oleh :
Aldilla Henny Yusra 1840312222
Preseptor:
Abstrak
Metode: Penelitian retrospektif dilakukan antara Januari 2013 dan Mei 2014 yang
mencakup semua anak yang dirawat karena campak di KK Women’s and
Children's Hospital (KKH). Pasien diidentifikasi dari database laboratorium
KKH, berdasarkan deteksi positif RNA virus campak.
KATA KUNCI
PENDAHULUAN
Peningkatan yang nyata dalam sejumlah kasus campak diamati pada anak-
anak yang dirawat di Rumah Sakit Wanita dan Anak-anak KK (KKH), Singapura
antara Desember 2013 dan Februari 2014. Penelitian kami memeriksa
epidemiologi klinis, faktor risiko, dan profil klinis anak yang dirawat karena
campak.
METODE
HASIL
Demografi
Unit kontrol infeksi di KKH melacak semua pasien rawat inap yang
didiagnosis dengan campak dan melakukan pelacakan kontak untuk setiap pasien
dan staf yang terpapar. Selama akhir 2013, rumah sakit memperhatikan
peningkatan jumlah anak yang dirawat dengan campak, dengan 5 kasus pada
Desember 2013, dan 11 kasus pada Januari 2014. Kasus ini meningkat menjadi
17 kasus pada Februari 2016. Ini mewakili peningkatan sebesar 500-1000% dari
tahun ke tahun, karena KKH biasanya mendiagnosis sekitar satu kasus campak
per bulan atau per dua bulan (temuan tidak dipublikasikan). Gambar. 1
menunjukkan peningkatan jumlah kasus campak yang diterima antara Desember
2013 dan Februari 2014.
Dari 33 pasien yang dirawat selama periode puncak dari Desember 2013
hingga Februari 2014, 17 anak (51,5%) memiliki riwayat perjalanan positif ke
negara-negara dengan wabah campak yang tercatat pada saat itu-Filipina, 52,9%;
Indonesia, 35,3% (Gbr. 2); lainnya, 11,8%. Hal ini secara signifikan lebih tinggi
dibandingkan dengan anak yang dirawat karena campak pada bulan lainnya (OR
5.13, 95% CI 1.686-15.625).
Gambar 1 Jumlah kasus campak yang diterima per bulan dalam periode
penelitian.
Perjalanan ke
Filipina
Riwayat perjalanan
positif ke negara- n = 9 (52,9%)
negara dengan wabah
campak yang
terdokumentasi
Perjalanan
n = 17 (51,5%) ke Indonesia
Total jumlah kasus yang diterima n=6
selama peningkatan dramatis kasus (35,3%)
campak dari Desember 2013
hingga Februari 2014 (n = 33) Riwayat perjalanan negatif
n=16 (49.5%)
Presentasi Klinis
Semua anak (100%) mengalami demam. Gejala dan tanda umum lainnya
adalah ruam (92,6%), batuk (92,6%), rinore (70,6%), muntah (41,2%), diare
(36,8%), konjungtivitis (33,8%), bintik Koplik (19,1%), ulserasi mulut (13,2%),
dispnea (13,2%), sakit tenggorokan (7,4%), keluarnya cairan mata bernanah
(4,4%), dan kejang demam (2,9%). Komplikasi yang paling umum adalah
pneumonia (17,6%) diikuti oleh gastroenteritis yang diperumit oleh dehidrasi
(10,3%).
Bayi memiliki risiko lebih rendah dibandingkan dengan anak-anak usia >
12 bulan akan mengalami limfopenia dan konjungtivitis (masing-masing OR
0,029, 95% CI 0,003-0,244 dan 0,294, 95% CI 0,103 - 0,843) tetapi memiliki
risiko lebih tinggi terkena diare (OR 3,25, 95% CI 1,13-9,38).
Semua pasien dalam penelitian dirawat di bangsal umum, dan tidak ada
yang memerlukan masuk ke unit perawatan intensif atau ketergantungan tinggi.
Semua anak pulih dengan baik. Tidak ada anak yang menerima pengobatan
Vitamin A. Tidak ada perbedaan hasil antara kasus campak yang didapat dari
masyarakat dan nosokomial (lama rawat inap 3,0 vs 3,0 hari, p = 0,900).
DISKUSI
Terdapat 3 kasus campak nosokomial dalam penelitian kami. Tak satu pun
dari mereka yang menerima vaksin MMR. Vaksinasi yang tidak lengkap atau
vaksinasi sebagian, usia di bawah umur untuk vaksinasi rutin, dan perawatan di
rumah sakit, dikaitkan dengan infeksi campak dalam studi kasus-kontrol yang
dicocokan di Merseyside, Inggris selama wabah pada tahun 2012 [9]. Sebuah
studi kasus-kontrol di Guangxi, Cina selama wabah pada tahun 2013 juga
mengungkapkan 2 faktor risiko independen untuk campak: tingkat pendidikan
caregiver utama yang rendah (OR 2.86; 95% CI 1.31-6.22) dan mengunjungi
rumah sakit 7-21 hari sebelum tanggal timbulnya gejala (OR 9.84, 95% CI, 4.27-
22.67). Populasi yang terakhir (populasi yang mengunjungi rumah sakit 7-21 hari
sebelum timbulnya gejala) memiliki fraksi atribusi (memiliki kontribusi faktor
risiko terhadap penyakit) sebesar 52,8% [10].
Semua anak dalam penelitian kami pulih dengan baik. Tidak ada
perbedaan dalam hasil luaran terkait lama tinggal (di rumah sakit) antara kasus
campak yang didapat dari masyarakat dan campak nosokomial dalam penelitian
kami. Alasan yang mungkin adalah bahwa tidak satu pun dari 3 kasus campak
nosokomial yang immunocompromised. Sebaliknya, satu review transmisi
campak nosokomial menunjukkan bahwa penularan campak nosokomial
dikaitkan dengan mortalitas dan morbiditas yang tinggi [11]. Marshall et al.
melaporkan serangkaian 14 anak-anak dengan campak yang didapat di rumah
sakit; semuanya mengalami komplikasi, dan dua meninggal. Dalam wabah itu,
50% dari anak-anak yang terinfeksi campak adalah HIV-positif [12]. Dengan
demikian, pasien yang terpapar campak di rumah sakit mungkin berisiko lebih
tinggi untuk hasil yang parah mengingat kondisi medis mereka yang tidak jelas
[13].
KESIMPULAN
Terlepas dari vaksinasi MMR yang tidak ada atau tidak lengkap, yang
diamati dalam semua (100%) dari kasus kami, faktor risiko untuk infeksi campak
pada anak-anak termasuk usia <24 bulan (80,9%) dan riwayat perjalanan positif
ke negara-negara dengan wabah campak yang didokumentasikan. Melanjutkan
pengawasan lintas batas dan pemantauan campak serta administrasi vaksinasi
MMR yang tepat waktu, oleh karena itu, merupakan langkah-langkah penting
untuk mencegah akuisisi dan penularan campak.
ETIKA