Anda di halaman 1dari 11

Jurnal Reading

Risk factors and clinical profile of measles


infection in children in Singapore

oleh :
Aldilla Henny Yusra 1840312222

Preseptor:

DR.Dr.Eva Chundrayetti, Sp.A (K)

BAGIAN KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR.M.DJAMIL PADANG
2019
Faktor Risiko Dan Profil Klinis Infeksi Campak Pada Anak-Anak Di
Singapura

Abstrak

Latar Belakang: Campak adalah penyakit yang sangat menular dengan


komplikasi yang berpotensi parah. Terdapat peningkatan nyata dalam jumlah
kasus yang dirawat di rumah sakit untuk campak yang diamati pada anak-anak di
Singapura antara Desember 2013 dan Februari 2014. Penelitian ini meneliti
epidemiologi klinis dan faktor risiko anak yang dirawat karena campak.

Metode: Penelitian retrospektif dilakukan antara Januari 2013 dan Mei 2014 yang
mencakup semua anak yang dirawat karena campak di KK Women’s and
Children's Hospital (KKH). Pasien diidentifikasi dari database laboratorium
KKH, berdasarkan deteksi positif RNA virus campak.

Hasil: Sebanyak 68 anak diidentifikasi dalam penelitian ini, di mana 63,2%


adalah laki-laki, 80,9% berusia <24 bulan dan 54,4% berusia <12 bulan (kisaran:
3-130 bulan). Mayoritas (89,7%) belum menerima vaksinasi campak, gondok,
dan rubela (measles, mumps, and rubella/MMR) dan 10,3% hanya mendapat 1
dosis (vaksin). Di periode puncak dari Desember 2013 hingga Februari 2014,
terdapat 33 anak dengan campak yang diidentifikasi; di antaranya, 17 anak
(51,5%) memiliki riwayat perjalanan ke negara-negara dengan wabah campak
yang terdokumentasi (Filipina, 52,9%; Indonesia, 35,3%). Hal ini secara
signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan anak-anak yang dirawat karena
campak selama bulan-bulan lainnya (OR 5.13, 95% Confidence Interval, CI,
1.686-15.625). Gejala umum campak termasuk demam (100%), ruam (92,6%)
dan batuk (92,6%). Komplikasi yang paling umum adalah pneumonia (17,6%).
Semua anak pulih dengan baik. Bayi memiliki risiko lebih rendah daripada anak-
anak beruia > 12 bulan dalam menderita limfopenia (OR, 0,029, 95%CI, 0,003-
0.244) dan konjungtivitis (OR 0,294, 95% CI 0,103-0,843), tetapi terdapat risiko
yang lebih tinggi akan mengalami diare (OR 3.248, 95% CI 1.125-9.379).
Kesimpulan: Terlepas dari vaksinasi MMR yang tidak ada atau tidak lengkap,
faktor risiko infeksi campak pada anak-anak termasuk usia <24 bulan (80,9%)
dan riwayat perjalanan ke negara-negara dengan wabah campak yang
didokumentasikan. Oleh karena itu, pengawasan lanjutan lintas batas terhadap
campak dan pemberian vaksinasi MMR yang tepat waktu sangatlah penting.

KATA KUNCI

Campak; Faktor risiko; Anak-anak

Catatan Penting dari Penelitian Ini

 Penelitian retrospektif untuk memahami faktor risiko dan profil klinis


infeksi campak pada anak-anak di Singapura.
 Faktor risiko termasuk usia <24 bulan, vaksinasi MMR tidak ada atau
tidak lengkap dan bepergian ke negara dengan wabah campak.
 Pengawasan lanjutan lintas batas campak dan, pemberian vaksinasi MMR
yang tepat waktu sangat penting.

PENDAHULUAN

Campak adalah penyakit akut yang sangat menular yang disebarkan


melalui penularan via udara dan berpotensi memiliki komplikasi yang parah [1].
Virus campak milik genus Morbillivirus [2] dalam famili Paramyxoviridae.
Gambaran klinis yang mengindikasikan campak termasuk ruam yang bertahan
lama setidaknya 3 hari, demam selama setidaknya 1 hari, dengan suhu sering di
atas> 40○ C dan setidaknya satu dari tiga C: batuk (cough), coryza, atau
konjungtivitis (conjunctivitis) [3].

Sebelum pengenalan vaksin campak, virus campak menyebabkan jutaan


kematian di seluruh dunia [4]. Namun, vaksinasi rutin di banyak negara telah
menyebabkan campak menjadi relatif tidak umum. Di Singapura, dengan
keberhasilan pelaksanaan Program Imunisasi Anak Nasional menggunakan
vaksin campak monovalen, insiden campak menurun dari 88,5 kasus per 100.000
pada tahun 1984 menjadi 6,9 per 100.000 pada 1991 [5]. Kebangkitan campak
diamati pada tahun 1992, 1993 dan 1997. Program vaksinasi 'catch-up'
menggunakan vaksin campak trivalen, gondok, dan rubella (MMR) dilakukan
pada tahun 1997, diikuti dengan pengenalan jadwal vaksinasi dua dosis pada
bulan Januari 1998, mengakibatkan insiden campak menurun tajam menjadi 2,9
per 100.000 pada tahun 1998. Cakupan vaksinasi dipertahankan pada 95% untuk
dosis pertama dan 92-94% untuk dosis kedua. Untuk lebih menghilangkan kasus
campak sporadis, jadwal imunisasi nasional diubah pada Desember 2011 untuk
memajukan dosis vaksin MMR pertama dari usia 15 hingga 18 bulan menjadi
usia 12 bulan, dan dosis kedua dari (yang sebelumnya pada) usia 6 tahun menjadi
usia 15-18 bulan. Saat ini, mayoritas kasus-kasus di Singapura terjadi sebagai
kasus tunggal atau dalam bentuk kelompok kecil kasus endemik atau kasus
terkait impor (terkait berpergian ke luar negeri) [5].

Peningkatan yang nyata dalam sejumlah kasus campak diamati pada anak-
anak yang dirawat di Rumah Sakit Wanita dan Anak-anak KK (KKH), Singapura
antara Desember 2013 dan Februari 2014. Penelitian kami memeriksa
epidemiologi klinis, faktor risiko, dan profil klinis anak yang dirawat karena
campak.

METODE

Penelitian ini adalah penelitian satu-lembaga, studi retrospektif pasien


dengan infeksi campak yang dirawat di KKH antara Januari 2013 dan Mei 2014.
Pasien diidentifikasi dari database laboratorium KKH, berdasarkan deteksi positif
RNA virus campak.

Setelah mengidentifikasi pasien, informasi dikumpulkan mengenai data


demografi (usia, jenis kelamin, riwayat perjalanan positif ke daerah dengan
wabah campak yang terdokumentasi, dan apakah mereka sebelumnya telah
menerima vaksinasi MMR), presentasi klinis (termasuk riwayat, pemeriksaan
fisik), pemeriksaan penunjang, pengobatan, dan hasil luaran dari pasien. Riwayat
perjalanan positif untuk campak didefinisikan sebagai campak yang dihasilkan
dari paparan virus campak selama perjalanan di luar Singapura 7-21 hari sebelum
timbulnya ruam, dan ruam mulai terjadi dalam waktu 21 hari setelah masuk
kembali ke Singapura, dengan tidak diketahuinya paparan campak di Singapura
selama waktu itu. Kasus campak nosokomial didefinisikan sebagai pasien dengan
campak yang pernah melakukan kontak dengan pasien campak di rumah sakit
selama 7-21 hari sebelum timbulnya ruam dan tidak memiliki sumber lain yang
diidentifikasi. Pneumonia didiagnosis dengan rontgen toraks, berdasarkan deteksi
infiltrasi paru atau konsolidasi. Analisis dilakukan dengan menggunakan
perangkat lunak SPSS versi 17.0 (IBM, Armonk, New York, AS). Perbedaan
antara variabel kategori dianalisis untuk signifikansi statistik menggunakan uji
chi-square dan uji eksak Fisher. Perbedaan antara variabel kontinyu dianalisis
untuk signifikansi statistik menggunakan uji Mann-Whitney U. Nilai P dianggap
signifikan secara statistik jika p <0,05. Studi ini disetujui oleh dewan peninjau
kelembagaan Singhealth.

HASIL

Demografi

Sebanyak 68 anak-anak dengan campak diidentifikasi selama masa studi.


Tabel 1 menunjukkan karakteristik demografis. Ada 43 anak laki-laki (63,2%), 55
anak (80,9%) berusia <24 bulan dan 37 (54,4%) berusia <12 bulan (kisaran usia:
3-130 bulan).

Tabel 1 Data Demografis dari Pasien pada Penelitian Ini


Demografi No. Persentase
Jenis Kelamin Laki-laki 43 63.2
Perempuan 25 36.8
Etnis Tionghoa 29 42.6
Malay 14 20.6
Indian 6 8.8
Filipino 2 2.9
Indonesia 1 1.5
Lainnya 16 23.5
Usia <12 bulan 37 54.4
<24 bulan 55 80.9

Mayoritas pasien (89,7%) tidak menerima vaksinasi MMR, dan 10,3%


hanya menerima 1 dosis (vaksinasi tidak lengkap). Dari 7 kasus yang hanya
menerima satu dosis MMR, kami memiliki tanggal MMR diberikan untuk 5 dari
mereka, dan 4 dari 5 pasien (80%) menerima satu dosis MMR dalam <14 hari
sebelum tanggal masuknya mereka ke rumah sakit karena diagnosis campak
(tidak cukup saatnya bagi mereka untuk mengembangkan respons imun yang
memadai). Pasien yang tersisa menerima satu dosis MMR 2 tahun sebelum
masuk ke rumah sakit karena campak.

Unit kontrol infeksi di KKH melacak semua pasien rawat inap yang
didiagnosis dengan campak dan melakukan pelacakan kontak untuk setiap pasien
dan staf yang terpapar. Selama akhir 2013, rumah sakit memperhatikan
peningkatan jumlah anak yang dirawat dengan campak, dengan 5 kasus pada
Desember 2013, dan 11 kasus pada Januari 2014. Kasus ini meningkat menjadi
17 kasus pada Februari 2016. Ini mewakili peningkatan sebesar 500-1000% dari
tahun ke tahun, karena KKH biasanya mendiagnosis sekitar satu kasus campak
per bulan atau per dua bulan (temuan tidak dipublikasikan). Gambar. 1
menunjukkan peningkatan jumlah kasus campak yang diterima antara Desember
2013 dan Februari 2014.

Dari 33 pasien yang dirawat selama periode puncak dari Desember 2013
hingga Februari 2014, 17 anak (51,5%) memiliki riwayat perjalanan positif ke
negara-negara dengan wabah campak yang tercatat pada saat itu-Filipina, 52,9%;
Indonesia, 35,3% (Gbr. 2); lainnya, 11,8%. Hal ini secara signifikan lebih tinggi
dibandingkan dengan anak yang dirawat karena campak pada bulan lainnya (OR
5.13, 95% CI 1.686-15.625).

Gambar 1 Jumlah kasus campak yang diterima per bulan dalam periode
penelitian.
Perjalanan ke
Filipina
Riwayat perjalanan
positif ke negara- n = 9 (52,9%)
negara dengan wabah
campak yang
terdokumentasi
Perjalanan
n = 17 (51,5%) ke Indonesia
Total jumlah kasus yang diterima n=6
selama peningkatan dramatis kasus (35,3%)
campak dari Desember 2013
hingga Februari 2014 (n = 33) Riwayat perjalanan negatif

n=16 (49.5%)

Gambar 2 Jumlah anak dengan riwayat perjalanan positif ke negara-negara


dengan wabah campak yang terdokumentasi.

Terdapat 3 kasus campak nosokomial (antara 7 Januari dan 24 Februari


2014). Dua di antaranya adalah anak perempuan (66,7%), dan usia berkisar antara
6 bulan hingga 20 bulan. Tak satu pun dari 3 kasus menerima vaksin MMR.
Untuk mencegah penularan campak nosokomial lebih lanjut, KKH Children's
Emergency memperingatkan pada Januari 2014 untuk mengisolasi terlebih
dahulu semua anak dengan demam dan ruam tanpa riwayat mendapatkan vaksin
MMR lengkap sebelumnya, terutama pada mereka yang telah melakukan
perjalanan dalam 21 hari terakhir. Tidak ada lagi kasus nosokomial campak
setelah 24 Februari 2014.

Presentasi Klinis

Semua anak (100%) mengalami demam. Gejala dan tanda umum lainnya
adalah ruam (92,6%), batuk (92,6%), rinore (70,6%), muntah (41,2%), diare
(36,8%), konjungtivitis (33,8%), bintik Koplik (19,1%), ulserasi mulut (13,2%),
dispnea (13,2%), sakit tenggorokan (7,4%), keluarnya cairan mata bernanah
(4,4%), dan kejang demam (2,9%). Komplikasi yang paling umum adalah
pneumonia (17,6%) diikuti oleh gastroenteritis yang diperumit oleh dehidrasi
(10,3%).
Bayi memiliki risiko lebih rendah dibandingkan dengan anak-anak usia >
12 bulan akan mengalami limfopenia dan konjungtivitis (masing-masing OR
0,029, 95% CI 0,003-0,244 dan 0,294, 95% CI 0,103 - 0,843) tetapi memiliki
risiko lebih tinggi terkena diare (OR 3,25, 95% CI 1,13-9,38).

Semua pasien dalam penelitian dirawat di bangsal umum, dan tidak ada
yang memerlukan masuk ke unit perawatan intensif atau ketergantungan tinggi.
Semua anak pulih dengan baik. Tidak ada anak yang menerima pengobatan
Vitamin A. Tidak ada perbedaan hasil antara kasus campak yang didapat dari
masyarakat dan nosokomial (lama rawat inap 3,0 vs 3,0 hari, p = 0,900).

DISKUSI

Peningkatan yang mencolok dalam kasus campak yang diidentifikasi


selama penelitian ini berfungsi sebagai pengingat bagi penyedia layanan
kesehatan untuk mewaspadai kemungkinan infeksi campak yang terjadi di
masyarakat Singapura ketika ada wabah campak yang didokumentasikan di
negara-negara tetangga, seperti Filipina atau Indonesia. Di Amerika Serikat, pada
15 November 2015, jumlah kasus campak tahunan adalah 189. Dari kasus-kasus
tersebut, 113 berhubungan dengan wabah campak yang terkait dengan
Disneyland (CA, USA) pada awal 2015, yang diperkirakan telah disebabkan oleh
seorang pengunjung ke taman hiburan tersebut yang telah terinfeksi di luar negeri
dan kemudian mengunjungi taman hiburan dalam kondisinya yang masih
infeksius. Wabah ini bersama-sama dengan wabah yang lain di Amish - Ohio
pada tahun 2014, di mana 383 orang jatuh sakit setelah misionaris yang tidak
divaksin melakukan perjalanan ke Filipina dan kembali dengan infeksi campak,
sehingga menimbulkan kekhawatiran mengenai efisiensi sistem perawatan
kesehatan nasional Amerika [6].

Dalam penelitian kami, mayoritas pasien campak (89,7%) tidak menerima


vaksinasi MMR, dan proporsi yang lebih kecil (10,3%) hanya menerima 1 dosis.
Untuk vaksin campak, dua vaksinasi setelah usia 12 bulan lebih baik dari satu,
yang mana akan menghasilkan perlindungan 97% dibandingkan dengan 93%
(pada 1 dosis vaksin). Sebuah laporan mengenai wabah campak di Lyon, Prancis,
pada 2010-2011 menyoroti pentingnya vaksinasi dengan 2 dosis vaksin yang
mengandung vaksin campak, yang merupakan satu-satunya ukuran yang dapat
mencegah dan memungkinkan eliminasi campak [7]. Setelah wabah pada awal
2015, pemerintah California menjadikan booster vaksinasi campak menjadi
wajib. Di beberapa provinsi Kanada, seperti Ontario, bukti (bahwa telah
mendapat) vaksinasi diperlukan bagi anak-anak untuk dapat bersekolah [6].
Namun, pengecualian untuk alasan medis, agama, dan pribadi masih
diperbolehkan. Di Australia, vaksinasi tidak wajib, tetapi orang tua yang tidak
mengimunisasi anak-anak mereka tidak berhak atas berbagai manfaat pajak dan
penggantian (biaya) perawatan anak [5].

Penelitian kami melihat profil klinis anak-anak dengan campak.


Komplikasi yang paling umum diidentifikasi dalam penelitian ini adalah
pneumonia, diikuti oleh gastroenteritis yang diperumit oleh dehidrasi. Bayi
memiliki risiko lebih tinggi terkena diare (OR 3,25, 95% CI 1,13-9,38)
dibandingkan dengan anak yang lebih tua. Sebuah studi tentang wabah campak di
Macedonia pada tahun 2010-2020 juga menunjukkan bahwa sebagian besar
pasien menderita bronkopneumonia atau diare, dan bayi memiliki tingkat diare
tertinggi yaitu 53,2% [8].

Terdapat 3 kasus campak nosokomial dalam penelitian kami. Tak satu pun
dari mereka yang menerima vaksin MMR. Vaksinasi yang tidak lengkap atau
vaksinasi sebagian, usia di bawah umur untuk vaksinasi rutin, dan perawatan di
rumah sakit, dikaitkan dengan infeksi campak dalam studi kasus-kontrol yang
dicocokan di Merseyside, Inggris selama wabah pada tahun 2012 [9]. Sebuah
studi kasus-kontrol di Guangxi, Cina selama wabah pada tahun 2013 juga
mengungkapkan 2 faktor risiko independen untuk campak: tingkat pendidikan
caregiver utama yang rendah (OR 2.86; 95% CI 1.31-6.22) dan mengunjungi
rumah sakit 7-21 hari sebelum tanggal timbulnya gejala (OR 9.84, 95% CI, 4.27-
22.67). Populasi yang terakhir (populasi yang mengunjungi rumah sakit 7-21 hari
sebelum timbulnya gejala) memiliki fraksi atribusi (memiliki kontribusi faktor
risiko terhadap penyakit) sebesar 52,8% [10].
Semua anak dalam penelitian kami pulih dengan baik. Tidak ada
perbedaan dalam hasil luaran terkait lama tinggal (di rumah sakit) antara kasus
campak yang didapat dari masyarakat dan campak nosokomial dalam penelitian
kami. Alasan yang mungkin adalah bahwa tidak satu pun dari 3 kasus campak
nosokomial yang immunocompromised. Sebaliknya, satu review transmisi
campak nosokomial menunjukkan bahwa penularan campak nosokomial
dikaitkan dengan mortalitas dan morbiditas yang tinggi [11]. Marshall et al.
melaporkan serangkaian 14 anak-anak dengan campak yang didapat di rumah
sakit; semuanya mengalami komplikasi, dan dua meninggal. Dalam wabah itu,
50% dari anak-anak yang terinfeksi campak adalah HIV-positif [12]. Dengan
demikian, pasien yang terpapar campak di rumah sakit mungkin berisiko lebih
tinggi untuk hasil yang parah mengingat kondisi medis mereka yang tidak jelas
[13].

Untuk mencegah penularan campak secara nosokomial, KKH Children's


Emergency disiagakan pada Januari 2014 untuk mengisolasi secara terlebih
dahulu semua anak dengan demam dan ruam tanpa riwayat sebelumnya
menyelesaikan vaksin MMR mereka, terutama mereka yang bepergian selama 21
hari terakhir. Tidak ada lagi kasus nosokomial campak setelah 24 Februari 2014.
Dalam pedoman KKH untuk tindakan pencegahan berupa isolasi, semua pasien
anak yang mengalami demam dan ruam serta vaksinasi MMR yang nihil atau
vaksinasi MMR yang tidak lengkap, harus diisolasi sesegera mungkin, bahkan
sebelum campak dikonfirmasi oleh uji laboratorium, untuk mengurangi risiko
terkena campak pada orang lain. Dianjurkan untuk menggunakan isolasi
pernapasan yang ketat dengan penggunaan masker dan kebersihan tangan
berbasis alkohol. Penggunaan kamar pribadi dengan ventilasi udara bertekanan
negatif, jika memungkinkan, juga direkomendasikan [14].

Di rumah sakit kami, pengobatan dengan vitamin A hanya dilaksanakan


secara rutin pada tahun 2014, sehingga kami tidak dapat mengevaluasi
kemanjuran vitamin A dalam penelitian kami. Vitamin A efektif untuk pengobatan
campak dan dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas. Campak akut memicu
kekurangan vitamin A dengan menipiskan simpanan vitamin A dan dengan
meningkatkan pemanfaatannya, yang mengarah pada infeksi parah [15].
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan pemberian dosis vitamin
A 200.000 IU sekali sehari selama 2 hari berturut-turut untuk semua anak berusia
12 bulan atau lebih yang menderita campak, sementara dosis yang lebih rendah
diberikan untuk anak-anak yang lebih muda [16].

Dalam penelitian kami, 54,4% anak-anak berusia di bawah 1 tahun dan


belum menerima vaksinasi MMR. Untuk orang dewasa di Singapura yang berusia
20-40 tahun, lebih dari 95% dari mereka adalah seropositif untuk campak [5].
Bayi yang lahir dari wanita di Singapura yang berusia 20-40 tahun dapat
dilindungi dari campak dalam beberapa bulan pertama kehidupan karena antibodi
ibu. Di negara-negara di mana insiden campak tetap tinggi pada bayi, dosis MMR
pertama diberikan pada usia 6-9 bulan [17,18]. Makalah Hanley telah
menyarankan untuk memulai vaksinasi MMR pada usia lebih dini (usia 6-9
bulan) dapat menjadi pertimbangan di Singapura jika tren epidemiologis di masa
depan memerlukan perubahan seperti itu [5].

Lonjakan kasus campak di Singapura dilaporkan di koran lokal pada 10


Mei 2014, dengan angka 2014 sudah melebihi angka pada tahun 2012-2013.
Anggota masyarakat didesak untuk menjalani vaksinasi MMR jika mereka
memenuhi syarat untuk vaksinasi dan belum menyelesaikan 2 dosis vaksin [19].

KESIMPULAN

Terlepas dari vaksinasi MMR yang tidak ada atau tidak lengkap, yang
diamati dalam semua (100%) dari kasus kami, faktor risiko untuk infeksi campak
pada anak-anak termasuk usia <24 bulan (80,9%) dan riwayat perjalanan positif
ke negara-negara dengan wabah campak yang didokumentasikan. Melanjutkan
pengawasan lintas batas dan pemantauan campak serta administrasi vaksinasi
MMR yang tepat waktu, oleh karena itu, merupakan langkah-langkah penting
untuk mencegah akuisisi dan penularan campak.

ETIKA

Penelitian ini disetujui oleh Singhealth Institutional Review Board (IRB).

Anda mungkin juga menyukai