Jaringan mesenkim memiliki komponen yang terdiri dari matrix ekstraseluler dan juga sel.
Sel-sel jaringan ikat sangat penting dalam beberapa jenis jaringan dalam tubuh. Sedangkan
matrix extraseluler terdiri dari serabut jaringan ikat dan juga substansi dasar.
Jaringan mesenkim menjadi jaringan yang menunjang dan mengikat yang berguna sebagai
bentuk pertahanan tubuh. Dengan adanya jarinagn ini maka proses metabolism tubuh bisa
bertukar satu sama lain. Sel jaringan ikat akan berfungsi sebagai pertahanan dan juga
pelindung tubuh. Pendek kata, mesenkim adalah jaringan ikat yang sangat penting dalam
tubuh yang terdiri dari unsur-unsur utama. Beberapa unsur dalam jaringan mesenkim ini
diantaranya substansi dasar, sel jaringan ikat dan juga serabut jaringan ikat. Beberapa unsur
jaringan tersebut juga terdiri dari beberapa jenis sel lagi yang memiliki fungsi yang berbeda-
beda.
Jaringan mesenkim adalah salah satu jaringan embrional yang terbentuk pada masa awal
pembentukan embrio.[1] Jaringan mesenkim adalah asal mula dari perkembangan jaringan
ikat pada tubuh yang berasal dari mesoderm yaitu lapisan tengah pada embrio.[2]
Mekanisme
Pada awalnya, sel-sel mesenkim yang memiliki sifat pluripoten yaitu dapat berdiferensiasi
dan berproliferasi menjadi fibroblas.[1] Fibroblas adalah jenis sel yang bersifat tetap dan
merupakan jenis sel yang utama dari berbagai jaringan ikat.[1] Sel mesenkim adalah sel
fusiform atau stelata kecil yang sukar dibedakan dari fibroblas.[1] Pada gambar visualisasi
dari mikrograf elektron, sel mesenkim memiliki pola kromatin yang lebih kasar, keberadaan
mitokondria yang kurang terlihat, dan sitoplasma yang jumlahnya sedikit hanya memiliki
sedikit atau bahkan tidak memiliki retikulum endoplasma.[1]
Karakteristik
Sebagian kecil dari populasi sel pluripoten ini diduga akan tetap ada pada kehidupan setelah
kelahiran janin dan akan digunakan untuk menghasilkan sel jenis lain bila diperlukan oleh
tubuh.[1]
1) Tumor Odontogen
a. Tumor yang berasal dari jaringan epitel odontogen tanpa melibatkan ektomesenkim
odontogen. Misalnya :
Ameloblastoma
Tumor odotogen epithel berkalsifikasi (Phinborg Tumor)
Tumor odontogen skuamous
Tumor odontogen sel bersih
b. Tumor yang berasal dari jaringan epitel odontogen dan melibatkan ektomesenkim
odontogen dengan atau tanpa pembentukan jaringan keras gigi. Misalnya :
Ameloblastik fibroma
Ameloblastik fibro-odontoma
Odontoma
c. Tumor yang berasal dari ektomesenkim odontogen dengan atau tanpa melibatkan epitel
odontogen. Misalnya:
Fibroma Odontogen
Odontogenic
myxoma/myofibroma
Cementoblastoma
2) Tumor Non-Odontogen:
1. Tumor jinak non-odontogen yang berasal dari epitel mulut
a) Papiloma skuamos
b) Veruka vulgaris
c) Keratoakantoma
2. Tumor jinak non-odontogen yang berasal dari nevus/pigmen
3. Tumor jinak non-odontogen yang berasal dari jaringan ikat mulut
a) Jaringan ikat fibrous
Fibroma
b) Jaringan pembuluh saraf
Neurofibroma
Neurilemoma/Schawannoma
Tumor sel granular
Neuroma Traumatik
c) Jaringan adiposa
Lipoma
4. Tumor Jinak non-odontogen yang berasal dari kelenjar ludah
a) Pleomorphic adenoma
b) Monomorphic adenoma
ODONTOGENESIS
Tumor odontogenik merupakan gambaran gangguan atau reaktivasi jaringan yang terlibat
dalam urutan odontogenesis yang normal. Neoplasma alami merupakan terjadi pada tahap
perkembangan yang terhenti. Suatu laporan ringkas tentang odontogenesis sangat membantu
dalam pemahaman akam patogenesa dan kebiasaan dari tumor odontogenik.
Pada minggu keenam dari kehamilan, odontogeneis dimulai dengan proliferasi pada daerah
tertentu dari ektoderma rongga mulut untuk membentuk lamina dentalis. Pada setiap lokasi
dimana gigi akan terbentuk, suatu pertumbuhan yang menurun dari lamina dentalis
membentuk awal dari organ enamel. Secara bersamaan, organ enamel, papilla dental dan
sakus dental merupakan struktur formatif untuk keseluruhan gigi dan struktur pendukung.
Lamina dentalis yang awalnya berhubungan dengan organ enamel hingga ke epitelium
rongga mulut, akhirnya terpisah, pemisahan ini membentuk benih gigi dari epitelium rongga
mulut.
Masing-masing tahapan dalam perkembangan gigi dihubungkan dengan kejadian tertentu
yang akan dijelaskan dibawah ini. Gangguan dalam urutan ini dapat mengakibatkan
terbentuknya tumor odontogenik.
• Bud stege: awal dan pembentukan dari enamel organ
• Cap stage: terjadi proliferasi. Pertumbuhan yang tidak seimbang akan mendorong terjadinya
bentuk yang khas. Sel tepi berbentuk kuboidal dan dimasukkan sebagai epitelium enamel luar
(outer enamel epitelium/OEE), dan sel dalam kecekungan merupakan sel kolumnar yang
tinggi dimasukkan sebagai epitelium dental dalam (inner dental epitelium). Pada waktu yang
sama, sel poligonal antara epitel enamel dalam dan luar mulai terpisah dan membentuk
jaringan selular yang lembut yang dikenal sebagai reticulum steleata (stellate reticulum/SR),
rongga yang terisi dengan cairan mucus. Secara histologi, bahan ini menyerupai jeli Wharton.
Proliferasi dari komponen epitelial hanya dijelaskan menyebabkan kondensasi ektomesenkim
yang tidak tertutup dan pembentukan dental papilla. Sel dari dental papilla akhirnya
membentuk pulpa dan dentin gigi. Dengan cara yang sama, kondensasi dari ektomesenkim
disekeliling enamel organ mendorong terbentuknya saccus dentalis. Sel dari saccus dentalis
akhirnya membentuk sementum dan ligament periodontal.
• Bell stage: terjadi histodiferensiasi (secara dini) dan morfodiferensiasi (terlambat). Enamel
organ sekarang menjadi suatu bentuk bel yang memanjang dan memiliki 4 jenis sel epitelial
yang berbeda-inner enamel epitelium (IEE), stratum intermedium, reticulum stelata, dan
outer enamel epitelium (OEE).
○ IEE membentuk dan mempengaruhi sel yang berdekatan dari papilla dental untuk
berdiferensiasi ke dalam odontoblas yang membentuk dentin. Dentin pada gilirannya
mempengaruhi IEE untuk nerdiferensiasi ke dalam ameloblast yang mana meletakkan
matriks enamel berlawanan dengan dentin. Induksi timbale balik ini sangat penting dalam
pembentukan gigi.
○ stratum intermedium terdiri atas sedikit lapisan sel skuamous diantara IEE dan SR. lapisan
ini tampaknya sangat penting untuk pembentukan enamel karena stratum intermedium ini
tidak terdapat pada bagian benih gigi pada daerah tepi luar dari gigi yang tidak beremail.
○ perluasan SR oleh peningkatan jumlah cairan intraseluler. SR ini menjadi kolaps sebelum
pembentukan email, meninggalkan ameloblast lebih dekat dengan kapiler nutrisi yang
berdekatan dengan OEE.
○ OEE yang terbentuk halus menjadi terbungkus dalam lipatan yang dekat dengan mesenkim
saccus dentalis membentuk papilla dengan pembuluh kapiler untuk menyediakan suplai
nutrisi bagi aktivitas metabolic pada enamel organ yang tidak memiliki vaskuler. Enamel
organ juga membentuk epitelial Hertwig pada selubung akar, yang menentukan bentuk akar
dan mengaktivasi pembentukan dentin pada akar.
• Aposisi: deposisi matriks dari struktur gigi yang keras terjadi kemudian. Struktur ini
kemudian mulai mengalami kalsifikasi, erupsi dan etrisi seiring waktu.
Sementoblastoma
Sementoblastoma, yang dibedakan dari sementoma, merupakan neplasma sejati dari
sementum. Neoplasma jinak ini jarang dan biasanya diamati pada pasien yang lebih muda
dari 25 tahun. Paling sering ditemukan dalam hubungannya dengan akar dari gigi molar
pertama rahang bawah (50% dari lesi), dan tidak pernah ditemukan berhubungan dengan gigi
geligi anterior. Lesi ini biasanya tidak bergejala, meskipun kadangkala gigi yang
bersangkutan agak sensitive terhadap perkusi.
Temuan radiografik
Diamati adanya suatu massa seperti semburat matahari dikelilingi oleh gambaran opak yang
terdapat pada akar gigi yang terdermakasi dengan baik dan dikelilingi oleh rim radiolusen
yang tipis. Lesi ini mengaburkan lamina dura. Para pelajar kadangkala bingung dengan
osteitis yang padat, suatu lesi yang umum dihasilkan dari iritasi periapikal derajat rendah
yang merangsang pertumbuhan tulang. Meskipun lokasi yang paling umum dari kedua lesi ini
adalah sama, osteitis padat tidak mengaburkan ruang ligament periodontal (PDL) dan
cenderung memiliki garis tepi yang lebih irregular. Sementoma yang matang, yang juga
diketahui sebagai displasia semental periapikal, merupakan lesi umum lainnya yang dapat
membingungkan para pelajar jika dibandingkan dengan sementoblastoma. Bagaimanapun,
sementoma biasanya bertempat di rahang bawah region anterior dan tidak mengaburkan
rongga PDL. Sementoma biasanya memiliki 3 tahapan perkembangan: osteolitik (dimana
titik lesi nampak sebagai radiolusensi), sementoblastik (campuran radiolusen/radiopak), dan
matang (radiopak).
Karakteristik histologi
Sementoblastoma yang padat dipisahkan oleh sekat semental yang membentuk gambaran
histologi pada lesi tak berkapsul ini.
Perawatan
Pengankatan gigi yang terkena dan tumor adalah metode perawatan dari lesi ini. Tidak
dilaporkan adanya rekurensi.
2.3.1.3.3 Cementoblastoma
Gambaran Klinis :Asymptomatis, dapat melibatkan seluruh gigi gligi baik RA dan RB
anterior atau posterior. Apabila lesi cukup besar secara klinis menunjukkan suatu ekspansi
tulang sehingga ada pembengkakan rahang, terlokalisir, sering disebabkan trauma pada
jaringan periodontal.
Rontgenologis :Lesi menunjukkan suatu massa radiopak yang melekat pada apeks gigi
penyebab. Batas lesi dengan jaringan sekitarnya dipisahkan suatu gambaran Radiolusen yang
tipis.
HPA :Lesi merupakan jaringan kalsifikasi yang mirip tulang, seluler, lesi melekat ke apeksi
gigi. Batas lesi dengan tulang sekitarnya dipisahkan oleh kapsul fibrous
Tumor di rongga mulut merupakan pertumbuhan dari berbagai jaringan di dalam dan sekitar
mulut termasuk tulang, otot dan syaraf. Pertumbuhan ini dapat bersifat jinak (benigna) dan
dapat bersifat ganas (maligna). Meskipun jarang terjadi kanker yang ditemukan dalam mulut
bisa berasal dari bagian tubuh lainnya terutama paru-paru, payudara, dan prostate.
Tumor merupakan pertumbuhan sel yang tidak semestinya, penyebab tumor sampai saat ini
belum diketahui. Kombinasi kelainan genetik, Oral hygiene yang buruk serta nikotin
merupakan hal yang mendukung terjadinya tumor ganas rongga mulut. Seperti halnya
dibagian tubuh lainnya tumor rongga mulut dapat di golongkan menjadi tumor ganas dan
tumor jinak. Tumor pada rongga mulut dapat terjadi pada lapisan epidermis mukosa mulut,
otot, tulang rahang, kelenjar ludah, kelenjar getah bening. Tumor dibagi dalam dua golongan,
yaitu tumor jinak dan tumor ganas. Kanker adalah istilah umum untuk semua jenis tumor
ganas. Sel tumor pada tumor jinak bersifat tumbuh lambat, sehingga tumor jinak pada
umumnya tidak cepat membesar. Sel kanker mendesak jaringan sehat sekitarnya secara
serempak sehingga terbentuk simpai (serabut pembungkus yang memisahkan jaringan tumor
dari jaringan sehat). Oleh karena bersimpai maka pada umumnya tumor jinak mudah
dikeluarkan dengan cara operasi.
Sel tumor pada tumor ganas (kanker) tumbuh cepat, sehingga tumor ganas pada umumnya
cepat menjadi besar. Sel tumor ganas tumbuh menyusup ke jaringan sehat sekitarnya,
sehingga dapat digambarkan seperti kepiting dengan kaki-kakinya mencengkeram alat tubuh
yang terkena. Disamping itu sel kanker dapat membuat anak sebar (metastasis) ke bagian alat
tubuh lain yang jauh dari tempat asalnya melalui pembuluh darah dan pembuluh getah bening
dan tumbuh kanker baru di tempat lain. Penyusupan sel kanker ke jaringan sehat pada alat
tubuh lainnya dapat merusak alat tubuh tersebut sehingga fungsi alat tersebut menjadi
terganggu.
Tanda-tanda tumor ganas :Pertumbuhannya cepat, menyebar dan menekan sehingga
menibulkan rasa sakit, pada rongga mulut dapat berupa ulkus yang tidak sembuh2. Biasanya
diikuti gejala sistemik berupa penurunan berat badan yang cepat, keringat malam, panas
badan dan kelemahan.
Tanda-tanda tumor jinak : tumbuh lambat, tidak sakit, tidak menimbulkan gangguan fungsi
pada jaringan sekitarnya, pertumbuhannya terbatas biasanya berkapsel, tidak bermetastase
pada organ lain.
Menurut drg Denny Sidiq Hudayah SpBM, tumor pada rongga mulut terjadi karena
pertumbuhan yang liar dalam mulut yang tidak dapat dikendalikan, sehingga tumor rongga
mulut dapat digolongkan menjadi dua bagian, yaitu tumor ganas yang disebut maligna dan
tumor jinak yang disebut belignan.
Asal dari Pertumbuhan tumor jinak maupun ganas biasanya berasal dari berbagai jaringan di
dalam dan sekitar mulut, termasuk tulang, otot dan saraf. Tumor ganas tumbuhnya relatif
lebih cepat dari pada tumor jinak karena lebih aktif dan agresif. Tumor yang berada di
permukaan tubuh akan membesar dengan cepat dan seringkali disertai dengan luka atau
pembusukan yang tidak kunjung sembuh. Luka yang diakibatkan oleh suplai nutrisi ke sel-sel
tumor yang tidak mampu mengimbangi lagi sel-sel tumor yang jumlahnya sangat cepat dan
berlipat ganda. Akibatnya, sel-sel yang berada di ujung tidak mendapat nutrisi dan mati. Jadi,
hati-hati jika ada luka yang kotor dan tidak kunjung sembuh dengan pengobatan, bahkan
daerah luka bertambah luas
Masyarakat modern terancam tumor rongga mulut akibat pergeseran pola hidup yang salah
dengan mengkonsumsi alkohol, kebiasaan merokok, nutrisi yang tidak baik sehingga
kesehatan gigi dan rongga mulut terganggu. Gejala yang paling sering ditemukan adalah
nyeri namun dapat juga terjadi pembengkakan dan pergerakan yang terbatas.
Adapun faktor penyebab yang pasti tidak diketahui namun ada faktor karsinogen yang dapat
memicu untuk meningkatnya resiko tinggi terjadinya karsinoma.
1. Tembakau
Di Asia Tenggara, frekuensi tumor ganas rongga mulut lebih tinggi bila di bandingkan
dengan negara lainnya di seluruh dunia. Namun di Negara Eropa dan Amerika jumlah
penderita tumor rongga mulut dan farink sekitar tujuh puluh lima persen disebabkan oleh
merokok dan minum minuman keras. Keadaan yang demikian diduga ada hubungannya
dengan kebiasaan mengunyah tembakau yang dilakukan sebagian masyarakat di kawasan
Asia.
Peranan tembakau merupakan faktor etiologi pada perkembangan tumor ganas di rongga
mulut. Hal ini terutama berhubungan dengan kebiasaan mengunyah biji pinang dengan
tembakau, kebiasaan ini dahulu dilakukan oleh orang tua dan biasanya ditemukan di daerah
rural, seperti pengaruh rokok, cerutu dan merokok dengan pipa sebagai kebiasaan yang sering
ditemukan pada masyarakat. Hal ini dapat menimbulkan tumor seperti papiloma, fibroma,
atropik mukosa dan tumor ganas lainnya.
Munculnya tumor disebabkan adanya kandungan radikal bebas yang terbentuk dari campuran
bahan tembakau, pinang, dan kapur. Kebiasaan memakan sirih dengan pinang juga membuat
kondisi gigi dan rongga mulut kotor, sehingga menjadi berkembangbiaknya jamur atau
candida albicans.
Mukosa rongga mulut merupakan bagian yang paling mudah mengalami perubahan, karena
lokasinya yang sering berhubungan dengan pengunyahan, sehingga sering pula mengalami
iritasi mekanis. Di samping itu, banyak perubahan yang sering terjadi akibat adanya kelainan
sistemik. Kelainan yang terjadi pada umumnya memberikan gambaran yang mirip antara
yang satu dengan yang lainnya, sehingga dapat menimbulkan kesukaran dalam menentukan
diagnosis yang tepat.
Untuk mengatasi masalah tersebut perlu ditentukan diagnosa banding, karena di antara
kelainan yang terjadi ada yang berpotensial menjadi maligna dan ada juga hanya bersifat
belignan. Pemahaman mengenai pentingnya pendekatan patologik akan meningkatkan
kemampuan para dokter gigi pada era globalisasi. Ada beberapa macam lesi pra-ganas rongga
mulut, antara lain erithroplakia, carsinoma in situ, dan lain-lain. Tetapi, lesi yang paling
sering ditemukan pada rongga mulut adalah leukoplakia.
Etiologi yang pasti dari leukoplakia sampai sekarang belum diketahui dengan pasti, tetapi
predisposisi menurut beberapa ahli klinikus terdiri dari faktor yang multiple, yaitu faktor
lokal faktor sistemik dan malnutrisi vitamin.
2. Alkohol
Penyebab tumor rongga mulut juga berhubungan dengan kebiasaan minum minuman keras
yang kuat. Peminum yang dikatakan peminum alkohol yang kuat adalah peminum yang
meminum lebih dari 1.5 liter alkohol perhari, mempunyai resiko terserang tumor ganas di
rongga mulut sepuluh kali lebih besar dari pada pemakai alkohol minimal. Dapat ditimbulkan
peningkatan konsumsi alkohol berhubungan dengan meningkatnya resiko terserang tumor
ganas di rongga mulut.
3. Sirosis Hati
Hubungan antara sirosis hati dan kanker di rongga mulut juga di kemukakan oleh Vincent
dkk (1964), bahwa kerusakkan hati karena alkohol juga membantu merangsang atau
mempercepat terjadinya perubahan keganasan pada mukosa mulut.
4. Diet
Selain tembakau dan alkohol masalah diet dan nutrisi merupakan factor predisposisi
terjadinya karsinoma. Defisiensi vitamin A dapat mempengaruhi insiden tumor ganas sebagai
faktor etiologi terjadinya tumor ganas di rongga mulut, namun hal ini hanya sebagian kecil
setelah dilakukan penelitian secara sistematik. Pada dua peneliti di Amerika tidak ditemukan
perbedaan antara penderita tumor ganas dan kelompok kontrol nutrisi.
5. Masalah Kesehatan Gigi
Kebersihan mulut yang buruk, restorasi yang tidak tepat, tepi gigi-gigi yang tajam dan gigi
tiruan yang longgar sering kali merupakan faktor etiologi dari tumor ganas rongga mulut.
Karena frekuensi terjadinya faktor iritasi ini sangat tinggi, sungguh sulit untuk membuktikan
hubungan sebab-akibat antara faktor iritasi dan terjadinya kanker mulut.
Iritasi yang berulang karena tepi yang tajam dari gigi yang patah, tambalan atau gigi palsu
dapat merupakan resiko tambahan untuk terjadinya tumor ganas di rongga mulut.
Tumor jinak yang tumbuh di rongga mulut mempunyai karasteristik tumbuh secara lambat,
setelah mencapai ukuran tertentu menetap dan tidak berkembang lagi. Tumor ini tumbuh
mendesak sel-sel normal tetapi tidak menginvasi dan tidak bermetastasis, namun lama
kelamaan akan bertambah besar sehingga mengganggu fungsi bicara, pengunyahan dan
pernafasan.
Tumor jinak diklasifikasikan berdasarkan:
1. Berasal dari jaringan epitel
Tumor yang berasal dari epitel adalah: Papilloma, Adenoma, Adenoma plemorfik
2. Berasal dari jaringan ikat
Tumor yang berasal dari jaringan ikat adalah: Fibroma, Periperial giant cell tumor, Central
giant cell tumor, Lipoma, Hemangioma, Lymphangioma, Chondroma, Osteoma
3. Berasal dari jaringan otot
Tumor yang berasal dari jaringan otot adalah: Leiomyoma, Granular cell myoblastoma
4. Berasal dari jaringan syaraf
Tumor yang berasal dari jaringan syaraf adalah: Traumatic neuroma, Neurofibroma,
Pigmented ameloblastoma
5. Berasal dari kelenjar ludah
Tumor yang berasal dari kelenjar ludah adalah: Pleomorphic adenoma, Papillary
cystadenoma lymphomatosum, Lympomatoid adenoma.
6. Tumor jinak ectodermal yang asalnya odontogenic
Termasuk didalamnya Enameloma, Ameloblastoma/Adamantinoma.
Tumor ganas rongga mulut berbeda dengan yang jinak, karena tumor ganas bersifat
menginvasi jaringan sekitar, berkembang sampai daerah endotel dan dapat bermetastase
kebagian tubuh lain. Tumor ganas rongga mulut tumbuh sangat cepat, sehingga deteksi dini
serta tindakan pencegahan sangat penting untuk mengatasi tumor ganas ini.
Tumor ganas rongga mulut dapat berasal dari jaringan epitel dan jaringan ikat. Tumor ganas
yang berasal dari jaringan epitel adalah: Carsinoma sel squamosa dan Carsinoma sel basal,
sedangkan yang berasal dari jaringan ikat adalah Fibrosarkoma.
DEFINISI
Benign Non Odontogenic Tumor merupakan tumor jinak yang berasal dari jaringan sekitar
rongga mulut dan bukan berasal dari epitel atau jaringan mesenchim yang membentuk gigi.
Tumor ini berasal dari jaringan non gigi, jadi sama dengan tumor pada umumnya.
Tumor jinak yang sifatnya non odontogenik yang sering menyerang rongga mulut adalah :
1. Ossifying fibroma
2. Fibrousdysplasia
3. Osteoblastoma
4. Osteoid osteoma
5. Chondroma
6. Osteoma
7. Central giant cell granulloma
8. Giant cell tumor
9. Idiopatic histiocytosis
10. Hameangioma of bone
11. Tori and exostoses
12. Coronoid hyperplasia
BAB III
PEMBAHASAN
Gambar Klinis ameloblastoma pada rahang bawah kanan (pandangan lingual). Tumor meluas
posteroanterior dari region premolar satu bawah kanan hingga ramus mandibula melibatkan
processus condylaris dan coronoideus serta lesi yang perforasi ke sisi lingual (tanda panah).
Mandibula diiris menjadi beberapa potongan untuk pemeriksaan histologis, terlihat tumor
membentuk rongga (cystic spase) dengan gigi molar tiga yang terdesak hingga basis
mandibula (insert).
Asimptomatik, kadang ditemukan pada anak-anak maupun dewasa, tapi predominan pada
decade keempat dan kelima dari kehidupan (rata-rata 35-45 tahun).Gigi sekitarnya kadang
goyah, karena terdapat resorbsi akar dan ada maloklusi.Pembengkakan destruktif, terjadi
deformitas wajah,lesi perifer umumnya. Tidak menimbulkan rasa sakit sehingga dijumpai
pada tingkatan yang sudah parah sehingga kerusakan tulang telah menyeluruh. Perluasan
tidak cuma ke arah bukal saja tapi juga ke arah lingual.
Gambaran radiografi : Multilokular / unilokular radiolusen, dengan tepi tegas dan sklerotik.
Ameloblastoma tipe folikuler (A), pada gambar (B) tanda panah hijau menunjukkan suatu
intercellular space, tanda panah hitam menunjukkan deposisi bahan kalsifikasi dan tanda
panah kuning menunjukkan epitel lining dari tumor nest.
Tanda dan Gejala
Asimptomatik, tumbuh lambat, dapat bertumbuh sampai cukup besar tanpa disertai anak
sebar.
Invasive keganasan local, dengan sedikit metastase.
Histopatologi : Epitel polygonal, nuclei berbagai ukuran, sitoplasma eosinofil dan ditemukan
ameloid sebagai produk sel.
Calcifying epithelial odontogenik tumor, yang menunjukkan suatu bahan hyaline (tanda
panah) di antara sel-sel epitel tumor yang berbentuk kuboid atau polyhedral.
Tanda dan Gejala
Invasif setempat,berkembang lambat, tidak metastase
Gambaran fibroma ameloblastik menunjukkan massa jaringan lunak yang keras dengan
permukaan luar yang halus. Kapsul mungkin ada atau mungkin juga tidak ada. Secara
mikroskopik mengandung jaringan mesenkim yang sangat banyak mirip dengan dental papil
yang primitive yang bercampur dengan epitel odontogen. Sel epitel berbentuk panjang dan
kecil dengan susunan yang beranastomase satu dengan yang lainnya, tetapi hanya
mengandung sekitar dua sel yang berbentuk kuboid atau kolumnar
Secara radiografi tumor menunjukkan radiolusen unilokuler , mempunyai batas yang jelas
dan jarang radiolusen multilokuler. Lesi mengandung sejumlah bahan berkalsifikasi dengan
radiodensiti dari stuktur gigi. Bahan kalsifikasi di dalam lesi menunjukkan gambaran
multiple, radiopak yang kecil atau massa yang bergabung menjadi keras.
Gambaran mikroskopis :
Secara mikroskopis menunjukkan gambaran yang identik dengan fibroma ameloblastik dan
mempunyai lapisan jaringan (narrow cord) yang sempit serta pulau-pulau epitel kecil dari
epitel odontogen dalam jaringan ikat primitive longgar mirip dental papilla .
C. Odontoma
Merupakan jenis yang paling umum dari tumor-tumor odontogenik. Tumor ini
dipertimbangkan sebagai anomaly perkembangan (hamartomas) agak jarng disebut sebagai
neoplasama yang sesungguhnya. Pada perkembangan awal dari lesi ini menunjukkan
proliferasi epitel odontogen dan jaringan mesenkim, kemudian pada perkembangna
selanjutnya diikuti pembentukan enamel, dentin, dan variasi dari pulpa dan sementum. Tumor
ini mempunyai 2 tipe ,yaitu compound dan complex odontoma.
Compound odontoma mengandung struktur seperti gigi yang kecil dan banyak. Sedangkan
complex odontoma mengandung massa yang besar dari enamel dan dentin dan tidak
menyerupai gigi .
Gambaran klinis :
• Sebagian besar odontoma ditemukan pada decade kedua kehidupan ,dengan rata-rata usia
14 tahun.
• Asimtomatik
• Sering ditemukan pada pemeriksaan radiograf rutin ketika memeriksa gigi yang tidak
erupsi.
• Lesi kecil, jarang menjadi besar,apabila menjadi besar kadangkala sampai ukuran 6 cm dan
menyebabkan ekspansi rahang.
• Lebih sering di maksila daripada di mandibula.
Gambaran radiografis :
• Compound odontoma menunjukkan kumpulan struktur yang mirip gigi dengan ukuran dan
bentuk yang bervariasi dikelilingi oleh daerah radiolusen yang tipis.
• Complex odontoma menunjukkan massa yang radiopak pada struktur gigi yang dikelilingi
oleh radiolusen yang tipis. Sebuah gigi yang tidak erupsi seringkali dihubungkan dengan
odontoma karena menghalangi gigi erupsi.
Gambaran mikroskopis :
Odontoma. (A), Complex Odontoma, menunjukkan sebuah masa gigi yang tidak berbentuk
(amorf) yang merupakan bentukan material gigi, (B), Compound Odontoma yang terdiri dari
struktur sementum (1), dentin (2), dan struktur seperti pulpa (3).
• Compound odontoma mengandung struktur yang multiple menyerupai gigi berakar satu di
dalam matriks jaringan longgar. Jaringan pulpa mungkin terlihat di korona atau akar dari
struktur yang menyerupai gigi tersebut.
• Complex odontoma mengandung tubular dentin yang matang. Pada celah dari masa lesi
dapat dijumpai sejumlah matriks enamel atau enamel yang belum matang. Pulau pulau kecil
dari sel ghost epitel pewarnaan eosinopilik dapat dijumpai pada sekitar 20% kasus complex
odontoma. Kadankala kista dentigerous mungkin m uncul pada epithelial lining dari complex
odontoma.
• Tumor yang berasal dari ektomesenkim odontogen dengan atau tanpa melibatkan epitel
odontogen
A. Fibroma Odontogen
Fibroma odontogen adalah tumor yang jarang ditemukan dan merupakan lesi yang
menimbulkan kontroversi. Hanya kurang dari 50 kasus yang pernah dilaporkan.
Gambaran klinik
Fibroma-fibroma odontogen yang terjadi dan pernah dilaporkan melibatkan usia antara 9-80
tahun dengan rata-rata usia 40 tahun. Sekitar 60% terjadi pada maksila dan sebagian besar
berlokasi di region nterior hingga region gigi molar pertama. Walaupun demikian kejadian di
mandibula bias mencapai 50% dan berlokasi di region posterior (region premolar hingga
region molar pertama). Ada sedikit kasus pada fibroma odontogen di mndibula yang
berhubungan dengan molar tiga yang tidak erupsi. Fibroma-fibroma odontogen yang
berukuran kecil biasanya tidak menimbulakan keluhan. Jika lesi membesar menyebabkan
ekspansi tulang pada region yang terlihat atau gigi-gigi menjadi goyang.
Gambaran radiografik
Secara radiografik fibroma-fibroma odontogen yang berukuran kecil cenderung menunjukan
batas yang jelas, uniokuler, lesi-lesi yang besar cenderung menjadi radiolusen yang
multiokuler. Beberapa lesi menunjukkan tepi yang sklerotik. Sering terjadi resobrsi akar yang
terlibat dan lesi-lesi yang berlokasi di antar gigi-gigi menyebabkan akar-kara gigi yang satu
yang lainnya menjadi divergen.
Gambaran mikroskopik
Fibroma odontogen menunjukkan gamabaran histologis yang bervariasi, hal ini yang
menyebabbkan para penulis menjelaskan dalam dua tipe yaitu :
1. fibroma odontogen sederhana. Lesi ini mengandung fibroblast-fibroblas stellate, seringkali
tersusun dalam sebuah pola yang bergulung dengan fibril-fibril kolagen yang jelas dan dapat
dipertimbangkan sebagai bahan dasar. Sisa-sisa epitel odontogen yang berupa focus-fookus
kecil mungkin ada atau munkin tidak dijumpai. Kadang-kadang kala focus kalsifikasa
distropik dapat dijumpai.
2. fibroma odontogen kompleks. Lesi ini menunjukan pola yang lebih kompleks yang mana
seringkali mengandung jaringan ikat fibros selluler yang jelas dengan serabut-serabut kolagen
yang tersusun dalam jalinan bundle. Epitel odontogen dalam bentuk sarang yang terisolasi.
B. Odontogeni Myxoma/Myofibroma
Gambaran klinik
Myxoma yang sesungguhnya jarang dijumpai, oleh karena itu myxoma di dalam rongga
mulut disebut odontogenic myxoma. Merupakan suatu neoplasia odontogen yang tumbuh
lambat, terlokalisir tetapi mempunyai sifat invasive dan agresif. Berasal dari jaringan ikat
dental papilla. Umumnya terjadi pada predileksi usia decade ke 2 dan ke 3, dimana dapat
melibatkan maksila dan mandibula baik korpus maupun ramus. Rasa sakit jarang dijumpai
tetapi parasesti oleh karena terlibatnya nervus mandibularis dapat terjadi. Dalam
pertumbuhannya di dalam rahang menyebabkan gigi geligi yang disekitar lesi dan tulang
kortikal mengalami displacement dan ekspansi serta menipis.
Gambaran radiografik
Secara radiografi lesi menunjukkan gambaran radiolusen yang dipisahkan oleh gambaran
tulang trabekular. Batas lesi dengan tulang sekitarnya tidak berbatas jelas.
Gambaran mikroskopik
Odontogenic myxoma, menunjukkan proliferasi sel-sel myxoid/ star cells(1), dengan
didukung fibrous kapsul (2).
Gamabaran histopatologi anatomi lesi menunjukakan adanya jaringan proliferasi myxoid, dan
dibeberapa tempat tamapak jaringan fibrous (myoid fibrous tissue). Lesi ini secara radiografi
tidak berbatas jelas, tetapi secara histologis masih dapat ditemukan kapsul fibrous.
Vaskularisasi di dalam lesi hamper tidak ada (poor vaskularity).
C. Cementoblas
Gamabaran klinis
Lesi ini umumnya asimtomatik karena tidak ada tand infeksi, dapat melibatkan seluruh gigi-
geligi baik dirahan atas maupun dirahang bawah anterior atau posterior. Apabila lesi cukup
besar secara klinis menunjukakan suatu ekspansi tulang sehingga menunjukakan
pembengkakan rahang pada region gigi yang terlibat. Factor penyebab pasti tidak diketahui
tetapi sering disebabkan oleh trauma pada daerah periodontal gigi.
Gambaran radiografik
Gamabran radiografi lesi menunjukkan suatu massa yang melekat ke apeks gigi penyebab.
Batas lesi dengan jaringan sekitarnya dipisahkan suatu gamabran radiolusen yang tipis.
Gamabaran mikroskopik
Cementoblastoma, terlihat pembentukan lesi pada apek gigi. (1) pulpapada apek gigi
penyebab, masa dari lesi merupakan proliferasi dari sel-sel cementoblast (sellular) dan
mengandung sum-sum tulang (2) dengan dipisahkan oleh suatu kapsul jaringan ikat dari tepi
tulang normal (3).
Lesi merupakan jaringan kalsifiksai yang mirip tulang, seluler, lesi melekat ke apeks gigi
penyebab. Batas lesi dengan tulang sekitrnya dipisahkan oleh kapsul fibrous
b. Tumor Non-Odontogen
A. Tumor jinak non-odontogen yang berasal dari epitel mulut
A. Papiloma skuamos
Papiloma squamous adalah suatu neoplasia jinak yang berasal dari epitel permukaan mukosa
mulut. Dipertimbangkan sebagai neoplasia epitel jinak yang sangat umum terjadi di dalam
mulut. Studi yang terakhir pada neoplasia ini dan lesi-lesi yang hampir sama yang terjadi di
beberapa area di tubuh (seperti di kulit, laring, dan servik uteri) menunjukkan bukti
peningkatan, yang mana papiloma sering terjadi akibat hasil dari suatu infeksi virus papiloma
manusia (Human papiloma virus). Juga papiloma dipertimbangkan berhubungan dengan
veruka vulgaris atau kutil.
Gambaran Klinis
Pada gambaran klinis di dapatkan suatu proliferasi pertumbuhan yang lambat dari epitel
squamous berlapis disusun dalam proyeksi seperti jari, biasanya pertumbuhannya tunggal,
sempit, dan struktur seperti bertangkai menghubungkannya ke mukosa rongga mulut di
bawahnya. Perlekatan bentuk tangkai yang sempit ini adalah bentuk khusus dari lesi lesi
pedunculated. Proyeksi seperti jari dapat dengan mudah terlihat pada sebagian besar
specimen. Seringkali mirip dengan gambaran sebuah bunga kola tau bunga pakis.
Papiloma menunjukkan distribusi yang luas di dalam mulut, sebagian besar frekuensi
kejadiannya di palatum, lidah, mukosa bukal/labial, dan gingival. Alasan mengapa papiloma-
papiloma menjadi lebih umum terjadi di palatum lunak belum jelas. Papiloma dapat berwarna
putih atau merah jambu, lunak , dan fleksibel pada palpasi, umumnya diameternya kurang
dari 2 cm, dan tidak menimbulkan rasa sakit. Walaupun secara umum tunggal, kadangkala
mungkin terjadi multiple.
Gambaran Mikroskopis
Pada lesi ini didapatkan HPV (Human Papilloma Virus) meskipun tidak terdapat tanda-tanda
terjadinya infeksi pada jaringan. Papilloma tidak berpotensi untuk menjadi ganas.
Gambaran Mikroskopis
B. Neurofibroma
Gambaran Klinis
Neurofibroma adalah suatu neoplasia jinak yang relatif tidak umum, secara histologis
mengandung campuran dari sel-sel schwan neoplastik dan akson-akson yang tersebar.
Neoplasia ini berkembang dari berkas syaraf dan batang syaraf yang besar, menghasilkan
pemesaran tumor. Neurofibroma lebih lunak pada pemeriksaan palpasi dibandingkan mukosa
normal sekitarnya dan sering digambarkan sebagai suatu konsistensi kistik atau menyerupai
tekstur jaringan adiposa. Batas dengan jaringan normal sekitarnya kadangkala sulit
ditentukan. Neurofibroma dapat menunjukkan variasi warna, antara warna pucat hingga agak
kekuningan, dengan dilindungi warna yang bervariasi coklat. Kulit atau mukosa di atasnya
kelihatan normal.
Neofibrima kutan dan mukosa dapat terjadi dalam dua keadaan yang terpisah. Lesi ini jarang
sebagai lesi tersendiri, tanpa ada riwayat atau berhubungan dengan penyakit yang serupa.
Kejadian yang lebih umum dari neofibroma adalah sebagai bagian dari gangguan dominan
autosom neurofibromatosis. Penyakit ini juga diketahui sebagai penyakit von
Recklinghausen’s pada kulit karakteristik umumnya adalah bersamaan dengan adanya
pigmentasi ada kulit yang dikenal sebagai cafe au lait spot (menyerupai kopi susu) dan
neurofibroma.
Neurofibroma dapat mempunyai variasi bentuk, antara lain: tumor-tumor bertangkai nodular
terlokalisir; bersegmen, linier, ekspansi batang syaraf lobular (seperti kacang polong dan
dahulu dikenal sebagai neurofibroma pleksiform); lesi besar, menimbulkan deformasi,
mempunyai masa tumor; dan kecil, pedunculated, lesi-lesi kulit nodular. Semuanya ini
menunjukkan bentuk-bentuk neurofibroma dan kadang-kadang di rongga mulut akan
menunjukkan tumor-tumor yang demikian.
E. Neuroma Traumatik
Gambaran Klinis
Neuroma traumatik (amputasi) muncul sebagai suatu pertumbuhan yang berlebihan bersifat
bukan neoplasma dari axon dan merupakan jaringan parut fibros. Lesi ini muncul sebagai
akibat terputusnya syaraf perifer, kemudian terbentuk jaringan parut, jaringan parut ini
mengganggu pertumbuhan akson reparatif. Berkas akson yang terputus berusaha untuk
berregenerasi tetapi tidak dapat menemukan jalur neurilemma yang diperlukan untuk
menuntun syaraf tersebut kembali ke sisi-sisi reseptornya. Masa yang dihasilkan berupa
jaringan fibros dan akson-akson menghasilkan sebuah nodul klinis yang biasanya berbatas
jelas, kenyal dan seringkali menimbulkan rasa sakit bila dipalpasi.
Neuroma traumatik sering terjadi pada sisi yang mudah mengalami trauma fisik, seperti bibir,
lidah dan mukosa bukal. Neuroma traumatik juga dilaporkan terjadi di daerah syaraf mentalis
pada pasien-pasien ompong, dan juga terjadi setelah pencabutan gigi.
Perawatan dan Prognosis
Perawatan terhadap lesi ini adalah eksisi konservatif dan kekambuhan setelah perawatan
jarang terjadi.
F. Lipoma
Gambaran Klinis
Lipoma adalah neoplasia jinak yang berasal dari jaringan adiposa. Lesi ini lazim di dalam
jaringan subkutan kulit tetapi jarang terjadi di dalam rongga mulut. Lipoma paling sebagian
besar ditemukan pada orang dewasa dan biasanya terjadi berupa tumor tunggal di punggung,
bahu atau leher. Terkadang dijumpai sebagai lesi jamak. Lipoma rongga mulut biasanya
tunggal, berbatas jelas dan lunak bila dipalpasi. Meskipun lesi berukuran kurang dari 2 cm,
tetapi pernah diketahui lipoma mencapai ukuran yang patut dipertimbangkan. Lipoma
seringkali menunjukkan warna kekuningan jika berlokasi di bawah mukosa mulut.
Gambaran histopatologis
Lipoma secara histologis menunjukkan suatu proliferasi sel-sel adiposa dalam suatu
conective fibrous tissue, dengan inti yang terletak di perifer dan tidak menunjukkan adanya
stroma, tetapi pembuluh darah bisa ditemukan diantara proliferasi sel sel adipos tersebut.
Dalam hal lain, yang paling umum lesi di rongga mulut mengandung jaringan adiposa yang
matang, yang merupakan turunan dari lemak bukal. Hal ini menunjukkan tempat yang
menyimpang, secara anatomi jaringan adiposa normal, secara klinis menghasilkan masa
bernodul pada mukosa bukal. Masa ini secara sering dieksisi untuk tujuan diagnosa dan lesi
ini tidak dipertimbangkan sebagai neoplasma yang sebenarnya.
Perawatan dan Prognosis
Perawatan lipoma terdiri dari eksisi konservatif dan jarang terjadi kekambuhan setelah eksisi
sempurna.
Gamban Klinis
Nevus intramukosal pada palatum, berwarna biru kehitaman dengan permukaan yang rata
(tanda panah).
Variasi pada bentuk- bentuk spesifik nevi pigmentasi diketahui terjadi dan bentuk-bentuk ini
dibedakanan atas dasar gambaran klinis dan mikroskopis.Dua dari nevi ysng paling umum
terjadi di kulit dan mukosa mulut, yaitu nevus intradermal (jika di dalam mulut lebih spesifik
sebagai intramucosal nevus) dan nevus penghubung (juncional nevus).
Nevus intradermal merupakan nevus pigmentasi yang paling umum, melibatkan baik kuit
maupun mukosa mulut. Paling umum adalah pada kulit dibandingkan dengan mulut, tetapi
kekhususan lokasi lesi bermanifetasi dengan tidak adanya keluhan, linak, menonjol,
berwarna, mulai merah jambu, cokelat terang sampai cokelat gelap, warnanya seragam,
berbentuk kubah, permukaan nodul yang halus. Meskipun secara umum diameternya kurang
dari 1 cm, tetapi kadang-kadang mungkin agak lebih besar dan bertangkai dan permukaannya
kasar. Seperti lesi pada kulit yang seringkali menunjukkan tumbuhnya rambut.
Junctional nevus memberikan gambaran klinis agak berbeda, yaitu seluruhnya rata, tipe
makula, permukaan halus, dan biasanya berwarna cokleat, pigmentasi merata.
Nevi pigmentasi rongga mulut sangat mirip dengan yang di kulit, dan yang menarik
menunjukkan adanya predileksi untuk terjadi pada palatum keras dan gingiva. Sebagian besar
(55%) nevi pigmentasi rongga mulut adalah tipe intramukosal, hanya 3% tipe junctional.
Rata-rata 36% nevi rongga mulut adalah nevi biru. Nevi biru mempunayai beberapa
kemiripan klinis terhadap nevus intradermal, dan yang apaling umum ditemukan di kulit. Lesi
ini di mulut biasanya kecil, berwarna biru hingga hitam, warnanya seragam, rata, paling
seering berlokasi di palatum.
Gambaran mikroskopik
Melanosis, pada permukaan membrane, terlihat peningkatan jumlah sel-sel melanin pada
basal sel layer.
Pada saat ini, hanya pemeriksaan mikroskopis yang dipercaya untuk membedakan nevi jinak
dengan melanona ganas. Gambaran histologis dari nevi pigmentasi dan melanoma jelas
sangat beda, dimana pada nevi pigmentasi jinak terlihat adanya peningkatan proliferasi
melanin di basal sel epithelium atau di submukosa.
Pleomorfik adenoma, (A) tumor dibungkus oleh fibrous kapsul (1) dan (B), proliferasi sel-sel
kelenjar (2) di dalam suatu matriks jaringan myxoid, mucoid atau chondroid (3).
Gambaran yang saling bercampur sehingga dinamakan adenoma pleomorfik. Bentuk-bentuk
tersusun seperti kelenjar, daerah-daerah miksoid (berlendir), jaringan menyerupai tulang
rawan (pseudo-cartilago), jaringan seperti limfoid. Karena gambarannya seolah-olah terdiri
atas campuran jaringan ektodermal dan mesodermal, dinamakan tumor campur (mixed
tumor). Tetapi dengan pulasan kusus, ternyata tumor bukan berasal dari berbagai jaringan
embrional melainkan hanya dari jaringan ektodermal atau epitel yaitu sel mioepitel
Mikroskopis
Tumor Whartin, menunjukkan proliferasi sel-sel onkosit 2 lapis (1) yang melapisi struktur
seperti rongga kistik (2), yang tertanam dalam stroma jaringan limfoid.
Terdiri atas dua unsure yaitu jaringan limfoid dan epithelial yang tersususn atas dua lapisan
sel asidofil yang berjonjot ke dalam rongga-rongga kista. Susunan dua lapisan ini ditemukan
juga pada saluran keluar kelenjar liur normal, terutama pada pria.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan:
1. Macam-macam Tumor Jinak Rongga Mulut
• Tumor Odontogen
a. Tumor yang berasal dari jaringan epitel odontogen tanpa melibatkan ektomesenkim
odontogen
Ameloblastoma
Tumor odotogen epithel berkalsifikasi (Phinborg Tumor)
Tumor odontogen skuamous
Tumor odontogen sel bersih
b. Tumor yang berasal dari jaringan epitel odontogen dan melibatkan ektomesenkim
odontogen dengan atau tanpa pembentukan jaringan keras gigi
Ameloblastik fibroma
Ameloblastik fibro-odontoma
Odontoma
c. Tumor yang berasal dari ektomesenkim odontogen dengan atau tanpa melibatkan epitel
odontogen
Fibroma Odontogen
Odontogenic myxoma/myofibroma
Cementoblastoma
• Tumor Non-Odontogen
1. Tumor jinak non-odontogen yang berasal dari epitel mulut
A. Papiloma skuamos
B. Veruka vulgaris
C. Keratoakantoma
2. Tumor jinak non-odontogen yang berasal dari nevus/pigmen
3. Tumor jinak non-odontogen yang berasal dari jaringan ikat mulut
A. Jaringan ikat fibrous
a. Fibroma
B. Jaringan pembuluh saraf
a. Neurofibroma
b. Neurilemoma/Schawannoma
c. Tumor sel granular
d. Neuroma Traumatik
C. Jaringan adiposa
a. Lipoma
4. Tumor Jinak non-odontogen yang berasal dari kelenjar ludah
A. Pleomorphic adenoma
B. Monomorphic adenoma
Whartin’s Tumor
2. Sel normal memiliki 2 tugas uama yaitu bekerja yang tergantung pada aktivitas sitoplasma
dan berkembang bia anabolic selk yang tergantung pada aktivitas inti. Pada sel neoplasma
terjadi perubahan sifat sehingga sebagian energi digunakan untuk berkembang biak.
3. Tumor non neoplasma ialah tumor yang sel-selnya bukan sel neoplasma, tetapi sel tubuh
normal yang mengalami perubahan. Kista merupakan suatu kantongan abnormal yang
tepinya dilapisi oleh sel- sel epitel, sedangkan pada tumor tepinya dilapisi oleh sel-sel
neoplasma.
Proliferasi sel dapat dirangsang oleh faktor pertumbuhan intrinsik, jejas, kematian sel, atau
bahkan oleh deformasi mekanis jaringan. Mediator biokimiawi dan/ atau tekanan mekanis
yang terdapat dalam lingkungan mikro setempat secara khusus dapat merangsang atau
menghambat pertumbuhan sel. Oleh karena itu, kelebihan stimulator atau kekurangan
inhibitor menyebabkan pertumbuhan sel yang sesungguhnya. Meskipun pertumbuhan dapat
dicapai dengan memperpendek panjang siklus sel atau menurunkan laju sel yang hilang,
kendali pengaturan yang terpenting adalah penginduksian sel istirahat (resting cells) (pada
fase G0) agar memasuki siklus sel. Penting untuk diingat bahwa berbagai sinyal dari
lingkungan setempat tidak hanya dapat mengubah kecepatan proliferasi sel, tetapi dapat pula
mengubah kemampuan diferensiasi dan sintesisnya. (Robbins, 2007)
Sel yang sedang berproliferasi berkembang melalui serangkaian tempat dan fase yang sudah
ditentukan yang disebut siklus sel. Siklus sel tersebut terdiri atas (secara berurutan) fase
pertumbuhan prasistesis 1 atau G1; fase sintesis prasintesis 2 atau G2; dan fase mitosis atau
atau M. Sel istirahat berada dalam keadaan fisiologis yang disebut G0. Dengan
mengecualikan jaringan yang terutama tersusun atas sel yang mengalami diferensiasi tahap
akhir dan tidak membelah, yang semuanya berada dalam G0, sebagian besar jaringan matur
terdiri atas sel dalam suatu kombinasi dari berbagai keadaan.
Masuk dan berkembangnya sel melalui siklus sel dikendalikan melalui perubahan pada kadar
dan aktivitas suatu kelompok protein yang disebut siklin. Pada tahapan tertentu siklus sel,
kadar berbagai siklin setelah didegradasi dengan cepat saat sel bergerak melalui siklus
tersebut. Siklin menjalankan fungsi regulasinya melalui pembentukan kompleksdengan
(CDK, cyclin-dependent kinases). Kombinasi yang berbeda dari siklin dan CDK berkaitan
dengan setiap transisi penting dalam siklus sel, dan kombinasi ini menggunakan efeknya
dengan memfosforilasi sekelompok substrat protein terpilih (protein fosforilatkinase; protein
kontraregulasi yang disebut protein defosfoorilat fosfatase). Fosforilasi dapat menimbulkan
perubahan konformasi bergantung pada proteinnya yang secara potensial:
Contoh spesifik adalah CDK1, yang mengendalikan transisi penting dari G2 menjadi M. Pada
saat sel masuk dalam G2, siklin B disintesis, dan berikatan pada CDK1. Kompleks siklin B-
CDK1 ini di aktifasi melalui fosforilasi, kemudian kinase aktif memfosforilasi berbagai
protein yang terlibat dalam mitosis, meliputi protein yang terlibat dalam replikasi DNA,
depolimerisasi lapisan inti, dan pembentukan spindle mitosis. Setelah pembelahan sel, siklin
B dipecah melalui jalur proteasom yang tersebar luas; sel tidak akan mengalami mitosis lebih
lanjut sampai terdapat rangsang pertumbuhan dan sintesis siklin yang baru.
Selain dari sintesis dan pemecahan siklin, kompleks siklin-CDK juga diatur melalui
pengikatan inhibitor CDK. Kompleks ini sangat penting dalam mengatur tahapan siklus sel
(G1à S dan G2 à M), yaitu tahapan saat sel memeriksa bahwa DNA-nya telah direplikasi
dengan cukup atau semua kesalahan telah dipulihkan sebelum bergerak lebih lanjut.
Kegagalan pemantauan secara memadai terhadap keakuratan DNA akan menyebabkan
akumulasi dan transformasi ganas yang mungkin terjadi. Oleh karena itu, sebagai contoh,
pada saat DNA dirusak (misalnya, oleh iradiasi ultraviolet), protein supresor tumor TP53
(P53) yaitu suatu protein fosforilasi dengan berat molekul 53kD) akan distabilkan dan
menginduksi transkripsi CDKN1A (dulu P21), suatu inhibitor CDK. Inhibitor ini menahan
sel dalam fase G1 atau G2 sampai DNA dapat diperbaiki; pada tahapan tersebut, kadar TP53
menurun, CDKN1A berkurang, dan sel dapat melanjutkan tahapan. Jika kerusakan DNA
terlalu luas, TP53 akan memulai suatu kaskade peristiwa untuk meyakinkan sel agar
melakukan apoptosis. (Robbins, 2007)
Potensi Proliferatif Jenis Sel yang Berbeda. Berdasarkan kemampuan regenerasi serta
hubungannya terhadap siklus sel, sel tubuh dibagi menjadi tiga kelompok. Dengan
mengecualikan jaringan yang terutama tersusun atas sel permanen yang tak membelah
(misalnya, otot jantung dan saraf), sebagian besar sel matur memiliki perbandingan jumlah
yang beragam antara sel yang terus membelah, sel istirahat yang terkadang kembali ke siklus
sel, dan sel yang tidak membelah. Kemampuan sel untuk berproliferasi pada umumnya
berbanding terbalik dengan tingkat diferensiasinya.
Sel labil. Sel ini terus membelah (dan terus-menerus mati). Regenerasi terjadi dari
suatu populasi sel stem dengan kemampuan berproliferasi yang relatif tidak terbatas.
Pada saat sel stem membelah satu anak sel mempertahankan kemampuannya untuk
membelah (perbaruan diri), sementara sel lainnya berdiferensiasi menjadi sel non
mitotic yang melanjutkan fungsi normal jaringan. Sel labil meliputi sel hematopoiesis
dalam sumsum tulang yang juga mewakili sebagian besar epitel permukaan yaitu
permukaan skuamosa bertingkat pada kulit, rongga mulut, vagina, dan serviks; epitel
kuboid pada duktus yang mengalirkan produksi organ eksokrin (misalnya kelenjar liur
pancreas traktus biliaris; epitel kolumnar pada traktus gastrointestinal, uterus dan tuba
falopii; serta epitel transisional pada saluran kemih.
Sel stabil. Dalam keadaan normalnya sel ini dianggap istirahat (atau hanya
mempunyai kemampuan replikasi yang rendah)\ tetapi mampu membelah diri dengan
cepat dalam hal merespon cidera. Sel stabil menyusun parenkim pada jaringan
kelenjar yang paling padat, yaitu hati, ginjal, pancreas, dan sel endotel yang melapisi
pembuluh darah,serta fibroblast dan sel jaringan ikat otot polos (mesenkim);
proliferasi fibroblast dan sel otot polos sangat penting dalam hal merespons cedera
dan penyembuhan luka. (Robbins, 2007)
Sel permanen. Sel ini dianggap mengalami diferensiasi tahap akhir dan nonproliferatif
dalam kehidupan pascakelahiran. Yang termasuk dalam kategori ini adalah sebagian
besar neuron dan sel otot jantung. Oleh karena itu, cedera pada otak atau jantung
bersifat irreversible dan hanya menimbulkan jaringan parut karena jaringan tidak
dapat berproliferasi. Meskipun otot rangka biasanya dikategorikan sebagai jenis sel
permanen, sel satelit yang melekat pada selubung endomisium benar-benar
memberikan suatu kemampuan regenerasi. Terdapat juga beberapa bukti bahwa sel
otot jantung dapat berproliferasi setelah terjadi nekrosis miokard.
Faktor-faktor yang mempromosikan organ atau organisme tumbuh secara operasional dibagi
menjadi tiga kelas besar :
1. Mitogens, yang menyimulasi pembelahan sel, mula-mula dengan membebaskan
kontrol negatif intraseluler yang dengan kata lain memblok proses siklus sel.
2. Growth factors, dimana menyimulasi pertumbuhan sel (penambahan masa sel) dengan
mempromosikan sintesis protein dan makromolekul lain dan dengan meng-inhibisi
degradasi sel-sel.
3. Survival factors, dimana mempromosikan kemampuan bertahan sel dengan menekan
apoptosis.
Growth factor adalah suatu peptida yang merangsang pertumbuhan dengan cara mensintesis
DNA dan juga mengatur proses mitosis sel. Bentukan peptida pada growth factor ini dibagi
menjadi 2 yaitu polipeptida dan neuropeptida. Polipeptida yang mempunyai molekul besar
dan bekerja melalui jalur tyrosine kinase. Polypeptida merupakan faktor pertumbuhan yang
akan mengadakn ikatan dengan reseptor faktor pertumbuhan dalam membran sel. Ikatan ini
menimbulkan signal transduksi yang melalui jalur tyrosin kinase diteruskan ke PKC yang
kemudian diteruskan lagi ke dalam inti sel. Neuropeptida mempunyai molekul kecil bekerja
melalui jalur non tyrosin kinase. Ikatan yang terjadi juga menimbulkan signal transduksi
melalui jalur tyrosyn kinase dan serine theroine kinase diteruskan ke dalam inti sel. Adapun
macam-macam growth factor antara lain:
Proses pengkodean pembentukan growth factor diatur oleh suatu gen misalnnya c-sis, myc,
abl, int-1, int-2.
Growth factor reseptor adalah protein transmembran yang terdapat pada membran sel yang
mempunyai bagian yang menonjol keluar membran dan menonjol kedalam sitoplasma.
Growth factor receptor ada yang mempunyai dan tidak mempunyai enzim tyrosin kinase.
Growth factors merupakan faktor luar yang berperan dalam siklus sel dan berhubungan
dengan hormonal. Abnormalitas dalam growth factors dapat menyebabkan protein terlalu
terekspresi sehingga siklus sel menjadi terlalu terstimulasi atau dapat pula dengan
ketidakhadiran protein menyebabkan siklus sel ter-inhibisi.
Di setiap membran sel terdapat banyak reseptor. Ketika terdapat rangsangan dari growth
factor akan menyebabkan membran sel menghasilkan beberapa macam zat seperti DAG
(diacetylglycerol), proteinkinase c dan second messager yang berupa phospholipid. DAG
berfungsi untuk mengaktifkan protein kinase c, protein kinase c berfungsi untuk
mempercepat proses transkripsi RNA. Setelah terbentuk RNA massanger dari proses
transkripsi, RNA massanger akan bergerak keluar dari membran inti menuju ke ribosom,
kemudian dari ribosom terjadi proses translasi RNA. Pada proses translasi RNA messanger
akan membentuk anti sense dan kemudian ribosom akan mulai membentuk rantai polpeptida
sesuai dengan kode gen pada RNA messanger. kemudian protein-protein itu tadi akan masuk
kembali kedalam inti untuk keperluan replikasi DNA.
Tubuh manusia mempunyai beribu-ribu sistem pengatur. Jam biologis adalah suatu pola yang
diatur secara internal oleh tubuh. Pola ini untuk menjaga keseimbangan (homeostasis),
misalnya temperatur tubuh dan regenerasi sel. Untuk regenerasi sel sendiri, dapat diatur oleh
sistem hormon. Hormon diangkat melalui cairan ekstrasel menuju seluruh bagian tubuh untuk
mengatur fungsi sel. Hormon tiroid dapat meningkatkan kecepatan sebagian besar reaksi
kimia di dalam semua sel dan aktivitas metabolisme yang berarti hormon tiroid membantu
mengatur tempo aktivitas tubuh. Sel-sel tubuh yang rusak pun dipicu oleh hormon yang
bernama Human Growth Hormon (HGH) yang bekerja pada waktu tertentu dan jangka waktu
tertentu pula.
BAB 3. PEMBAHASAN
Neoplasia/tumor jinak adalah pertumbuhan jaringan baru abnormal yang tanpa disertai
perubahan atau mutasi gen. Faktor penyebab yang merangsang tumor jinak digolongkan
dalam dua kategori, yaitu :
v Faktor internal, yaitu faktor yang berhubungan dengan herediter dan faktor-faktor
pertumbuhan, misalnya gangguan hormonal dan metabolisme.
v Faktor eksternal, misalnya trauma kronis, iritasi termal kronis (panas/dingin), kebiasaan
buruk yang kronis, dan obat-obatan.
Jika etiologi dihilangkan maka perkembangan tumor ini akan berhenti, karena seperti yang
dijelaskan di awal neoplasia ini tidak mengalami mutasi gen yang membawa keabnormalan
terus-menerus.
Merokok cerutu dan pipa mempuyai resiko yang lebih tinggi mendapatka tumor mulut
dibandingkan dengan perokok sigaret.Meskipun demikian masih terdapat keraguan tentang
seberapa besar peranan panas yag dihasilkan oleh tembakau dan batang pipa dapat
menyababkan penyakit tumor mulut.
1. Bahan Kimia
1. Mikroorganisme
Beberapa mikroorganisme yag berhubunga degan tumor mulut adalah candida albicans.
Peneknan sistem kekebalan tubuh oleh obat-obatan atau HIV dapat menyebabkan infeksi
candida meningkat. Hubungan antara infeksi candida dengan penyakit speckled
leukoplakia adalah pada 7-39% dijumpai adanya hyphaedan penyakit ini memiliki
kecederugan utuk berubah menjadi tumor. Penyakit sifilis yang disebabkan oleh
mikroorgnisme treponeme pallidumdegan lesi tersier dilaporkan berhubungan juga dengan
terjadinya kaker lidah.
1. Defisiesi Nutrisi
Dilaporkan juga bahwa terjadi peningkatan insidensi kaker payudara pada penderita
defisiensi vitamin E. Sedangkan pada penderita defisiensi zat besi akan mengalami anemia
yang berhubungan erat dengan sydrome Plummer-Vinson. Syndrome ini merupaka faktor
pencetus tumor mulut yaitu karsinoma sel skuamosa.
1. Radiasi
Sinar ultraviolet merupakan suatu bahan yang diketahui bersifat karsinogenik. Sinar ini
menyababkan terjadinya kasinoma sel basal kulit dan bibir. Efek radiasi juga meningkat pada
orang-orang yang memgang radiograf selama proses rongent foto berlangsung.
1. Faktor Sistem kekebalan Tubuh
Dilaporkan bahwa ada peningkatan insidensi tumor pada pasie yang medapat penekanan
sisten kekebalan tubuh, seperti pada penderita transplantasi, AIDS, defisiensi kekebalan
genetik. Konsep ii uga didukung oleh Melief dkk. (1975) yag melaporkan bahwa pasie yang
mendapat penekanan sistem kekebalan tubuh sebesar 10%. Gangguan sistem kekebalan selin
disebabkan kerusakan genetik juga daat disebabkan oleh penuaan, obat-obtan dan infeksi
virus.
1. Makanan
Makanan yang mengandung Bahan kimia seperti MSG (penyedap masakan), bahan pengawet
makanan, bahan pewarna tekstil yang sering dibuat campuran sirup atau makanan lain, sudah
dikenal lama sebagai bahan karsinogen. Oleh sebab itu kurangi makan mie instant atau lain2
yang serba instant, karena itu semua bahan pemicu tumor.
Patogenesis
Etiologi seperti yang disebutkan di atas, misalnya iritasi kronis, dapat mengganggu proses
perbaikan jaringan yang mengalami iritasi. Iritasi yang awalnya memicu perbaikan jaringan
rusak akan terus membuat proses perbaikan terus menerus. Sel-sel yang baru selesai
diperbaiki, dipicu lagi untuk membelah sebelum sel benar-benar matur. Seharusnya sel
mengalami proses pematangan terlebih dahulu sebelum ke pembelahan berikutnya.
Akibatnya, terjadi penumpukan sel-sel normal hasil perbaikan tanpa adanya perubahan gen
atau mutasi yang mengarah pada pembentukan neoplasia. Awal pertumbuhan jaringan baru
abnormal ini tidak menimbulkan rasa sakit karena memang selnya normal dan tidak
mengganggu jaringan sekitarnya. Sel-sel yang tumbuh akan berekspansif dan menekan
jaringan di sekitarnya. Jaringan sekitar, yaitu sel-sel parenkim stroma jaringan asli, akan
mengalami atrofi dari tekanan yang besar dari tumor sehingga membentuk kapsul dari tumor
tersebut
Kebiasaan buruk kronis yang tidak sesuai pola biologis ternyata dapat menyebabkan
kekacauan metabolisme tubuh karena tidak mengikuti ritme tubuh seperti biasa dan dapat
menyebabkan hormon-hormon metabolisme menjadi rusak. Jika tidak mengikuti pola
tersebut, maka sistem metabolisme tidak akan sinkron dengan aktivitas manusia sehingga
tidak dapat mempersiapkan tubuh dengan benar. Selain itu juga adanya gangguan hormonal
dan metabolisme dalam hal perbaikan sel dapat menyebabkan tumor jinak. Suatu proses
pembelahan sel tentut sudah mempunyai jadwal tersendiri untuk menentukan kapan sel
tersebut membelah. Tetapi karena gangguan tersebut, jadwal natural tubuh akan kacau
sehingga proses pembelahan sel berlangsung lebih cepat, misalnya dari 10 jam menjadi 9
jam. Mungkin inilah salah satu alasan mengapa tumor jinak berlangsung lama karena siklus
sel hanya mengalami pengurangan waktu tidak terlalu besar. Selanjutnya proses tersebut
sama halnya dengan proses pada etiologi iritasi kronis seperti pada skema yang ada di atas.
Seperti yang kita ketahui, keadaan suhu akan mempengaruhi metabolisme tubuh dan sudah
pasti akan mempengaruhi kecepatan siklus sel pula. Jika trauma thermal terjadi secara kronis,
maka dapat menyebabkan tumor jinak.
Sifat dari suatu tumor jinak adalah tidak adanya rasa sakit. Kita merasakan sensasi rasa sakit
apabila ada sinyal rasa sakit yang diterima oleh reseptor nyeri. Dalam hal ini, tidak
dirasakannya sensasi rasa sakit dikarenakan sel-sel penyusun suatu tumor jinak masih dalam
keadaan normal. Artinya proses pertumbuhan sel masih sama dengan sel normal dengan
proses pertumbuhan yang lambat.
Tidak adanya rasa sakit juga dipengaruhi oleh adanya adaptasi oleh jaringan sekitar.
Sehingga terjadi penebalan pada jaringan sekitar untuk mengimbangi adanya tekanan dari
tumor yang berekspansif. Penebalan dari jaringan sekitar akan menghambat tumor untuk
menekan jaringan sekitar karena permukaan jaringan sekitar yang sudah menebal.
1. C. Odontoma
v Merupakan jenis tumor jinak odontogen yang tergolong sering ditemui. Tumor ini
dipertimbangkan sebagai anomali perkembangan (hamartomas) agak jarang disebut neoplasia
sesungguhnya.
v Patogenesis:
Pada awalnya dari perkembangan awal lesi ini menunjukkan proliferasi epitel odontogen dan
jaringan mesenchim kemudian perkembangan selanjutnya diikuti pembentukan enamel,
dentin, dan variasi dari pulpa dan sementum.
v Tumor ini dibagi menjadi dua tipe yaitu compound dan compleks odontoma.
v Gambaran Klinis:
Asymtomatik, biasanya terjadi pada usia setengah baya, pada pemeriksaan rontgen ditemukan
dengan gigi yang tidak erupsi, lesi kecil, jarang menjadi besar, bisa menjadi besar sampai
6cm sehingga menyebabkan ekpansi rahang, sering di maksila dari pada mandibula, ada
pembengkakan.
v Rontgenologis:
Compound odontoma menunjukkan kumpulan struktur yang mirip gigi dengan ukuran dan
bentuk variatif dikelilingi daerah radiolusen yang tipis.
Complex odontoma menunjukkan gambaran radiopak pada struktur gigi yang dikelilingi garis
radiolusen tipis.
v HPA:
Compound: Mengandung struktur yang multiple menyerupai gigi berakar satu di dalam
matriks longgar jaringan pulpa mungkin terlihat di korona atau akar dari struktur yang
menyerupai gigi tersebut.
Compleks: Mengandung tubulus dentinalis yang sempurna, pada celah masa lesi didapatkan
sejumlah matriks enamel (enamel non mature). Pulau-pulau sel ghost epitelial tampak
eosinofilik.
(A) Complex Odontoma,menunjukkan sebuah massa gigi tidak berbentuk (amorf) yang
merupakan bentukan material gigi.
(B) Compound Odontoma yang terdiri dari struktur sementum (1), dentin (2), dan struktur
seperti pulpa (3)
v Gambaran Klinis:
Variatif umur, paling banyak usia setengah baya. Kebanyakan 60% pada maksila region
anterior hingga posterior pada gigi Molar 1, sedangkan 40% pada region posterior mandibula.
Dihubungkan dengan Molar tiga tidak erupsi, fibroma odontogen berukuran kecil,
asymptomatis, jika lesi membesar menyebabkan ekspansi tulang pada regio yang terlibat,
gigi menjadi goyang, adanya pembengkakan setempat.
v Rontgenologis:
v HPA:
Fibroma odontogen kompleks: Menunjukkan struktur dengan pola yang lebih kompleks yang
mngandung jaringan ikat fibrosa selluler yang jelas dengan serabut-serabut kolagen. Epiel
odontogen dalam bentuk rantai panjang atau berbentuk sarang yang terisolasi.
1. B. Odontogenic mysoma / myofibroma
v Gambaran Klinis:
v Rontgenologis:
Lesi tampak radiolusen yang dipisahkan oleh gambaran tulang trabekular. Batas lesi dengan
tulang tidak berbatas jelas.
v HPA:
Lesi menunjukkan adanya jaringan proliferasi myxoid dan di beberapa tempat tampak
jaringan fibrosa. Secara radiografis tak berbatas jelas, tetapi pada gambran histologis masih
tampak kapsul fibrous. Vaskularisasi sedikit, hampir tidak ada.
1. C. Cementoblastoma
v Gambaran Klinis:
Asymptomatis, dapat melibatkan seluruh gigi gligi baik RA dan RB anterior atau posterior.
Apabila lesi cukup besar secara klinis menunjukkan suatu ekspansi tulang sehingga ada
pembengkakan rahang, terlokalisir, sering disebabkan trauma pada jaringan periodontal.
v Rontgenologis:
Lesi menunjukkan suatu massa radiopak yang melekat pada apeks gigi penyebab. Batas lesi
dengan jaringan sekitarnya dipisahkan suatu gambaran Radiolusen yang tipis.
v HPA:
Lesi merupakan jaringan kalsifikasi yang mirip tulang, seluler, lesi melekat ke apeksi gigi.
Batas lesi dengan tulang sekitarnya dipisahkan oleh kapsul fibrous.
Cementoblastoma,terlihat pembentukan lesi pada apek gigi, (1) pulpa pada apek gigi
penyebab, masa dari lesi yang merupakan proliferasi dari sel – sel cementoblast (selullar)
dan mengandung sum-sum tulang (2) dengan dipisahkan oleh suatu kapsul jaringan ikat dari
tepi tulang normal (3).
Osteoblastoma adalah suatu lesi jinak tulang yang merupakan tumor osteoblastik
agresif, yang berarti bahwa hasil dalam deposisi tulang baru. Lesi tumor ini semakin
bertambah besar ukurannya dan ditandai oleh tidak adanya pembentukan tulang reaktif
perifocal. Tumor ini terjadi sekitar 1% dari semua tumor tulang primer dan sekitar 5% dari
gejala tumor tulang jinak. Pria lebih sering terkena dan usia rata-rata pada diagnosis adalah
17 tahun. Lokasi yang paling umum adalah kolom tulang belakang, diikuti oleh tulang
panjang, dan kemudian tulang-tulang tangan.
Osteoblastoma adalah tumor jinak tulang dengan prevalensi yang sangat langka,
prosentasenya hanya 1 persen dari seluruh tumor tulang primer. Tidak seperti kebanyakan
tumor tulang primer yang terjadi pada ekstremitas, osteoblastoma terjadi paling sering pada
tulang belakang bawah atau tulang panjang ekstremitas bawah. Tunor ini juga bisa terjadi di
salah satu tulang lengan tangan. Sebagian besar osteoblastoma tidak agresif, tapi bisa
menghasilkan gejala nyeri. Salah satu bentuk tumor ini dianggap agresif karena sangat
mungkin kambuh setelah operasi pengangkatan tidak lengkap. Tidak ada yang menemukan
bahwa osteoblastoma berubah menjadi kondisi ganas dan tidak bermetastasis (menyebar) ke
bagian lain dari tubuh.
· Etiologi
Penyebab pasti osteoblastoma tidak diketahui. Tumor ini biasanya terjadi pada dekade
kedua kehidupan, tetapi rentang pada pasien dengan usia sekitar 5 tahun sampai 45 tahun.
Prevalensi osteoblastoma lebih sering terjadi pada pria daripada wanita dengan rasio 3:1.
Osteoblastoma ini menyerang vertebra dan tulang panjang. Tumor ini lebih besar daripada
osteoid osteoma dan terletak pada tulang berongga. Tumor ini berwarna kemerahan, dan
tampaknya granular sehingga dapat diangkat sebagai diagnosis.
Ada beberapa faktor yang berhubungan dan memungkinkan menjadi faktor penyebab
terjadinya keganasan tulang yang meliputi:
1. Genetik
Beberapa kelainan genetik dikaitkan dengan terjadinya keganasan tulang misalnya gen RB-1
dan p53 berperan dalam terjadinya soft tissue sarkoma (STS)
2. Radiasi
3. Bahan kimia seperti dioxsin dan phenoxyherbiside diduga dapat menimbulkan sarkoma
tetapi belum dapat dibuktikan.
4. Trauma
Sekitar 30 % keganasan pada jaringan lunak memiliki riwayat trauma.
5. Limfedema kronis
6. Infeksi
Disebabkan oleh infeksi parasit yaitu filariasis.
· Manifestasi Klinis
Berikut ini adalah gejala yang paling umum osteoblastoma. Perlu diingat bahwa setiap
individu mungkin mengalami gejala yang berbeda:
a. Nyeri, biasanya meningkat beratnya dengan seiring bertambahnya waktu
b. Pembengkakan
c. Atrophy daerah yang terkena
Ketika osteoblastoma terjadi di tulang belakang:
a. Nyeri scoliosis
b. Otot kejang
c. Keterbatasan rentang gerak
Gejala osteoblastoma mungkin mirip kondisi medis lainnya. Selalu berkonsultasi dengan
dokter untuk diagnosis.
· Pemeriksaan diagnostik
a. Rontgen dada
b. CT scan tulang
c. CT scan dada untuk melihat penyebaran ke paru-paru
d. Pemeriksaan dada termasuk kimia serum
e. Biopsi tumor
f. Screning tulang untuk melihat penyabaran tumor.
· Penatalaksanaan
Penatalaksanaan tumor jinak biasanya tidak terlalu sulit dibandingkan dengan tumor
ganas. Penatalaksanaan yang dilakukan pada osteoblastoma adalah eksisi tumor, kemudian
rongga yang terjadi diisi dengan tulang dari tempat lain.
1. Operasi
Sasaran penatalaksanaan adalah menghancurkan atau mengangkat tumor. Ini dapat dilakukan
dengan eksisi bedah (berkisar dari eksisi local sampai amputasi disartikulasi). Sasaran utama
dapat dilakukan dengan eksisi luas dengan teknik grafting restorative.
Prosedur mempertahankan ekstremitas hanya mengangkat tumor dan jaringan di sekitarnya.
Bagian yang direseksi diganti dengan prosthesis yang telah diukur artroplasti sendi total atau
jaringan tulang dari klien sendiri (autograft), atau dari donor cadaver (alograft).
Jaringan lunak dan pembuluh darah mungkin memerlukan grafting akibat luasnya eksisi.
Komplikasi yang mungkin timbul adalah infeksi, pelonggaran, atau dislokasi prosthesis,
allograft non-union, fraktur, devitalisasi kulit dan jaringan lunak, fibrosis sendi, dan
kambuhan tumor. Fungsi dan rehabilitasi setelah pertahanan ekstremitas bergantung pada
kemampuan memperkecil komplikasi dan dorongan positif.
Ketahanan dan kualitas hidup merupakan pertimbangan penting pada prosedur yang berupaya
mempertahankan ekstremitas yang sakit.
Eksisi tumor melalui operasi dapat dilakukan dengan beberapa teknik :
1) Intralesional atau intrakapsular
2) Eksisi marginal. Eksisi marginal adalah pengeluaran tumor di luar dari kapsulnya. Teknik
ini terutama dilakukan pada tumor jinak atau tumor ganas jenis low grade malignancy.
3) Eksisi luas. Pada eksisi luas, tumor dikeluarkan secara utuh disertai jaringan di sekitar
tumor yang berupa pseudo-kapsul atau jaringan yang bereaksi di luar tumor. Tindakan eksisi
luas dilakukan pada tumor ganas dan biasanya dikombinasi dengan pemberian kemoterapi
atau radioterapi pada pra/pasca operasi.
4) Operasi radikal. Operasi radikal dilakukan seperti pada eksisi luas dan ditambah dengan
pengeluaran seluruh tulang serta sendi dan jaringan sebagai satu bagian yang utuh. Cara ini
biasanya berupa amputasi anggota gerak di atasnya dan disertai pengeluaran sendi di atasnya.
2. Bone Graft
Bone graft atau cangkokan tulang adalah tulang yang dicangkokkan dari satu bagian
kerangka lain untuk membantu penyembuhan, memperkuat atau memperbaiki fungsi tulang.
Bahan yang digunakan dalam cangkok tulang dapat berasal dari tubuh pasien, dari donor atau
dari buatan manusia. Dalam banyak kasus, bone graft digunakan untuk mengisi ruang kosong
yang mungkin telah dibuat dalam atau antara tulang tulang belakang oleh penyakit, cedera,
cacat atau selama prosedur bedah seperti fusi tulang belakang.
Cangkokan tulang yang ditransplantasikan langsung dari satu bagian kerangka tulang
individu itu sendiri disebut cangkokan tulang autogenous atau tulang autografts. Dalam
kebanyakan kasus, cangkokan tulang ini lebih banyak digunakan. Graft tulang diambil dari
tulang pinggul, tulang rusuk atau kaki. Tulang autograft adalah salah satu yang paling aman
untuk digunakan karena resiko rendah penyakit transmisi. Ini juga menawarkan kesempatan
yang lebih baik penerimaan dan efektivitas dalam transplantasi situs, karena mengandung sel-
sel dan protein dari tubuh pasien itu sendiri.
Cangkokan tulang yang berasal dari donor disebut tulang allograft. Tulang allograft
biasanya diambil dari cadaver. Jenis tulang allograft digunakan untuk operasi tulang
belakang. Tulang dibersihkan dan didesinfeksi untuk mengurangi kemungkinan transmisi
penyakit dari donor. Tidak seperti tulang autograft, tulang allograft tidak selalu memiliki sifat
kekuatan yang sama atau sel-sel dan protein yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tulang
baru.
3. Tindakan keperawatan
a. Manajemen nyeri
Teknik manajemen nyeri secara psikologik (teknik relaksasi napas dalam, visualisasi, dan
bimbingan imajinasi ) dan farmakologi ( pemberian analgetika ).
b. Mengajarkan mekanisme koping yang efektif
Motivasi klien dan keluarga untuk mengungkapkan perasaan mereka, dan berikan dukungan
secara moril serta anjurkan keluarga untuk berkonsultasi ke ahli psikologi atau rohaniawan.
c. Pendidikan kesehatan
Pasien dan keluarga diberikan pendidikan kesehatan tentang kemungkinan terjadinya
komplikasi, program terapi, dan teknik perawatan luka di rumah.(Smeltzer. 2001)
· Komplikasi
a. Penyakit jantung
b. Batu ginjal
· Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri bd ekspansi tumor yang cepat dan penekanan ke jaringan sekitarnya, perdarahan,
atau degenerasi.
2. Hambatan mobilitas fisik bd penurunan rentang gerak, kelemahan otot, nyeri pada gerakan
akibat ekspansi tumor yang cepat dan penekanan ke jaringan sekitarnya, perdarahan, atau
degenerasi.
3. Risiko ketidaksimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh bd ketidakseimbangan
asupan nutrisi dengan peningkatan kebutuhan yang berlebihan.
4. Ansietas bd prognosis penyakit
5. Kurang pengetahuan bd kurangnya informasi
Definisi
Osteosarkoma merupakan penyakit yang sel kankernya (ganas) ditemukan di tulang. Ini
adalah yang paling umum dari jenis kanker tulang. Osteosarkoma paling sering terjadi di
remaja dan dewasa muda. Kanker ini sebagian besar menyerang remaja pria yg sering
mengkonsumsi obat penambah tinggi badan. anak laki-laki yang memiliki tinggi diatas rata-
rata memiliki potensi yang lebih besar untuk itu. Pada anak-anak dan remaja, tumor paling
sering muncul di sekitar tulang lutut. Gejala-gejala dan kesempatan untuk pemulihan pada
anak-anak dan remaja yang muncul akan tampak sama. (Price-Wilson, S, L. 2002)
Setelah osteosarkoma telah pertama ditemukan, tes lain dapat dilakukan untuk mengetahui
apakah kanker sel telah menyebar ke bagian tubuh yang lain. Hal ini disebut pementasan.
Saat ini, tidak ada sistem untuk pementasan osteosarkoma. Tetapi, kebanyakan pasien
dikelompokkan tergantung pada apakah kanker hanya ditemukan di satu bagian tubuh
(diterjemahkan penyakit) atau apakah kanker telah menyebar dari satu bagian tubuh lain
(metastatic penyakit) sehingga akan berpengaruh terhadap rawatan penyakit. Berikut ini
adalah kelompok yang digunakan untuk osteosarkoma:
b. Etiologi
Penyebab tumor ini hampir semua keganasan yang lain, masih merupakan teka-teki yang
belum terpecahkan. Radiasi dan virus onkogenik, yang telah terlihat dalam terjadinya
keganasan yang lain, telah dianggap sebagai agen penyebab.
Beberapa faktor etiologik telah diindentifikasi pada osteosarkoma orang dewasa yang lebih
jarang terjadi, tetapi hanya sedikit kasus saja. Osteosarkoma epidemik dilaporkan pada
pelukis lempeng jam radium disebabkan oleh penumpukan radioaktif didalam tulang,
Thorotrast-dulu menggunakan bahan kontras radiografik yang mengandung radioaktif
thorium dioxide erat hubungannya dengan timbulnya osteosarkoma seperti pada neoplasma
hati.
Selain itu, juga terdapat faktor kecenderungan genetik. Osteosarkoma pada masa kanak-
kanak mungkin sekali memiliki dasar genetik, meskipun tak seorangpun pernah
menemukannya. Mungkin kelainan genetik pada kromosom 13 dapat menyebabkan
osteosarkoma pada kelompok pasien ini. Terjadi dysplasia tulang, termasuk penyakit Paget,
dysplasia fibrosa, enchondromatosis, dan turun temurun beberapa exostoses dan
retinoblastoma (kuman-garis bentuk) adalah faktor risiko. Kombinasi konstitusional mutasi
genetik dari RB (germline retinoblastoma) dan terapi radiasi dikaitkan dengan risiko tinggi
terutama pengembangan osteosarkoma, Li-Fraumeni Sindrom (mutasi germline), dan
Rothmund-Thomson Sindrom (autosomal yang terdesak asosiasi dari bawaan cacat tulang ,
dysplasia rambut dan kulit, hypogonadism, dan katarak).
c. Klasifikasi Osteosarcoma
1) Local osteosarcoma
Kanker sel belum tersebar di luar tulang atau dekat jaringan di mana kanker berasal.
2) Metastatic osteosarcoma
Kanker sel telah menyebar dari tulang yang kanker berasal, ke bagian tubuh yang lain.
Kanker yang paling sering menyebar ke paru-paru. Mungkin juga menyebar ke tulang lain.
Tentang satu dari lima pasien dengan osteosarkoma dengan kanker yang telah metastasized
pada saat itu dapat terdiagnosa. Dalam multifocal osteosarkoma, tumor muncul dalam 2 atau
lebih tulang, tetapi belum menyebar ke paru-paru.
3) Berulang
Penyakit berulang berarti kanker telah datang kembali (recurred) setelah itu telah dirawat.
Hal itu dapat datang kembali dalam jaringan dimana pertama kali atau mungkin datang
kembali di bagian lain dari tubuh. Osteosarkoma paling sering terjadi dalam paru-paru.
Ketika osteosarkoma ditemukan, biasanya dalam waktu 2 sampai 3 tahun setelah perawatan
selesai. Nanti kambuh lagi adalah mungkin terjadi, tetapi langka.
d. Tanda Dan Gejala Osteosarcoma
Adapun gejala atau tanda yang ditimbulkan yang paling umum gejala osteosarkoma adalah
rasa sakit dan bengkak di kaki atau lengan. Hal ini paling sering terjadi di lagi tulang dari
tubuh - seperti di atas atau di bawah lutut atau di lengan atas dekat bahu. Sakit mungkin
buruk selama bergerak atau di malam hari, dan benjol atau bengkak dapat mengembangkan di
kawasan hingga beberapa minggu setelah mulai sakit. Sakit yang berlebihan dapat
membangunkan di malam hari atau sakit saat istirahat menjadi perhatian khusus. Dalam
beberapa kasus, pertama tanda penyakit itu yang rusak lengan atau kaki, karena kanker telah
melemahkan tulang untuk membuatnya rentan untuk istirahat. Pada kasus ini, resiko
osteosarkoma paling sering dilihat pada remaja anak laki-laki, dan bukti-bukti menunjukkan
bahwa remaja yang tinggi daripada rata-rata memiliki risiko tambahan untuk
mengembangkan penyakit. Anak-anak yang telah mewarisi salah satu langka sindrom kanker
juga berada di risiko tinggi untuk osteosarkoma. Sindrom ini termasuk retinoblastoma (tumor
jahat yang yang berkembang di retina, biasanya pada anak-anak berusia di bawah umur 2
tahun) dan Li-Fraumeni Sindrom (jenis mewarisi mutasi genetik). Karena terhubungan ke
radiasi lain, dapat memicu DNA mutasi, anak-anak yang telah menerima perawatan radiasi
untuk episode sebelum kanker juga meningkat di risiko untuk osteosarkoma.
Definisi
Suatu varian dari periodontitis apikalis kronik (asimtomatik); terlihat adanya peningkatan
dalam tulang trabekula sebagai respons atas iritasi yang persistent iritan utama berasal dari
saluran akar yang berdifusi ke periapeks.
Lesi ini biasanya ditemukan di sekitar apeks gigi posterior mandibula. Tergantung
etiologinya, pulpitis atau nekrosis.
Condensing osteitis mungkin tidak menimbulkan gejala atau disertai rasa nyeri.
Gambaran radiograf : terlihat suatu daerah radioopak yang konsentrik dan difus di sekitar
akar.
Gambaran histologi : terlihat adanya peningkatan tulang trabekula yang tersusun tidak teratur
dan inflamasi.
Pemilihan antibiotik harus dilakukan dengan hati-hati. Sering terjadi salah pemahaman
bahwa semua infeksi harus diberikan antibiotik, padahal tidak semua infeksi perlu diberikan
antibiotik. Pada beberapa situasi, antibiotik mungkin tidak banyak berguna dan justru bisa
menimbulkan kontraindikasi. Untuk menentukannya, ada 3 faktor yang perlu
dipertimbangkan. Yang pertama adalah keseriusan infeksi ketika pasien datan ke dokter gigi.
Jika pasien datang dengan pembengkakan yang ringan, progress infeksi yang cepat, atau
difuse celulitis, antibiotik bisa ditambahkan dalam perawatan. Faktor yang kedua adalah jika
perawatan bedah bisa mencapai kondisi adekuat. Pada banyak situasi ekstraksi bisa
menyebabkan mempercepat penyembuhan infeksi.Pada keadaan lain, pencabutan mungkin
saja tidak bisa dilakuakan. Sehingga, terapi antibiotik sangat perlu dilakukan untuk
mengontrol infeksi sehingga gigi bisa dicabut. Pertimbangan yang ketiga adalah keadaan
pertahanan tubuh pasien. Pasien yang muda dan dengan kondisi sehat memiliki antibodi yang
baik, sehingga penggunaan antibiotik bisa digunakan lebih sedikit. Di sisi lain, pasien dengan
penurunan pertahanan tubuh, seperti pasien dengan penyakit metablik atau yang melakukan
kemoterapi pada kanker, mungkin memerlukan antibiotik yang cukup besar walaupun
infeksinya kecil.
Pengobatan pilihan pada infeksi adalah penisilin. Penicillin ialah bakterisidal, berspektrum
sempit, meliputi streptococci dan oral anaerob, yang mana bertanggung jawab kira-kira untuk
90% infeksi odontogenic, memiliki toksisitas yang rendah, dan tidak mahal.
Untuk pasien yang alergi penisilin, bisa digunakan clarytromycin dan clindamycin.
Cephalosporin dan cefadroxil sangat berguna untuk infeksi yang lebih luas. Cefadroxil
diberikan dua kali sehari dan cephalexin diberikan empat kali sehari. Tetracycline, terutama
doxycycline adalah pilihan yang baik untuk infeksi yang ringan. Metronidazole dapat
berguna ketika hanya terdapat bakteri anaerob.
Pada umumnya antibiotik harus terus diminum hingga 2 atau 3 hari setelah infeksi hilang,
karena secara klinis biasanya seorang pasien yang telah dirawat dengan pengobatan antibiotik
maupun pembedahan akan mengalami perbaikan yang sangat dramatis dalam penampakan
gejala di hari ke-2, dan terlihat asimptomatik di hari ke-4. Maka dari itu, antibiotik harus
tetap diminum hingga 2 hari setelahnya (total sekitar 6 atau 7 hari).
Dalam situasi tertentu dimana tidak dilakukan pembedahan (contohnya endodontik atau
ekstraksi), maka resolusi dari infeksi akan lebih lama sehingga antibiotik harus tetap
diminum hingga 9 – 10 hari. Penambahan beberapa administrasi obat antibiotik juga dapat
dilakukan untuk infeksi yang tidak sembuh dengan cepat.
Osteomyelitis rahang adalah suatu infeksi yang ekstensif pada tulang rahang, yang mengenai
spongiosa, sumsum tulang, kortex, dan periosteum. Infeksi terjadi pada bagian tulang yang
terkalsifikasi ketika cairan dalam rongga medullary atau dibawah periosteum mengganggu
suplai darah. Tulang yang terinfeksi menjadi nekrosis ketika ischemia terbentuk. Perubahan
pertahanan host yang mendasar terdapat pada mayoritas pasien yang mengalami ostemyelitis
pada rahang. Kondisi-kondisi yang merubah persarafan tulang menjadikan pasien rentan
terhadap onset ostemielitis, kondisi-kondisi ini antara lain radiasi, osteoporosis, osteopetrosis,
penyakit tulang Paget, dan tumor ganas tulang.
Komplikasi yang dapat terjadi akibat osteomyelitis, serupa dengan komplikasi yang
disebabkan oleh infeksi odontogen, dapat merupakan komplikasi ringan sampai terjadinya
kematian akibat septikemia, pneumonia, meningitis, dan trombosis pada sinus kavernosus.
Diagnosis yang tepat amat penting untuk pemberian terapi yang efektif, sehingga dapat
memberikan prognosis yang lebih baik.
2.1 Definisi
Istilah osteomyelitis pada literatur berarti inflamasi sumsum tulang. Secara klinis,
osteomyelitis biasanya diartikan infeksi dari tulang. Dimulai dari cavitas medulla (medullary
cavity), melibatkan tulang spongiosa (cancellous bone) yang kemudian menyebar ke tulang
kortikal bahkan terkadang sampai ke periosteum. Osteomyelitis dental atau yang disebut
osteomyelitis rahang adalah keadaan infeksi akut atau kronik pada tulang rahang, biasanya
disebabkan karena bakteri.
2.2 Klasifikasi
mengapa cedera lebih sering terjadi pada saraf lingual dibandingkan terjadi pada saraf
alveolaris inferior yang disebabkan oleh blok saraf alveolaris inferior mungkin diakibatkan
oleh pola ikatan serabut sarafnya. Bentuk ikatan serabut saraf yang unifasikular akan dapat
dengan lebih rentan terhadap cedera dibandingkan dengan saraf dengan bentuk
multifasikular.
Cara Kerja
Peneliti secara unilateral membedah saraf lingual dan alveolaris inferior dari 12 kadaver.
Mereka memotong spesimen 2 milimeter diatas lingula pada kedua saraf tersebut. Dan pada
(tepian) molar tiga untuk saraf lingual, lalu peneliti menghitung lembaran serabut saraf pada
tiap lokasi tersebut.
Hasil
Pada saraf lingual di lingula jumlah rata – rata lembaran ikatan saraf lingual adalah tiga
(kisaran 1 - 8). 4 dari 12 saraf (33 %) berbentuk unifasikular. Pada tepian molar tiga, saraf
lingual memiliki nilai rataan (mean) 20 ikatan lembar saraf (kisaran 6-39). Pada tiap kasus,
didapatkan lebih banyak ikatan lembaran saraf pada daerah molar dibandingkan pada daerah
diatas lingula dengan saraf yang sama. Pada daerah lingula, saraf alveolaris inferior rata-rata
berjumlah 7,2 lembar (kisaran 3 - 14)
Kesimpulan
Studi ini dapat menjelaskan penelitian bahwa ketika sebuah blok alveolaris inferior
menyebabkan kerusakan saraf permanen. Maka saraf lingual akan terpengaruh dengan
persentase 70 % sedangkan saraf alveolaris inferior hanya berubah 30 % pada saat yang
sama. Pada 33 % kasus, saraf lingual hanya mempunyai 1 ikatan serabut saraf pada lingula;
sebuah bentuk lembaran saraf unifasikular akan lebih rentan terhadap cedera daripada bentuk
multifasikular.
Implikasi Klinik
Tidak ada jalan/metode yang dapat diketahui untuk mengontrol kemungkinan kerusakan saraf
akibat dari blok alveolaris inferior. Saraf lingual paling sering mengalami cedera karena pola
dari ikatan serabut sarafnya.
Telah diketahui, bahwa pada beberapa kejadian langka, sebuah blok saraf alveolaris inferior
dapat menyebabkan paresthesia, anesthesia dan disthesia permanen pada saraf alveolaris
inferior dan saraf lingual. Hanya sedikit kasus seperti diatas yang kita dapatkan di literatur
dengan kisaran banyaknya kejadian dari 1 : 26.000 blok alveolaris inferior sampai dengan
kisaran 1 : 800.000 blok alveolaris inferior. Kebanyakan penelitian memperlihatkan bahwa
saraf lingual lebih banyak (70 %) mengalami cedera daripada saraf alveolaris inferior (30 %).
Penelitian lain menyebutkan bahwa ketika kerusakan terjadi setelah blok saraf alveolaris
inferior maka akan berpengaruh secara umum pada daerah anatomis tersebut dibandingkan
dengan pengaruh pada bagian-bagian kecilnya seperti yang terjadi pada anestesi lokal.
Ketika blok saraf alveolaris mengakibatkan kerusakan saraf permanen, maka saraf lingual
akan terpengaruh 70 % pada waktu tersebut, kemungkinan besar akibat dari pola lembar
ikatan serabut sarafnya.
The University Of California, San Fransisco telah mendapatkan reputasi sebagai pusat tersier
(ketiga) penyerahan pasien dengan cedera pada saraf alveolaris inferior dan saraf lingual.
Setelah berpengalaman pada evaluasi 100 pasien dengan kerusakan saraf yang hanya dapat
diperolah dari blok saraf alveolaris inferior yang pola cederanya selalu menghasilkan
distribusi menyeluruh terhadap saraf dan tidak mengakibatkan kerusakan hanya pada 1 atau 2
ikat serabut saraf. Hal ini berlawanan dengan yang kita saksikan pada pasien yang mengalami
cedera akibat trauma dentoalveolar (kebanyakan akibat dicabutnya molar tiga), dimana pola
kerusakan secara menyeluruh jarang terjadi. Walaupun nampaknya kita tidak menyaksikan
pasien dengan keterlibatan saraf pada California utara, pada saat yang sama tidak nampak
perbedaan yang nyata pada pola distribusi cedera saraf sebagai akibat injeksi anestesi lokal.
Dimana anestesi lokal tidak mempengaruhi keseluruhan saraf tapi hanya satu atau beberapa
buah ikatan serabut saraf dapat terpengaruh dengan beberapa cara.
Mekanisme kerusakan saraf belumlah jelas, beberapa teori menyebutkan penyebab dari
trauma langsung jarum suntik, perdarahan di dalam epineurium dan efek neurotoksik dari
anestesi lokal itu sendiri. Penelitian pada kasus klinik tidak mendukung secara penuh teori –
teori diatas, karena ada beberapa kasus yang sesuai dengan teori dan ada yang tidak.
Dalam menentukan gejala dan tanda yang diteliti pada pasien dengan cedera permanen di
saraf alveolaris inferior dan lingual sebagai hasil dari injeksi anestetik lokal beberapa
ketidakpastian yang timbul membuat etiologinya sulit untuk ditentukan. Telah diperlihatkan
bahwa hanya lebih 50 % dari sebuah kelompok pasien tertentu mengeluh akan adanya
kejutan listrik dan ketidaknyamanan abnormal lainnya yang berhubungan dengan injeksi.
Oleh karena itu, dapat diasumsikan pada hampir 50 % kasus tidak ada kontak yang nyata
antara jarum dan saraf. Juga, nampaknya tidak ada perbedaan antara cedera saraf permanen
yang dihasilkan dari suatu blok saraf alveolar dan faktor - faktor yang menyebabkan trauma
lokal. Antara perbedaan ini terdapat fakta bahwa munculnya disesthesia terjadi lebih sering
pada kerusakan saraf berhubungan dengan blok saraf alveolar, yang mana mengindikasikan
suatu fenomena fisikokimia yang berhubungan dengan unsur pokok kimia dari anestetikum
lokal. Serupa dengan hal tersebut, gangguan sensasi terkadang menyebar pada cabang saraf
yang saling berdekatan, yang juga menyebabkan suatu cedera fisikokima sehingga dapat
menyebabkan demielinisasi.
Peneliti melakukan penelitian untuk mengetahui apakah pola ikatan serabut saraf pada saraf
alveolaris inferior dan lingual diatas lingula, dimana blok alveolaris inferior dilakukan dapat
menghasilkan cedera relatif yang melibatkan tiap saraf.
Hasil
Hasil dari penghitungan ikatan serabut saraf dari masing-masing jenis saraf pada tiap poin
dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Saraf
Jumlah Ikatan Serabut Saraf di Lingula
Saraf Lingual
Saraf Alveolaris Inferior
Pada potongan saraf lingual yang terletak di atas lingula, nilai rata-rata ikatan serabut saraf
adalah 3 (kisaran 1 – 8). 4 dari 12 saraf (33 %) berbentuk unifasikular pada poin ini. Pada sisi
molar tiga, saraf lingual mempunyai nilai rataan 20 ikatan serabut saraf (kisaran 7 – 39). Pada
tiap kasus, lebih banyak ditemukan ikatan serabut saraf pada daerah sisi molar tiga daripada
di atas lingula pada saraf lingual yang sama. Hal ini pasti bermakna bahwa ikatan serabut
saraf terbagi pada beberapa titik antara lingula dan daerah molar tiga. Saraf alveolaris inferior
2 mm di atas lingula mempunyai nilai rataan ikatan serabut saraf 7,2 (kisaran 3 – 14). Hal ini
berarti bahwa tidak ada saraf alveolaris inferior yang berbentuk unifasikular pada daerah
lingula, dan jumlah paling sedikit dari ikatan serabut saraf yang diteliti adalah tiga. Pada tiap
kasus, saraf lingual mempunyai jumlah ikatan serabut saraf yang sama atau lebih sedikit dari
saraf alveolaris inferior pada daerah lingula. Perbedaan jumlah dari ikatan serabut saraf pada
masing-masing lokasi pada masing-masing jenis saraf secara stastik signifikan
Nervus lingualis paling sering cedera selama pencabutan molar ketiga bawah yang impaksi.
Hal ini terjadi karena penyingkapan flap lingual, fraktur dataran lingual atau penembusan bur
melalui korteks lingual pada waktu memecah gigi. Nervus lingualis menempel pada aspek
medial mandibula pada regio molar. Pada beberapa kasus letaknya sangat tinggi, tepat di
inferior batas mukosa cekat. Nervus mentalis berhubungan erat dengan apeks gigi premolar
sehingga mudah diidentifikasi. Saraf mengeluarkan cabang anterior ke bibir bawah, yang
relatif superfisial dan mudah terkena cedera. Cabang nervus mentalis mudah terpotong
selama pembuatan flap atau mengalami cedera regangan akibat retraksi. Pada rahang tak
bergigi, kondisi atrofi yang merupakan akibat sekunder dehisense tilang, nervus alveolaris
inferior, nervus lingualis dan nervus mentalis mungkin letaknya superfisial, menempel pada
basis mandibula.