Anda di halaman 1dari 42

TINJAUAN TEORITIS DAN TINJAUAN KASUS

A. Tinjauan Teori BPH


1. Konsep Dasar BPH (Benigna Prostat Hipertrofi)
a. Pengertian
BPH dulu disebut juga hipertrofi prostat jinak (Benigna
Prostate Hipertrofi : BPH). Istilah hipertrofi sebenarnya kurang tepat
karena yang terjadi adalah hyperplasia kelenjar periuretra yang
mendesak jaringan prostate yang asli ke perifer dan menjadi simpai
bedah. (Mansyoer, 2000 dan Sjamsuhidayat, 2005)
BPH adalah kondisi patologis yang paling umum pada pria
lansia dan penyebab kedua yang paling sering untuk intervensi medis
pada pria diatas usia 60 tahun. (Brunner and Suddarth, 2001).

b. Patofisiologi
Hyperplasia prostat dapat disebabkan oleh beberapa factor
seperti : usia dan gangguan keseimbangan hormone. Dengan
bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan hormon
testosterone dan estrogen, hal ini disebabkan oleh berkurangnya
produksi testosterone menjadi estrogen pada jaringan adiposis di
perifer. Estrogen inilah yang kemudian menyebabkan terjadinya
hyperplasia stroma. Kemungkinan lain ialah perubahan konsentrasi
relative testosteron dan estrogen akan menyebabkan terjadinya
pembesaran prostate.
Proses pembesaran prostate terjadi secara perlahan-lahan maka
efek terjadinya perubahan pada traktus urinarius juga terjadi secara
perlahan. Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat, resistensi
pada leher vesika dan daerah prostat meningkat dan detrusor menjadi
lebih tebal. Penonjolan serat detrusor kedalam kandung kemih dengan
sistoskopi akan terlihat seperti balok yang disebut trabekulasi (buli-
buli balok). Mukosa vesika dapat menerobos keluar diantara serat

1
detrusor sehingga terbentuk tonjolan mokosa. Tonjolan mukosa yang
kecil dinamakan “sakula“ sedangkan yang besar disebut “divertikel”.
Apabila keadaan berlanjut maka detrusor akan menjadi lelah dan
akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk
berkontraksi sehingga terjadi retensi urine. Tanda dan gejala yang
biasanya ditemukan adalah gejala obstruktif dan iritatif. Gejala
obstruktif yaitu penderita harus menunggu pada permulaan miksi
(hesistency), miksi terputus (intermittency), menetes pada akhir miksi
(terminal dribbling), pancaran miksi menjadi lemah, rasa belum puas
sehabis miksi sedangkan gejala iritatif yaitu bertambahnya frekwensi
miksi, nocturia, miksi sulit ditahan (urgency) dan nyeri saat waktu
miksi (dysuria). Gejala obstruktif terjadi karena detrusor gagal
berkontraksi dengan cukup kuat atau gagal berkontraksi cukup lama
sehingga kontraksi terputus-putus, sedangkan gejala iritatif terjadi
karena pengosongan yang tidak sempurna pada saat miksi atau
pembesaran prostate menyebabkan rangsangan pada vesika, sehingga
vesika sering berkontraksi meskipun belum penuh.
Apabila vesika menjadi dekompensasi, akan terjadi retensi
urine didalam vesika, dan timbul rasa tidak tuntas pada akhir miksi.
Jika keadaan ini berlanjut pada suatu saat akan terjadi kemacetan total,
sehingga penderita tidak mampu lagi miksi, karena produksi urine
terus terjadi maka pada suatu saat vesika tidak mampu lagi
menampung urine sehingga tekanan intra vesika terus meningkat.
Apabila tekanan vesika menjadi lebih tinggi daripada tekanan sfingter
dan obstruks, akan terjadi inkontinensia paradoks (overflow
incontinence). Retensi kronik menyebabkan reflukvesikoureter,
hidroureter, hidronefrosis dan gagal ginjal. Proses kerusaklan ginjal
dipercepat bila terjadi infeksi pada waktu miksi penderita harus selalu
mengedan sehingga lama kelamaan menyebabkan hernia atau
haemoroid. Karena selalu terdapat sisa urine dapat terbentuk batu
endapan didalam vesika. Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan

2
menimbulkan hematuria. Batu tersebut dapat pula menyebabkan sistitis
dan bila terjadi refluks dapat terjadi pielonefritis. Secara klinik
biasanya derajat berat gejala klinik dibagi menjadi 4 gradasi yaitu
derajat 1, apabila ditemukan keluhan prostatimus,pada pemeriksaan
colok dubur ditemukan penonjolan prostat dan sisa urine kurang dari
50 ml, derajat 2 apabila ditemukan tanda dan gejala seperti derajat 1,
prostate lebih menonjol, batas atas masih berada dalam sisa urine lebih
dari 50 ml tetapi kurang dari 100 ml, derajat 3 seperti derajat 2 hanya
batas atas prostat tidak berada lagi dan sisa urine lebih dari 100 ml,
sedangkan derajat 4 apabila sudah retensi total ( Sjamsuhidayat dan
Wim de Jong, 2004).

c. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Fisik
a) Pemeriksaan rectal toucher (colok dubur) mengetahui
konsistensi prostat → pada BPH konsistensi kenyal.
b) Pemeriksaan residu urine → mengetahui berat obstruksi jumlah
sisa urine miksi spontan dengan cara mengukur urine yang
dapat spontan dengan koteler, sisa dengan USG buli-buli
setelah miksi sisa 7100 cc indikasi hipertrofi prostat.
2) Pemeriksaan Laboratorium
Analisa urine dan pemeriksaan mikroskopik urine penting untuk
melihat adanya sel leukosit, bakteri dan infeksi. Elektrolit, kadar
ureum dan kreatinin darah merupakan informasi dasar dari fungsi
ginjal dan status metabolic. Pemeriksaan Prostat Spesifik Antigen
(PSA) dilakukan sebagai dasar penentuan perlunya biopsi atau
sebagai deteksi dini keganasan.
3) Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan yang biasa dilakukan adalah foto polos abdomen,
pielografi intravena, USG dan sitoskopi. Tujuan pemeriksaan ini
adalah untuk menentukan volume BPH, menentukan derajat

3
disfungsi buli-buli dan volume residu dan mencari kelainan
patologi lain, baik yang berhubungan atau tidak dengan BPH. Dari
foto polos abdomen dapat dilihat adanya batu pada traktus
urinarius, pembesaran ginjal atau buli-buli. Dari intravena
pielografi derajat dilihat supresi komplit dari fungsi renal,l
hidronefrosis dan hidroureter. Dari USG dapat diperkirakan
besarnya prostat, memeriksa massa ginjal, mendeteksi residu urine,
batu ginjal, divertikulum atau tumor buli-buli.

d. Penatalaksanaan Medis dan Pembedahan


1) Penatalaksanaan Medis
a) Konservatif
(1) Mengurangi nyeri
(2) Mengurangi minum setelah makan malam
(3) Mengurangi minum kopi
(4) Tidak diperbolehkan minum alcohol
(5) Mengurangi intake protein
(6) Waterisasi
b) Terapi Medikamentosa
(1) Menghambat Adrenergik
Obat-obat yang sering dipaki adalah
prozosin,dexozosin,terasorin, apluzosin atau yang lebih
selektif la (tamzulosin). Dosis dimulai 1 mg/hari sedang
dosis tamzulosin adalah 0,2-0,4 mg/hari, penggunaan
antagonis la adrenergik karena secara selektif mengurangi
obstruksi pada buli-buli tanpa merusak kontraktivitas
defrusor. Obat ini menghambat reseptor-reseptor yang
banyak ditemukan pada otot polos di trigonum leher vesika,
prostat dan kapsul prostat sehingga terjadi relasasi di daerah
prostat. Hal ini akan menurunkan tekanan pada uretra pars
prostatika sehingga gangguan aliran air seni dan gejala-

4
gejala berkurang,. Biasanya pasien mulai merasakan
berkurangnya keluhan dalam waktu 1-2 minggu setelah ia
mulai memekai obat. Efek samping yang mungkin timbul
adalah pusing, capek, sumbatan hidung dan rasa lemah.
(2) Penghambat Enzim 5-1 Reduktase
Obat yang dipakai adalah finansteride (proscar) dengan
dosis 1-5 mg/hari. Obat golongan ini menghambat
pembentukan DHT sehingga prostat yang membesar akan
mengecil. Namun obat ini bekerja lebih lambat daripada
golongan a bloker dan manfaatnya hanya jelas pada
prostate yang sangat besar. Efektivitasnya masih
diperdebatkan karena baru menunjukkan perbaikan sedikit
dari keluhan pasien setelah 6-12 bulan, pengobatan bila
diminum terus-menerus. Salah satu efek samping obat ini
adalah melemahnya libido, genikomastia dan dapat
menurunkan nilai PSA.
(3) Fisioterapi
pengobatan fisioterapi yang ada di Indonesia antara lain
eviprostat, substabsinya misalnya pygeum afficanum, saw
palmetto, serenoa repeus dan lain-lain. Efeknya diharapkan
terjadi setelah pemberian selama 1-2 bulan.
2) Pembedahan
Adapun beberapa prosedur yang digunakan untuk mengangkat
kelenjar bagian prostate yang mengalami hipertrofi antara lain :
a) Reseksi Transurethral Prostat (TUR atau TURP)
Adalah prosedur yang paling umum dan dapat dilakukan
melalui endoskopi.
b) Prostatektomi Suprapubis
Adalah salah satu metode mengangkat kelenjar melalui insisi
abdomen. Suatu insisi dibuat dalam kandung kemih dan
kelenjar prostate diangkat dari atas.

5
c) Prostatektomi Perineal
Adalah mengangkat kelenjar melalui suatu insisi dalam
perineum. Pendekatan ini lebih praktis ketika pendekatan yang
lainnya tidak memungkinkan.
d) Prostatektomi Retropubik
Adalah teknik lain dan lebih umum dibandingkan suprapubik.
e) Insisi Prostat Transurectal (TUIP)
Adalah prosedur lain untuk menangani BPH dengan cara
memasukkan instrument melalui uretra. Satu atau dua buah
insisi dibuat pada prostat dan kapsul prostat untuk mengurangi
tekanan prostat pada uretra dan mengurangi konstruksi uretra.

2. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan BPH (Benign Prostat Hipertropi)


a. Pengkajian
1) Data subyektif dan data obyektif :
a) Pre Operasi
(1) Hesistenci
(2) Urgency
(3) Intermittency
(4) Nocturia
(5) Terminal dribbling
(6) Hematuria
(7) Pancaran miksi lemah
(8) Disuria
(9) Rasa belum puas sehabis kencing
(10) Bertambahnya frekuensi miksi
(11) Pasien tidak tahu tentang penyakitnya
(12) Pasien kurang mengerti tentang tindakan operasi
b) Post operasi
(1) Perdarahan post operasi
(2) Cairan drain merah lebih dari 3 hari

6
(3) Adanya luka post operasi
(4) Nyeri luka post operasi
(5) Nyeri pada penis
(6) Melakukan hubungan sex bila telah post operasi lebih dari
6-8 minggu
(7) Pasien terpasang three way
(8) pasien terpasang drain
2) Diagnosa keperawatan
Proritas masalah berdasarkan keluhan pasien (Doenges, 1999 &
Carpenito, 19990).
a) Pre Operasi
(1) Retensi urine berhubungan dengan pembesaran prostat
(2) Nyeri akut berhubungan dengan inflamsi atau spasme otot
sekunder akibat BPH.
(3) Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan
berhubungan dengan ketidakseimbangan elektrolit
(disfungdi ginjal).
(4) Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan residuel
urine akibat pembesaran prostate.
(5) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang
terpajan/mengingat informasi.
(6) Ganguan istirahat tidur berhubungan dengan sering
twerbangun sekunder terhadap nokturia.
b) Post operasi
(1) PK heragik berhubungan dengan pasca pembedahan
(2) Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan efek-
efek pembedahan spinkter kandung kemih sekunder
terhadap pembedahan.
(3) Nyri akut berhubungan dengan spasme kandung kemih dan
insisi sekunder prostatektomi.

7
(4) Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan prosedur
invasive pengetahuan.
(5) Resiko tinggi terhadap disfungsi sekunder berhubungan
dengan ancaman konsep diri atau perubahan status
kesehatan.

b. Perencanaan
1) Pre Operasi
a) Retensi urine berhubungan dengan pembesaran prostate.
Tujuan : Berkemih dalam jumlah yang cukup dan
normal
Kriteria hasil : Berkemih dengan lancer, tidak teraba
distensi kandung kemih.
Intervensi :
(1) Dorong masukan cairan sampai 3000 ml sehari, dalam
toleransi jantung bila diindikasikan.
Rasiaonal : Peningkatan aliran cairan mempertahankan
perfusi ginjal dan membersihkan ginjal dan
kandung kemih dari pertumbuhan bakteri
(2) Observasi aliran urine, perhatikan kekuatan dan ukuran.
Rasional : Berguna untuk mengevaluasi obstruksi dan
pilihan intevensi.
(3) Motivasi pasien untuk beerkemih tiap 2 sampai 4 jam bila
tiba-tiba diraskan.
Rasioanl : Meminimalkan retensi urine, distensi
berlebihan pada kandung kemih.
(4) Awasi dan catat waktu dan jumlah tiap kemih.
Rasional : Retensi urine meningkatkan tekanan dalam
saluran perkemihan atas yang dapat
mempengaruhi fungsi ginjal.

8
b) Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi atau spasme otot
sekunder akibat BPH.
Tujuan : Nyeri terkontrol/hilang
Kriteria hasil : Ungkapan nyeri berkurang/terkontrol,
tampak rileks.
Intervensi :
(1) Observasi tingkat nyeri, lokasi dan intensitas
Rasional : Memberiakan informasi dalam memberikan
efektifitas tindakan
(2) Ajarkan teknik distraksi (nafas dalam) dan relaksasi
(dengan mengobrol)
(3) Pertahankan fiksasi kateter pada daerah perut bagian bawah
inguinal
Rasional : Mencegah penekanan pada kandung kemih
dan nekrosis peroskrostal.
(4) Pertahankan tirah baring bila diindikasikan
Rasional : Tirah baring mungkin diperlukan pada awal
selama fase retensi akut. Namun ambulasi dini
dapat memperbaiki pola berkemih normal dan
menghilangkan nyeri kolik
(5) Kolaborasi dengan tim medis tentang pemberian terapi
analgetik
Rasional : Obat analgetik untuk mengurangi nyeri.
c) Resiko terhadap kekurangan volume cairan berhubungan
dengan ketidakseimbangan elektrolit (disfungsi ginjal)
Tujuan : Volume cair edukuat
Kriteria hasil : Hidrasi adekuat, tanda-tanda vital stabil,
nadi perifer teraba, pengisian kapiler baik,
membrane mukosa lembab.

9
Intervensi :
(1) Awasi haluaran dengan hati-hati, tiap jam bila
diindikasikan. Perhatikan haluaran 100-200ml/jam
Rasional : Diuresis cepat dapat menyebabkan
kekurangan volume total, karena
ketidakcukupan jumlah natrium
diabsorbsidalam tubulus ginjal.
(2) Dorong peningkatan pemasukan oral berdasarkan
kebutuhan individu.
Rasional : Pasien dibatasi pemasukan oral dalam upaya
mengontrol gejala urinaria, hemostatik
pengurangan cadangan dan peningkatan resiko
dehodrasi/hipovolemia.
(3) Awasi tekanan darah dan nadi tiap jam, evaluasi pengisian
kapiler dan membran mukosa oral.
Rasional : Mampu mendetaksi dini/intervensi
Hipovolemik sistemik.
(4) Tingkatkan tirah baring dengan kepala ditinggikan
Rasional : Menurunkan kerja jantung, memudahkan
homeostatis sirkulasi.
(5) Kolaborasi dalam pemberian cairan IV gram faal
hipertonik) sesuai kebutuhan dan pemeriksaan laboratorium
(elektrolit, natrium)
Rasional : Menggantikan kehilangan cairan dan natrium
untuk mencegah atau memperbaiki
hipovolemia dan apabila pengumpulan cairan
dari area akstraseluler natrium dapat
mengikuti perpindahan, menyababkan
hiponatrtremia.

10
d) Resiko terjadinya infeksi berhubungandengan residual urine
akibat pembesaran prostat.
Tujuan : Tidak terjadi infeksi
Kriteria hasil : Suhu tubuh normal (36-37ºC) dan tidak ada
tanda-tanda infeksi
Intervensi :
(1) Fiksasi kateter dengan baik dan benar.
Rasional : Kateter tidak keluar masuk dalam buli-buli
sehingga dapat menimbulkan kuman masuk.
(2) Observasi TTV.
Rasional : Mengetahui perkembangan lebih lanjut.
(3) Observasi tanda-tanda infeksi seperti rubor, calor, dolor
tomor dan fungsiolaesa.
Rasional : Tanda infeksi yang diketahui dini
memungkinkan pemberian tindakan lebih
cepat.
(4) Anjurkan pada pasien untuk menjaga kebersihan kulit di
sekitar kemaluan.
Rasional : Dapat mengurangi penyebaran kuman-kuman
ke genetalia.
(5) Pantau hasil laboratorium (WBC).
Rasional : Salah satu indikator terjadinya infeksi
terpajan/mengingat informasi laboratorium.
e) Kurang pengetahuan berhubungan dengan dengan kurang
terpajan/mengingat informasi.
Tujuan : Pengetahuan pasien bertambah
Kriteria hasil : Menyatakan pemahaman proses penyakit/
prognosis mengindetifikasi hubungan/tanda
gejala proses penyakit melakukan perubahan
pola hidup/perilaku yang perlu berpartisipasi
dalam program pengobatan.

11
Intervensi :
(1) Kaji tingkat pengetahuan pasien.
Rasional : Untuk mengetahui seberapa banyak
pengetahuan pasien tentang penyakit,
prognosis, tanda dan gejala serta
pengobatannya.
(2) Diskusikan dan jelaskan tentang tindakan pembedahan
yang akan dilakukan.
Rasional : Pasien mengerti dan bisa memecahkan
masalah-masalah yang dihadapi.
(3) Berikan penjelasan tentang hal-hal apa saja yang harus
dilakukan sebelum operasi.
Rasional : Pasien dapat mengetahui persiapan apa saja
yang dapat dilakukan sebelum operasi.
(4) Evaluasi kembali pemahaman pasien tentang penjelasan
yang telah diberikan.
Rasional : Mengetahui seberapa jauh pemahaman pasien
tentang tindakan pembedahan.
(5) Beri penguatan informasi pasien yang telah diberikan
sebelumnya.
Rasional : Memungkinkan pasien untuk meneriam
kenyataan dan menguatkan kepercayaan pada
pemberi perawatan dan pemberian informasi.
(6) Kaji tingkat kecemasan pasien.
Rasional : Untuk mengetahui kesiapan pasien dalam
menjalani operasi.
f) Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan sering terbangun
sekunder terhadap nokturia
Tujuan : Istirahat tidur pasien terpenuhi.
Kriteria hasil : Melaporkan perbaikan dalam pemenuhan
istirahat/tidur.

12
Intervensi :
(1) Tentukan kebiasaan tidur dan kebiasaan yang terjadi.
Rasional : Mengkaji perlunya dan mengidentifikasi
intervensi yang tepat.
(2) Berikan tempat tidur yang nyaman dan beberapa milik
pribadi, missal ; bantal, guling.
Rasional : Meningkatkan kenyamanan tidur serta
dukungan fisiologis/psikologis.
(3) Beri posisi nyaman, bantu dalam mengubah posisi.
Rasional : Perubahan posisi mengubah area tekanan dan
meningkatkan istirahat tidur.
(4) Tingkatkan regimen kenyamanan pada waktu tidur, mandi
hangat dan message, segelas susu hangat pada waktu tidur.
Rasional : Meningkatkan efek relaksasi, pemberian susu
dapat meningkatkan sistensi serotonin,
neurotransmitter yang membantu pasien
tertidur dan tidur lebih lama.
(5) kolaborasi dengan tim medis dalm pemasangan kateter.
Rasional : Meningkatkan kenyamanan pasien karena
tidak perlu lagi
2) Post Operasi
a) PK hemoragik berhubungan dengan pasca pembedahan.
Tujuan : Perdarahan minimal atau tidak terjadi
perdarahan
Kriteria hasil : Urine jernih/tidak terjadi perdarahan.
Intervensi :
(1) Observasi TTV
Rasional : Mengetahui perkembangan lebih lanjut.
(2) Observasi urine dan produksi urine.
Rasional : Untuk mengetahui sendiri mungkin adanya
pendarahan.

13
(3) Pertahankan posisi traksi kateter.
Rasional : Traksi kateter dapat membantu menekan
sumber pendarahan.
(4) tekanan darah haemoglobin.
Rasional : Mengetahui jumlah haemoglobin dan tindakan
medis selanjutnya terhadap pemberian tranfusi
darah.
(5) Kolaborasi dengan medis dalam pemberian antikoagulan.
Rasional : Dapat menghentikan pendarahan.
b) Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan efek-efek
pembedahan spinkter kandung kemih sekunder terhadap
pembedahan.
Tujuan : Pola eliminasi kembali normal
Kriteria hasil : Berkemih dalam jumlah normal tanpa
retensi, berkemih dalam jumlah normal dari
pola biasanya, tidak mengalami obstruksi.
Intervensi :
(1) Kaji uretra atau kateter suprapubik terhadap kepatenan.
Rasional : Mempertahankan kepatenan kateter pada
tempatnya.
(2) Kaji warna, kateter dan aliran urine serta adanya bekuan
melalui kateter tiap 2 jam.
Rasional : Mengindikasikan adanya sumbatan oleh
karena perdarahan pembentukan bekuan dan
pembenahan kateter pada distensi kandung
kemih
(3) Catat jumlah irigasi dan haluaran urine, kurangi irigasi
dengan haluaran, laporkan retensi dan haluaran urine.
Rasional : Mempertahankan hidrasi adekuat dan perfusi
ginjal untuk aliran urine, penjadwalan

14
masukan cairan menurunkan berkemih atau
gangguan tidur selama malam hari.
(4) Pertahankan irigasi kandung kemih kontinu sesuai pesanan.
Rasional : Menghindari terjadinya obstruksi, mencuci
kandung kemih dari bekuan darah atau debris
sehingga mempertahankan potensi kateter atau
aliran urine.
(5) Gunakan salin normal steril untuk irigasi untuk pesanan.
Pertahankan tehnik steril dan atur aliran, lakukan 40-60
tetes/menit.
Rasional : Irigasi dengan salin normal (isotonic akan
meminimalkan kehilangan untuk
mempertahankan urine jernih.
(6) Setelah kateter dilepas ukur urine setiap berkemih.
Observasi kekuatan aliran.
Rasional : Berkemih dapat berlanjut menjadi masalah
untuk menjadi beberapa waktu karena edema
uretra dan kehilangan terus.
c) Nyeri akut berhubungan dengan spasme kandung kemih dan
insisi sekunder prostatektomi.
Tujuan : Nyeri berkurang/hilang.
Kriteria hasil : Melaporkan nyeri hilang/terkontrol,
menunjukkan penggunaan keterampilan
relaksasi dan aktivitas terapeutik sesuai
indikasi untuk situasi individu, tampak
rileks, tidur/istirahat dengan tepat.
(1) Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas berdasarkan
PQRST.
Rasional : Nyeri tajam, intermiten dengan dorongan
berkemih/pasase urine disekitar kateter
menunjukkan spasme kandung kemih yang

15
cenderung lebih berat pada pendekatan
suprapubik atau TUR (biasanya menurun
setelah 48 jam).
(2) Pertahankan patensi kateter, dan system drainase,
pertahankan selang bebas dari lekukan dan bekuan.
Rasional : Mempertahankan fungsi kateter dan drainase
system, menurunkan sistensi kandung kemih.
(3) Berikan pasien informasi yang akurat tentang kateter,
drainase dan spasme kandung kemih.
Rasional : Menghilangkan ansietas dan meningkatkan
kerjasama dengan prosedur tertentu.
(4) Berikan tindakan kenyamanan (sentuhan terapeutik,
pengubahan posisi, pijatan punggung) dan aktivitas
terapeutik, dorong penggunaan tehnik relaksasi (nafas
dalam).
(5) Kolaborasi dalam pemberian analgetik dan spasmodik.
d) Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
dan adanya luka.
Tujuan : Tidak terjadi infeksi
Kriteria hasil : Suhu tubuh (36-37ºC), tidak ada tenda-tanda
infeksi.
Intervensi :
(1) Awasi tanda-tanda vital, terutama suhu, nadi dan respirasi.
Rasional : Mengetahui perkembangan lebih lanjut
terutama suhu (36-37ºC).
(2) Pertahankan sistem kateter steril.
Rasional : Mencegah pemasukan bakteri dan
infeksi/sepsis lanjut.

16
(3) Ambulasi dengan kantung drainase dependen.
Rasional : Menghilangkan refeks balik urine, yang dapat
memasukkan bakteri kedalam kandung kemih.
(4) Observasi drainase dari luka, sekitar kateter suprapubik.
Rasional : Adanya drain, insisi suprapubik meningkatkan
resiko untuk memberikan media untuk
pertumbuhan bakteri, peningkatan resiko
infeksi luka.
(5) Ganti balutan dengan sering, pembersihan dan pengeringan
kulit sepanjang waktu.
Rasional : Balutan basah menyebabkan kulit iritasi dan
memberikan media untuk pertumbuhan
bakteri, peningkatan resiko infeksi luka.
e) Resiko tinggi terhadap disfungsi sekunder berhubungan dengan
ancaman konsep diri atau perubahan status kesehatan.
Tujuan : Gangguan disfungsi seksual tidak terjadi.
Kriteria hasil : Tampak rileks dan melaporkan ansietas
menurun sampai tingkat derajat diatasi,
menyatakan pemahaman situasi individual
menunjukkan ketrampilan pemecahan
masalah.
Intervensi :
(1) Bina hubungan saling percaya.
Rasional : Menunjukkan perhatian dan keinginan untuk
membantu, membantu tentang subyek
sensitive.
(2) Berikan informasi akurat tentang harapan kembalinya
fungsi seksual.
Rasional : Impotensi fisiologis terjadi bila saraf perineal
dipotong selama prosedur radikal, pada

17
pendekatan lain, aktivitas seksual dapat
dilakukan biasa dalam 6-8 minggu.
(3) Diskusikan dasar anatomi, jujur dalam menjawab pertanyan
pasien.
Rasional : Saraf pleksus mengontrol aliran secara
posterior ke prostat melalui kapsul pada
prosedur yang tidak melibatkan kapsul prostat,
impotent dan sterilitas biasanya tidak menjadi
konsekuensi, prosedur bedah mungkin tidak
memberikan pengobatan permanent dan
hipertrofi dapat berulang.
(4) Instruksikan latihan perineal dan interupsi/kotinu aliran
urine.
Rasional : Meningkatkan peningkatan kontrol otot
kontinensia urine dan fungsi seksual.
(5) Kolaborasi dengan tim medis (penasehat seksual) sesuai
indikasi.
Rasional : Masalah menetap/tidak teratasi memerlukan
intervensi professional.

c. Pelaksanaan
Intervensi keperawatan adalah preskripsi untuk perilaku
spesifik yang diharapkan dari pasien atau tindakan yang harus
dilakukan oleh perawat. Tindakan/intervensi keperawatan dipilih untuk
membantu pasien dalam mencapai hasil yang diharapkan dan tujuan
pemulangan. Harapnnya adalah bahwa perilaku yang dipreskripsikan
akan menguntungkan pasien dan keluarga dalam cara yang diprediksi,
yang berhubungan dengan masalah yang diidentifikasi dan tujuan yang
telah dipilih. Intervensi mempunyai maksud mengindividualkan
perawatan dengan memenuhi kebutuhan spesifik pasien.

18
d. Evaluasi
Adalah tahap akhirdalam proses keperawatan.Dimana dalam
evaluasi, perawat dapat melakukan penilaian terhadap keefektifan
tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien.
Adapun evaluasi yang didapat dari pelaksanaan diatas :
1) Pre Operasi
a) Berkemih dalam jumlah cukup dan normal
b) Nyeri terkontrol / hilang
c) Volume cairan adekuat
d) Tidak terjadi infeksi
e) Pengetahuan pasin bertambah
f) Istirahat tidur pasien terpenuhi
2) Post Operasi
a) Perdarahan minimal atau tidak terjadi perdarahan
b) Pola eliminasi kembali normal
c) Nyeri berkurang / hilang
d) Tidak terjadi infeksi
e) Gangguan disfungsi seksual tidak terjadi

19
Faktor usia gangguan hormon

Perubahan keseimbangan hormone testoteron dan estrogen

Konversi testoreron menjadi estrogen pada jaringan adipose di perifer

Hyperplasia stroma

Pembesaran prostat

Resistensi pada leher vesika dan daerah prostat meningkat

destrusor menjadi lebih tebal

Dekompensasi

Pre operasi Post operasi


     
Gejala obstruksi Retensi urine Retensi kronik Nyeri akut Gejala iritatif : Perdarahan post Nyeri pada penis
   Nocturia operasi Melakukan
Hesistency tidak tuntas pada Refluks Dysuria Cairan drain hubungan sex bila
Intermittency akhir miksis vesikoureter merah lebih dari 3 telah post operasi
Terminal dibbling  Hirdroureter Endapan Gangguan hari dari 6 – 8 minggu
Pancaran miksi Kemacetan total Hidronetrosis (batu) Istirahat tidur  
lemah  Gagal ginjal PK Hemoragik resiko terhadap
Rasa belum puas Tidak mampu  infeksi iritasi sistitis disfungsi seksual
sehabis kencing miksis Miksi mengedan  Pasien tidak tahu
   hematuria tentang Adanya luka post
Retensi urine Tekanan intra Hernia /  penyakitnya operasi Pasien terpasang
 vesika me haemoroid Resiko tinggi Pasien kurang Nyeri luka post three way
Gejala iritatif  terhadap mengerti tentang operasi
Bertambahnya Inkontiestia kekurangan tindakan operasi Perubahan pola
frekuensi miksi Paradoks volume cairan  Resiko infeksi eliminasi BAK
Urgency  Kurang Nyeri akut
Resiko terjadi pengetahuan
infeksi
Sumber: Sjamsuhidajat & Win de Jong, (2005)
20 Doenges.M.E (1999), Barbara Engram (1999)
B. Tinjauan Kasus
1. Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada tanggal 2 Mei 2008 pukul 13.00 wita di
Ruang C (Bedah) RSUD Sanjiwani Gianyar dengan teknik wawancara,
observasi, pemeriksaan fisik dan catatan medis.
a. Pengumpulan Data
1) Identitas Pasien Penanggung
Nama WL GA
Umur 58 tahun 47 tahun
Jenis kelamin Laki-laki Laki-laki
Status Kawin Kawin
Pendidikan SMA SMA
Agama Hindu Hindu
Suku/bangsa Bali/Indonesia Bali/Indonesia
Alamat Br. Beng Gianyar Br. Beng Gianyar
No CM 219517

2) Alasan Dirawat
a) Keluhan Utama
(1) Keluhan utama saat masuk rumah sakit
Pasien mengeluh sulit kencing dan kencing sedikit-sedikit
(2) Keluhan utama saat pengkajian
Pasien mengatakan takut dengan tindakan operasi yang
akan dilakukan karena sebelumnya pasien tidak pernah
menjalani operasi.
b) Riwayat Penyakit
Pasien mengatakan sejak Juni 2007 sudah mengalamikesulitan
dalam kencing, kencing sedikit-sedikit dan sulit memulai
kencing. Pasien juga mengatakan nyeri pada oerut bagian
bawah saat BAK, kemudian pasien berobat ke dokter swasta
dan dianjurkan untuk menjalani pengobatan rutin, karena
menggunakan kateter. Pasien mengatakan rajin memeriksakan
dirinya ke dokter setiap 3 minggu sekali untuk mengganti
kateternya dan diberikan antibiotik oleh dokter, pasien

21
dikatakan menderita penyakit pada kelenjar. Selain minum obat
dari dokter, pasien juga biasa minum jamu tradisional. Pada
tanggal 7 Januari 2007 pasien mencoba menggunakan
pengobatan alternatif. Pada saat menjalani penggobatan
alternatif kateter pasien terlepas, sehingga pasien kembali
menggalami kesulitan dalam BAK. Akhirnya pasien berobat ke
RSUD Sanjiwani Gianyar pada tanggal 8 Desember 2007 dan
oleh dokter di UGD didiagnosa BPH dan dianjurkan untuk
menjalani operasi. Karena pasien merasa takut untuk menjalani
operasi dan terbentur masalah biaya, akhirnya pasien memilih
untuk menjalani rawat jalan. Pasien rajin kontrol dan
mengganti kateter setiap 2 minggu sekali ke RSUD Sanjiwani
Gianyar. Pada tanggal 30 April 2008 pukul 16.00 wita,
menjalani rawat inap di ruang Arjuna. Di Ruang Arjuna
dilakukan pemeriksaan laboratorium, foto thorak dan observasi
keadaan umum, USG.Tanggal 2 MEI 2008 pukul 13.00 wita,
pasien dipindahkan ke Ruang C (Bedah). Di Ruang C (Bedah)
dilakukan persiapan operasi seperti persiapan informed consent
dan pencukuran area operasi, kemudian tanggal 3 Mei 2008
pasien menjalani operasi.
c) Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengatakan tidak pernah menderita penyakit seperti
ginjal, hipertensi, kanker, DM, jantung. Pasien mengatakan
sebelumnya tidak pernah menjalani operasi.
d) Riwayat Penyakit Dalam Keluarga
Pasien mengatakan dalam keluarga tidak ada yang menderita
penyakit yang sama dengan pasien dan tidak ada yang
menderita penyakit yang sama dengan pasien dan tidak ada
yang menderita penyakit ginjal,asma,jantung,kanker.
e) Diagnosa medis
BPH Grade II + Retensi Urine

22
f) Therapi tanggal 2 Mei 2008
IVFD RL 20 tetes/menits
g) Terapi tanggal 2 mei 2008
IVFD RL 20 tetes/menit
3) Data Bio-psiko-sosial-spiritual
a) Data Biologis
(1) Bernafas
Sebelum sakit dan saat pengkajian pasien mengatakan tidak
mengalami gangguan dalam menarik maupun dalam
menghembuskan nafas.
(2) Makan dan minum
Makan : Sebelum dan sesudah sakit pasien mengatakan
biasa makan 3 kali sehari dengan komposisi
nasi, lauk dan sayuran yang disediakan, pasien
juga kadang-kadang makan buah-buahan, saat
pengkajian pasien mengatakan makan 3 kali
sehari dengan menu nasi, lauk dan sayuran
(sesuai dengan menu yang disediakan di RS).
Pasien makan habis 1 porsi.
Minum : Sebelum sakit pasien mengatakan bias minum 5-
6 gelas setiap hari (+ 1000-1200 cc/hari). Dan
saat pengkajian pasien minum 4-6 gelas perhari
(+ 800-1200 cc/hari)
(3) Eliminasi
BAB : Sebelum sakit dan saat pengkajian pasien
mengatakan biasa BAB 1 x sehari dengan
konsistensi lembek, warna kuning kecoklatan,
dan bau khas feses.
BAK : Sebelum sakit pasien mengatakan biasa BAK 4-
5 kali sehari dengan konsistensi encer, bau khas
urine dan warna kuning jernih. Pada saat

23
pengkajian pasien terpasang kateter, volume +
100 cc aliran urine dalam kateter lancer, warna
kuning jernih konsistensi encer, bau khas urine.
(4) Gerak dan aktivitas
Sebelum pasien pasien sakit mengatakan tidak mengalami
kesulitan dalam gerak aktivitasnya sehari-hari. Saat
pengkajian pasien mengatakan mampu memenuhi
kebutuhan sehari-harin7ya seperti mandi, makan, BAB, dan
BAK.
(5) Istirahat dan tidur
Sebelum sakit pasien mengatakan tidak mengalami
kesulitan dalam istirahat dan tidur. Pasien biasa tidur 7-8
jam, pasien tidur malam pukul 22.00 wita. Pasien tidak
terbiasa tidur siang. Saat pengkajian pasien mengatakan
tidur 7-9 jam, pasien tidur pada malam hari pukul 21.00
wita dan bangun pukul 05.00 wita dan pasien kadang-
kadang tidur siang + 1 jam.
(6) Kebersihan diri
Sebelum sakit pasien mengatakan bias mandi 2x sehari,
ganti pakaian 1x sehari, gosok gigi 2x sehari dan cuci
rambut 2x seminggu. Saat pengkajian pasien hanya bias
dilap dan pasien dalam keadaan bersih.
(7) Pengaturan suhu tubuh
Saat pengkajian pasien mengatakan tidak pernah
mengalami peningkatan suhu tubuh.

b) Data Psikologi
(1) Rasa Nyaman
Saat pengkajian pasien mengeluh nyeri saat kencing, pasien
mengatakan nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk,skala

24
nyeri 4 dari 10 skala nyeri yang diberikan. Pasien meringis,
pasien merasa nyeri saat ditekan di daerah suprapubis
(2) Rasa Aman
Pasien mengatakan cemas dengan tindakan operasi yang
akan dilakukan, pasien mengatakan gelisah karena ini
operasi yang pertama, pasien tegang menghadapi operasi,
pasien gelisah
(3) Pengetahuan
Pasien mengatakan belum tahu tentang penyakitnyadan
kurang mengerti tentang tindakan pembedahan yang akan
dilakukan
c) Data Sosial
Hubungan pasien dengan keluarga dan perawat baik, begitu
pula dengan pasien lain
d) Data spiritual
Pasien beragama Hindu. Saat sakit pasien hanya dapat berdoa
di tempat tidur.
4) Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan umum
Kesadaran : Compos mentis
Postur tubuh : Tegak
Bangun tubuh : Sedang
Keadaan kulit : Turgor kulit kurang elastis, sianosis tidak
ada, edema tidak ada
b) Gejala cardinal
Suhu : 36,4ºC
Respirasi : 20 x/menit
Nadi : 70x/menit
Tekanan darah : 120/70 mmhg
c) Ukuran-ukuran
BB sebelum sakit : 65 kg

25
BB saat sakit : 70 kg
Tinggi badan : 170 cm
d) Keadaan fisik
(1) Kepala : Benjolan tidak ada, nyeri tekan tidak ada, kulit
kepala bersih, penyebaran rambut merata
(2) Mata : Konjungtiva merah muda, pupil isokhor,
gerakan bola mata terkoordinasi, nyeri tekan
tidak ada
(3) Hidung : Nyeri tekan tidak ada, secret tidak ada,
pembesaran polip tidak ada
(4) Telinga : Nyeri tekan tidak ada, serumen tidak ada,
pendengaran baik
(5) Mulut : Mukosa bibir kering, lidah bersih, stomatitis
tidak ada, gigi bersih,pembesaran tonsil tidak
ada
(6) Leher : Nyeri tekan tidak ada,tidak ada pembesaran
vena jugularis, kelenjar tiroid dan limfe
(7) Thorax : Retraksi otot dada tidak ada, dada simetris
(8) Abdomen : Asites tidak ada, distensi abdomen tidak ada,
peristaltik usus 8x/menit, terdapat nyeri tekan
di bawah suprapubis
(9) Ekstremitas
Atas : pergerakan terkoordinasi, edema tidak ada,
sianosis tidak ada, terpasang infus IVFD RL
20 tetes/menit
Bawah : Pergerakan terkoordinasi, terdapat reflek
patella, edema tidak ada, sianosis tidak ada
Kekuatan otot ekstremitas atas dan bawah :
555 555

555 555

26
(10) Genetalia : Terpasang kateter, keadaan kulit disekitar
orificium bersih, tidak terdapat lesi
(11) Anus : Tidak diobservasi
5) Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan Hematologi : tanggal 2 Maret 2008
Kimia darah Hasil Normal
Gula darah
- Puasa - 50-100 mg/dl
- 2 jam PP - 85-125 mg/dl
- Sewaktu 78 < 150 mg/dl
Bilirubin total 0,32 0,2-1 mg/hg
Bilirubin direk 0,10 0,05-0,3 mg/dl
Bilirubin indirek 0,22 0-0,75 mg/dl
AST/SGOT 10 L= 14 – 37 u/L
P= 11- 31 u/L
ALT/SGPT 11 L= 6-40 u/L
P= 5-31 u/L
Alkali fosfatase 157 Anak = 110-360 u/L
Dws = 35-110 u/L
Protein - 6-8-88 gr/dl
Albumin - 3-8-4,4mg/dl
Globulin - 3-4,4 mg/dl
Ureum 30 10-40 mg%
Kreatinin 1,5 L = 0,6-1,1 mg/dl
P = 0,5-0,9 mg/dl
Asam urat - L = 3,4-7 mg/dl
P = 2,4-5,7 mg/dl
Kolestrol total - 100-220 mg/dl
Kolestrol HDL - 46-65 mg/dl
Kolestrol CDL - < 150 mg/dl
Trigliserida - < 150 mg/dl
Natrium 143 135-155 mg/dl
Kalium 3,8 3,6-5,5 mmol/L
Clorida 110 95-108 mmol/L

b) Pemeriksaan Faal Hemostasis 4 Maret 2008


Jenis pemeriksaan Hasil Nilai normal
Masa perdarahan 3 menit 1-6 menit
Masa pembekuan 7 menit 10-15 menit

27
APPT 33,8 detik 27,0-39,0 dtk
PT 16,5detik 13,5-18-5 dtk

c) Pemeriksaan laboratorium tanggal 30 April 2008


Hasil Satuan Nilai Normal
WBC 6,6 103 /uL 4,0-4,9
RBC 4,20 106 /uL 3,80-5,30
5
HGB 12,3 /dl 12,0-18,0
HCT 36,1 % 34,0-48,0
MCV 86,0 FL 80,0-106
MCH 29,3 P5 27,0-32,0
5
MCHC 34,1 /dl 32,0-36,0
PLT 228 103 /uL 120-130
% %
Ly 46,0 3,0 11,0-49,0
Mo 6,7 0,4 0,0-9,0
Gr 47,3 3,2 42,0-85,0
Eo < 0,7
RDW 13,2 % 11,5-14,5
PCT 0,88 % 0,08-1,00
MPV 3,7 L FL 6,0-8,0
PPW 18,1 H % 10,0-15,0

d) Pemeriksaan BOF tanggal 27 Desember 2007


Sebaran dan kaliber udara lumen usus normal
Kontur ginjal tidak tervisualisasi
Garis psoas kiri normal, kanan tidak tervisualisasi
Marginal spur formation pada korpus verleb
Pada daerah sepanjang proy, Ar Urinarius tidak tampak batu
e) Pemeriksaan thorax tanggal 27 Desember 2007
Kesan : Paru / jantung normal
f) USG tanggal 1 Mei 2008
Ginjal
Ukuran dan bentuk normal tepi rata, batas danperbandingan
korteks medulla spinalis, system pelviokalises tak melebar,
batu (-) ekhostruktur parenkim normal
Buli
Ukuran, bentuk normal, dinding tak melebar, batu (-)

28
Prostat
Ukuran 47X44X3 cm, ekhostruktur normal, tepi rata,
klasifikasi (-)
Kesan : sesuai BPH, ginjal dan buli tidak tampak kelainan
Diagnosa : BPH grade II + retensi urine
Pemeriksaan
g) Pemeriksaan EKG tanggal 2 Mei 2008
Kesimpulan : Sinus bradycardi 59 X/menit
Axis normal
6) Data Tambahan
a) Intra Operasi
Operasi dilakukan tanggal 3 Mei 2008 pukul 09.00 wita.
Kemudian dilaksanakan anastesi pukul 09.05 wita dengan
regional anastesi menggunakan tehnik Block Spinal Anastesi
(BSA). Obat anastesi yang digunakan adalah marcain 0,5%
4cc, fentanyl 10mg. setelah dilakukan anastesi posisikan pasien
terlentang kemudian desinfeksi lapangan operasi dengan
betadine, dilanjutkan NaCl steril. Incisi linier mideal sepanjang
+ 10 cm, kemudian buli-buli dibersihkan, perdarahan di dep
dan dilakukanopen prostatektomi. Perdarahan yang muncul
dirawat, dipasang threeway kateter, dilakukan spoel, klem
kateter. Setelah itu uretra post prostatektomi dijahit. Balon
kateter diisi air steril 40 cc. kemudian traksi sampai lutut
dekstra, keluar cairan jernih langsung difixasi. Luka operasi
ditutup lapis demi lapis. Operasi selesai pukul 11.30 wita.
Setelah opersi pasien diobservasi di Recovery Room. TD :
100/50 mmHg, N :58x/menit, R : 20x/menit, S : 36,2ºC. karena
keadaan pasien masih lemah, pasien dibawa keruang ICU
untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut. Hari ke-0 pasien
dipuasakan. Setelah 6 jam dianjurkan untuk miring kiri dan
miring kanan.

29
Obat premedikasi : Milos 1 mg
Diagnosa medis (tanggal 3 Mei 2008) : Post Prostatektomi.
b) Post Operasi
Pasien diterima di ruang ICU pukul 11.45 wita dalam keadaan
sabar. Pengkajian dilakukan tanggal 3 Mei 2008 pukul 17.00
wita dengan terdapat luka post operasi diperut bagian bawah
sepanjang + 10 cm. Terdapat luka penusukan drain, gaas
penutup luka bersih,. Terpasang threeway, ada distensi kandung
kemih, pasien mengatakan aktivitasnya masih dibantu, pasien
mengatakan badannya lemah, pasien tampak berbaring di
tempat tidur, pasien dibantu dalam memenuhi ADLnya oleh
keluarga. Pasien juga mengatakn nyeri pada luka post operasi
dan alat kelamin bila irigasi tidak lancar, pasien menahan rasa
sakit, skala nyeri 5 dari 10 skala nyeri yang diberikan.
Diagnosa post operasi : Prostatektomi
Therapi :
- Transamin 3 x 1 ampul IV perset
- Klanexi 3 x 1 ampul IV perset
- Vit K 3 x 1 ampul IV perset
- Cetorolak 3x 1 ampul IV perset
IVFD RL 30 tetes /menit
D 5% + pethidin + scelto 100 mg ; 60 mg 20 tetes /menit
Hasil pemeriksaan lab tanggal 3 Mei 2008 :
Hasil Satuan Nilai normal
WBC 15,91 0,…/uL 4,0-9,0
RBC 3.58 10…/uL 3,80-5,30
HGB 10,4 …/dl 12,0-18,0
HCT 30,9 % 34,0-48,0
MCV 86,1 FL 80,0-106
MCH 29,1 …/dl 27,0-32,0
MCHC 33,7 10…/uL 32,0-36,0

30
PLT 21,9 120-380
(%) (10…/uL) (%)
Ly 20,5 3,3 11,0-49,0
Mo 32 0,5 0,0-9,0
Gr 76,3 3,2 42,0-85,0
Eo - < 0,7 -

b. Analisa Data

TABEL 1
ANALISA DATA PASIEN WL DENGAN
BPH GRADE II + RETENSI URINE POST PROSTATEKTOMI
HARI KE – 0 DI RUANG C (BEDAH)
RSUD SANJIWANI GIANYAR
TANGGAL 8 S/D 11 MEI 2007

No Data Subyektif Data Obyektif Kesimpulan


1 2 3 4
Pre Operasi
1 - Pasien mengeluh nyeri saat - Terdapat nyeri - Nyeri akut
kencing tekan pada
daerah
suprapubis
- Pasien mengatakan nyeri - Pasien meringis
seperti ditusuk-tusuk - Skala nyeri 4
dari 10 skala
nteri yang
diberikan

2 - Pasien mengatakan belum - Pasien tegang, - Kurang


tahu tentang penyakitnya pasien gelisah pengetahuan

3 - Pasien mengatakan kurang - Terpasang - Resiko


mengerti tentang tindakan kateter terjadinya
operasi dan pengobatan - WBC 6,6 infeksi

31
1 2 3 4
setelah operasi 10../uL

Post Operasi
1 - Pasien mengatakan - Pasien lemah - Intoleransi
aktivitasnya masih dibantu - Pasien tampak aktivitas
- Pasien mengatakan berbaring di
badannya masih lemah tempat tidur
- Pasien dibantu
dalam
memenuhi ADL
oleh keluarga
- Terpasang
kateter dan
cairan irigasi
- N= 56x/menit

- Terdapat luka
2 - post operasi di - Resiko
perut bagian terjadinya
bawah dengan infeksi
panjang + 10
cm, terdapat
luka tusukan
drain,
- WBC : 15,9
10.../uL
- Gaas penutup
luka masih
bersih

- Distensi
3 - Paien mengatakan tidak kandung - Perubahan pola
terasa saat kencing kemih eliminasi urine
- Terpasang
Three Way

- Pasien menahan
4 - Pasien mengatakan nyeri rasa sakit - Nyeri akut
pada luka post operasi - Skala nyeri 5
- Pasien mengatakan nyeri dari 10 skala
pada alat kelamin bila nyeri yang
irigasi tidak lancar diberikan

32
c. Rumusan Masalah
1) Pre Operasi
a) Nyeri akut
b) Kurang pengetahuan
c) Resiko terjadinya infeksi
2) Post Operasi
a) Perubahan pola eliminasi urine
b) Intoleransi aktivitas
c) Resiko terjadinya infeksi
d) Nyeri akut
d. Analisa Masalah
1) Pre Operasi
a) P : Nyeri akut
E : Inflamasi dan spasme otot sekunder akibat BPH
S : Pasien mengeluh nyeri saat kencing, pasien mengatakan
nyeri seperti ditusuk-tusuk, terdapat nyeri tekan pada
daerah suprapubis, skala nyeri 4 dari 10 skala nyeri yang
diberikan, pasien meringis.
Proses terjadi :
Karena ketidakseimbangan hormonal maka akan timbul
pembesaran prostat dengan adanya pembesaran prostat
akan sumbatan aliran kencing dan ini akan mendesak
jaringan prostat keperifer, kemudian saraf-saraf yang ada
pada perifer dibawa kespinal cord kemudian ke
hipotalamus dan diinterprestasikan sebagai rasa nyeri.
Akibat bila tidak ditanggulangi :
Dapat mengganggu istirahat tidur dan gerak aktivitas
sehingga ADL pasien menjadi ketergantungan.
b) P : Kurang pengetahuan
E : Kurangnya informasi

33
S : Pasien mengatakan belum tahu tentang penyakitnya.
Pasien mengatakan kurang mengerti tentang tindakan
operasi dan pengobatan setelah operasi, pasien, tegang,
pasien gelisah.
Proses terjadinya :
Karena kurangnya informasi mengenai tindakan
pembedahan dan persiapan operasi yang akan dilakukan
serta pengobatannya menyebabkan pengetahuan pasien
tentang hal tersebut kurang dan itu juga dapat menahan
kekhawatiran pasien dalam menghadapi operasi

Akibat bila tidak ditanggualangi :


Pasien semakin cemas dan tidak kooperatif sehingga akan
memperlambat proses penyembuhan.
c) P : Terjadi terjadi infeksi
Faktor resiko terpasang kateter, WBC 6,6 10…u/L
Proses terjadi :
Karena masuknya benda asing kedalam tubuh, dapat
menjadi vektor secara tidak langsung masuknya kuman
kedalam tubuh. Jika pada saat pemasangan tidak dijaga
kesterilan dan kebersihannya sehingga kuman terus
berkembang, maka infeksi pada organ yang terpasang alat
akan terjadi.
Akibat bila tidak ditanggulangi :
Dapat menyebabkan infeksi dan lama-kelamaan jika tidak
ditangani bisa menjadi resiko sepsis.
2) Post Operasi
a) P : Perubahan pola eliminasi urine
E : Efek-efek pembedahan spinkter kandung kemih sekunder
pasca prostatektomi

34
S : Pasien mengatakan aktivitasnya masih dibantu. Pasien
mengatakan badannya masih lemh
Proses terjadinya :
Adanya prosedur pembedahan dan pemasangan kateter
yang akan mempengaruhi pengontrolan proses miksi
sehingga menyebabkan terjadinya perubahan pada pola
miksi.
Akibat bila tidak ditanggulangi :
Pasien menjadi ketergantungan dan proses miksi tidak
normal
b) P : Intoleransi aktivitas
E : Kelemahan umum sekunder terhadap pembedahan
S : Pasien mengatakan aktivitasnya masih dibantu, pasien
mengatakan badannya lemas, pasien berbaring di tempat
tidur, pasien dibantu memenuhi ADLnya oleh keluarga
Proses terjadinya :
Pembedahan pada BPH dilakukan Block Spinal Anastesi
(BSA) yang berakibat penurunan fungsi ekstremitas
bagian bawah. Penurunan fungsi dan kelemahan ini
mempengaruhi gerak aktivitas pasien sehingga untuk
sementara waktu pasien berada dalm kondisi
mobilisasihal inimempengaruhi perubahan aktivitas
pasien.
Akibat bila tidak ditanggulangi :
Akan mengakibatkan ketergantungan dalamperawatan
diri dan menghambat proses penyembuhan
c) P : Resiko terjadinya infeksi
Faktor resiko : terdapat luka post operasi di perut bagian bawah
dengan panjang + 10 cm, terdapat luka penusukan drain,
WBC 15,9 10…u/L, gaas penutup luka masih bersih.

35
e. Diagnosa Keperawatan
1) Pre Operasi
a) Nyeri akut berhubungan dengan Inflamasi dan spasme otot
sekunder akibat BPH di tandai dengan pasien mengeluh nyeri
saat kencing, pasien mengatakan nyeri seperti ditusuk-tusuk,
terdapat nyeri tekan pada daerah suprapubis, skala nyeri 4 dari
10 skala nyeri yang diberikan, pasien meringis.
b) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
ditandai dengan pasien mengatakan belum tahu tentang
tindakan operasi dan pengobatan setelah operasi, pasien tegang,
pasien gelisah
c) Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan factor resiko
terpasang kateter WBC 6,6 10…u/L.
2) Post Operasi
a) Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan Efek-efek
pembedahan spinkter kandung kemih sekunder pasca
prostatektomi ditandai dengan pasien mengatakan tidak terasa
saat kencing, distensi kandung kemih, terpasang three way
kateter.
b) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan Kelemahan umum
sekunder terhadap pembedahan ditandai dengan pasien
mengatakan aktivitasnya masih dibantu, pasien mengatakan
badannya lemas, pasien berbaring di tempat tidur, pasien
dibantu memenuhi ADLnya oleh keluarga, terpasang kateter
dan cairan irigasi, nadi : 58x/menit.
c) Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan Faktor resiko
terdapat luka post operasi di perut bagian bawah dengan
panjang + 10 cm, terdapat luka penusukan drain, WBC 15,9
10…u/L, gaas penutup luka masih bersih.
d) Nyeri akut berhubungan dengan spasme kandung kemih dan
insisi sekunder prostatektomi ditandai dengan pasien

36
mengatakan nyeri pada luka post operasi, pasien mengatakan
nyeri pada alat kelamin bila irigasi tidak lancar, pasien tampak
menhan rasa sakit skala nyeri 5 dari 10 skala nyeri yang
diberikan.

2. Perencanaan
a. Prioritas Masalah Keperawatan
Berdasarkan keluhan pasien dan berat ringannya masalah :
1) Pre Operasi
a) Kurang pengetahuan
b) Nyeri akut
c) Resiko terjadinya infeksi
2) Post Operasi
a) Nyeri akut
b) Perubahan pola eliminasi urine
c) Intoleransi aktivitas
d) Resiko terjadinya infeksi

37
b. Rencana Keperawatan

Table 2
RENCANA PERAWATAN PADA PASIEN WL
DENGAN BPH GRADE II + RETENSI URINE POST PROSTATEKTOMI
HARI KE - 0 DI RUANG C (BEDAH) RSUD SANJIWANI GIANYAR
TANGGAL 2 S/D 5 MEI 2007

Hari/tgl/
No Diagnosa keperawatan Rencana Tujuan Rencana Tindakan Rasional
jam
1 2 3 4 5 6
1 Pre Op Kurang pengetahuan Setelah diberikan asuhan 1. Kaji tingkat pengetahuan 1. Untuk mengetahui berapa banyak
Selasa berhubungan dengan keperawatan selama 1x pasien pengetahuan pasien tentang
08/5/07 kurangnya informasi 30 menit diharapkan 2. Berikan penjelasan tentang pembedahan dan persiapan
12.00 ditandai dengan pasien pengetahuan pasien tindakan pembedahan yang 2. Pasien menjadi mengerti dan tahu
wita mengatakan belum bertambah dengan akan dilakukan tentang tindakan pembedahan yang
tahu tentang kriteria hasil: 3. Berikan penjelasan tcntang akan dilakukan sebelum operasi
penyakitnya. 1. Pasien dapat hal-hal apa yang harus 3. Pasien dapat mengetahui persiapan
Pasien mengatakan mengetahui tindakan dilakukan sebelum operasi apa saja yang dapat dilakukan
kurang mengerti dan persiapan pre 4. Evaluasi kembali sebelum operasi
tentang. tindakan operasi pemahaman pasien tentang 4. Mengetahui seberapa jauh
operasi dan pengobatan 2. Pasien tenang penjelasan yang diberikan pemahaman pasien tentang
setelah operasi, pasien 3. Pasien mau 5. Beri penguatan informasi tindakan pembedahan
tegang, pasien gelisah berpatisipasi dalam pasien yang telah diberikan 5. Memungkinkan pasien untuk
pengobatan sebelumnya mcnerima kenyataan dan
6. Kaji tingkat kecemasan menguatkan kepercayaan pada
pemberi perawatan dan pemberian
informasi

38
1 2 3 4 5 6
6. Untuk mengetahui kesiapan pasien
dalam menjalani operasi
2 Selasa Nyeri akut Setelah diberikan asuhan 1. Observasi vial sign tiap 8 1. Dengan mengobservasi vital sign
08/5/07 berhubungan dengan keperawatan selama 1 x jam dapat diketahui tingkat nyeri pasien
12.30 inflamasi dan spasme 24 jam diharapkan rasa 2. Kaji skala nyeri pasien, 2. Dapat membantu dalam
wita otot sekunder akibat nyeri bisa berkurang lokasi dan intensitasnya menentukan pilihan atau
BPH ditandai dengan pasien bertambah dengan (PQRST) keefektifan intervensi
pasien mengeluh nyeri kriteria hasil : 3. Ajarkan tehnik relaksasi 3. Tehnik relaksasi nafas dalam akan
saat kencing, pasien 1. Pasien tidak meringis nafas dalam merilekskan otot-otot dada
mengatakan nyeri tagi 4. Ajarkan tehnik distraksi 4. Dapat mengalih perhatian pasien
seperti ditusuk-tusuk, 2. Pasien mengatakan (mengajak ngobrol) sehingga tidak terfokus pada nyeri
terdapat nyeri tekan nyerinya berkurang 5. Kolaborasi pemberian 5. Dapat mengurangi nyeri
pada daerah saat kencing analgesik
suprapubik, skala nyeri 3. Skala nyeri 2 dari 10
4 dari 10 skala nyeri skala nyeri yang
yang diberikan. diberikan
4. N ; 60-100 x/mnt

3 Selasa Resiko terjadinya Setelah diberikan asuhan 1. Observasi keadaan umum 1. Mengidentifikasi adanya kemajuan
08/5/07 infeksi berhubungan keperawatan selama 1 x pasien dan tanda vital tiap atau penyimpangan dari hasil yang
12.30 dengan factor resiko 24 jam diharapkan rasa 8 jam terutama suhu diharapkan
wita terpasang kateter WBC nyeri bisa berkurang 2. Rawat kateter tiap hari 2. Dengan merawat kateter dapat
6,6 103 u/L dengan kriteria hasil : 3. Observasi tanda-tanda mencegah penyebaran kuman dan
1. Tanda-tanda infeksi infeksi seperti: rubor, infeksi
tidak terjadi seperti kalor, dolor, tumor, dan 3. Tanda infeksi yang diketahui dini
rubor, kalor, dolor, fungsi laesa memungkinkan pemberian tindakan
tumor, dan fungsi 4. Anjurkan pada pasien pengobatan lebih cepat

39
1 2 3 4 5 6
laesa menjaga kcbersihan kulit 4. Dapat mengurangi penyebaran
2. Suhu ; 36-370C disekitar kemaluan kuman-kuman ke genetalia
3. WBC dalam batas 5. Pantau hasillaboratorium 5. Salah satu indikator terjadinya
normal (WBC) infeksi adalah meningkatkan hasil
4. Warna urine kuning laboratodum (WBC)
jernih

4 Post Op Nyeri akut Setelah diberikan asuhan 1. Kaji nyeri, perhatikan 1. Nyeri tajam, intermiten dengan
Rabu berhubungan dengan keperawatan selama 2x 24 lokasi, intesitas dorongan berkemih / pasase urine
09/5/07 spasme kandung kemih jam diharapkan rasa nyeri berdasarkan PQRST disekitar kateter menujukkan
16.00 dan insisi sekunder berkurang / hilang dengan 2. Pertahankan patensi kateter spasme kandung kemih
wita pada prostatektomi kriteria hasil : dan sistem drainase 2. Mempertahankan fungsi kateter dan
ditandai dengan pasien 1. Nyeri terkontrol Pertahankan selang bebas drainase sistem menurunkan resiko
mengatakan nyeri pada /hilang dari lekukan dan bekuan distensi / kandung kemih
luka post operasi, 2. Pasien rileks 3. Berikan tindakan kenya- 3. Menurunkan tegangan otot,
pasien mengatakan 3. Skala nyeri 2 dari 10 manan (sentuhan, memfokuskan kembali perhatian
nyeri pada alat kelamin sktda nyeri yang terapeutik perubahan dan dapat meningkatkan
bila irigasi tidak lancar, diberikan posisi, pijatan punggung) kemampuan koping
pasien menahan rasa dan aktivitas terapeutik. 4. Menghilangkan ansietas dan
sakit, skala nyeri 5 dari Dorong penggunaan meningkatkan kerjasama dengan
10 skala nyeri yang relaksasi (nafas dalam) prosedur tertentu
diberikan 4. Berikan pasien informasi 5. Mengurangi nyeri
yang adekuat tentang
kateter, drainase, dan
spasme kandung kemih.
5. Delegatif dalam pemberian
Cetorol 3x 1 ampul iv/set

40
1 2 3 4 5 6
5 Rabu Perubahan pola Setelah diberikan asuhan 1. Observasi saluran urine 1. Retensi dapat tcrjadi karena edema
09/5/07 eliminasi urine keperawatan selama 2x sistem kateter / drainase area bedah, bekuan darah dan
16.00 berhubungan dengan 24 jam diharapkan urine khususnya selama irigasi spasme kandung kemih
wita efek pembedahan yang ditampung jernih kandung kemih 2. Mengindikasikan perdarahan dan
spinkter kandung dengan kriteria hasil : 2. Evaluasi warna konsistensi memerlukan terapi cepat
kemih terhadap pasca 1. Keadaan cairan irigasi urine 3. Memperlancar irigasi pada selang
prostatektomi ditandai tidak tersubat 3. Pertahankan irigasi sehingga tidak ada bekuan darah
dengan pasien 2. Pasien berkemih kandung kernih kontinu 4. Mengetahui cairan yang masuk dan
mengatakan tidak dalam jumlah yang sesuai indikasi keluar untuk mencegah terjadinya
terasa saat kencing, normal tanpa retensi 4. Menghitung CMCK kekurangan cairan dalam tubuh
distensi kandung 3. Balance cairan CM = 5. Delegatif dalam tindakan 5. Mempetahankan patensi kateter/
kemih, terpasang three CK mengendorkan traksi (hari aliran urine
way 4. Pola miksi secara 1)
bertahap kembali
normal
6 Rabu Intoleransi aktivitas Setelah diberikan asuhan 1. Pantau TTV pasien 1. Pada pasien post operasi dengan
09/5/07 berhubungan dengan keperawatan selama 2x 2. Anjurkan mobilisasi secara anastesi BSA biasanya mengalami
16.00 kelemahan umum 24 jam diharapkan ADL bertahap (miring kanan, penurunan dalam TD dan nadi
wita sekunder terhadap pasien dapat terpenuhi miring kiri) 2. Mencegah kekakuan otot
pembedahan ditandai dengan kriteria hasil : 3. Anjurkan keluarga untuk 3. Meningkatkan partisipasi keluarga /
dengan pasien 1. Pasien dapat memberikan dukungan orang terdekat untuk aktif dalam
mengatakan melakukan mobilisasi dalam mobilisasi dan perawatan pasien
aktivitasnya masih secara bertahap pemenuhan ADL pasien 4. Diharapkan, pasien memahami
dibantu, pasien (miring kanan, miring 4. Diskusikan dan observasi keadaannya sekarang untuk
mengatakan badannya kiri) tingkat kelemahan klien sementara dan dapat pulih kembali
lemas, pasien 2. Pasien dapnt dan identifikasi aktivitas setelah 6-8 jam post operasi
berbaring ditempat memenuhi ADLnya yang dapat dilakukan

41
1 2 3 4 5 6
tidur, pasien dibantu 3. Pasien tidak lemah untuk klien
memenuhi ADLnya 4. Menunjukkan
oleh keluarga peningkatan
kemampuan dan
aktivitas

7 Rabu Resiko terjadinya Setelah diberikan asuhan 1. Awasi tanda-tanda vital 1. Dapat mengetahui awal
09/5/07 infeksi berhubungan keperawatan selama 2x terutama suhu perkembangan infeksi
16.00 dengan faktor resiko 24 jam diharapkan 2. Ganti balutan dengun 2. Balutan basah menyebabkan kulit
wita terdapat luka opst infeksi tidak terjadi sering, pembersihan dan iritasi dan memberikan media untuk
operasi diperut bagian dengan kriteria hasil : pengeringan kulit pertumbuhan bakteri, peningkatan
bawah dengan panjang 1. TTV dalam kendaan sepanjang waktu resiko infeksi
 10 cm, terdapat luka normal, S ; 36-37 °c 3. Observasi drainase dari 3. Adanya drain, insisi suprapubik
penusukan drain, WBC N ; 60-100 x/mnt R ; luka sekitar kateter meningkatkan resiko untuk infeksi
15,9 103 /L, gaas 18-20 x/mnt TD; suprapubik yang diindikasikan dan eritema
penutup luka bersih 110/70 - 130/80 4. Delegatif dalam 4. Sebagai pencegahan infeksi
mmHg pemberian Clanexi 3x 1
2. Luka kering ampul iv perset
3. Tidak ada tanda-tanda
infeksi

42

Anda mungkin juga menyukai