Stem cell dan regenerasi pada jaringan gigi yang terkena Injury1
Jaringan gigi memiliki limit kapasitas untuk repair setelah mengalami kerusakan,
terutama setelah cedera traumatik. Jaringan pulpa dapat recover dari trauma ringan dan
menghasilkan dentin tersier termasuk dentin reparatif dan reaksioner. Sementum memiliki
kapasitas lebih untuk regenerasi dan repair karena dapat diremodel sebagai respons terhadap
kondisi fisiologis atau patologis. Selain itu juga karena sementum dikelilingi oleh ligamen
peridontal dan tulang alveolar yang terdapat banyak suplai darah untuk regenerasi dan repair.
ketika resorpsi terjadi pada sementum akar, sementum dapat diregenerasi oleh sementoblas.
Ketika akar gigi retak atau patah, sementum baru dapat terbentuk untuk mengisi celah
tersebut jika infeksi terkendali. Demikian pula, apical barrier yang terbentuk pada apikal gigi
permanen yang belum mature setelah apeksifikasi sebagian besar adalah sementum. Ketika
gigi mengalami subluksasi atau avulsi, reposisi atau replantasi dapat berhasil jika infeksi
terkendali dan ligamen periodontal dapat pulih sepenuhnya. Jika tidak, root replacement
resorption dapat terjadi oleh adanya ankilosis tulang yang sudah terbentuk.
Manajemen cedera traumatis pada gigi, khususnya dalam kasus avulsi, seperti kondisi
penyimpanan sementara gigi dan metode perawatan terus dipelajari dan di kembangkan.
Kemajuan dalam rekayasa jaringan berbasis sel dan adanya dental stem cell telah mendorong
gagasan bahwa sel-sel ini dapat digunakan untuk repair gigi yang mengalami trauma.
Dalam kedokteran gigi, penelitian regeneratif berbasis sel telah diuji pada model hewan
kecil atau besar, termasuk regenerasi pulpa-dentin, regenerasi periodontal atau regenerasi
tulang pada defek tulang rahang yang besar. Studi klinis pada manusia sangat terbatas , dan
yang telah dipublikasikan menggunakan stem cell untuk meregenerasi pulpa-dentin, untuk
repair defek periodontal dan untuk meningkatkan regenerasi tulang rahang. Sejak
ditemukannya dental pulp stem cells (DPSC) oleh Gronthos dkk pada tahun 2000 2, sejumlah
dental/oral stem cells telah diidentifikasi dan dikarakterisasi. Ini termasuk stem cells dari
apical papilla (SCAP), stem cells dari human exfoliated deciduous teeth (SHED),
periodontal ligament stem cells (PDLSCs), dental follicle stem cells (DFSCs) and gingival
mesenchymal stem cells (GMSCs). 3
Adanya biologi molekuler, biologi stem cell, developmental biology, human genome
project dan pengembangan biomaterial baru berkontribusi pada Kemajuan dalam regenerasi
jaringan oro-fasial . Gabungan berbagai disiplin ilmu tersebut disebut tissue engineering.
Termasuk juga di dalamnya dental tissue engineering.
Stem cell didefinisikan sebagai sel yang mampu memperbaharui diri (self‐renewal)
dan menghasilkan satu atau beberapa garis keturunan sel yang terdiferensiasi dan
terspesialisasi sesuai dengan fenotipe fungsional tertentu, sehingga menghasilkan kompleks
jaringan dan organ. Konsep diferensiasi stem cell terbentuk dari pohon hierarki di mana stem
cell yang tidak terspesialisasi membelah untuk menghasilkan sejumlah besar fenotipe sel
yang mature. Stem cell mengalami pembelahan asimetris yang menghasilkan setidaknya satu
sel anak yang identik dengan sel induk, yang mempertahankan kontak dengan stem cell niche
dan mempertahankan kemampuan untuk self‐renewal. Sel anak lainnya dapat berdiferensiasi
menjadi progenitor dan sel prekursor yang berkomitmen pada diferensiasi garis keturunan
spesifik dan hanya mampu melakukan pembelahan simetris.
Karena sifat-sifat ini, stem cells dianggap yang paling menjanjikan untuk prosedur
regeneratif dan aplikasi rekayasa jaringan. Terdapat berbagai kategori stem cells yaitu:
1) Totipotent cells, seperti sel telur yang telah dibuahi, Totipotent cells mampu
menciptakan seluruh organ , suatu sifat yang dimiliki oleh progenitor awal zigot pada
tahap empat sel. Sel-sel ini dapat memicu munculnya semua jenis sel tubuh termasuk
sel-sel yang membuat jaringan embrionik tambahan seperti plasenta.
2) Pluripotent stem cells, seperti embryonic stem cells (ESCs), dapat berdiferensiasi
menjadi semua jenis sel dari three germ layers, tetapi tidak dapat menciptakan
organisme secara keseluruhan atau memunculkan sel yang membuat jaringan
ekstraembrionik.
3) Multi potent stem cells, yang berkomitmen pada garis keturunan yang lebih spesifik,
fetal stem cells and postnatal stem cells (adult stem cells) dianggap multi poten. Stem
cell ini dapat membentuk lebih dari satu jenis sel, baik di dalam maupun di luar
jaringan tempat stem cell berada.
4) Unipotent stem cells, seperti spermatogonal stem cells dan oogonial stem cells, hanya
menghasilkan satu jenis sel.
ESC diproduksi dengan kultur sel yang dikumpulkan dari undifferentiated inner cell mass
dari blastosis, yang merupakan tahap awal perkembangan embrio setelah pembuahan. Potensi
self‐renewal dan kemampuannya yang tidak terbatas untuk menghasilkan semua jenis
jaringan dan organ (pluripotensi) membuat sel-sel ini menjadi sumber seluler yang menarik
untuk terapi regeneratif berbasis sel (Gambar 2). Fetal stem cells dapat diisolasi dari berbagai
organ dan jaringan janin. Postnatal stem cells (adult stem cells) dapat diperoleh dari setiap
individu. Sel-sel ini terdapat di berbagai jaringan endodermal, mesodermal atau ektodermal
termasuk sumsum tulang, darah, jaringan saraf, lemak, hati, otot, pankreas, kulit, retina, dan
jaringan gigi.
Gambar 2. Derivasi jaringan dan organ yang berdiferensiasi dari embryonic stem cells
a. Stem cell embrionik
Sel telur yang telah dibuahi mampu berkembang menjadi semua jenis jaringan, dan
karena itu bersifat totipotensi. Setelah pembelahan sel dalam empat hari, sel telur
berkembang menjadi blastosis di mana sel-selnya terbagi menjadi outer dan inner cell mass.
Inner cell mass bersifat pluripoten dan berkembang menjadi semua jaringan di dalam tubuh.
Dengan menambahkan growth factor dan faktor diferensiasi spesifik ke dalam media kultur,
stem cell diinduksi untuk berdiferensiasi menjadi jenis sel khusus.
Setelah dikeluarkan dari lingkungannya, inner cell mass kehilangan sinyal yang
meregulasi kondisi selnya, sehingga sel dapat berproliferasi tanpa batas sebagai stem cell
embrionik di laboratorium sembari mempertahankan kemampuan untuk berdiferensiasi
menjadi semua sel somatik, hal ini yang tidak dimiliki oleh adult stem cell. Mekanisme stem
cell embrionik dapat berdiferensiasi tergantung pada jaringan molekul sinyal perkembangan.
Lingkungan lokal stem cell mempunyai peran penting.
Stem cell embrionik memiliki potensi yang luar biasa dalam pengembangan
penelitian. Stem cell embrionik sekarang dapat dikultur dan bahkan diproduksi dari adult cell
dengan nuclear transfer method. Menurut peneliain, sel dapat ditambahkan ke daerah yang
cedera, berkembang secara in situ, dan mengembalikan fungsi di bagian tubuh. Stem cell
embrionik juga dapat membuat segmen kecil jaringan yang dapat berkembang untuk
transplantasi jaringan. Namun, selain manfaat secara ilmiah dan bioteknologi, penggunaan
stem cell embrionik juga mesti melihat aspek etika dan hukum juga.
Ovum yang telah dibuahi bersifat totipoten, pertama, ia mengembangkan massa sel
bagian dalam dan kemudian tiga jenis utama sel induk embrionik di ektoderm, mesoderm,
dan endoderm. Sel induk ini dapat secara in vitro mengembangkan berbagai jenis sel spesifik
yang lebih luas tergantung pada kondisi kultur. Segmen jaringan dapat dikembangkan untuk
implantasi eksperimental.
Pada jaringan matur orang dewasa, adult stem cell memainkan peran utama dalam
homeostasis dan perbaikan jaringan. Adult stem cell telah diisolasi dari banyak jaringan,
termasuk tulang, periosteum, sinovium, dan gigi. Berbeda dengan stem cell embrionik, Adult
stem cells tidak bereplikasi tanpa batas dalam kultur. Dengan lingkungan yang tepat, Adult
stem cells dari sumsum tulang, kulit dan pulpa gigi dapat berdiferensiasi menjadi neuron dan
adiposit. Adult stem cell dapat mengalami fenomena ‘plasticity’ , dimana sel yang
terdiferensiasi dari one germ layer dapat 'diprogram ulang secara genetis' untuk menghasilkan
sel khusus baru yang merupakan karakteristik jaringan yang berasal dari jaringan lain.
Namun, Bukti ‘plasticity’ stem cell masih kontroversial dan penelitian lebih lanjut masih
terus dilakukan
Embrio dikembangkan dari tiga lapisan stem cell multipoten yang disebut ektoderm,
mesoderm, dan endoderm. Dalam rongga mulut, dua jenis sel disandingkan, ektoderm di
permukaan epitel dan ekto-mesenkim (termasuk mesoderm) di bawahnya. Keduanya
berinteraksi untuk mengontrol proses inisiasi gigi. Pola fundamental pertama dalam
morfogenesis rahang dikontrol oleh separasi dini area spesifik ektoderm yang diregulasi
secara sepsifik oleh interaksi ektoderm-endoderm. branchial arches berasal ketika stem sel
ekto-mesenkim bermigrasi di bawah ektoderm ke dalam mesoderm kranial . ekto-mesenkim
disebut juga fourth germ layer. Jaringan penting ini berasal dari neural crest kranial di
persimpangan antara neuroektoderm tabung saraf penutup dan permukaan ectoderm.
Jaringan neural crest, diisi dengan stem sel pluripotensial, bermigrasi dari sisi dorsal di
sekitar otak ke dalam branchial arches di sisi ventral.
d. Perkembangan Gigi
Pada Inisiasi gigi, epitel yang menutupi bagian dalam rongga mulut yang sedang
berkembang mengeluarkan sinyal instruktif pertama. Molekul sinyal ini didasarkan pada
pola gen homeobox yang diekspresikan dalam mesenkim, Adapun gen homeobox antara lain
Msx1, -2, Dlx1, -2, -3, -5, -6, -7, Barx1, Otlx2, Lhx6, -7, molekul sinyal ini bermanifestasi
pada morfologi perkembangan gigi, dari anterior ke posterior, yaitu gigi seri, taring, premolar
dan molar. Manipulasi kode homeobox menyebabkan transformasi pada jenis gigi, misalnya
dari gigi seri ke gigi geraham. Pada Inisiasi gigi, melibatkan interaksi antara Sonic hedgehog
(Shh) dan molekul pensinyalan wnt di epitel mulut.
Gambar 3. Perkembangan gigi
Dentin memberikan dasar struktural untuk fungsi gigi yang memungkinkan gigi untuk
menahan kekuatan fisik sekaligus melindungi pulpa. Organ pulpa-dentin terdiri dari jaringan
lunak dan mineral, dan bersama-sama mereka berinteraksi untuk mempertahankan fungsi
gigi, jaringan pulpa-dentin terhubung secara integral dalam arti bahwa reaksi patologis pada
salah satu jaringan juga akan mempengaruhi jaringan lainnya. Bagian perifer pulpa terdiri
dari satu lapisan sel yang terpolarisasi, yaitu odontoblas, yang memisahkan dentin dari stroma
pulpa.
Setiap odontoblas mensekresi predentin dan membuat perpanjangan ke dalam tubulus
dentin. Setelah odontoblas terbentuk, mereka mensekresikan dentin primer, setelah erupsi,
mereka terus membentuk dentin sekunder dengan kecepatan yang lambat, dan dentin tersier
terbentuk sebagai respons terhadap iritasi lokal. Dentin tersier terbagi lagi menjadi dentin
reaksioner dan reparatif. Dentin tersier lokal yang dibentuk oleh odontoblas primer yang
masih hidup setelah benturan ringan, disebut sebagai dentin reaksioner, sedangkan yang
dibentuk oleh odontoblast-like cell disebut sebagai dentin reparatif
Stroma pulpa merupakan jaringan ikat longgar khusus termasuk pembuluh darah dan
getah bening, saraf, dan cairan interstisial. Pulpa dewasa mengandung stem cell-like cell yang
belum mature yang terlibat dalam perbaikan pulpa-dentin setelah cedera, sel-sel tersebut
memiliki potensi untuk berkembang menjadi odontoblast-like cell, dan terus diduplikasi
dalam pulpa stroma setelah cedera yang lebih besar, di mana sel-sel tersebut bermigrasi ke
injury site.
Triad Biomolecules, Biomaterials dan Cells dapat digunakan untuk regenerasi tulang,
PDL, sementum dan dentin. Yang menjadi kunci adalah Biomolekul /Molekul bioaktif yaitu
keluarga pensinyalan morfogenetik: Hh (hedgehog), wnt(went), FGF (fibroblast growth
factor) dan juga termasuk BMP (bone morphogenetic proteins). Sel-sel mencakup sel
progenitor/stem cell yang berasal dari sumsum, pulpa gigi, dan sel turunan PDL. Biomaterial
(scaffolds/carriers) terdiri dari scaffold matriks ekstraseluler, hidroksi apatit, kolagen,
fibronektin, proteoglikan mencakup asam hialuronat, sintetik foam, fiber, gel dan membran,
yang dapat digabungkan dengan biomaterial biomimetik.
a. Biomaterial
Biomaterial adalah untuk strategi replacement jaringan berdasarkan konduktif,
induktif, dan juga berbasis sel. Biodegradable atau non degradable scaffolds dapat digunakan
sebagai matriks pengisi ruang untuk pengembangan jaringan dan barrier untuk migrasi sel
epitel. Biomaterial juga dapat mencakup matriks dan tempat untuk adhesi sel dan distribusi
molekul bioaktif. Pendekatan induktif melibatkan pengiriman faktor bioaktif yang
berkelanjutan, seperti growth factors protein, dan DNA plasmid, untuk mengubah fungsi sel
di daerah lokal.
Gen yang diaktifkan mengekspresikan banyak protein yang memengaruhi semua
aspek proliferasi dan diferensiasi osteoblas:
Faktor transkripsi dan regulator siklus sel
Molekul transduksi sinyal
Protein yang terlibat dalam sintesis, perbaikan, dan rekombinasi DNA
Growth factor dan sitokin yang memengaruhi respons inflamasi terhadap material.
Antigen dan reseptor permukaan sel
Komponen matriks ekstraseluler dan enzim
Regulator apoptosis.
c. Cell implantation
Isolasi populasi adult stem cell yang dapat di reproduksi dapat membentuk tulang dan
sumsum, dentin, sementum, dan ligamen periodontal, untuk mendukung restorasi complete
struktur oro-fasial yang kompleks dengan menggunakan sel pasien sendiri, dan untuk
terhindar dari masalah kompatibilitas histo. Teknik molekuler untuk ekspansi dan induksi
progenitor stem cell yang spesifik, dan juga biomaterial yang digunakan sebagai carrier terus
dikembangkan.
Pendekatan penyemaian sel, misalnya pada polymeric scaffolds secara in vitro dan
transplantasi scaffold secara subsequent, dengan bahan scaffold baru sedang dikembangkan
untuk memenuhi persyaratan desain rekayasa jaringan tertentu, dan dalam beberapa kasus
mencoba meniru matriks ekstraseluler alami. Strategi-strategi ini bersama-sama menawarkan
kemungkinan untuk membentuk struktur jaringan spesifik, dan dapat memberikan jawaban
untuk masalah pulpa yang terbuka, cedera ligamen periodontal, defek furkasi, resorpsi tulang
dan akar, dan ankilosis.
Sel induk dari gigi telah diisolasi dari gigi dengan menggunakan penyortiran sel yang
diaktifkan. Dimungkinkan untuk mentransplantasikan campuran sel punca manusia dengan
pembawa hidroksil apatit ke tikus yang mengalami gangguan kekebalan dan mengembangkan
PDL/sementum dari fraksi sel punca PDL yang terisolasi, dentin dari subpopulasi stem cell
pulpa, dan tulang dari sel sumsum stroma.
Ada beberapa aspek yang perlu ditangani saat kami mencoba mengeksplorasi
mekanisme yang mendasari potensi terapi stem cell. Pertanyaan-pertanyaan ini termasuk saat
ini respon imun inang terhadap sel-sel yang ditanamkan, mekanisme penempatan yang
memandu sel-sel yang dikirim ke tempat cedera, dan diferensiasi sel-sel yang ditanamkan di
bawah pengaruh sinyal local
Regenerasi pulpa-dentin setelah trauma1,5
Entitas traumatis paling ringan diwakili oleh fraktur mahkota atau mahkota-akar yang
uncomplicated yang mengekspos dentin, yang menyebabkan berbagai rangsangan eksternal
melalui tubulus dentin (misalnya termal, kimiawi). Setelah beberapa waktu invasi bakteri ke
dalam tubulus dentin dapat meningkatkan inflamasi pulpa (lihat Bab 2). Jika terjadi cedera
pulpa, odontoblas yang bertahan merespons dengan pengendapan dentin reaksioner di
sepanjang dinding. Dalam kondisi seperti ini, pembentukan matriks dentin reaksioner dengan
densitas tubular yang lebih sedikit daripada dentin primer (Gambar 6).
Gambar 7. Pulp healing setelah fraktur mahkota. Stem cell berpartisipasi dalam healing setelah fraktur mahkota
dengan deep dentin exposure atau direct pulp exposure. Penelitian pada hewan percobaan telah menunjukkan
perbaikan itu adanya repair organ pulpa-dentin terjadi dengan rekrutmen odontoblast like cell. Pada Gambar 6,
Studi menggunakan tritiated timidin menggambarkan peningkatan jumlah sel berlabel 3-4 hari setelah pulp
capping, Sel progenitor/ stem cell paravaskular (S) bermigrasi bersama dengan leukosit polimorfonuklear (PM)
dan makrofag (M) ke lokasi cedera. dan dinding dentin yang berdekatan di mana odontoblas telah hilang.
Jika lapisan odontoblas rusak, sel sekunder seperti odontoblast-like cells direkrut dari
bank prekursor stem cell dentinogenik. Diferensiasi odontoblas ditandai dengan urutan
perubahan sitologis dan fungsional yang terjadi di setiap tempat di kamar pulpa berdasarkan
pola spesifik. Odontoblast-like cells mensekresikan dentin reparatif dan prognosis vitalitas
pulpa dipengaruhi oleh ketebalan dentin sisa dan pilihan bahan restoratif. Sekresi matriks dari
sel generasi baru mengimplikasikan diskontinuitas dalam struktur tubulus dengan penurunan
permeabilitas dentin selanjutnya.
Dalam kasus fraktur mahkota yang complicated, pulpa terekspos dan dengan demikian
langsung terpapar rangsangan yang sama. Dalam kasus ini urutan penyembuhan yang optimal
adalah memastikan penutupan jaringan keras dari paparan Sel-sel yang bertanggung jawab
untuk pembentukan dentin bridge ini digambarkan sebagai sel mesenkimal yang terletak
paravaskular yang kemudian berdiferensiasi menjadi odontoblas (Gambar. 7). Progenitor
stem cell pertama menyimpan matriks dentin atubular yang ditutupi oleh sel seperti
preodontoblast berbentuk kuboid atau poligonal. Beberapa sel embedded, sebagai osteocyte-
like cells, dalam matriks mineralisasi padat yang disebut osteodentin. Selanjutnya, lapisan
tubular dentin diendapkan di atas osteodentin.
Reaksi jaringan terhadap pulp capping eksperimental pada gigi anjing dengan kalsium
hidroksida telah dirangkum dalam 4 tahap: tahap eksudatif (1–5 hari), tahap proliferasi (3–7
hari), tahap formatif osteodentin (5–14 hari) , dan tahap formatif tubular dentin (14 hari atau
lebih). Terdapat penelitian bahwa jika pulpa terbuka secara tidak sengaja dibiarkan tidak
dirawat selama 1 minggu, jaringan pulpa dapat berproliferasi melalui exposure site.
Pada kasus fraktur akar, bagian koronal akan mengalami pemutusan suplai neurovaskular
partial atau total yang menyebabkan iskemia dan kematian sel di regio ini. Proses
penyembuhan bergerak secara koronal dengan progenitor stem cell vaskular, dan akhirnya
terjadi revaskularisasi. Jika pulpa terinfeksi dalam keadaan iskemik, angiogenesis reparatif
tampaknya terhenti secara permanen dan infiltrasi sel inflamasi memisahkan jaringan yang
terinfeksi dari jaringan apikal yang tumbuh ke dalam. Akhirnya pada cedera luksasi
(misalnya ekstrusi, luksasi lateral dan intrusi), suplai neuro-vaskular ke pulpa benar-benar
terputus dan sebagian besar populasi pulpa akan mati setelah beberapa hari. Iskemia
selanjutnya mempengaruhi semua sel di pulpa. Hasilnya akan berupa revaskularisasi pulpa
atau perkembangan nekrosis pulpa parsial atau total, biasanya ditentukan oleh keberadaan
bakteri di zona cedera. Baik Trauma dan infeksi bakteri dapat merangsang pelepasan sitokin
proinflamasi dan mengaktifkan infiltrasi sel inflamasi.
Kegagalan untuk mengatasi peradangan setelah luka menyebabkan luka kronis yang tidak
dapat disembuhkan, dan jaringan pulpa merespon dengan tidak adanya penyembuhan
jaringan keras. Gambaran umum dari respon penyembuhan pulpa adalah penggantian
jaringan yang rusak dengan jaringan pulpa yang baru terbentuk. Hal ini dapat terjadi di
sepanjang dinding dentin jika kerusakan pulpa lokal terjadi pada lapisan odontoblas,
sepanjang zona amputasi di bagian koronal pulpa, atau sebagai
penggantian sebagian besar jaringan pulpa jika telah menjadi nekrotik karena iskemia.
Selama repair pulpa, sel dapat berproliferasi, bermigrasi, dan berdiferensiasi menjadi pre-
odontoblas dan odontoblas di luar pola temporo-spasial perkembangan gigi yang spesifik, dan
tanpa adanya embel-embel epitel yang berkembang dari ektoderm oral. Aktivasi lokal setelah
pulp capping molekul pengatur sel punca milik jalur pensinyalan Notch, menunjukkan lebih
banyak populasi sel yang terlibat. Karakterisasi lebih lanjut dari angiogenesis reparatif dan
dentinogenesis dengan klarifikasi tentang peran populasi sel punca selama penyembuhan
pulpa, dapat membantu pemanfaatan potensinya.
Referensi:
1. Andreasen JO, Andreasen FM, Andersson L. Textbook and Color Atlas of Traumatic
Injuries to the Teeth. Vol. 4, Blacwell Munkgaard. 2007. 1–883 p.
2. Gronthos S, Mankani M, Brahim J, Robey PG, Shi S. Postnatal human dental pulp
stem cells (DPSCs) in vitro and in vivo. Proc Natl Acad Sci U S A.
2000;97(25):13625–30.
3. Gronthos S, Brahim J, Li W, Fisher LW, Cherman N, Boyde A, et al. Stem cell
properties of human dental pulp stem cells. J Dent Res. 2002;81(8):531–5.
4. Murakami S. Emerging Regenerative Approaches for Periodontal Regeneration: The
Future Perspective of Cytokine Therapy and Stem Cell Therapy. Interface Oral Heal
Sci 2016. 2016;1–8.
5. Smith AJ. Vitality of the Dentin-Pulp Complex in Health and Disease: Growth Factors
as Key Mediators. J Dent Educ. 2003;67(6):678–89.