Jantung merupakan organ vital yang berfungsi untuk mengalirkan darah ke seluruh tubuh.
Sangat banyak faktor yang mempengaruhi kesehatan dan fungsi jantung mulai dari gaya
hidup, hingga faktor genetik seseorang. Namun, cacat jantung pada bayi
seringnya terjadi sejak bayi masih dalam kandungan, sehingga ia dilahirkan dengan kondisi
memiliki kelainan jantung kongenital.
Cacat jantung pada bayi ditandai dengan warna kebiruan pada kuku, kulit dan bibir.
Sedangkan masalah kesehatan yang dapat ditimbulkan karena kelainan jantung kongenital
ini dapat berupa gangguan pertumbuhan dan asupan nutrisi, serta beberapa gejala seperti
sering sesak napas, pusing, dan mudah merasa lelah. Masalah kesehatan tersebut pada
umumnya akan menghambat aktivitas penderita jantung bawaan, dan dapat muncul pada
umur yang bervariasi bahkan menetap hingga dewasa.
Kelainan katup jantung – menyebabkan gangguan aliran darah; jika katup terlalu sempit
maka darah tidak dapat mengalir dengan lancar, dan jika katup tidak dapat menutup dengan
sempurna maka terjadi kebocoran aliran darah dan darah kembali mengalir ke belakang.
Kelainan dinding jantung – terjadinya kebocoran dinding pemisah jantung sebelah kiri dan
kanan sehingga darah yang masuk bercampur dengan darah yang akan keluar dari jantung.
Kelainan otot jantung – menyebabkan jantung tidak memompa darah dengan seharusnya,
hal ini berisiko menyebabkan gagal jantung.
Kelainan pembuluh darah – menyebabkan aliran darah abnormal dari jantung menuju
organ vital lainnya atau sebaliknya. Hal ini juga dapat menyebabkan gagal jantung.
1. Faktor genetik
Cacat jantung pada bayi lebih mungkin terjadi pada keluarga dengan riwayat kelainan
jantung yang sama. Baik faktor genetik suami maupun istri dapat meningkatkan risiko
perkembangan bayi jantung abnormal pada bayi. Meskipun demikian, interaksi faktor lainnya
saat kehamilan juga dapat berpengaruh.
Perkawinan dengan hubungan kekerabatan yang terlalu dekat dapat meningkatkan risiko
berbagai kelainan bawaan, salah satunya kelainan jantung kongenital. Dalam suatu
penelitian di Pakistan, bayi yang dilahirkan dari pasangan konsanguinitas secara signifikan
memiliki risiko 2,59 kali untuk mengalami cacat pada jantung.
Kondisi gula darah tidak terkontrol, atau diabetes dan obesitas saat sebelum dan sesaat
menjalani kehamilan, dapat mengganggu perkembangan janin sehingga dapat
meningkatkan risiko melahirkan bayi dengan kelainan jantung kongenital.
4. Infeksi campak jerman (rubella)
Infeksi rubella dapat menghambat perkembangan jantung pada janin. Vaksinasi rubella
sebelum hamil adalah cara yang paling tepat mencegah hal tersebut.
Beberapa obat saat hamil dapat meningkatkan risiko perkembangan janin yang tidak
sempurna, seperti obat untuk meredakan kejang, obat ibuprofen, obat jerawat
dengan isotretinoin, obat topikal dengan retinoid, serta obat anti-depresi yang
mengandung lithium. Selain itu, beberapa jenis antibiotik dan obat antiviral yang dikonsumsi
saat ibu hamil pada trimester pertama juga meningkatkan risiko melahirkan bayi dengan
cacat jantung bawaan.
Ibu hamil dengan riwayat kondisi PKU yang tidak terkontrol dapat menyebabkan bayi yang
dikandungnya mengalami kelainan jantung kongenital. Namun hal ini dapat diatasi dengan
menerapkan pola makan yang sesuai dengan membatasi konsumsi protein.
Beberapa penelitian yang dilansir pada halaman American Heart Association menunjukkan
penggunaan narkoba dengan jenis kokain dan ganja oleh ibu hamil dapat meningkatkan
risiko dua kali lipat untuk memicu cacat jantung pada bayi. Hal yang sama juga ditemukan
pada ibu hamil yang memiliki kebiasaan merokok.
Hal ini dapat terjadi dengan sangat mudah melalui saluran pernapasan dan kulit. Terdapat
beberapa jenis bahan kimia yang dapat mengganggu perkembangan janin dalam
kandungan, di antaranya:
Hal ini dapat mempengaruhi pembentukan organ dan kesehatan seorang inidividu.
Beberapa kelainan genetik tunggal dapat meningkatkan risiko jantung bawaan, di antaranya:
Marfan syndrome
Smith-Lemli-Opitz syndrome
Ellis-van Creveld syndrome
Holt-Oram syndrome
Noonan syndrome
Mucopolysaccharidoses
Alagille syndrome
2. Kelainan kromosom
Baca Juga: