ASUHAN KEPERAWATAN PADA An.F DENGAN NEUROBLASTOMA DI RUANG BEDAH FLAMBOYAN 6 RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. MOEWARDI SURAKARTA
Disusun Oleh: AHMAD FARID NIM. 071222003
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS NGUDI WALUYO JL. GEDONG SONGO KEL. CANDIREJO KEC. UNGARAN BARAT KAB. SEMARANG TAHUN 2023/2024 A. Definisi Neuroblastoma merupakan neoplasma dari sel embrional neural dan salah satu tumor padat tersering pada anak. Paling sering neuroblastoma berasal dari kelenjar supra renal, tetapi dapat juga dijumpai di sepanjang jalur syaraf simpatis (Mulatsih & Diba 2019). Neuroblastoma adalah tumor neuroblastik dari sel neural crest primordial yang terdapat disepanjang sistem saraf simpatis. (Cristol, 2015). Neuroblastoma adalah kanker padat ekstrakranial yang paling umum pada anak-anak (Armideo, et al. 2017) B. Etiologi Kebanyakan etiologi dari neuroblastoma adalah tidak diketahui. Hal ini dianggap sebagai kegagalan neuroblasts untuk dewasa. Penyakit ini sporadis, mungkin hasil dari perubahan gen yang tidak diketahui. Faktor resiko yang berpengaruh terhadap kemunculan dari neuroblastoma adalah sebagai berikut: 1. Rehediter Sekitar 1% sampai 2% dari semua kasus neuroblastoma, anak mungkin telah mewarisi peningkatan risiko terjadinya neuroblastoma. Namun mayoritas dari neuroblastoma tampaknya tidak diwariskan. Anak-anak dengan riwayat keluarga neuroblastoma (mereka yang memiliki kecenderungan diwariskan kanker ini) biasanya dari keluarga dengan riwayat satu atau lebih anggota keluarga yang menderita neuroblastoma. Ada laporan yang menyebutkan bahwa timbulnya neuroblastoma infantile (pada anak-anak) berkaitan dengan orang tua atau selama hamil terpapar obat-obatan atau zat kimia tertentu seperti hidantoin, etanol, dll (Cristol, 2015). 2. Kelainan genetik Kemungkinan ini diperkuat dengan ditemukannya sel-sel tumor pada jenis genetik tertentu. Kanker Neuroblastoma dimulai ketika dengan mutasi genetik pada jenis sel normal yang terus tumbuh. Sel kanker tersebut pada akhirnya terus tumbuh dan membentuk tumor. Neuroblastoma bisa terjadi saat neuroblast pada janin yang normal gagal membentuk saraf dewasa atau yang disebut juga dengan sel medula adrenal. Kebanyakan dari neuroblasts matang di kala kelahiran dan sejumlah kecil dari mereka tidak ditemukan pada bayi yang baru lahir. Dari beberapa kasus, Neuroblastoma tersebut tumbuh lalu menghilang namun ada pula yang menjadi Neuroblastoma atau tumor ganas. Bagi anak-anak yang memiliki riwayat Neuroblastoma pada salah satu anggota keluarganya, ada kemungkinan dia akan menderita penyakit yang sama. C. Patofisiologi Neuroblastoma adalah tumor ekstrakranial yang sering ditemukan pada bayi yang berasal dari neuroblast yaitu sel pluripoten saraf dan bermigrasi sepanjang perkembangan saraf membentuk pleksus simpatikus, membentuk sel ganglion dan ke kelenjar adrenal membentuk medula. Pola distribusi sel ini berkaitan dengan presentasi dari tumor primernya (Lacanayo, 2015 dalam Priyadi, 2015). Tumor dapat berkembang di rongga abdomen (60% adrenal dan 2% paraspinal ganglia) atau tempat yang lain (1% toraks, 5% pelvis, 3% leher dan 12% tempat yang lain). Pada bayi sering ditemukan di thoraks dan servikal, sedangkan pada anak yang lebih tua lebih sering di rongga abdomen (Lacanayo, 2015 dalam Priyadi, 2015). Neuroblastoma timbul dari primordial sel neural, yang bermigrasi selama embryogenesis untuk membentuk medula adrenal dan ganglia simpatis. Hal ini menyebabkan neuroblastoma terjadi di medula adrenal atau di sepanjang ganglia simpatis, terutama di retroperitoneum dan mediastinum posterior. Glandula adrenal berkembang dari dua sel yang asalnya berbeda. Kortek adrenal dibentuk dari sel yang berasal dari mesoderm sedangkan medula adrenal berkembang dari sel neural crest. Sel neural crest dibentuk dari migrasi ventrolateral dari sel neuro-ectodermal yang berasal dari tabung saraf sekitar minggu ke 3 perkembangan. Sel neural crest ini dibagi menjadi 2 kelompok sel yang membentuk ganglia sensoris dari kranial dan saraf tulang belakang serta migrasi ke berbagai posisi lain dalam tubuh untuk menimbulkan melanosit dan ganglia simpatik. Kortek adrenal dibentuk pertama, biasanya selama minggu ke 6 perkembangan. Minggu ke 7 sel neural crest dari ganglia simpatik bermigrasi membentuk massa pada sisi medial dari perkembangan kortek. Selama Gambaran tempat munculnya neuroblastoma yaitu sepanjang gangia simpatis dan glandula adrenal (PubMed, 2015 dalam Priyadi, 2015) beberapa bulan berikutnya sampai kelahiran janin, korteks akan tumbuh dan berdiferensiasi mengelilingi sekitar massa sel puncak saraf. Ketika mereka dikelilingi, sel-sel diferensiasi ke dalam sel-sel sekretori dari medula adrenal. Pada sekitar usia 1 tahun akhir dari pembentukan glandula adrenal menunjukkan 3 lapisan korteks adrenal mengelilingi sel matur dari medulla adrenal. Pada awalnya sel saraf dan sel medulla dari bagian adrenal dibentuk dari neuroblas pada fetus. Neuroblastoma terbentuk ketika neuroblas fetus gagal untuk menjadi sel saraf matur atau sel adrenal dan malah semakin tumbuh dan berkembang. Neuroblas tidak secara langsung matur secara lengkap saat bayi lahir, berdasarkan studi diketahui bahwa terdapat kumpulan kecil dari neuroblas pada daerah kelenjar adrenal pada bayi < 3 tahun. Sebagian besar sel ini akan membentuk sel saraf atau malah akan mengalami apoptosis dan tidak membentuk neuroblastoma. Sel neuroblas yang tersisa dapat tumbuh menjadi sel kanker.Kegagalan neuroblas untuk matur dan berhenti untuk tumbuh disebabkan abnormalitas DNA, yang dapat memicu onkogen dan menekan tumor suppressor (Cristol, 2015). D. Klasifikasi 1. Stadium 1: Tumor terlokalisasi dengan eksisi luas lengkap, dengan atau tanpa adanya penyakit residual secara mikroskopis; tiadak ada pembesaran kelenjar getah kontralateral terhadap tumor secara mikroskopis (mungkin didapatkan pembesaran kelenjar getah bening yang melekat pada tumor primer dan diambil secara bersama) 2. Stadium 2A: Tumor terlokalisasi dengan eksisi luas tidak lengkap; tidak ada pembesaran kelenjar getah bening yang ipsilateral dan tidak melekat pada tumor secara mikroskopis 3. Stadium 2B: Tumor terlokalisasi dengan eksisi luas lengkap atau tidak lengkap, didapatkan pembesaran kelenjar getah bening ipsilateral dan tidak kmelekat pada tumor. Pembesaran kelenjar getah bening kontralateral harus tidak didapatkan secara mikroskopis 4. Stadium 3: Tumor unilateral yang tidak dapat dioperasi dan terjadi inflitrasi melewati garis tengah, dengan atau tanpa pembesaran kelenjar getah bening regional atau tumor terlokalisasi unilateral dengan pembesaran kelenjar getah bening kontralateral regional; atau tumor garis tengah dengan ekstensi bilateral dengan infiltrasi yang tidak dapat dioperasi atau dengan pembesaran kelenjar getah bening. 5. Stadium 4: Setiap tumor primer dengan penyebaran jauh ke kelenjar getah bening, tulang, sumsum tulang, hati, kulit dan / atau organ lain (kecuali sebagaimana didefinisikan dalam Stadium 4S) 6. Stadium 4S: Tumor primer terlokalisasi (sebagaimana didefinisikan dalam Stadium 1, 2A, 2B) dengan penyebaran terbatas pada kulit, hati, dan / atau sumsum tulang (terbatas pada usia bayi <1 tahun) (Chaturvedi, et al. 2018). E. Manifestasi Klinik Tanda dan gejala neuroblastoma dapat sangat bervariasi. Hal ini bergantung pada besarnya ukuran tumor, dimana lokasi tumor berada, seberapa jauh tumor telah menyebar, dan jika primer: Lokasi tumor tersebut mensekresikan hormon. Tanda dan gejala yang disebabkan tumor 1. Tumor pada abdomen atau pelvis Salah satu tanda yang paling banyak terjadi pada tumor yang berada di abdomen adalah adanya pembengkakan atau pembesaran bagian abdomen. Anak-anak tertentu akan mengalami penurunan nafsu makan, rasa penuh di perut, maupun nyeri perut. Namun, sering kali tidak ditemukan adanya nyeri tekan. Adanya tumor pada abdomen ini dapat menyebabkan terganggunya aliran balik vena maupun limfonodi. Hal ini akan menyebabkan munculnya oedem pada ekstremitas bawah dan pada anak laki-laki oedem pada scrotum. Selanjutnya penekanan tumor abdomen pada vesika urinaria dapat menimbulkan gangguan berkemih dan gangguan pada peristaltik usus. 2. Tumor pada thoraks dan leher Lokasi tumor pada thoraks atau leher terlihat sebagai suatu benda yang keras dan tidak nyeri saat ditekan. Tumor yang berada pada bagian thoraks dapat menekan vena cava superior yang menyebabkan adanya pembengkakan pada bagian wajah, leher, lengan, dan thoraks bagian atas dan hal ini disertai dengan kemerahan pada kulit wajah. Hal ini juga dapat menyebabkan nyeri kepala, pusing, dan perubahan kesadaran. Tumor juga dapat menekan tenggorokan dan esophagus. Hal ini akan menyebabkan batuk, kesulitan bernapas, dan kesulitan menelan. Tanda gelaja yang disebabkan karena penyebaran tumor pada bagian tubuh lainnya. Tanda yang dapat ditemukan adalah: 1. Pada saat diagnosis neuroblastoma ditegakkan biasanya tumor sudah menyebar kira-kira pada 2 hingga 3 limfonodi. Hal ini ditandai dengan adanya pembengkaran limfonodi yang teraba sebagai masa dibawa kulit. Biasanya hal ini ditemukan pada leher, dada, di lipat lengan, dan lipat paha. 2. Neuroblastoma yang menyebar pada tulang pada menimbulkan rasa nyeri pada tulang hingga anak sering kali tidak dapat berjalan. Selain itu apabila tumor menyebar pada vertebra dan menekan spinal cord akan menimbulkan kelemahan otot, rasa baal, hingga paralisis. 3. Tumor yang menyerang sumsum tulang (bone marrow) dapat menyebabkan penderita mengalami penurunan jumlah baik eritrosit, leukosit, maupun trombosit. Hal ini akan menimbulkan gejala klinis seperti kelemahan, perdarahan, dan infeksi. 4. Tumor yang menyebar ke hepar. Tumor akan menyebabkan hepar menjadi sangat membesar dan teraba sebagai suatu massa pada abdomen dextra. Terkadang tumor ini cukup besar sehingga mendesak pulmo dan menyebabkan kesulitan bernapas pada penderita. 5. Tumor yang menyebar pada kulit akan ditandai dengan adanya masa berwarna biru ungu yang akan tampak seperti buah blueberry. F. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan darah Pada pemeriksaan darah dapat ditemukan adanya penurunan jumlah sel-sel darah. Pemeriksaan ini dapat dilengkapi dengan pemeriksaan apusan darah tepi. 2. Pemeriksaan radiologi: a. Rontgen: Pemeriksaan ini dapat melihat perkiraan lokasi tumor dan juga melihat adanya penyebaran tumor pada tulang. Namun pemeriksaan ini tidak dapat menentukan secara detail letak tumor dan penyebarannya secara pasti. Hal ini selanjutnya akan di konfirmasi dengan pemeriksaan lainnya. b. Ultrasound (USG): Pemeriksaan ini biasa dikerjakan pertama kali karena cepat dan mudah terutama untuk melihat posisi tumor pada abdomen. c. Computed Tomography: Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat letak tumor pada abdomen, thoraks, dan pelvis. d. Magnetic Resonance Imajing (MRI): Pemeriksaan ini akan memberikan informasi mengenai detail jaringan lunak pada tubuh. Pemeriksaan MRI ini terutama dilakukan apabila terdapat kecurigaan adanya tumor pada spinal cord dan otak. 3. Biopsy: pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat adanya sel-sel ganas dan juga menentukan seberapa cepat pertumbuhan tumor dan dapat menjadi penentu dalam staging dari neuroblastoma a. Incisional (open or surgical) biopsy b. Needle (closed) biopsy (Anonim, 2017) G. Penatalaksanaan Penatalaksanaan neuroblastoma pada anak tidak hanya berdasarkan dari stadium tetapi juga berdasar pembagian risiko sesuai klinis dan variabel biologi. Faktor biologi yang berpengaruh saat ini adalah status N-myc, ploidy (untuk infants), klasifikasi histopatologi. 1. Kelompok usia rendah a. Stadium 1 ( localized resectable neuroblastoma) b. Stadium 2 < 1 tahun c. Stadium 4S Kemoterapi adjuvant biasanya tidak diperlukan untuk kelompok pasien ini kecuali pada kasus penyakit stadium 4S yang mengancam kehidupan Pengobatan : a. Semua Pasien INSS Stadium 1: Pembedahan tumor primer dengan observasi kekambuhan penyakit. Event free survival (EFS) 3 tahun sebanyak 94%, overall survival (OS) 99%. b. Semua pasien dengan INSS stadium 2A, stadium 2B tanpa amplifikasi MYCN: 1) Pembedahan tumor primer tanpa kerusakan organ vital. Observasi setelah pembedahan hanya didapatkan pasien dengan > 50% reseksi tumor primer. 2) Untuk pasien < 50%: kemoterapi 4 siklus dengan dosis sedang menggunakan carboplantin, etoposide, cyclophosphamide, dan doxorubicin c. Pasien dengan INSS penyakit stadium 4S: 1) Mayoritas pasien dengan INSS stadium 4S masuk kelompok risiko rendah dengan EFS 86% dan OS 92%. Mayoritas tumor 4S akan regresi spontan, meskipun pasien kurang dari 2 bulan mempunyai insidensi tinggi gagal nafas dan disfungsi hati oleh karena infiltrasi diffuse tumor ke hati. 2) Tidak ada komplikasi yang mengancam jiwa, tidak ada indikasi pengobatan. 3) Reseksi bedah dari tumor primer biasanya tidak diperlukan, meskipun biopsi lokasi primer atau lokasi metastasis dibutuhkan untuk kepastian karakteristik biologik. 4) Kemoterapi dimanfaatkan pada pasien dengan komplikasi yang mengancam kehidupan seperti gangguan pernafasan dan disfungsi hati berat.Penelitian menunjukkan bahwa secara singkat ciclophosphamide oral dosis rendah (5mg/kg/hari selama 5 hari setiap 2-3 minggu) atau sampai 4 siklus untik kemoterapi risiko sedang sering menginduksi remisi. Kemoterapi harus dihentikan jika didapatkan hasil remisi sebelum mencapai 4 siklus kemoterapi. Radioterapi dosis rendah dapat juga dimanfaatkan. Pasien stadium 4 S dengan biologik tidak baik jarang menjadi calon untuk perawatan yang lebih intensif. 2. Kelompok resiko sedang a. Stadium penyakit 3/4/4S , umur < 1 tahun dan gambaran histologi baik b. Stadium 3, lebih dari 1 tahun dengan non-N-myc dan gambaran histologi baik. Empat agen kemoterapi (Cyclophosphamide, doxorubicin, Carboplatin, Etoposide) diberikan 4 atau 8 siklus berdasarkan gambaran histologi. Pembedahan dilakukan setelah kemoterapi. Jika penyakit timbul kembali, radioterapi dapat dipertimbangkan. Pengobatan : Pembedahan diindikasikan seperti yang dijelaskan dibawah modalitas pengobatan umum sebelumnya. Berdasarkan tahap klinis INSS, umur, dan biologis meliputi N-myc, histopatologi, dan ploidi, telah mengembangkan rejimen kemoterapi yang dirancang untuk memelihara atau meningkatkan kelangsungan hidup untuk meminimalkan morbiditas akut dan jangka panjang. Rejimen ini menggunakan empat agen yang paling aktif dalam neuroblastoma (carboplatin, etoposid, siklofosfamid, dan doxorubicin). Pasien dengan neuroblastoma berisiko sedang dan biologi yang menguntungkan mendapatkan satu saja dari empat siklus kemoterapi, dan pasien dengan biologi tidak menguntungkan mendapatkan dua program (delapan siklus). Masing-masing siklus diberikan setiap 3 minggu. 3. Kelompok resiko tinggi a. Penyakit stadium 2A/2B, umur > 1 tahun dan mempunyai amplifikasi N- myc, gambaran histologi tidak baik. b. Stadium 3/4/4S ,umur < 1 tahun dan amplifikasi N-myc c. Stadium 3 pada anak > 1 tahun dengan amplifikasi N-myc atau non N- myc amplified dan gambaran histologi yang tidak baik. d. Stadium 4 pada anak > 1 tahun Induksi kemoterapi multiagen untuk remisi tumor, dan meningkatkan kemungkinan reseksi. Jika respon buruk, kemoterapi lini kedua digunakan. Pengobatan : Pembedahan diindikasikan dilakukan dibawah modalitas pengobatan, dengan probabilitas ketahanan hidup jangka panjang kelompok pasien kurang dari 15%. Secara keseluruh angka ketahanan hidup ditingkatkan menjadi 43-50% dengan penatalaksanaan yang komprehensif: a. Induksi kemoterapi Neuroblastoma sensitif terhadap kemoterapi, tujuan induksi terapi adalah untuk mereduksi secara maksimal pada tumor primer dan lokasi metastasis. Durasi induksi terapi pada masing- masing protokol kira-kira 4-5 bulan. b. Terapi konsolidasi dosis tinggi dengan stem sel autolog Fase terapi berikutnya adalah konsolidasi. Tujuannya untuk menghilangkan setiap tumor yang tersiasa dengan agen sitotoksik myeloablative dan penyelamatan sel induk. 3 tahun survival rate pada pasien yang diberikan rejimen myeloablative diikuti oleh penyelamatan stem sel jauh lebih unggul (38-50%) dengan kemoterapi saja (15%). Hal ini terutama berlaku untuk pasien berisiko sangat tinggi seperti usia lebih dari 1 tahun dan amplifikasi N-myc penyakit metastasis. c. Terapi untuk penyakit residual minimal: 1) Radiasi untuk lokasi tumor 2) Agen nonsitotoksik H. Komplikasi Komplikasi dari neuroblastoma yaitu adanya metastase tumor yang relatif dini ke berbagai organ secara limfogen melalui kelenjar limfe maupun secara hematogen ke sum-sum tulang, hati, otak, paru, dan lain-lain. Metastasis tulang umumnya ke tulang cranial atau tulang panjang ekstremitas. Hal ini sering menimbulkan nyeri ekstremitas, artralgia, pincang pada anak. Metastase ke sum-sum tulang menyebabkan anemia, hemoragi, dan trombositopenia (Willie, 2008 dalam Priyadi, 2015). I. Pengkajian 1. Anamnesa 2. Riwayat penyakit sekarang 3. Pemeriksaan fisik J. Diagnosa Keperawatan 1. Ansietas b.d proses Krisis situasional 2. Defisit nutrisi b.d faktor Psikologis 3. Gangguan integritas kulit/jaringan b.d pemberian kemoterapi, atau radioterapi. 4. Hipertermia b.d proses penyakit 5. Risiko infeksi bd. menurunnya sistem pertahanan tubuh K. Intervensi Keperawatan No SDKI SLKI SIKI
1 Ansietas (D.0080) Tingkat Ansietas Reduksi Ansietas (I.09314)
(L.09093) Observasi : Ekspetasi : Menurun • Identifikasi saat tingkat ansietas berubah (mis: kondisi, waktu, stresor) a. Verbalisasi khawatir • Identifikasi kemampuan mengambil keputusan akibat kondisi yang • Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan nonverbal) dihadapi membaik Terapeutik : b. Peilaku gelisah • Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan menurun • Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika memungkinkan c. Pola tidur membaik • Pahami situasi yang membuat ansietas d. Tekanan darah normal • Dengarkan dengan penuh perhatian Dapat berkonsentrasi • Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan dengan baik • Tempatkan barang pribadi yang memberikan kenyamanan • Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan • Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa yang akan Edukasi : • Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami • Informasikan secara faktual mengenai diagnosis, pengobatan, dan prognosis • Anjurkan keluarga untuk tetap Bersama pasien, jika perlu • Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi • Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan • Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang tepat • Latih Teknik relaksasi Kolaborasi : • Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu
2 Risiko defisit Status Nutrisi (L.03030) Manajemen Nutrisi (I.03119)
nutrisi (D.0032) Ekspetasi Membaik Observasi a. Porsi makan yang • Identifikasi status nutrisi dihabiskan meningkat • Identifikasi alergi dan intoleransi makanan b. Berat badan membaik • Identifikasi makanan yang disukai c. Indeks massa tubuh • Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien (IMT) membaik • Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik • Monitor asupan makanan • Monitor berat badan • Monitor hasil pemeriksaan laboratorium Terapeutik
• Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
• Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis: piramida makanan) • Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai • Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi • Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein • Berikan suplemen makanan, jika perlu • Hentikan pemberian makan melalui selang nasogastik jika asupan oral dapat ditoleransi Edukasi
• Ajarkan posisi duduk, jika mampu
• Ajarkan diet yang diprogramkan Kolaborasi
• Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis: Pereda nyeri, antiemetik),
jika perlu • Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan, jika perlu 3 Gangguan Integritas Kulit/Jaringan Perawatan Luka (I.14564) Integritas (L.14125) Observasi Kulit/Jaringan Ekspetasi : Meningkat (D.0129) • Monitor karakteristik luka (mis: drainase, warna, ukuran , bau) a. Kerusakan jaringan • Monitor tanda-tanda infeksi menurun Terapeutik b. Kerusakan lapisan kulit menurun • Lepaskan balutan dan plester secara perlahan • Cukur rambut di sekitar daerah luka, jika perlu • Bersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih nontoksik, sesuai kebutuhan • Bersihkan jaringan nekrotik • Berikan salep yang sesuai ke kulit/lesi, jika perlu • Pasang balutan sesuai jenis luka • Pertahankan Teknik steril saat melakukan perawatan luka • Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan drainase • Jadwalkan perubahan posisi setiap 2 jam atau sesuai kondisi pasien • Berikan diet dengan kalori 30 – 35 kkal/kgBB/hari dan protein 1,25 – 1,5 g/kgBB/hari • Berikan suplemen vitamin dan mineral (mis: vitamin A, vitamin C, Zinc, asam amino), sesuai indikasi Edukasi
• Jelaskan tanda dan gejala infeksi
• Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi kalori dan protein • Ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri Kolaborasi
(D.0130) Ekspetasi : membaik Observasi • Identifikasi penyebab hipertermia (mis: dehidrasi, terpapar lingkungan panas, a. Suhu tubuh membaik penggunaan inkubator) b. Suhu kulit membaik • Monitor suhu tubuh • Monitor kadar elektrolit • Monitor haluaran urin • Monitor komplikasi akibat hipertermia Terapeutik : • Sediakan lingkungan yang dingin • Longgarkan atau lepaskan pakaian • Basahi dan kipasi permukaan tubuh • Berikan cairan oral • Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami hyperhidrosis (keringat berlebih) • Lakukan pendinginan eksternal (mis: selimut hipotermia atau kompres dingin pada dahi, leher, dada, abdomen, aksila) • Hindari pemberian antipiretik atau aspirin • Berikan oksigen, jika perlu Edukasi • Anjurkan tirah baring
5 Risiko infeksi Tingkat Infeksi Pencegahan Infeksi (I.14539)
(D.0142) (L.14137) Observasi Ekspetasi : menurun • Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik 1. Demam menurun Terapeutik 2. Kemerahan menurun • Batasi jumlah pengunjung 3. Nyeri menurun • Berikan perawatan kulit pada area edema 4. Bengkak menurun 5. Kadar sel darah putih • Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan membaik pasien • Pertahankan teknik aseptic pada pasien berisiko tinggi Edukasi • Jelaskan tanda dan gejala infeksi • Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar • Ajarkan etika batuk • Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi • Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi • Anjurkan meningkatkan asupan cairan Kolaborasi • Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu DAFTAR PUSTAKA
Armideo, E. Callahan, C. Madonia, L. Immunotherapy for High-Risk Neuroblastoma: Management of Side Effects and Complications. Article From The Children’s Hospital of Philadelphia, Pennsylvania. Asmadi. 2018. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : EGC. Chaturvedi, A. Katzman, P,.J. Franco, A. 2018. Neonatal neuroblastoma 4s with diffuse liver metastases (Pepper syndrome) without an adrenal/extraadrenal primary identified on imaging. Journal of Radiology Case Reports. Department of Imaging Sciences, University of Rochester Medical Center, NY, USA. Cristol, H. 2015. New Hope for Kids with Neuroblastoma.Article American Cancer Society. Departemen Kesehatan. (2015). (Online), http://www.depkes.go.id/ diakses tanggal 11 November 2015 Kyle T & Carman S. 2014. Buku Ajar Keperawatan Pediatri Ed. 2. Vol 4. Jakarta : EGC. Priyadi, H. 2015. Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Neuroblastoma Di Ruang 7B RSUD. Dr. Saiful Anwar Malang. Laporan Pendahuluan. Stikes Maharani Malang Program Studi Profesi Ners. Suriadi & Yuliani R. 2017. Asuhan Keperawatan pada Anak Jilid 2. Jakarta : Sagung Seto. Yogasmara, Erryga., & Lestari, Puji. (2016). Buku Pintar Keluarga Sehat : Panduan Praktis Hidup Sehat Bagi Seluruh Anggota Keluarga. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Pembedahan Skoliosis Lengkap Buku Panduan bagi Para Pasien: Melihat Secara Mendalam dan Tak Memihak ke dalam Apa yang Diharapkan Sebelum dan Selama Pembedahan Skoliosis