Anda di halaman 1dari 10

PROSES MUTU PELATIHAN

Pelatihan merupakan suatu kegiatan/proses dalam rangka


peningkatan pengetahuan dan kompetensi terkait dengan
perkembangan ilmu pengetahuan yang terbaru sesuai dengan
tuntutan beban tugas di organisasi. Upaya dalam rangka peningkatan
pengetahuan dan kompetensi ini diselenggarakan oleh institusi diklat
sesuai dengan jenis dan bidang pelatihan masing-masing.
Peningkatan pengetahuan dan kompetensi dalam proses pelatihan
dapat tercapai jika pelatihan yang dijalankan memenuhi standart mutu
yang ditetapkan. Ulasan singkat ini dapat memberikan gambaran
umum bagaimana agar mutu pelatihan dapat terjamin dan melahirkan
ouput yang bukan hanya dari sisi kuantitatif tapi juga dari sisi kualitas
yang baik. Ulasan ini secara singkat menguraikan peningkatan mutu
pelatihan dengan pendekatan terilogi Juran, dan diuraikan secara
umum bagaiman trilogy Juran dapat diaplikasikan ke dalam rangka
peningkatan mutu pelatihan.

Peningkatan mutu pelatihan dapat mengunakan pendekatan trilogy


juran yaitu quality planning (kualitas perencanaan), quality control
(control kualitas) dan quality improvement (peningkatan kualitas) agar
ketiga unsure kualitas ini dapat berjalan diperlukan pelaksanaan
manajemen yang baik (total quality manajemen). Ada 3 komponen
manajemen yang harus diperhatikan dalam penyelenggaraan
pelatihan yaitu: manajemen sumber daya manusia, manajemen
sarana prasarana dan manajemen anggaran/biaya.

1. Quality Planning (perencanaan kualitas)

Berbicara mengenai perencanaan yang bermutu maka institusi


pelatihan harus menerapkan menajemen yang berkualitas.
Penerapan manajemen yang berkualitas harus tercermin dalam
pelaksanaan siklus pelatihan yang terdiri dari :
1). Pengkajian kebutuhan pelatihan (TNA)

2). Perumusan tujuan pelatihan

3). Perencanaan pelatihan

4). Pelaksanaan pelatihan

5). Evaluasi pelatihan

Dalam konsep perencanaan 5 unsur dalam siklus penentuan suatu


pelatihan tersebut harus memiliki pedoman dan standart mutu yang
disusun dengan baik. Pedoman dan standart mutu merupakan alat
ukur yang dipakai untuk menilai kualitas pelaksanaan 5 unsur
tersebut.

• Pengkajian kebutuhan pelatihan

Pengkajian kebutuhan pelatihan dilakukan untuk mendapatkan suatu


gambaran tentang pelatihan-pelatihan apa saja yang diperlukan oleh
SDM dalam suatu organisasi dalam mendukung tugas dan fungsinya
dalam membangun organisasi. Pelatihan yang ideal harus
berdasarkan pada data dan fakta hasil pengkajian kebutuhan
pelatihan. Namun dalam kenyataannya tahap ini sering terabaikan
dalam penentuan suatu program atau kegiatan pelatihan. Kenapa hal
itu terjadi ? berdasarkan pengalaman penulis, hal itu terjadi karena,

Pertama, kurangnya SDM yang berkualitas.

SDM yang berkualitas yang berkompeten dan professional sangat


diperlukan dalam melaksanakan pengkajian kebutuhan pelatihan,
bukan saja pada tahap pelaksanaan dan analisis hasil pengkajian
kebutuhan pelatihan yang memerlukan pengusaan ilmu dan
pengetahuan tertentu (penguasaan metodologi dan ilmu statistic)
namun juga pada tahap perencanaan kegiatan pengkajian kebutuhan
pelatihan, penyusunan kuesioner/angket, pedoman wawancara dan
observasi dan yang terpenting pengusulan anggaran dalam
perencanaan kegiatan. Semua tahap kegiatan itu memerlukan SDM
yang berkompeten dan professional.

Kedua, terbatasnya anggaran

Factor yang tidak kala penting dalam perencaan adalah apakah


anggaran yang tersedia cukup untuk mengakomodir kegiatan ini.

Seringkali keterbatasan anggaran dijadikan alasan utama dalam


melaksanakan suatu kegiatan. Namun bedasarkan pemahaman
penulis, keterbatasan anggaran bukan merupakan suatu factor utama
dalam melaksanakan kegiatan ini karena yang terpenting adalah
kesiapan sumberdaya manusia yang handal dalam pelaksanaannya.
Kenapa demikian? Karena dengan anggaran yang terbataspun
kegiatan ini dapat berjalan, serta output kegiatan sangat ditentukan
oleh kemampuan sumberdaya manusia mulai dari proses
perencanaan kegiatan, pelaksanaan kegiatan dan tahap analisis hasil
kegiatan. Kemajuan ilmu dan teknologi memberi dampak yang
signifikan terhadap komunikasi yang tidak terbatas ruang dan waktu
yang dituntut dewasa ini adalah bagaimana kualitas sumber daya
manusia yang dapat berinovasi dalam merencanakan dan
melaksanakan suatu kegiatan. Dapat penulis memberikan suatu
masukan bahwa pengkajian kebutuhan pelatihan sebenar dapat
dilakukan melalui penyebaran kuesioner secara online lewat media
sosial yang ada (contoh whatsapp). dan penentuan responden
(kesediaan responden) dapat dilakukan saat pelatihan tahun
sebelumnya (contoh manajemen puskesmas yang sebagian besar
adalah kepala puskesmas dan orang kedua puskesmas). Karena itu
inovasi dan kreatifitas SDM sangat menentukan untuk mengantisipasi
anggaran yang minim.
Ketiga, sebagian besar pelatihan merupakan turunan (given)

Pelatihan-pelatihan yang dilaksanakan di daerah sebagian besar


merupakan pelatihan skala nasional yang bertujuan untuk mendukung
program prioritas nasional (pengalaman dan pengamatan penulis
sebagai widyaiswara Balai Pelatihan dan Penelitian Kesehatan
Provinsi Maluku) yang tidak memerlukan pengkajian kebutuhan awal
di tingkat provinsi. Provinsi hanya bertugas mendukung dan
menyukseskan kegiatan pelatihan tersebut sesuai dengan target yang
ditentukan berdasarkan perencanaan output/keluaran yang sudah
disepakati.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa siklus penentuan


program pelatihan pada tahap pengkajian kebutuhan pelatihan
sebenar merupakan hal yang ideal dilaksakanan di daerah untuk
melihat kebutuhan pelatihan skala daerah dalam rangka mendukung
program pembangunan kesehatan yang menjadi prioritas di tingkat
provinsi maupun kabupaten/kota.

Sebagai contoh dapat penulis utarakan berdasarkan hasil


pemantauan dan analisis subjektif penulis antara lain. Untuk
menindaklanjuti program nasional yaitu PIS-PK (program Indonesia
sehat dengan pendekatan keluarga) yang sejauh ini telah
dilaksanakan pelatihan di tingkat provinsi (Balai Pelatihan dan
Penelitian Kesehatan Provinsi Maluku) untuk membekali aparatur sipil
Negara di puskesmas dapat dilakukan suatu pelatihan lanjut dengan
menggunakan anggaran daerah yaitu pelatihan untuk perencanaan
puskesmas berbasis data pis-pk. Kenapa hal ini disarankan oleh
penulis ?

Karena waktu pembelajaran yang sempit dengan kemampuan tenaga


puskesmas (spesifikasi) yang terbatas.

Sekali lagi ini merupakan analisis subjektifitas penulis yang masih


memerlukan pembuktian lewat suatu penelitian (pengkajian
kebutuhan pelatihan). Untuk analisis data pis-pk untuk perencanaan
puskesmas, berdasarkan pengamatan penulis, sangat ditentukan oleh
tenaga pengelola data yang bertugas mengelola pangkalan data
puskesmas yang diperlukan guna perencanaan dan intervensi lanjut.
Dengan pengetahuan pengelolaan data yang minim, data pis-pk tidak
dapat dikelola secara maksimal guna menggambarkan permasalahan
dan menentukan akar masalah serta intervensi yang tepat sasaran
terhadap masalah berdasarkan data yang ada.

Alokasi waktu yang sempit dalam memaparkan secara mendalam


mengenai teknik pengelolaan data (dalam pelatihan manajemen
puskesmas) tidaklah cukup untuk membekali peserta dalam
melakukan perencaan yang berkualitas berdasarkan data pis-pk.
Untuk itu diperlukan suatu pelatihan teknis mengenai teknik
pengelolaan data dalam perencaan puskesmas.

• Perumusan tujuan pelatihan

Siklus yang kedua dalam konsep penentuan program pelatihan yaitu


perumusan tujuan pelatihan. Sesuai ranah perencanaan yang
berkualitas juga harus disusun pedoman dan standart mutu yang
menggambarkan siapa, bagaimana dan kapan perumusan tujuan
pelatihan itu dilakukan. Hal ini juga tidak terlepas dari manajemen
sumberdaya manusia dan manajemen sarana prasarana.

Dalam merumuskan tujuan pelatihan kita dapat menggunakan teknis


SMART (Specific, Measureable, acceptable, realistic, timebond).

Spesifik, apakah tujuan pelatihannya lansung mengena pada


kebutuhan asn (teknis atau manajemen)?. Measureable, apakah
tujuan pelatihan tersebut dapat diukur?. Acceptable, apakah tujuan
pelatihan tersebut dapat diterima atau dicapai? Realistic, apakah
tujuan pelatihan tersebut sesuai kenyataan yang ada? Dan timebond,
apakah tujuan pelatihan tersebut dapat dicapai sesuai waktu yang
ditetapkan?

Teknik SMART ini kemudian kita kaji sesuai dengan kemampuan


Sumberdaya manusia yang ada pada institusi atau yang dapat
merealisasikan tujuan pelatihan tersebut. Hal yang tidak kala penting
juga adalah apakah saran dan prasarana yang ada dapat mendukung
tercapainya tujuan pelatihan tersebut?. Hal ini juga akan memberikan
masukan guna perencanaan kebutuhan sumberdaya manusia dan
sarana prasarana yang merupakan kebutuhan essensial organisasi
dalam mendukung pelaksanaan program dan kegiatan.

• Perencanaan pelatihan

Siklus perencaan pelatihan dalam ranah kualitas perencanaan juga


harus memiliki dokumen dan standart mutu. Paling tidak
menggambarkan siapa yang terlibat dalam melakukan perencanaan,
bagaimana cara melakukan perencanaan, kenapa dilakukan
perencanaan dan kapan dan dimana dilakukan perencanaan.
Sekalilagi aspek manajemen sumberdaya manusia dan sarana
prasarana sangat menentukan dalam melakukan perencanaan.
Sumberdaya manusia, apakah ada tenaga tersertifikasi TOC,
MOT/pengendali diklat ? apakah tersedia narasumber sesuai
program/kegiatan pelatihan yang ditentukan? Apakah tersedia sarana
dan prasarana yang mendukung? Dan sebagainya.

Bagaimana perencanaan pelatihan yang menjadi kegiatan institusi


maupun perencanaan pelatihan yang merupakan tugas pengampuhan
yang menjadi permohonan institusi yang bukan atau belum
terakreditasi. Bagaimana proses akreditasi pelatihan yang dilakukan
dan yang tidak kala penting bagaimana cara agar pelatihan dapat
diakomodir dari segi biaya/anggaran.
• Pelaksanaan pelatihan

Pelasanaan pelatihan dalam ranah perencanaan yang berkualitas


meliputi tatacara pelaksanaan pelatihan tersebut sesuai dokumen dan
standart mutu yang telah ditetapkan. Apakah pelatihan yang
dilaksanakan sudah melalui tahap akreditasi dan layak untuk
dilaksanakan.?

• Evaluasi pelatihan

Tahap yang terakhir dalam penentuan program pelatihan, apakah


tersedia dokumen dan standart mutu untuk evaluasi pelatihan?
Format evaluasi fasilitator, pengendali diklat/mot, penyelenggara serta
format Quality control apakah sesuai atau tidak ? dan siapakah yang
melaksanakan tugas evaluasi tersebut berdasarkan dokumen dan
standart mutu yang sudah ada?

Perencanaan yang berkualitas dari sisi evaluasi pelatihan merupakan


hal yang sangat penting namun jarang untuk diperhatikan dan
dibenahi. Pengalaman penulis, masih terdapat kerancuan dalam
beberapa dokumen evaluasi pelatihan, sebagai contoh, telah tersedia
checklist QC (Quality control) namun tidak ditegaskan dalam
document dan standart bagaimana pelaksanaan QC dan siapa yang
bertugas melaksnakan QC (spesifikasi pendidikan, sertifikasi). Karena
checklist QC sendiri masih membutuhkan analisis lanjut yang akan
menjadi rekomendasi bagi pimpinan dalam perbaikan kualitas
pelatihan kedepan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Quality Planing suatu
program/kegiatan pelatihan sangat ditentukan oleh dokumen dan
standart mutu yang baik yang disusun oleh organisasi/institusi
pelatihan berdasarkan ketentuan dan standart sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Selain itu perencanaan yang
bermutu ( QC) sangat ditentukan oleh kemampuan pimpinan dan staf
dalam menyusun semua dokumen dan standart terkait
penyelenggaraan pelatihan.

2. Quality Control (kontrol kualitas)

Berbicara mengenai quality control sebenar merupakan hal yang


mudah dan sulit untuk dilakukan, kenapa demikian ?

Control kualitas dapat berjalan dengan baik dan mudah dilaksanakan


jika dokumen ketentuan dan standart mutu telah disusun dengan baik.
Dan akan sulit dilakukan jika organisasi tidak memiliki dokumen dan
standart mutu sesuai dengan aktifitas pelatihan yang akan dijalankan.
Tidak menutup kemungkinan bahwa suatu organisasi/institusi
pelatihan telah memiliki dokumen dan standart yang baik namun tidak
ada komitmen pimpinan dan staf untuk menjalankan standart tersebut,
atau dapat terjadi bahwa dokumen dan standart tersebut tidak di
teruskan dalam bentuk SOP yang jelas sehingga pelaksanaan
standart tersebut tergantung kebutuhan dan dapat berubah sesuai
kemauan dan kepenting pimpinan maupun individu dalam institusi
pelatihan.

Satu hal yang diamati oleh penulis juga dan merupakan alasan
subjektif kenapa control kualitas tidak dijalankan dengan baik,
terkhusus pada pelaksanaan program/kegiatan pelatihan, walaupun
dokumen dan standart mutu telah baik ? adalah tidak adanya suatu
hukuman atau sanksi yang tegas jika standart tersebut tidak
dijalankan. Karena sampai saat ini hampir sebagian besar, sesuai
pengamatan penulis yang menjadi sasaran adalah proyek bukan
program. Sehingga control kualitas tidak berjalan baik dan yang ada
hanya control kuantitas.

Peserta dan penyelenggara pelatihan terlibat dalam melakukan


control kualitas. Peserta melakukan penilaian terhadap fasilitator dan
penyelenggara/MOT. Penyelenggara, baik panitia dan pengendali
diklat/MOT terlibat dalam mengevaluasi peserta dan fasilitator. Bahan
evaluasi untuk control kualitas ini harus jelas dalam dokumen dan
standart mutu. Dan sebaiknya mekanisme control kualitas ini harus
tertuang dalam SOP yang tertulis sehingga tercipta suatu kerjasama
yang harmonis dalam melakukan control kualitas terhadap
penyelengaraan suatu kegiatan pelatihan.

Yang diharapkan adalah jika fungsi control kualitas ini dapat berjalan
dengan baik dengan melibatkan semua unsure yang terlibat dalam
penyelenggaraan pelatihan dengan suatu mekanisme kerja yang jelas
maka akan tergambar permasalahan-permasalah yang terjadi dalam
penyelenggaraan pelatihan dan melahirkan suatu rekomendasi ke
pimpinan untuk melakukan perbaikan kualitas ke penyelenggaraan
pelatihan ke depan.

Mekanisme yang tertuang dalam standart operational prosedur


mengenai tugas komponen-komponen yang melakukan control
kualitas (panitia, MOT, petugas Quality Contol, Tim Pengendali Mutu)
jika memiliki mekanisme dan alur yang jelas, akan sangat
menentukan berkualitasnya suatu pelatihan yang diselenggarakan.

3. Quality Improvement (peningkatan kualitas)


Resume control kualitas yang dilakukan merupakan bahan dalam
melakukan evaluasi guna peningkatan kualitas penyelenggaraan
pelatihan. Yang diperlukan pada tahap peningkatan kualitas adalah
kemampuan pimpinan untuk menindaklanjuti permasalahan yang
terekap dalam hasil control kualitas. Tindak lanjut tersebut dapat
berbentuk kebijakan atau perencaan perbaikan kualitas
penyelengaraan pelatihan kedepan. Perencanaan dapat dilakukan
dalam pemenuhan sarana prasarana maupun peningkatan
Sumberdaya manusia guna memenuhi kualitas yang diharapkan.

Anda mungkin juga menyukai