Anda di halaman 1dari 15

IDENTIFIKASI PENGETAHUAN METAKOGNITIF PESERTA DIDIK KELAS

X MIA SMA/MA PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN


NONELEKTROLIT

Faismatul Kholifah, Parlan, Hayuni Retno Widarti


Universitas Negeri Malang
e-mail: faismatulkholifah@gmail.com

ABSTRAK: Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengetahuan


metakognitif peserta didik pada materi larutan elektrolit dan nonelektrolit,
mengetahui hubungan antara pengetahuan metakognitif peserta didik
dengan hasil belajar dan Metacognitive Awareness Inventory (MAI).
Rancangan penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan gabungan
kualitatif-kuantitatif dan menggunakan metode survei. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa peserta didik memiliki tingkat pengetahuan
metakognitif rendah, terdapat hubungan antara hasil belajar dengan
pengetahuan metakognitif, dan tidak terdapat hubungan antara MAI
dengan pengetahuan metakognitif peserta didik.
Kata kunci: identifikasi, pengetahuan metakognitif, larutan
elektrolit dan nonelektrolit

ABSTRACK: The purpose of this research was to identify the


metacognitive knowledge of students on the topic of electrolyte and
nonelectrolyte solution, to know the correlation between metacognitive
knowledge of the student with the learning result and Metacognitive
Awareness Inventory (MAI). This research used descriptive research
design with qualitative-quantitative combined approach and used survey
method. The results shown that the metacognitive knowledge of students
was still low, there is correlation between the learning result and the
metacognitive knowledge of the students, and there is no correlation
between MAI and the metacognitive knowledge of the students.
Keywords: identification, metacognitive knowledge,
electrolyte and nonelectrolyte solutions

Permendikbud Nomor 54 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Kelulusan


menuntut peserta didik memiliki pegetahuan faktual, pengetahuan konseptual,
pengetahuan prosedural, dan pengetahuan metakognitif. Keempat pengetahuan tersebut
merupakan dimensi pengetahuan yang telah dirumuskan berdasarkan taksonomi Bloom
yang telah direvisi. Pengetahuan faktual merupakan pengetahuan tentang komponen
dasar yang harus diketahui peserta didik terhadap suatu disiplin ilmu atau dalam proses
pemecahan masalah. Pengetahuan konseptual merupakan pengetahuan tentang hubungan
komponen-komponen dasar yang saling berkaitan dalam struktur yang lebih besar dan
semuanya berfungsi bersama-sama. Pengetahuan prosedural merupakan pengetahuan
tentang bagaimana mengerjakan sesuatu yang seringkali berisi langkah-langkah atau
tahapan yang harus diikuti. Pengetahuan metakognitif merupakan pengetahuan tentang
kognisi secara umum yang melibatkan proses kesadaran akan pengetahuan yang telah
didapatkan (Anderson, dkk., 2001). Menurut Permendikbud nomor 54 tahun 2013
dimensi pengetahuan yang penting untuk diterapkan dan diberikan penekanan pada
peserta didik tingkat menengah adalah pengetahuan metakognitif. Hal ini sesuai dengan
pendapat Indarini, dkk. (2013), yang menyatakan bahwa ketika pengetahuan metakognitif
telah dimiliki oleh peserta didik, maka akan menghasilkan sebuah proses pembelajaran
yang berarti bagi peserta didik.
Kemampuan metakognitif memiliki arti “berpikir tentang berpikir” atau
kemampuan seseorang untuk mengetahui apa yang telah diketahuinya, apa yang tidak
diketahuinya, dan bagaimana cara untuk mengatur dan mengendalikan pemikiran seperti
itu (Mahdavi, 2014). Menurut Louca (2008) pada dasarnya kemampuan metakognitif
berarti kognisi tentang kognisi, atau mengacu pada kognisi tingkat kedua yang meliputi
pemikiran tentang pemikiran, pengetahuan tentang pengetahuan, atau refleksi tentang
tindakan.
Sejumlah penelitian menunjukkan pentingnya kemampuan metakognitif dalam
mengajar dan belajar karena dapat mempengaruhi perolehan, pemahaman, retensi, dan
penerapan dari apa yang dipelajari. Hal ini juga mempengaruhi efisiensi belajar, berpikir
kritis, dan pemecahan masalah (Hartman, 1998 dalam Rompayom, dkk., 2010). Nuryana
& Sugiarto (2012) menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara
kemampuan metakognitif dengan hasil belajar peserta didik. Semakin tinggi kemampuan
metakognitifnya, maka semakin tinggi hasil belajar peserta didik, begitu juga sebaliknya.
Kemampuan metakognitif dapat membuat peserta didik menjadi lebih mengetahui
kognisinya sendiri, memikirkan pembelajaran dan membantu peserta didik untuk
mengambil tanggung jawab terhadap proses pembelajarannya sendiri (Israel, 2007 dalam
Rompayom, dkk., 2010).
Kemampuan metakognitif dibagi menjadi dua subkomponen yaitu pengetahuan
metakognitif (metacognitive knowledge) dan pengaturan metakognitif (metacognitive
regulation) (Young & Fry, 2008). Pengetahuan metakognitif dapat digambarkan sebagai
apa yang seseorang ketahui tentang proses kognitifnya, sedangkan pengaturan
metakognitif atau biasa disebut keterampilan metakognitif merupakan kegiatan nyata
seseorang untuk memfasilitasi proses belajar dan ingatan (Schraw & Moshman, 1995
dalam Young & Fry, 2008).
Pengetahuan metakognitif dibagi menjadi tiga jenis, yaitu pengetahuan deklaratif,
pengetahuan prosedural, dan pengetahuan kondisional. Pengetahuan deklaratif adalah
pengetahuan tentang diri sebagai pelajar dan faktor apa yang mempengarui kinerja belajar
seseorang. Pengetahuan prosedural adalah pengetahuan seseorang dalam menggunakan
strategi, sedangkan pengetahuan kondisional adalah pengetahuan seseorang dalam
mengetahui kapan dan mengapa menggunakan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan
prosedural (Schraw, 1998 dalam Rompayom, dkk., 2010). Setiap jenis pengetahuan
metakognitif yang dimiliki oleh peserta didik akan diketahui tingkatannya pada suatu
materi pembelajaran melalui tes yang diberikan. Selain itu, tingkatan pengetahuan
metakognitif juga dapat diketahui melalui Metacognitive Awareness Inventory (MAI).
MAI merupakan inventaris kesadaran metakognitif yang dimiliki oleh seseorang. MAI
dikembangkan oleh Schraw dan Dennison pada tahun 1994 berupa instrumen yang dapat
mengukur nilai pengetahuan metakognitif, dimana terdiri dari pengetahuan deklaratif,
pengetahuan prosedural, dan pengetahuan kondisional (Young & Fry, 2008; Schraw &
Dennison, 1994).
Pengetahuan metakognitif sangat diperlukan untuk memahami ilmu kimia yang
memuat konsep-konsep, seperti materi larutan elektrolit dan nonelektrolit. Materi ini
berisi konsep dasar yang penting untuk mempelajari konsep kimia selanjutnya yang lebih
kompleks, seperti materi larutan asam basa, sel elektrokimia, dan sifat koligatif larutan
(Amanda, 2014), sehingga pengetahuan metakognitif peserta didik dalam mempelajari
materi ini sangat penting.
Penelitian terdahulu oleh Amanda (2014) diketahui persentase kesulitan yang
terjadi pada materi larutan elektrolit dan nonelektrolit adalah 21,8% terletak pada konsep
daya hantar lisrik, 24,2% terletak pada konsep derajat ionisasi, dan 45,7% terletak pada
jenis zat terlarut. Berdasarkan hasil penelitian tersebut menunjukkan materi materi larutan
elektrolit dan nonelektrolit berpotensi sulit untuk dipahami peserta didik dan dapat
menimbulkan salah konsep. Adanya kesulitan belajar peserta didik dalam memahami
materi larutan elektrolit dan nonelektrolit ini, belum diketahui bagaimana tingkatan
pengetahuan metakognitif yang dimiliki oleh peserta didik, sehingga perlu dilakukan
penelitian mengenai pengetahuan metakognitif peserta didik terhadap materi larutan
elektrolit dan nonelektrolit.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Safitri (2017) diketahui pengetahuan
metakogitif peserta didik dalam materi asam basa tergolong rendah. Rendahnya
pengetahuan metakognitif peserta didik pada materi asam basa perlu diketahui bagaimana
tingkat pengetahuan metakognitif peserta didik pada materi lain yang berhubungan.
Materi asam basa merupakan materi yang melibatkan larutan elektrolit dan nonelektrolit
sebagai materi prasyarat, sehingga perlu diketahui bagaimana tingkat pengetahuan
metakognitif peserta didik dalam materi larutan elektrolit dan nonelektrolit. Hal inilah
yang mendorong peneliti untuk mengidentifikasi salah satu komponen kemampuan
metakognitif yaitu pengetahuan metakognitif peserta didik pada materi larutan elektrolit
dan nonelektrolit.

METODE
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian deskriptif dengan pendekatan
gabungan kualitatif-kuantitatif. Penelitian deskriptif kualitatif ditunjukkan dengan
mendeskripsikan atau menggambarkan data mengenai pengetahuan metakognitif peserta
didik pada materi larutan elektrolit dan nonelektrolit, serta mendeskripsikan hubungan
pengetahuan metakognitif peserta didik dengan hasil belajar dan Metacognitive
Awareness Inventory (MAI), sedangkan pada penelitian deskriptif kuantitatif ditunjukkan
dengan teknik pengambilan data dan pemaparan hasil data dalam bentuk persentase.
Penelitian ini dilakukan di SMA BSS Malang dan SMAN 8 Malang. Subjek penelitian
ini adalah 60 peserta didik yang telah mempelajari materi larutan elektrolit dan
nonelektrolit.
Instrumen penelitian terdiri dari 13 soal dimana setiap soal disertai tes
pengetahuan metakognitif yang meliputi pengetahuan deklaratif, pengetahuan prosedural,
dan pengetahuan kondisional. Instrumen soal merupakan hasil uji coba tes dan didapatkan
validitas yang baik serta reliabilitas dengan kriteria tinggi (0,630). Instrumen soal dan
pedoman penskoran yang digunakan mengacu pada rubrik penilaian yang dikembangkan
oleh Rompayom, dkk. (2010). Adapun kriteria pedoman penskoran pengetahuan
metakognitif secara umum ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1 Kriteria Penskoran Pengetahuan Metakognitif
Deskripsi
Skor
Pengetahuan Deklaratif Pengetahuan Prosedural Pengetahuan Kondisional
0 Jawaban tidak relevan Peserta didik tidak Peserta didik tidak
dengan pertanyaan. Peserta mendeskripsikan strategi menjelaskan kapan dan
didik tidak mana yang digunakan untuk mengapa mereka
mendeskripsikan konsep memecahkan masalah, dan menggunakan strategi
apa yang berhubungan bagaimana mereka tertentu dalam memecahkan
dengan pertanyaan yang memecahkan masalah masalah.
diberikan. tersebut.
1 Peserta didik menuliskan Peserta didik terlihat Peserta didik menuliskan
pernyataan kurang spesifik memahami tujuan dari strategi secara umum untuk
yang berhubungan dengan pertanyaan, tetapi mereka menyelesaikan masalah,
kimia, tetapi pernyataan membuat pernyataan kurang tetapi mereka tidak
tersebut belum spesifik yang belum menjelaskan kapan atau
berhubungan dengan berhubungan dengan mengapa menggunakan
pertanyaan yang diberikan. informasi dan pertanyaan strategi tersebut atau dengan
yang diberikan. pernyataan yang kurang
spesifik.

2 Peserta didik Peserta didik Peserta didik menuliskan


mendeskripsikan dengan mendeskripsikan dengan jelas dengan jelas kapan dan
jelas konsep yang strategi yang mereka mengapa mengunakan
berhubungan dengan gunakan. Peserta didik secara strategi tersebut untuk
pertanyaan yang diberikan. eksplisit mempertimbangkan memecahkan masalah.
implikasi antara informasi Gambaran strategi yang
dan pertanyaan yang mereka gunakan,
diberikan. berhubungan dengan
informasi dan pertanyaan
yang diberikan.
Sumber: Rompayom, dkk. (2010:5)

Data penelitian yang diperoleh juga diuji reliabilitasnya untuk menghindari


subyektivitas, yaitu menggunakan metode interrater reliability yang dihitung dengan
koefisien Kappa. Hasil pengujian interrater reliability sebesar 0,975 (sangat baik). Hasil
penelitian dideskripsikan berdasarkan jawaban pertanyaan yang diberikan peserta didik.
Jawaban peserta didik dikelompokkan sesuai dengan kategori pengetahuan metakognitif.
Jawaban yang diberikan peserta didik akan memberikan informasi tentang pengetahuan
metakognitifnya dan cara peserta didik mengungkapkan pengetahuan metakognitif yang
dimilikinya, serta akan diketahui bagaimana tingkat pengetahuan metakognitif peserta
didik.
Data hubungan antara dua variabel diuji menggunakan uji normalitas dan uji
korelasi. Uji korelasi yang digunakan adalah uji korelasi Spearman, karena data yang
diperoleh tidak terdistribusi normal. Data hasil belajar diperoleh dari nilai tes kognitif
(pilihan ganda) pada instrumen tes pengetahuan metakognitif, data hasil Metacognitive
Awareness Inventory (MAI) diperoleh dari angket MAI yang diberikan kepada peserta
didik, sedangkan pengetahuan metakognitif diperoleh dari uraian jawaban siswa pada
instrumen tes pengetahuan metakognitif yang terdiri dari pengetahuan deklaratif,
pengetahuan prosedural, dan pengetahuan kondisional. Analisis data pada hubungan
antara dua variabel dilakukan dengan cara membandingkan nilai antar variabel.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Data hasil penelitian untuk pengetahuan metakognitif peserta didik disajikan
dalam bentuk persentase dan dideskripsikan sesuai dengan kategori pengetahuan
metakognitf. Data hasil hubungan antara dua variabel disajikan dalam bentuk nilai
korelasi dan dideskripsikan berdasarkan keterkaitannya antar variabel.

Pengetahuan Deklaratif
Pengetahuan deklaratif peserta didik diketahui berdasarkan skor yang diperoleh
dari jawaban tes pengetahuan metakognitif peserta didik pada materi larutan elektrolit
dan nonelektrolit. Persentase peserta didik setiap skor pada kategori pengetahuan
deklaratif dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Persentase Peserta Didik setiap Skor pada Kategori Pengetahuan Deklaratif
Skor
No. Soal 0 1 2
∑ % ∑ % ∑ %
1 6 10% 35 58% 19 32%
2 4 7% 42 70% 14 23%
3 4 7% 46 77% 10 17%
4 8 13% 49 82% 3 5%
5 6 10% 36 60% 18 30%
6 14 23% 44 73% 2 3%
7 15 25% 43 72% 2 3%
8 13 22% 45 75% 2 3%
9 17 28% 39 65% 4 7%
10 16 27% 42 70% 2 3%
11 8 13% 40 67% 12 20%
12 15 25% 44 73% 1 2%
13 12 20% 41 68% 7 12%
Rata-rata 11 18% 42 70% 7 12%
Tabel 2 menunjukkan bahwa pengetahuan deklaratif peserta didik pada materi
larutan elektrolit dan nonelektrolit termasuk dalam kategori sedang, dengan ini dapat
diartikan bahwa peserta didik mampu menuliskan pernyataan yang tidak spesifik yang
berhubungan dengan materi larutan elektrolit dan nonelektrolit, tetapi tidak atau belum
menunjukkan hubungan dengan pertanyaan yang diberikan.
Skor 0 didapatkan peserta didik saat tidak menjawab pertanyaan deklaratif atau
menuliskan pernyataan yang tidak relevan, skor 1 sebagian besar didapatkan oleh peserta
didik yang hanya menuliskan konsep-konsep yang terkait dengan soal dan belum
mendeskripsikan konsep tersebut, sedangkan skor 2 didapatkan peserta didik yang telah
mampu menuliskan konsep-konsep yang terkait dengan soal dan mendeskripsikannya,
mislanya pada nomor 3. Soal nomor 3, peserta didik diminta untuk memprediksi contoh
larutan elektrolit atau nonelektrolit dari suatu percobaan. Peserta didik diminta untuk
memprediksi suatu larutan yang dapat memberikan nyala terang pada alat uji elektrolit
dan menghasilkan gelembung-gelembung gas. Hal ini dapat diketahui bahwa larutan
tersebut adalah larutan elektrolit kuat. Berdasarkan data yang diperoleh, sebanyak 4
peserta didik mendapatkan skor 0, 46 peserta didik mendapatkan skor 1, dan 10 peserta
didik mendapatkan skor 2. Konsep yang terkait dengan pertanyaan adalah sifat larutan
elektrolit kuat, daya hantar listrik dan senyawa penyusun larutan elektrolit kuat. Peserta
didik yang mendapatkan skor 1 sebagian besar menuliskan konsep saja seperti “larutan
elektrolit”, “larutan elektrolit kuat”, dan “daya hantar listrik”, hal ini kemungkinan
disebabkan peserta didik telah menemukan kata kunci dari soal sehingga menganggap
jawaban yang dituliskan sudah benar tanpa mendeskripsikan. Peserta didik yang
mendapatkan skor 2 dapat menjelaskan maksud pertanyaan yaitu larutan elektrolit kuat
dan menjelaskannya. Peserta didik yang mendapatkan skor 0 sebagian besar tidak
menuliskan jawabannya. Hal ini disebabkan soal nomor 3 berbeda dengan soal
sebelumnya yang tingkatannya lebih rendah, sehingga peserta didik belum mampu
memahami materi prasayat yaitu senyawa penyusun larutan elektrolit, mendeskripsikan
konsep yang terkait dan menghubungkan antar konsep tersebut.
Berdasarkan hasil data dan penjelasan tersebut, peserta didik mampu
menyebutkan konsep-konsep larutan elektrolit dan nonelektrolit yang terkait dengan
pertanyaan. Namun, peserta didik belum mampu mendeskripsikan konsep tersebut.
Tingkat pengetahuan deklaratif peserta didik pada materi larutan elektrolit dan
nonelektrolit adalah sedang yang menunjukkan peserta didik belum mampu memahami
materi secara mendalam.

Pengetahuan Prosedural
Pengetahuan prosedural diketahui berdasarkan skor yang diperoleh dari jawaban
tes pengetahuan metakognitif peserta didik pada materi larutan elektrolit dan
nonelektrolit. Persentase peserta didik setiap skor pada kategori pengetahuan prosedural
dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Persentase Peserta Didik setiap Skor pada Kategori Pengetahuan Prosedural
Skor
No. Soal 0 1 2
∑ % ∑ % ∑ %
1 27 45% 19 32% 14 23%
2 34 57% 13 22% 13 22%
3 40 67% 10 17% 10 17%
4 33 55% 19 32% 8 13%
5 26 43% 24 40% 10 17%
6 42 70% 16 27% 2 3%
7 30 50% 15 25% 15 25%
8 31 52% 10 17% 19 32%
9 49 82% 9 15% 2 3%
10 45 75% 7 12% 8 13%
11 22 37% 30 50% 8 13%
12 40 67% 19 32% 1 2%
13 34 57% 22 37% 4 7%
Rata-rata 35 58% 16 27% 9 15%

Tabel 3 menunjukkan bahwa pengetahuan peserta didik pada materi larutan


elektrolit dan nonelektrolit termasuk dalam kategori rendah, dengan ini dapat diartikan
bahwa peserta didik belum mampu mendeskripsikan strategi mana yang digunakan untuk
memecahkan masalah dan bagaimana cara menyelesaikan masalah yang diberikan pada
materi larutan elektrolit dan nonelektrolit.
Jawaban peserta didik yang mendapatkan skor 0, 1, dan 2 dapat dilihat pada nomor
soal 6. Pada soal nomor 6, peserta didik diminta untuk menuliskan strategi menyelesaikan
masalah dalam hubungan jumlah ion dengan daya hantar listrik. Strategi yang benar
adalah mengidentifikasi larutan elektrolit yang dapat menghantarkan arus listrik dengan
membandingkan jumlah ion yang terdisosiasi/terionisasi dalam larutan, kemudian
mengidentifikasi larutan yang termasuk larutan elektrolit kuat. Berdasarkan data yang
diperoleh, sebanyak 42 peserta didik mendapatkan skor 0, karena sebagian besar tidak
menjawab dan mengisi strategi yang tidak relevan, seperti “dengan belajar larutan
elektrolit”. Penyebabnya dapat sama dengan permasalahan soal sebelumnya, yaitu
peserta didik kurang memahami pertanyaan pengetahuan prosedural, selain itu pada
subtopik kekuatan daya hantar listrik, peserta didik memiliki pemahaman yang lemah
sehingga kurang bisa menuliskan strategi berpikirnya dalam menyelesaikan masalah.
Sebanyak 16 peserta didik mendapatkan skor 1, karena menuliskan strategi yang kurang
sesuai tetapi masih terkait dengan materi dalam pertanyaan, seperti “mencari larutan
elektrolit kuat”. Peserta didik dengan skor 2 menuliskan strategi dengan benar, seperti
menjelaskan larutan elektrolit pada H2SO4 lebih kuat daripada larutan lainnya karena
jumlah ion yang terionisasi lebih banyak.
Berdasarkan hasil data dan penjelasan tersebut, pengetahuan prosedural peserta
didik pada materi larutan elektrolit dan nonelektrolit masih tergolong rendah. Peserta
didik tidak mampu menuliskan strategi yang digunakan untuk memecahkan masalah.

Pengetahuan Kondisional
Pengetahuan kondisional peserta didik diketahui berdasarkan skor yang diperoleh
dari jawaban tes pengetahuan metakognitif peserta didik pada materi larutan elektrolit
dan nonelektrolit. Persentase peserta didik setiap skor pada kategori pengetahuan
kondisional dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 menunjukkan bahwa pengetahuan kondisional peserta didik pada materi
larutan elektrolit dan nonelektrolit termasuk dalam kategori rendah, dengan ini dapat
diartikan bahwa peserta didik belum mampu menjelaskan kapan dan mengapa
menggunakan strategi tertentu dalam memecahkan masalah yang berkaitan dengan materi
larutan elektrolit dan nonelektrolit.
Tabel 4 Persentase Peserta Didik setiap Skor pada Kategori Pengetahuan Kondisional
Skor
No. Soal 0 1 2
∑ % ∑ % ∑ %
1 50 83% 9 15% 1 2%
2 52 87% 6 10% 2 3%
3 57 95% 3 5% 0 0%
4 46 77% 14 23% 0 0%
5 36 60% 20 33% 4 7%
6 49 82% 10 17% 1 2%
7 40 67% 14 23% 6 10%
8 35 58% 17 28% 8 13%
9 55 92% 5 8% 0 0%
10 53 88% 7 12% 0 0%
11 37 62% 21 35% 2 3%
12 54 90% 5 8% 1 2%
13 48 80% 12 20% 0 0%
Rata-rata 47 79% 11 18% 2 3%

Uraian jawaban peserta didik dapat dilihat pada soal nomor 3. Pada soal nomor 3,
peserta didik diminta untuk menuliskan alasan penggunaan strategi dalam menyelesaikan
masalah mengenai contoh larutan elektrolit kuat berdasarkan suatu percobaan. Strategi
yang digunakan pada pengetahuan prosedural seperti yang dijelaskan, digunakan strategi
tersebut karena contoh dari larutan elektrolit kuat adalah larutan yang tersusun dari
senyawa ionik, yaitu garam dan air. Strategi ini digunakan saat mencari contoh larutan
elektrolit yang dapat menghantarkan listrik didasarkan pada senyawa penyusunnya.
Peserta didik yang mendapatkan skor 0 yaitu sebanyak 57 peserta didik, dimana sebagian
besar tidak menuliskan alasan penggunaan strategi. Peserta didik dengan skor 1
menuliskan pernyataan yang umum tetapi masih berkaitan dengan materi yang di soal,
seperti “karena berkaitan dengan hasil uji elektrolit sehingga dapat diketahui kuat atau
lemahnya larutan elektrolit yang dicari”. Tidak terdapat peserta didik yang dapat
menuliskan alasan penggunaan strategi dengan baik dan benar. Hal ini dapat disebabkan
rendahnya pengetahuan peserta didik dalam mencari contoh larutan elektrolit kuat jika
didasarkan pada senyawa penyusunnya, kemudian peserta didik menuliskan strategi yang
kurang relevan atau tidak menuliskan, sehingga tidak dapat menentukan alasan
penggunaan strategi.
Berdasarkan hasil data dan penjelasan tersebut, peserta didik belum mampu
menjelasakan kapan dan mengapa menggunakan prosedur tertentu pada hampir seluruh
soal. Hal ini menandakan bahwa pengetahuan kondisional yang dimiliki oleh peserta
didik masih rendah.

Hubungan antara Hasil Belajar dengan Pengetahuan Metakognitif Peserta didik


Hubungan antara hasil belajar dengan pengetahuan metakognitif peserta didik
pada materi larutan elektrolit dan nonelektrolit dihitung melalui uji korelasi yang
disesuaikan dengan karakteristik data penelitian. Hasil analisis data hubungan antara hasil
belajar dengan pengetahuan metakognitif peserta didik dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Hasil Analisis Data Hubungan antara Hasil Belajar dengan Pengetahuan Metakognitif
Peserta Didik
Nilai
Jenis Uji Tingkat
Variabel yang Diuji Koefisien Kesimpulan
Korelasi Hubungan
Korelasi
Hasil belajar dengan
Korelasi Ada hubungan
pengetahuan 0,415 Sedang
Spearman (Korelasi positif)
metakognitif
Hasil belajar dengan Korelasi Ada hubungan
0,490 Sedang
pengetahuan deklaratif Spearman (Korelasi positif)
Hasil belajar dengan
Korelasi Ada hubungan
pengetahuan 0,315 Rendah
Spearman (Korelasi positif)
prosedural
Hasil belajar dengan
Korelasi
pengetahuan 0,112 Tidak ada hubungan -
Spearman
kondisional

Uji korelasi antara hasil belajar dengan pengetahuan metakognitif menunjukkan


adanya hubungan yang signifikan berdasarkan nilai rs hitung yang lebih besar dari nilai rs
tabel dan memiliki nilai korelasi yang positif, hal ini berarti semakin tinggi pengetahuan
metakognitif peserta didik maka semakin tinggi hasil belajarnya. Namun, kedua variabel
memiliki tingkat hubungan yang sedang, dimana dapat dibuktikan dengan adanya tidak
semua nilai berbanding lurus, seperti terdapat nilai hasil belajar peserta didik yang lebih
tinggi diantara yang lainnya tetapi memiliki nilai pengetahuan metakognitif yang rendah.
Hal ini mungkin disebabkan peserta didik telah mampu memahami materi yang diujikan,
tetapi kurang mampu mendeskripsikan konsep yang digunakan, strategi yang digunakan,
beserta alasan penggunaan strategi. Hasil analisis data terdapatnya hubungan juga
diperoleh antara hasil belajar dengan pengetahuan deklratif dan prosedural.
Uji korelasi hubungan antara hasil belajar dengan pengetahuan kondisional
menunjukkan tidak ada hubungan diantara kedua variabel. Pada pengetahuan
kondisional, peserta didik diminta untuk menuliskan alasan penggunaan strategi dalam
memecahkan masalah. Hasil yang diperoleh adalah sebagian besar peserta didik tidak
dapat menuliskan strategi dengan benar. Hal tersebut dapat dijadikan salah satu alasan
tidak adanya hubungan antara hasil belajar dengan pengetahuan kondisional.
Kemungkinan alasan lain adalah pembelajaran yang dialami peserta didik kurang
menekankan alasan penggunaan strategi pemecahan masalah, sehingga peserta didik
belum memahami dan belum terbiasa menuliskan alasan penggunaan strategi dalam
menyelesaikan masalah, walaupun telah memahami konsep yang terkait dengan soal.

Hubungan antara Metacognitive Awareness Inventory (MAI) dengan Pengetahuan


Metakognitif Peserta Didik
Hubungan antara Metacognitive Awareness Inventory (MAI) dengan pengetahuan
metakognitif peserta didik pada materi larutan elektrolit dan nonelektrolit dihitung
melalui uji korelasi yang disesuaikan dengan karakteristik data penelitian. Hasil analisis
data hubungan antara Metacognitive Awareness Inventory (MAI) dengan pengetahuan
metakognitif peserta didik dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Hasil Analisis Data Hubungan antara Metacognitive Awareness Inventory (MAI) dengan
Pengetahuan Metakognitif Peserta Didik
Nilai
Jenis Uji Tingkat
Uji Korelasi Hubungan Koefisien Kesimpulan
Korelasi Hubungan
Korelasi
Korelasi Tidak ada
MAI dengan pengetahuan metakognitif 0,166 -
Spearman hubungan
Pengetahuan deklaratif (MAI) dengan
Korelasi Tidak ada
pengetahuan deklaratif (tes 0,094 -
Spearman hubungan
pengetahuan metakognitif)
Pengetahuan prosedural (MAI) dengan
Korelasi Tidak ada
pengetahuan prosedural (tes 0,022 -
Spearman hubungan
pengetahuan metakognitif)
Pengetahuan kondisional (MAI)
Korelasi Tidak ada
dengan pengetahuan kondisional (tes -0,039 -
Spearman hubungan
pengetahuan metakognitif)

MAI merupakan inventaris kesadaran metakognitif yang dimiliki peserta didik,


jadi bagaimana kesadaran peserta didik terhadap pengetahuan yang dimilikinya. MAI
dinilai melalui instrumen yang diberikan kepada peserta didik setelah mengerjakan soal
tes pengetahuan metakognitif. MAI dapat digunakan untuk menilai pengetahuan
metakognitif secara keseluruan maupun perkategori. Hasil analisis data menunjukkan
tidak ada hubungan antara hasil MAI dengan tes pengetahuan metakognitif, baik secara
keseluruhan maupun perkategori. MAI pada dasarnya dapat menilai bagaimana
pengetahuan metakognitif yang dimiliki peserta didik melalui pernyataan yang diajukan.
Namun, hal ini kurang tercapai pada tes pengetahuan metakognitif pada materi larutan
elektrolit dan nonelektrolit. Hal ini diduga karena sekolah yang dijadikan tempat
penelitian menerapkan pembelajaran bersifat Sistem Kredit Semester (SKS).
Pembelajaran ini menggunakan sistem modul mandiri dan akseleratif. Sifat kurikulum
SKS ini membuat peserta didik merasa kehilangan waktu untuk melakukan kegiatan yang
dapat menumbuhkan kesadaran metakognitif (Herlanti, 2015). Alasan lain adalah proses
pembelajaran yang kurang berarti bagi peserta didik, karakteristik peserta didik, dan juga
karakteristik dari materi larutan elektrolit dan nonelektrolit.

PENUTUP
Kesimpulan
Pengetahuan metakognitif peserta didik pada materi larutan elektrolit dan
nonelektrolit masih tergolong rendah, dengan hasil rata-rata persentase peserta didik pada
tingkat pengetahuan metakognitif rendah sebesar 51,67%, pada tingkat sedang sebesar
38,33%, dan pada tingkat tinggi sebesar 10%. Secara keseluruhan, pengetahuan deklaratif
yang dimiliki peserta didik berada dalam kategori sedang, pengetahuan prosedural peserta
didik berada dalam kategori rendah, dan pengetahuan kondisional peserta didik berada
dalam kategori rendah. Peserta didik telah mampu menuliskan konsep-konsep yang
terkait dengan pertanyaan, tetapi belum mampu mendeskripsikan strategi yang digunakan
dalam pemecahan masalah, serta tidak dapat menjelaskan kapan dan mengapa
menggunakan strategi tertentu dalam pemecahan masalah pada materi larutan elektrolit
dan nonelektrolit.
Terdapat hubungan antara hasil belajar dengan pengetahuan metakognitif peserta
didik dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,415 yang memiliki tingkat hubungan
sedang, terdapat hubungan antara hasil belajar dengan pengetahuan deklaratif peserta
didik dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,490 yang memiliki tingkat hubungan
sedang, dan terdapat hubungan antara hasil belajar dengan pengetahuan prosedural
peserta didik dengan nilai koefisien korelasi 0,315 yang memiliki tingkat hubungan
rendah. Namun, hasil belajar tidak memiliki hubungan dengan pengetahuan kondisional.
Hal ini mungkin disebabkan kurangnya pemahaman peserta didik terhadap penggunaan
strategi dalam memecahkan masalah.
Tidak terdapat hubungan antara Metacognitive Awareness Inventory (MAI)
dengan pengetahuan metakognitif peserta didik, baik secara keseluruhan maupun setiap
kategori. Hal ini mungkin disebabkan sistem pembelajaran yang menerapkan Sistem
Kredit Semester (SKS) yang menyebabkan peserta didik kehilangan waktu untuk
melakukan kegiatan yang dapat menimbulkan kesadaran metakognitif peserta didik.

Saran
Saran dari peneliti yang didasarkan pada hasil penelitian adalah dalam suatu
pembelajaran guru diharapkan dapat menerapkan strategi pembelajaran yang dapat
meningkatkan pengetahuan metakognitif. Strategi pembelajaran yang berbasis
pengetahuan metakognitif dapat memuat sebuah tahapan yang melibatkan peserta didik
berpikir kritis terhadap suatu masalah dan sebuah refleksi yang dapat menyadarkan
peserta didik terhadap pengetahuan yang telah didapatkan, selain itu diharapakan dalam
suatu strategi pembelajaran lebih menekankan pemahaman terhadap konsep apa saja yang
digunakan jika terdapat masalah, strategi dalam memecahkan masalah, dan alasan
penggunaan strategi dalam memecahkan masalah.
DAFTAR RUJUKAN

Amanda, N.A. 2014. Identifikasi Kesulitan Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Boyolangu
Tulungagung dalam Memahami Materi Larutan Elektrolit dan Nonelektrolit.
Skripsi tidak diterbitkan. Malang: FMIPA UM.
Anderson, L.W., Krathwohl, D.R., Airasian, P.W., Cruikshank, K.A., Mayer, R.E.,
Pintrich, P.R., Raths, J., & Wittrock, M.C. 2001. A Taxonomy for Learning,
Teaching, and Assessing: A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational
Objectives. New York: Longman.
Herlanti, Y. 2015. Kesadaran Metakognitif dan Pengetahuan Metakognitif Peserta Didik
Sekolah Menengah Atas dalam Mempersiapkan Ketercapaian Standar Kelulusan
pada Kurikulum 2013. Cakrawala Pendidikan, 34(3), 357-367.
Indarini, E., Sadono, T., & Onate, M.E. 2013. Pengetahuan Metakognitif untuk
Pendidik dan Peserta Didik. Jurnal Satya Widya, 29(1), 40-46.
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2013 tentang Standar
Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan.
Louca, E.P. 2008. Metacognition and Theory of Mind. United Kingdom: Cambridge
Scholars Publishing.
Mahdavi, M. 2014. An Overview: Metacognition in Education. International Journal of
Multidisciplinary ans Current Research, 2, 529-535.
Nuryana, E. & Sugiarto, B. 2012. Hubungan Keterampilan Metakognisi dengan Hasil
Belajar Siswa pada Materi Reaksi Reduksi Oksidadi (Redoks) Kelas X-1 SMA
Negeri 3 Sidoarjo. Unesa Journal of Chemical Education, 1(1), 83-91.
Rompayom, P., Tambunchong, C., Wongyounai, S., & Dechsri, P. 2010. The
Development of Metacognitive Inventory to Measure Students’ Metacognitive
Knowledge Related to Chemical Bonding Conceptions. International
Association for Educational Assessment (IAEA).
Safitri, I. 2017. Identifikasi Pengetahuan Metakognitif Peserta Didik Kelas XI MIPA
SMA Negeri 5 Malang pada Materi Asam Basa. Skripsi tidak diterbitkan.
Malang: FMIPA UM.
Schraw, G. & Dennison, R.S. 1994. Assessing Metacognitive Awareness.
Contemporary Educational Psycology, 19, 460-475. Young, A. & Fry, J.D.
2008. Metacognitive Awareness and Academic Achievement in College
Students. Journal of The Scholarship of Teaching and Learning, 8(2), 1-10.
Young, A. & Fry, J.D. 2008. Metacognitive Awareness and Academic Achievement in
College Students. Journal of The Scholarship of Teaching and Learning, 8(2), 1-
10.

Anda mungkin juga menyukai