Anda di halaman 1dari 4

Kenali Craniosynostosis, Ketika

Tengkorak Kepala Bayi Tak


Terbentuk Sempurna
Oleh Andisa ShabrinaInformasi kesehatan ini sudah direview dan diedit oleh: dr. Tania Savitri - Dokter
Umum
 Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka
Twitter(Membuka di jendela
dijendela
jendela yang yang
baru)baru)
baru)
 Klik
Klik untuk
untuk berbagi
berbagi pada Tumblr(Membuka
Linkedln(Membuka
di Line didi
new(Membukadi jendela
jendela yang
yang
yangbaru)
baru)

Masa kehamilan merupakan masa yang paling penting bagi tumbuh kembang bayi. Oleh
karena itu, sudah sepatutnya ibu hamil menjaga kesehatan dan pola makannya. Namun, tak
menutup kemungkinan tetap ada risiko bayi terlahir cacat meski orangtua sudah menjaga
kehamilannya. Salah satu bentuk cacat lahir yang mungkin terjadi adalah
craniosynostosis. Craniosynostosis adalah kondisi kelainan tulang tengkorak bayi, yang
akan semakin memburuk jika tidak cepat mendapat pengobatan.

Craniosynostosis adalah kelainan bentuk


tengkorak kepala bayi
Craniosynostosis adalah kondisi cacat lahir yang menyebabkan bentuk kepala bayi tidak
normal akibat adanya kelainan pada tulang tengkorak. Tulang tengkorak bukan satu tulang
utuh yang berdiri sendiri, melainkan gabungan dari tujuh lempeng tulang yang berbeda.
Ketujuh tulang itu dihubungkan satu sama lain oleh jaringan yang disebut sutura.

Sutura yang lentur memungkinkan tulang tengkorak bisa mengembang mengikuti


pertumbuhan volume otak. Seiring berjalannya waktu, sutura semakin mengeras dan
akhirnya menutup, menyatukan ketujuh lempeng tulang itu menjadi tulang tengkorak yang
utuh.

Bayi dikatakan mengalami craniosynostosis jika satu atau beberapa jaringan sutura
menutup lebih cepat dari seharusnya. Akibatnya, otak bayi tidak bisa berkembang dengan
maksimal karena terhambat oleh tulang tengkorak yang terlanjur menyatu. Kondisi ini sangat
berbahaya karena bisa mengakibatkan munculnya beberapa gangguan dan kelainan.

Bentuk tulang tengkorak yang tidak proporsional bisa menimbulkan sakit kepala
berkepanjangan, gangguan penglihatan, serta masalah psikologis di kemudian hari.

Apa penyebab craniosynostosis?


Penyebab craniosynostosis belum diketahui pasti. Meski begitu, kadang kondisi ini
berhubungan dengan kelainan genetik seperti sindrom Apert, sindrom Pfeiffer, sindrom
Crouzon, dan masih banyak lagi. Pada beberapa kasus, craniosynostosis disebabkan oleh
perpaduan paparan zat kimia selama kehamilan dan faktor genetik.

Jenis-jenis craniosynostosis
Tergantung dari jenis sutura yang terlibat dalam percepatan penutupan tulang tengkorak,
craniosynostosis dibedakan menjadi empat tipe, yaitu:

 Sagittal. Ini adalah jenis craniosynostosis yang paling sering ditemukan. Sesuai namanya,
gangguan ini terjadi di ketika bagian sagittal suture, yang membentang dari depan ke
belakang tengkorak bagian atas (area ubun-ubun), menutup terlalu dini. Gangguan ini
menyebabkan kepala tumbuh memanjang dan agak pipih.
 Coronal. Coronal suture membentang dari telinga kanan dan kiri ke bagian atas tengkorak.
Penutupan dini pada bagian ini bisa menyebabkan bentuk dahi menjadi tidak rata dan
bergelombang.
 Metopic. Metopic suture membentang dari hidung melalui garis tengah dahi hingga ke
ubun-ubun dan terhubung dengan sagittal suture di bagian atas tengkorak. Penutupan dini
pada sutura ini menyebabkan dahi membentuk segitiga dengan bagian belakang kepala
melebar.
 Lambdoid. Penutupan dini terjadi di lambdoid suture, yang membentang dari kanan ke kiri
di bagian belakang tengkorak. Hal ini menyebabkan sebagian sisi kepala bayi terlihat datar
dan posisi salah satu telinga lebih tinggi dari telinga yang lain. Craniosynostosis lambdoid
sangat jarang ditemukan.

Gejala craniosynostosis
Gejala dan tanda craniosynostosis biasanya sudah tampak saat bayi lahir, dan semakin
terlihat jelas setelah beberapa bulan. Gejala tersebut antara lain:

 Ubun-ubun pada bagian atas kepala bayi tidak terlihat.


 Bentuk tengkorak bayi terlihat aneh (tidak proporsional).
 Munculnya peningkatan tekanan di dalam tengkorak bayi.
 Kepala bayi tidak berkembang sejalan dengan pertambahan usia.

Pada sebagian kasus, craniosynostosis menyebabkan adanya gangguan atau kerusakan


pada otak, serta menghambat proses pertumbuhan secara umum. Berikut adalah gejala-
gejala yang perlu Anda waspadai.

 Muntah tiba-tiba, tanpa didahului rasa mual.


 Gangguan pendengaran.
 Mata bengkak atau sulit digerakkan.
 Lebih sering tidur dan jarang bermain.
 Suara napas keras dan tidak teratur.
 Lebih mudah menangis dibanding biasanya.

Bagaimana craniosynostosis didiagnosis?


Craniosynostosis adalah kelainan yang harus ditangani oleh dokter dan tenaga spesialis,
misalnya ahli bedah saraf anak atau ahli bedah plastik. Untuk mendiagnosis
craniosynostosis, diperlukan beberapa pemeriksaan yang akan dilakukan.

 Pemeriksaan fisik. Dalam pemeriksaan ini, dokter akan mengukur kepala bayi, serta
meraba seluruh permukaan kepala untuk memeriksa keadaan sutura dan ubun-ubun.
 Scan. Pemeriksaan ini meliputi CT Scan, MRI, atau foto rontgen kepala. Tes ini bertujuan
untuk melihat apakah ada jaringan sutura yang menutup lebih cepat dari normal.
Pemindaian dengan sinar laser juga bisa dilakukan untuk mendapatkan ukuran kepala dan
tulang tengkorak yang akurat.
 Tes DNA. Jika dicurigai adanya keterkaitan dengan kelainan genetik lain, maka tes DNA
bisa dilakukan untuk menentukan jenis kelainan genetik yang menjadi penyebabnya.

Pengobatan craniosynostosis
Craniosynostosis dengan tingkat keparahan ringan atau menengah tidak membutuhkan
pengobatan yang serius. Dokter biasanya akan menyarankan bayi Anda untuk
menggunakan helm khusus yang berfungsi merapikan bentuk tengkorak serta membantu
perkembangan otak.

Jika craniosynostosis parah, pemedahan harus dilakukan untuk mengurangi dan mencegah
tekanan otak, memberikan ruang agar otak bisa berkembang, serta merapikan bentuk tulang
tengkorak.

Ada dua jenis operasi yang bisa dilakukan untuk menangani craniosynostosis, yaitu:

 Bedah endoskopi. Bedah minimal invasif ini cocok dilakukan untuk bayi berusia di bawah
enam bulan, dengan syarat hanya satu sutura yang bermasalah. Lewat operasi ini, sutura
yang bermasalah akan dibuka sehingga otak bisa berkembang secara normal.
 Bedah terbuka. Operasi jenis ini dilakukan untuk bayi di atas enam bulan, dan tidak hanya
untuk mengatasi sutura yang bermasalah, tetapi juga memperbaiki bentuk tulang tengkorak
yang tidak proporsional. Masa pemulihan pascaoperasi bedah terbuka lebih lama
dibandingkan dengan bedah endoskopi.

Terapi helm dapat diberikan untuk merapikan bentuk tulang tengkorak setelah bedah
endoskopi, tetapi pada bedah terbuka terapi ini tidak diperlukan.
Komplikasi yang mungkin terjadi akibat
craniosynostosis
Craniosynostosis adalah kondisi yang harus segera ditangani secepat mungkin. Bila
ditunda, anak berisiko mengalami gangguan otak. Selain itu, bisa juga menyebabkan cacat
bentuk wajah yang dapat mengurangi kualitas hidup anak di masa depan.

Bayi yang memiliki craniosynostosis serius berisiko mengalami peningkatan tekanan dalam
tengkoraknya. Jika tidak ditangani, peningkatan tekanan tengkorak ini bisa menyebabkan
keterlambatan perkembangan, gangguan fungsi kognitif, kebutaan, kejang, bahkan
kematian (meski jarang terjadi).

Anda mungkin juga menyukai