yang memiliki karakteristik hiperresponsivitas, edema
mukosa, dan produksi mukus.

Asma adalah gangguan yang terjadi di saluran bronchial dimana ditandai dengan
adanya kontraksi spasme pada saluran napas. hal ini disebabkan oleh banyak hal
diantaranya: faktor genetik, alergi, atapun terpapar zat yang bersifat iritan maupun
alergen. Asma biasanya ditandai dengan adanya peradangan di daerah saluran
pernapasan sehingga menimbulkan kesulitan bernapas atau sesak napas.

B. Etiologi Asma

Etiologi asma menurut Black & Hawsk, 2014 meliputi:

1. Faktor Lingkumgan

Faktor lingkungan yang dapat menyebabkan asma seperti infeksi virus, polutan, dan
alergen.

2. Faktor Keturunan

Faktor ketrunan yang dapat menyebabkan asma seperti adanya garis keturuna
keluarga yang memiliki alergi terhadap sesuatu yang dapat menimbulkan gagguan
dalam sistem pernapasan yang dalam hal ini asma.

3. Faktor Lain

Faktor lain yang dapat menyebabkan asma seperti keadaan yang memicu(tertawa,
stres, menangis). Olahraga, perubahan suhu dan bau-bau yang menyengat.

C. Patofisiologi Asma

Ketika seseorang yang memiliki riwayat penyakit asma terkena faktor alergen,
maka saluran pernapsan akan mengalami inflamasi sehingga adanya sekresi mukus dan
edema mukosa yang kemudian menyebabkan orang tersebut akan meraskan kesulitan
bernapas, dada terasa sesak, dan kemudian napas terdengar mengi. Sistem imunitas dan
sistem otonom juga ikut berperan dalam proses terjadinya asma. Seseorang yang sudah
terkena asma, otomatis sistem imun terhadap lingkungan menjadi buruk karena bisa
merespon dengan cepat di tempat-tempat dengan lingkungan yang dianggap kurang

3
mengenakan bagi penderita asma. Antibodi yang dihasilkan oleh IgE akan menyerang
sel-sel mast di paru-paru. Penyerangan tersebut akan menyebabkan produk dari sel mast
melepaskan diri yang kemudian akan berpengaruh pada otot polos dan kelenjar jalan
napas sehingga menyebabkan bronkospasme, pembengkakan membran mukosa, dan
pembentukan mukosa yang sangat banyak.

Selain sistem imun, sistem saraf otonom juga berpengaruh dalam patofisiologi
asma. Tonus otot bronchial dipengaruhi oleh impuls saraf vegal melalui sistem
parasimpatis. Pada jenis asma tertentu, jika saraf di bagian tonus otot bronchial di
rangsang oleh infeksi, latihan, dingin, merokok, emosi, dan polutan akan meningkatkan
sekresi asetilkolin yang dapat menyebabkan bronkus berkontriksi. Sehingga dengan
keadaan ini, seseorang yang menderita asma akan mengalami respon yang rendah
terhadap respon parasimpatis.

D. Tanda dan Gejala Asma

Tanda-tanda seseorang mulai terjangkit asma biasanya setiap orang bisa merasakan
tanda yang sama persis, hampir sama, atau bahakan sangat berbeda. Biasanya tanda
yang muncul pertama kali tidak dianggap serius tapi lama kelamaan tanda yang muncul
semakin banyak dan dapat mengganggu aktifitas dari individu yang terkena asma.
Tanda-tanda terseut diantaranya:

1. Perubhan dalam pola bernapas

2. Bersin-bersin

3. Perubahan suasana hati yang tak menentu

4. Hidung tersumbat atau hidung bocor

5. Batuk

6. Gatal-gatal di tenggorokan

7. Lingkaran hitam di bawah mata

8. Susah tidur

9. Mudah lelah atau kemapuan dalam berolahrag berkurang

4
Gejala-gejala asma menandakan bahwa serangan asma sedang terjadi atau bisa
dikatakan bahwa individu tersebut sedang dalam kondisi sudah terjangkit alergen.
Gejala asma yang muncul sebagai berikut:

1. Napas terasa berat dan terdengar napas dengan bunyi “ngik-ngik”, atau mengi

2. Batuk-batuk

3. Napas pendek dan tersenggal-senggal

4. Sesak dada

5. Angka Peak Flow Meter menunjukkan rating “hati-hati” atau “berbahaya”

Dengan munculnya gejala-gejala tersubut seseorang sudah harus mendapatkan


penanganan agar tidak menjadi lebih buruk.

Pada penderita asma berat gejala yang muncul juga berbeda, seperti:

1. Serangan batuk yang hebat, napas berat”ngik-ngik”, tersenggal-senggal, sesak dada

2. Susah berbicara dan konsentrasi

3. Lelah sedikit langsung kesulitan bernapas

4. Napas menjadi dangkal dan cepat atau lambat dari biasanya

5. Saat menarik napas, daerah leher atau daerah antar tulag rusuk ikut melesak
kedalam

6. Adanya bayangan abu-abu atau nampak kebiruan di kulit, bermula di daerah sekitar
mulut(sianosis)

7. Angka peak flow meter menunjukkan angka yang berbahaya

E. Pathway

5
BAB III
TINJAUAN KEPERAWATAN
6
ASUHAN KEPERAWATAN
ASMA

A. Pengkajian

1. Identitas klien

Meliputi nama, alamat, usia, jenis kelamin, ras, dll.

2. Informasi dan diagnosa medik yang diperlukan (penting)

3. Data riwayat kesehatan

a. Riwayat kesehatan dahulu

Apakah klien pernah menderita penyakit asma sebelumnya, menderita kelelahan


yang amat sangat dengan sianosis di ujung jari.

b. Riwayat kesehatan sekarang

Biasanya klien mengeluhkan kesulitan bernapas, natuk-batuk, tidak


bersemangat, tidak nafsu makan, mengeluh dada sakit. Apabila kelelahan emosi
tidak stabil. Batuk karena debu dan udara. Mengeluh kesusahan tidur.

c. Riwayat kesehatan keluarga

1) Riwayat keluarga (+) asma

2) Riwayat keluarga (+) menderita penyakit alergi, seperti rinitis alergi,


sinusitis dermatis, dan lain-lain.

d. Pengkajian psiko-sosio-kutural

Kecemasan dan koping yang tidak efektif sering didapatkan pada klien
dengan asma bronkial. Status ekonomi berdampak pada jaminan kesehatan dan
perubahan peran dalam keluarga. Gangguan emosional dipandang sebagai salah
satu pencetus bagi serangan asma baik gangguan emosional berasal dari rumah
tangga, lingkungan sekitar, maupun lingkungan kerja. Seorang dengan beban
hidup yang berat lebih berpotensial mengalami serangan asma. Berada dalam
keadaan yatim piatu, mengalami ketidakharmonisan hubungan dengan orang
lain, sampai mengalami ketakutan tidak dapat menjalankan kewajiban sesuai
peran juga dapat menimbulkan asma.
7
e. Pola resepsi dan tata laksana hidup sehat
Gejala asma dapat membatasi manusia untuk berperilaku hidup normal,
sehingga klien dengan asma harus mengubah gaya hidupnya sesuai kondisi yang
tidak akan menimbulkan serangan asma.
f. Pola hubungan dan peran
Gejala asma sangat membatasi klien untuk menjalani kehidupannya secara
normal. Klien perlu menyesuaikan kondisinya dengan hubungan dan peran
klien, baik di lingkungan rumah tangga, masyarakat, ataupun lingkungan kerja
serta perubahan peran yang terjadi setelah klien mengalami serangan asma.
g. Pola persepsi dan konsep diri
Perlu dikaji tentang persepsi klien terhadap penyakitnya. Persepsi yang salah
dapat menhambat respons kooperatif pada diri klien. Cara memandang diri yang
salah juga akan menjadi stressor dalam kehidupan klien. Semakin banyak stresor
yang ada pada kehidupan klien dengan asma dapat meningkatkan kemungkinan
serangan asma berulang.
h. Pola penanggulangan stres
Stress dan ketegangan emosional meupakan faktor instrinsik pencetus serangan
asma. Oleh karena itu, perlu dikaji penyebab terjadinya stres. Frekuensi dan
pengaruh stres terhadap kehidupan klien serta cara penanggulangan terhadap
stressor.
i. Pola sensorik dan kognitif
Kelainan pada pola persepsi dan kognitif akan mempengaruhi konsep diri klien
dan akhirnya mempengaruhi jumlah stresor yang dialami klien sehingga
kemungkinan terjadi serangan asma berulang pun akan semakin tinggi.
j. Pola tata nilai dan kepercayaaan
Kedekatan klien pada sesuatu yang diyakininya di dunia dipercaya dapat
meningkatkan kekuatan jiwa klien. Keyakinan klien terhadap tuhan dan
mendekatkan diri kepada-Nya merupakan metode penanggulangan stress yang
konstruktif.

4. Data dasar pengkajian klien

a. Aktivitas/istirahat

Gejala:

1) Keletihan, kelelahan, malaise

2) Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena kesulitan


bernapas

8
3) Ketidakmampuan untuk tidur perlu tifur dalam posisi duduk tinggi.

4) Dispnea pada saat istirahat aktivitas dan hiburan

b. Sirkulasi

Gejala: pembengkakan pada ekstermitas bawah

c. Integritas ego

Gejala:

1) Peningkatan faktor resiko

2) Perubahan pola hidup

d. Makanan dan cairan

Gejala:

1) Mual/muntah

2) Nafsu makan menurun

3) Ketidakmampuan untuk makan

e. Pernapasan

Gejala:

1) Nafas pendek, dada terasa tertekan dan ketidakmampuan untuk bernapas

2) Batuk dengn sputum berwarna keputihan

Tanda:

1) Pernafasan biasanya cepat, fase ekspirasi biasanya memanjang

2) Penggunanan otot bntu pernapaan

3) Bunyi napa mengi sepanjang area paru pada fae ekspirasi dan kemungkinan
selama inspirasi berlanjut sampai penurunan/tidak ada bunyi napas.

f. Keamanan

Gejala: riwayat reaksi alergi/ sensitif terhadap zat

g. Seksualitas
9
Gejala: penurunan libido

5. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan umum
Mengkaji tentang kesadaran klien, kecemasan, kegelisahan, kelemahan suara,
kejelasan saat bicara, denyut nadi, frekuensi, pernapasan yang meningkat,
penggunaan otot-otot bantu pernapasan, sianosis, batuk dengan lendir lengket,
dan posisi istirahat klien.
b. Head to toe thorak
1) Inspeksi
Amati apakah ada peningkatan frekuensi pernapasan, serta penggunaan otot
bantu pernapasan. Inspeksi dada terutama untuk melihat postur bentuk dan
kesimetrisan dada, adanya peningkatan diameter anteroposterior, retraksi
otot-otot interkostalis dan irama pernapasan.
2) Palpasi
Palpasi untuk mengetahui kesimetrisan, ekspansi, dan taktil fremitus normal.
3) Perkusi
Pada pemeriksaan perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor
sedangkan diafragma menjadi datar dan rendah.
4) Auskultasi
Terdengar suara vesikuler yang meningkat disertai dengan ekspirasi lebih
dari 4 detik atau lebih dari 3 kali inspirasi, dengan bunyi napas tambahan
utama whezing pada akhir ekspirasi.
6. Pemeriksaan diagnostik
a. Sinar X (Ro. Thorax): Terlihat adanya hiperinflasi paru-paru diafragma
mendatar.
b. Tes Fungsi Paru
 Menentukan penyebab dyspnea
 Volume residu meningkat
 FEV/FVC: rasio volume ekspirasi kuat dan kapitalis vital
c. GDA
 PaO2 menurun, PaCO2 normal/menurun
 pH normal/meningkat
d. Sputum (pemeriksaan lab): menentukan adanya infeksi biasanya pada asma
tanpa disertai infeksi

B. Diagnosa Keperawatan

a. Tidak efektifnya bersihan jalan napas b/d bronkospasme, penurunan produksi


sekret, sekresi trtahan, selresi kental, penurunan energi, kelelahan.

b. Kerusakan pertukaran gas b/d gangguan suplai O2, keruakan alveoli


10
c. Perubahan nutrisi lurang dari kebutuhan tubuh b/d dispnea, kelemahan, produksi
sputum, anoreksia, mual/muntah.

C. Intervensi Keperawatan

No Dx Kep. Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


1. Tidak efektifnya Setelah dilakukan Menunjukkan 1. Kaji frekuensi 1. Takipnea
bersihan jalan tindakan perilaku untuk pernapasan biasanya ada
napas b/d keperawatan 1x24 memperbaiki diri pada beberapa
bronkospasme, jam diharapkan dengan derajat dan
penurunan jalan napas paten membersihkan dapat ditemukan
produksi sekret, dengan bunyi jalan napas, pada
sekresi tertahan, nafas yang jelas. dengan penerimaan atau
sekresi kental, melakukan selama
penurunan energi, tindakan seperti: stres/adanya
kelelahan batuk efektif dan proses infeksi
mengeluarkan akut
2. Bantu latihan
sekret.
2. Memberikan
napas
Menunjukkan pasien beberapa
abdomen dan
tanda jalan napas cara untuk
mengeluarkan
yang paten dan mengatasi dan
melalui mulut
suara napas yang mengontrol
bersih dan jelas. dispnea dan
menurunkun
volume udara
yang berlebih
3. Tingkatkan
3. Hidrasi
masukan
membantu
cairan
dalam
mengurangi
kekentalan
sekret serta
mempermudah
untuk
11
mengeluarkanny
a

4. Merilekskan
4. Berikan obat
otot halus dan
sesuai indikasi
menurunkan
Bronkodilator kongesti lokal,
Xantin menurunkan
spasme jalan
napas, mengi
dan produksi
mukosa.

Menurunkan
edema mukosa
dan spasme otot
polos.
2. Kerusakan Setelah dilakukan Menunjukkan 1. Mengkaji 1. Untuk
pertukaran gas b/d tindakan perbaikan frekuensi mengevaluasi
gangguan suplai keperawatan 1x24 ventilasi dan kedalaman distres
O2, keruakan jam diharapkan oksigenasi pernapasan pernapasan
alveoli ventilasi dan jaringan yang
2. Tinggikan 2. Posisi dapat
oksigenasi kembali adekuat
kepala tempat mempengaruhi
kembali adekuat dengan status
tidur, bantu proses
GDA berada pada
pasien untuk mengalirnya
rentang normal
memilih posisi oksigen ke paru-
serta bebas dari
yang mudah paru dan
gejala distres
untuk bernafas diperlukan
pernapasan.
latihan napas
untuk
menurunkan
kolaps jalan
napas, dipsnea,
dan kerja napas.

12
3. Awasi status 3. Gelisah dan
kesadara/statu ansieas
s mental merupakan
maifestasi umum
dari hipoksia

4. Mengetahui
4. Awasi GDA hipoksia yang
dan nadi terjadi dengan
oksimetri derajat lebih
kecil atau lebih
besar
3. Perubahan nutrisi Setelah dilakukan Klien 1. Dorong 1. Membantu
lurang dari tindakan menunjukkan periode menurunkan
kebutuhan tubuh keperawatan 1x24 perilaku/ istirahat klien kelemahan dan
b/d dispnea, jam diharapkan perubahan pola dengan tepat meningkatkan
kelemahan, kebutuhan nutrisi hidup untuk yang asupan kalori
produksi sputum, klien terpenuhi meningkatkan disesuaikan secara total
anoreksia, dan dengan jam
mual/muntah mempertahankan makan
berat yang tepat. 2. Dapat
2. Hindari
menghasilkan
makanan
distensi
penghasil gas
abdomen yabg
dan minuman
dapat
karbohidrat
menggangu
nafas abdomen
dan gerakan
diafragma serta
dapat
meningkatkan
dipsnea
3. Konsultasi
dengan ahli 3. Pemberian

gizi terkait makan ditujukan


13
pemberian untuk
makanan yang membantu klien
mudah dicerna dalam mengatur
dengan gizi semua
seimbang pergerakan
tubuh dimana
pernapasn
termasuk
didalamnya

BAB IV

Analisis Jurnal

Faktor Risiko Asma Dan Perilaku Pencegahan Berhubungan Dengan Tingkat Kontrol
Penyakit Asma

Penelitian ini mengidentifikasi faktor risiko asma dan perilaku pencegahan


berhubungan dengan tingkat kontrol penyakit asma.

Penelitian yang dilakukan oleh Nursalam beserta dua temannya pada 17-22 Juni 2009
tentang faktor risiko asma dan perilaku pencegahan berhubungan dengan tingkat kontrol
penyakit asma di Puskesmas Selat dapat disimpulkan bahwa faktor risiko yang paling sering
menimbulkan asma di wilayah selat adalah perubahan suhu, dimana 37 dari 54 orang
mengatakan hal tersebut, yang dibuktikan dengan perubahan suhu yang drastis dari siang
yang sangat panas sedangkan pagi dan malam hari sangat dingin. Hal ini dapat dengan mudah
memicu timbulnya asma. Di samping itu, tindakan pencegahan yang dilakukan juga kurang
tepat, seperti menggunakan pakaian yan tebal. Padahal bukan tubuh yang perlu di lakukan
pencegahan melainkan saluran pernapasan untuk mencegah terjadinya inflamasi.

Penyebab sering terjadinya asma yang kedua yaitu faktor alergen. Faktor alergen yang
lebih spesifik seperti makanan, sayuran, bau-bau, dan hewan tertentu. Dalam hal ini, biasanya
seorang penderita biasanya tidak bisa menjauhi secara langsung faktor-faktor alergen tersebut
melainkan mengurangi intensitasnya kegiatan yang berhubungan dengan hal tersebut.
Contohnya, apabila seseorang alergi terhadap bulu hewan, maka orang tersbut tidak semerta-
merta menjauhi secara langsung melainkan menjaga kegiatan agar sebisa mungkin tidak

14
berinteraksi dengan hal itu. Biasanya kebanyakan orang akan lebih bergantung pada obat anti
alergen karena lingkungan tidak bisa dihindari secara langsung, padahal obat tersebut juga
sebenarnya kurang baik bagi kesehatan. Tapi sebisa mungkin penderita mengkonsumsi obat
anti alergen apabila dalam keadaan mendesak saja.

Faktor risiko yang ketiga yaitu aktivitas fisik. Sebagian besar penduduk di wilayah
selat bekerja sebagai petani dan wiraswasta, tidak menutup kemungkina untuk melakukan
banyak aktivitas sehari-hainya. Orang yang melakukan banyak aktivitas otomatis akan
membutuhkan banyak pula asupan oksigen untuk metabolisme. Dalam kasus ini, penderita
asma yang banyak melakukan aktivitas fisik akan bernapas secara terburu-buru untuk
memasok oksigen lebih banyak. Selain itu faktor iritan juga berperan, karena diwilayah selat
memiliki cuaca yang cukup ekstrim jadi tidak menutup kemungkinan bagi penderita asma
kambuh setelah melakukan banyak aktivitas seperti bertani di kebun.

Faktor risiko yang keempat yaitu asap rokok. Merokok sudah menjadi kebiasaan laki-
laki di Indonesia ini, tidak terkecuali wilayah selat. Partikel-partikel yang terkandung dalam
rokok sangat berbahaya terutama bagi sistem pernapasan. Walaupun sebisa mungkin
penderita asma akan menjauhi rokok, secara tidak sadar akan menghirup udara yang secara
tidak langsung bercampur dengan zat-zat lain dimana didalamnya rokok juga termasuk. Bagi
penderita asma, kerja sistem pernapasan mereka pasti akan lebih berat dibanding dengan
orang normal, akan tetapi dengan menghirupnya udara yang bercampur asap rokok akan
membuat kerja paru semakin berat sehingga mukus dan sekret bisa aja tidak dikeluarkan
bahkan bisa menyebabkan infeksi di saluran pernapasan.

Faktor risiko yang kelima yaitu ekspresi emosi yang berlebih. Dalam hal ini banyak
faktor yang berperan baik pengontrolan emosi, interaksi dengan sekitar, maupun cara
pengekspresian diri. Orang dengan emosi yang tinggi, stress, kurangnya perhatian dari orang
sekitar menyebabkan ketegangan muskuler dan kontraksi di sekitar bronkiolus, sehingga
bronkiolus menjadi lemah dan kejang. Hal tersebut dapat menyebabkan penyempitan jalan
napas sehinga berakibat sesak napas.

Selain hal-hal yang sudah dijelaskan di atas, polusi dan penggunaan obat-obatan juga
menjadi faktor risiki munculnya asma. Adanya polusi di wilayah selat cukup tinggi karena
dekat dengan pertambangan dan penggalian, polusi dapat menyebabkan penyempitan jalan
napas. Selain itu, penggunaan obat-obatan untuk asma juga dapat menimbulkan berbagai
macam reaksi yang bisa saja merenggut nyawa.

15
Dari semua faktor risiko yang dapat menyebabkan asma, terdapat tindakan
pencegahan yang berbeda-beda. Ada yang mudah untuk dilakukan ada juga yang susah
dilakukan. Dari penelitian tersebut, terdapat beberapa orang yang mau melakukan tindakan
pencegahan ada juga yang tidak mau melakukan tindakan pencegahan sama sekali. Dari data
tersebut peneliti penyimpulkan bahwa sebanyak 24 orang menderita uncontrolled asthma
(58,54%), sebanyak 14 orang menderita partly controlled asthma (34,14%), dan hanya
mampu dicapai oleh 3 orang penderita controlled asthma (7,32%). Data yang di hasilkan
oleh peneliti menggunakan metode crosssectional design dan simple random sampling
dengan 54 orang penderita asma.

16
BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Asma adalah gangguan yang terjadi di saluran bronchial dimana ditandai dengan
adanya kontraksi spasme pada saluran napas. hal ini disebabkan oleh banyak hal
diantaranya: faktor genetik, alergi, atapun terpapar zat yang bersifat iritan maupun
alergen. Asma biasanya ditandai dengan adanya peradangan di daerah saluran
pernapasan sehingga menimbulkan kesulitan bernapas atau sesak napas. Asma
menimbulkan tanda dan gejala dimana masing-masing individu merasakan hal yang
berbeda-beda, akan tetapi ada sebagian orang merasakan hal yang sama. Asma secara
garis besar bukan penyakit yang dapat disembuhkan, tetapi bisa dilakukan pencegahan
agar tidak kambuh sewaktu-waktu.

B. Saran

Dengan adanya makalah ini diharapkan baik penulis maupun pembaca dapat
menerapkan isi dari makalah ini dalam kehidupan sehari-hari. Baik dalam hal
pencegahan agar tidak terjangkit asma ataupun pencegahan agar asma tidak kambuh.

17
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif.2008. buku ajar asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem
pernapasan. Jakarta: salemba medika.

Somantri, I. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan
edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.

Saferi, Andra W. Dan Mariza, Yessie P. 2013. KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah
Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medika

Brunner. Dan Suddarth. 2013. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. Jakarta: EGC

Dosen Keperawatan Medikal Bedah Indonesia. 2016. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal
Bedah. Jakarta: EGC

18

Anda mungkin juga menyukai