Anda di halaman 1dari 16

Makalah Biologi-1

KEGAGALAN PEMBENTUKAN PADA JARINGAN KERAS DAN GIGI

Disusun oleh : Kelompok 6 Kelas B Spika Nabila Syaema Tara Amanda Teguh Irphan Pathin (Ketua) Tihawa Alma Dillany Trisha Marselia Utari Eka Widayanti Vegi Seta Aprilliani Vellasia Anggraini Kusuma Veny Ayu Gustina 2011-11-120 2011-11-121 2011-11-123 2011-11-124 2011-11-125 2011-11-126 2011-11-127 2011-11-128 2011-11-129 2011-11-130

UNIVERSITAS PROF. DR. MOESTOPO (BERAGAMA) JAKARTA TAHUN AJARAN 2011/2012

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah Biologi yang berjudul Kegagalan Pembentukan Pada Jaringan Keras dan Gigi. Shalawat serta salam tak lupa penulis haturkan kepada baginda Rasulullah saw. yang telah membawa umat manusia dari zaman kegelapan hingga zaman yang terang benderang ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu drg. Henny Krisnawati, Sp. Pros, MARS. Sebagai Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama), dan kepada Bapak dr. Amien Thohari sebagai Wakil Dekan III Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama) serta sebagai dosen pembimbing dalam mata pelajaran Biologi-1, dan juga penulis ucapkan terima kasih kepada tim penyusun makalah Biologi-1 ini. Penulis berharap dengan disusunnya makalah ini dapat menambah wawasan kepada penulis dan kepada para pembaca mengenai berbagai macam penyakit yang diakibatkan oleh gagal membentuknya jaringan keras yang dikhususkan pada bagian kepala saja dan juga pada gigi si penderita.

Jakarta, 1 Desember 2011

Penulis

DAFTAR ISI

Kata Pengatar. Daftar Isi.. Bab I Pendahuluan...


A. Latar Belakang.. B. Rumusan Masalah C. Tujuan Penulisan..

Bab II Pembahasan..

Bab III Penutup..

Daftar Pustaka

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tulang atau kerangka adalah penopang tubuh. Tanpa tulang, pasti tubuh kita tidak bisa tegak berdiri. Tulang mulai terbentuk sejak bayi dalam kandungan, berlangsung terus sampai dekade kedua dalam susunan yang teratur, begitu pula dengan gigi, gigi sudah mulai terbentuk di dalam rahim ibu pada embrio yang berusia 28 hari

Banyak terjadi kasus mengenai gagal membentuknya jaringan keras, khususnya pada bagian kepala bayi yang baru saja lahir, tim medis terus mencari cara agar hal tersebut tidak lagi terjadi kepada bayi-bayi yang akan lahir. Selain itu juga terdapat kasus mengenai gagal membentuknya gigi sehingga seseorang tidak memiliki gigi sama sekali atau kehilangan sebagian gigi akibat kurangnya kalsium yang dimiliki oleh seseorang dalam membentuk sebuah gigi.

Kasus-kasus di atas sangat berbahaya bagi bayi yang baru lahir, sebagai contoh bila di antara mereka lahir dengan keadaan tanpa memiliki tempurung kepala, maka otak mereka tidak akan memiliki pelindung, begitu pula dengan kegagalan pembentukan gigi, akan berdampak pada buruknya sistem pencernaan seseorang karena tidak memiliki gigi yang dibutuhkannya untuk melumat makanan terlebih dahulu.

Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai hal ini akan berdampak kepada keturunan yang akan dimilikinya. Berdasarkan latar belakang di atas penulis akan menjelaskan kegagalan pembentukan pada jaringan keras dan gigi tersebut.

B. Rumusan Masalah

Dari penulisan makalah ini, penulis menuliskan rumusan masalah sebagai berikut: 1. Apakah yang menyebabkan gagal terbentuknya jaringan keras dan gigi pada manusia? 2. Apa saja contoh kasus mengenai gagal terbentuknya jaringan keras dan gigi? 3. Apa saja cara yang sebaiknya dilakukan agar tidak terjadi gagal terbentuknya jaringan keras dan gigi? C. Tujuan Penulisan Dari penulisan makalah ini, penulis merumusakan tujuan penuisan sebagai berikut :
1. Untuk

menambah

cakrawala

pengetahuan

penulis

dan

pembaca

mengenai kegagalan pembentukan jaringan keras dan gigi.


2. Untuk memberikan informasi kepada para pembaca mengenai bahaya

yang diakibatkan dari gagal membentuknya jaringan keras dan gigi pada bayi yang baru lahir.
3. Untuk memudahkan mahasiswa khususnya mahasiswa kedokteran gigi

untuk lebih memahami apa saja bentuk kegagalan itu, bela di dalam lingkungan menemukan kasus abnormalitas mengetahui tindakan apa yang harus diambil.

BAB II PEMBAHASAN

A. Sistem Rangka

Sistem rangka berkembang dari mesoderm paraksial dan lempeng lateral (lapisan somatik). Dan dari krista neuralis. Mesoderm paraksial membentuk serangkaian blok jaringan tersegmentasi di kedua didi tabung saraf yang dikenal sebagai somitomer di region kepala dan somit dari region oksipital ke kaudal. Somit berdiferensiasi menjadi bagian ventromedial, sklerotom, dan bagian dorsolateral, dermomiotom. Pada akhir minggu ke-4, sel-sel sklerotom menjadi polimorfik dan membentuk jaringan yang terjalin longgar, mesenkim, atau karingan ikat mindigah. Sel mesenkim memiliki ciri dapat bermigrasi dan berdiferensiasi melalui banyak cra. Sel-sel ini dapat menjadi fobroblas, kondroblas, atau osteoblast (sel pembentuk tulang).

Kemampuan mesenkim membentuk tuang tidak terbatas pada sel sklerotom tetapi juga pada lapisan mesoderm somatic dinding tubuh yang menghasilkan sel mesoderm untuk membentuk gelang bahu dan panggul serta tulang-tulang panjang ekstremitas. Sel-sel krista neuralis di daerah kepala juga berdiferensiasi menjadi mesenkim dan ikut serta membentuk tulang-tulang wajah dan tengkorak. Somitomer dan somit oksipital juga ikut serta dalam pembentukan kubah cranium

dan dasar tengkorak. Pada sebagian tulang, misalnya tulang0tulang pipih tengkorak, mesenkim di dermis berdiferensiasi secara langsung menjadi tulang, suatu proses yang dikenal sebagai osifikasi intramembranosa. Namun, pada sebagian besar tulang, sel-sel mesenkim mula-mula menghasilkan mosel kartilago hilain yang kemudian mengalami penulangan melalui osifikasi endokondral.

B. Tengkorak Tengkorak dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu : Neurokranium yang membentuk wadah protektif di sekitar otak, dan viserokranium yang membentuk rangka wajah. 1. Tengkorak Bayi Baru Lahir Saat lahir, tulang-tulang pipih tengkorak dipisahkan satu sama lain oleh suatu anyaman sempit jaringan ikat, sutura yang juga berasal dari dua sumber, sel krista neuralis (sutura sagitalis) dan mesoderm paraksial (sutura koronalis). Di titik-titik tempat lebih dari dua tulang bertemu, sutura tampak lebar dan disebut fontanel (ubun-ubun). Fontanel paling mencolok adalah fontanel anterior, yang terletak pada temapt pertemuan dua tulang parietal dan dua tulang frontal.

Sutura dan fontanel memungkinkan tulang tengkorak untuk bertumpang tindih (molase) saat lahir. Segera setelah lahir, tulang-tulang membranosa kembali ke posisi semula, dan tengkorak tampak bulat dan besar. Pada kenyataannya, ukuran kubah lebih besar dibandingkan dengan daerah wajah

yang kecil. Beberapa sutura dan fontanel tetap bersifat membranosa untuk beberapa waktu setelah lahir.
Gambar 2.1 Tengkorak Bayi

B. Gigi Gigi adalah bagian keras yang terdapat di dalam mulut. Mereka memiliki struktur yang bervariasi yang memungkinkan mereka untuk melakukan banyak tugas. Fungsi utama dari gigi adalah untuk merobek dan mengunyah makanan. Akar dari gigi tertutup oleh gusi atau ginggiva. Gigi memiliki struktur pelindung yang disebut email atau enamel gigi, yang membantu mencegah lubang di gigi. Pulp dalam gigi menciut dan dentin terdeposit di tempatnya. Bentuk gigi berhubungan dengan jenis makanan hewan tersebut. Misalnya herbivora memiliki banyak gigi geraham untuk mengunyah karena rumput sulit untuk dicerna. Karnivora membutuhkan taring untuk membunuh dan merobek, dan karena daging mudah untuk dicerna, maka mereka dapat menelan makanan tersebut tanpa membutuhkan geraham untuk mengunyah makanan tersebut terlebih dahulu. C. Kegagalan Pembentukan Jaringan Keras Cacat perkembangan wajah merupakan akibat kombinasi berbagai

factor,beberapa bersifat genetic,beberapa lagi tidak diketahui. Ilmu tentang kelainan ini disebut teratology. Kelainan dapat berupa cacat atau pergeseran struktur,menimbulkan gangguan bentuk,kelainan bentuk dan kerusakan. Bentuk yang terganggu berasal dari gangguan pertumbuhan, sedang kelainan bentuk merupakan perkembangan normal yang dihambat oleh factor mekanis, sedang kerusakan adalah akibat kerusakan perkembangan dari organ normal. Rentan kelainan wajah sangat luas tetapi semuanya membentuk beberapa derajat kelainan figure dan gangguan fungsi atau tidak dapat bertahan hidup. Mekanisme perkembangan organ yang salah masih belum diketahui, tetapi

fenomena induksi berasal dari prosensephalik serbal dan pusat susunan rombensephalik, yang diperlukan untuk pertumbuhan wajah normal.

1. Anencephaly Anencephaly adalah kecacatan lahir bawaan (dari kata Latin congenitus terlahir dengan). Anencephaly terjadi pada tahap awal terjadinya kehidupan di dalam kandungan. Arti kata anencephaly sendiri adalah tanpa adanya encephalon, encephalon merupakan kumpulan pusat saraf otak. Pengartiannya ini tidak sepenuhnya benar. Walaupun seorang bayi anencephaly dilahirkan tanpa kulit kepala, tempurung kepala vault of cranium, meninges, hemisphere otak dan cerebellum, biasanya bayi terlahir dengan sebagian batang otak cerebral trunk, brainstem. Hampir 75% bayi anencephaly yang lahir pada waktunya, selamat pada saat persalinan. Harapan hidup untuk bayi yang selamat setelah lahir hanyalah beberapa jam atau beberapa hari saja. Kira-kira 20% bayi anencephaly menderita kecacatan bawaan lainnya. Anak yang lebih sering terkena anencephaly adalah perempuan dari pada laki-laki. Anencephaly tergolong rumpun cacat bumbung saraf atau neural tube defect (NTD). Cacat bumbung saraf ini merupakan cacat bawaan pada pembentukan yang terjadi antara 20 sampai 28 hari setelah pembuahaan sel telur (Sadler 1998). Sel-sel plat saraf (neural plate) membentuk sistim saraf pada janin. Pada pertumbuhan yang normal, sel-sel tersebut saling melipat satu sama lainnya untuk membentuk yang dinamakan bumbung atau tabung saraf (neural tube), yang selanjutnya membentuk menjadi tulang punggung dan urat sarafnya. Setelah beberapa transformasi (perubahan bentuk), kutup utama (superior pole) akhirnya terbentuk menjadi otak. Pada kasus NTD, bumbung saraf ini gagal menutup secara sempurna. Anencephaly terjadi bila ujung tabung saraf ini gagal menutup. Janin dengan penyakit ini terlahir tanpa kulit kepala atau cerebellum. Juga tanpa meninges, kedua belah hemisphere otak dan tempurung kepala (vault of cranium), akan tetapi bagian dari batang otak

biasanya tetap ada. Sisa jaringan otak terlindung oleh selaput yang tipis saja. Kemungkinan bayinya buta dan tidak ada pergerakan reflek atau hanya beberapa saja yang berfungsi. Kira-kira bayi anencephaly meninggal pada saat dia dilahirkan, sedangkan yang selamat pada saat dilahirkan dapat bertahan hidup selama beberapa jam atau beberapa hari. Sebab anencephaly masih belum diketahui dengan pasti. Ada kemungkinan disebabkan oleh gabungan faktor genetis (keturunan) dan pengaruh lingkungan. Yang telah diketahui adalah, bahwa dengan mengkonsumsi tambahan vitamin asam folat (folic acid ) kemungkinan akan terjadinya bayi anencephaly dapat dikurangi. Beberapa obat-obatan ( pil KB, valproic acid, obat antimetabolik dll. ) dapat menurunkan kadar asam folat dalam tubuh kita, dengan demikian dapat meningkatkan risiko akan bayi yang dikandung menderita anencephaly. Kelainan chromosomal (keturunan), mutasi singlegene dan akibat teratogenic telah teridentifikasi pada kurang dari 10 % bayi anencephaly. Sejak beberapa waktu, ilmu aetiology tentang kecacatan bumbung saraf (NTD) menyebutkan bahwa kelainan ini terpengaruh oleh gabungan faktor pola makan dan lingkungan. Hasil penelitian medis menyatakan bahwa dengan mengonsumsi vitamin asam folat (Folic Acid) dapat mengurangi risiko terjadinya NTD. Seandainya semua wanita pada usia subur mengonsumsi 0,4 mg vitamin asam folat setiap harinya sebelum hamil dan selama paling tidak sampai kehamilan 3 bulan pertama, maka tingkat kasus potensial terjadinya anencephaly dapat diturunkan hingga 50 70%. 2. Mikrosefalus

3. Kalvaria Kalvaria sangat sensitif terhadap cacat kongenital baik karena gangguan kromosom atau hormonal. Waktu penutupan sutura dapat dirubah oleh berbagai keadaan, sehingga menimbulkan gangguan dari bentuk kepala seperti kretinism, progeria, trisomi 21 kleidokranial disostosis, adanya osifikasi

garis tengah frontal (metopik) dan suture sagital kalvaria yang tertunda, serta berhubungan dengan tetap terbukanya fontanele anterior sampai masa dewasa.

Kepala brachycepalic pada keadaan ini memiliki dahi menonjol dengan tulang frontal dan parietal yang sangat melengkung dan dengan hipertelorism yang menutupi otak yang lebih kecil. Kegagalan tertutupnya foramen caecum menyebabkan jaringan syaraf masuk ke daerah nasal. Cacat penutupan foramen caecum pada suture (kraniosinostosis) memungkinkan hernisiasi isi kranial ke wajah membentuk ensephalosel.

Osifikasi tulang kalvaria intramembranosis tergantung pada adanya otak, karena bila struktur ini tidak ada (anencephaly), tidak ada tulang kalvaria yang terbentuk. Bila terbentuk pusat osifikasi abnormal antara tulang-tulang kalvaria, keadaan tersebut terlihat berupa tulang wormian.

4. Dasar Kranial Pada anensephali, tidak adanya kalvaria akan menimbulkan kraniosisis, yang ditandai dengan kondrokranium yang pendek, sempit dan lordotik. Pada beberapa kasus diikuti dengan kelainan notokord.

Anensephali dapat mempertahankan fleksur dasar kranial yang tajam, yang khas pada awal tahap fetus; yang menunjukkan bahwa pertumbuhan otak berpengaruh pada pendataran dasar kranial.

Terganggunya pertumbuhan tulang rawan akan menimbulkan dasar kranial yang kecil dengan bertambahnya angulasi karena hilangnya efek pendataran

dari pertumbuhan sinkondrosis speno-osipital. Hal ini menghasilkan bentuk dished dari sepertiga tengah rangka wajah, yang lebih dipertegas dengan tonjolan neurokranium. Bentuk-bentuk maloklusi tertentu dapat berhubungan dengan cacat kondrokranium yang mengurangi ruang untuk gigi geligi atas.

5.

Rangka Wajah

Kelainan perkembangan wajah berasal dari morphogenesis acak pada beberapa tingkat perkembangan dan dapat bersifat genetik atau lingkungan. Beberapa kelainan kongenital berasal pada perkembangan jaringan neural crest yang terganggu (neurokristopati), yang membentuk sebagian besar rangka dan jaringan ikat primordia wajah. Sel neural crest dapat kurang jumlahnya, atau tidak berpindah dengan baik, atau gagal memiliki kapasitas induksi atau sitodiferensiasi. Juga kegagalan matrik ektodermal atau endodermal untuk memberi respon terhadapap induksi neural crest, dapat menimbulkan cacat wajah.

Tidak adanya atau kurangnya ektomesensim neural crest pada tonjolan frontonasal dapat menimbulkan celah bibir. Kurangnya tonjolan maksila dan ektomesensim lengkung brankial (mungkin karena jalan perpindahan neural crest yang panjang) dapat menyebabkan tidak adanya tulang wajah.

Sindrom klinis dari disostosis mandibula (Treacher Collin Sindrom), dengan pipi yang kempot, disebabkan oleh hipoplasia yang hebat atau tidak adanya sigoma. Kurang sempurnanya pertumbuhan tulang wajah pada displasia ektomesensim anhidrotik, dengan dished face mencerminkan kurang sempurnanya mekanisme induksi ektodermal oleh jaringan neural crest.

Pada

perkembangan

normal,

jarak

yang

memisahkan

mata

sangat

mempengaruhi karakter wajah. Jarak interokular yang sempit (hipertelorism) menghasilkan penampilan yang tajam serigala. Hypertelorism okular ditandai normalnya dengan jarak interorbital yang lebar, menghasilkan penampilan mata besar. Cacat perkembangan ringan ini disebabkan oleh gangguan morpokineti,k embriologi yang meninggalkan orbit pada posisi fetus; tulang nasal dan bidang kribriform etmoid tetap lebar sedang tulang spenoid membesar.

Perkembangan

wajah

yang

kurang sempurna

(unilateral) (hemifacial

microsomia) juga menghasilkan wajah yang asimetris. Struktur yang tidak berkembang pada sisi yang terserang adalah telinga, termasuk osikel telinga (microtia), tulang sigomatik dan mandibula. Selain itu, kelenjar parotid, lidah dan otot wajah juga mengalami kelainan unilateral.

Kelainan pertumbuhan wajah yang kongenital dapat timbuk berupa massa garis tengah frontal dan nassal; meliputi encephalocele, gliomas dan kista dermoid. Invaginasi kongenital dari wajah meliputi sinus dermal dan fistula.

D. Kegagalan Pembentukan Gigi

1. Benih gigi tidak ada (anodontia) a. Definisi Anodontia adalah suatu keadaan di mana semua benih gigi tidak terbentuk sama sekali, dan merupakan suatu kelainan yang sangat jarang terjadi. Anodontia dapat terjadi hanya pada periode gigi tetap/permanen, walaupun semua gigi sulung terbentuk dalam jumlah yang lengkap. Sedangkan bila yang tidak terbentuk hanya beberapa gigi saja, keadaan tersebut disebut hypodontia atau oligodontia.

Gambar 2.2 Tidak ada gigi yang terbentuk b. Gejala

Anodontia ditandai dengan tidak terbentuknya semua gigi, dan lebih sering mengenai gigi-gigi tetap dibandingkan gigi-gigi sulung. Pada hypodontia, gigi-gigi yang paling sering tidak terbentuk adalah gigi premolar dua rahang bawah, insisif dua rahang atas, dan premolar dua rahang atas. Kelainan ini dapat terjadi hanya pada satu sisi rahang atau keduanya.

Gambar 2.3 Hampir seluruh gigi tidak terbentuk c. Pemeriksaan

Diagnosa anodontia biasanya membutuhkan pemeriksaan radiografik untuk memastikan memang semua benih gigi benar-benar tidak terbentuk. Pada kasus hypodontia, pemeriksaan radiografik panoramik berguna untuk melihat benih gigi mana saja yang tidak terbentuk.

d. Perawatan

Lakukan konsultasi dengan dokter gigi sedini mungkin bila terdapat kecurigaan terjadinya kelainan ini. Perawatan yang biasanya diberikan oleh dokter gigi adalah pembuatan gigi tiruan. BAB III PENUTUP

Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA

1. Jaquier M, Klein A, Boltshauser E., 2006. Spontaneous pregnancy outcome after prenatal diagnosis of anencephaly, BJOG 2006; 113:951-953 2. Mller F, O'Rahilly R, 1991. Development of Anencephaly and Its Variants. The American Journal of Anatomy 190:193-218 (1991) 3. Sadler TW. 2005. Embryology of Neural Tube Development. American Journal of Medical Genetics Part C 135C:2-8
4. Mochtar, Rustam. Prof. Dr. M.Ph. 1998. Sinopsis Obstetri Jilid I Edisi 2. Penerbit

Buku Kedokteran EGC. Jakarta.


5. Jaquier, Monika. (2007, 12 Oktober). Anencephaly Statistic. Diakses 21 Februari

2010, dari http://www.anencephalie-info.org.


6. Junaidi P., Atiek S., Husna A., Hernia, Kapita Selekta Kedokteran. FK UI,

Jakarta. Media Aesculapius : 1991


7. Wiknjosastro, Hanifa; Saifudin, A.B; Rachimhadi, Trijatmo. 2006. Ilmu Kebidanan

edisi ke-3. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Anda mungkin juga menyukai