2295-orchidea-chem-eng-REAKTOR Co-Solvent PDF

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 10

Produksi Biodiesel Berkemurnian Tinggi dari Crude Palm Oil

(CPO) dengan Tertrahidrofuran-Fast Single-Phase Process

O. Rachmaniah, A. Baidawi, dan I. Latif


Laboratorium Biomassa dan Energi, Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.
Kampus ITS, Keputih, Sukolilo, Surabaya – 60111. Telp. (031) 5946240; Fax. (031) 5999282
Email: orchideaceae@yahoo.com, mrbaidawi@yahoo.com, dan iq_balack@yahoo.com

Abstrak
Reaksi transesterifikasi dalam proses pembuatan biodiesel merupakan reaksi yang lambat karena berlangsung dalam
sistem dua fase. Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan penambahan co-solvent yang tidak reaktif. Penambahan
co-solvent bertujuan untuk membentuk sistem satu fase. Oleh sebab itu, penelitian ini dilakukan dengan tujuan
mempelajari pengaruh penambahan co-solvent THF terhadap metil ester yang dihasilkan pada reaksi
transesterifikasi pembuatan biodiesel dari crude palm oil (CPO). Adapun variabel yang dipelajari adalah: molar ratio
minyak terhadap metanol, jumlah THF dan jumlah katalis yang digunakan, serta waktu reaksi. Selain itu, dilakukan
pula reaksi transesterifikasi tanpa penambahan co-solvent (metode konvensional) sebagai pembanding. Reaksi
dilakukan skala laboratorium menggunakan labu alas bulat berleher tiga dilengkapi pendingin balik, termometer dan
pengaduk magnetik. Suhu reaksi dijaga pada 30oC menggunakan penangas air dan tekanan atmosferik. Hasil
penelitian menunjukkan reaksi transeterifikasi dengan penambahan co-solvent berlangsung lebih cepat dibandingkan
reaksi konvensional. Transesterifikasi dengan penambahan co-solvent menghasilkan kadar metil ester lebih tinggi
dibandingkan metode konvensional. Kadar metil ester tertinggi (98,42%) dicapai saat penambahan THF:metanol =
2:1, molar ratio CPO:metanol = 1:6 dan katalis NaOH 0,5%-berat. Pemakaian katalis 1,3%-berat memberikan kadar
metil ester lebih tinggi dibandingkan saat pemakaian katalis 0,5%-berat (kenaikan rata-rata kadar metil ester sebesar
3-4%). Peningkatan ratio THF:metanol hingga 2:1 hanya memberikan kenaikan kadar metil ester sebesar 1,47%.

Kata kunci: biodiesel;co-solvent; crude palm oil; metil ester; transesterifikasi

Pendahuluan (1986) dalam penelitiannya mendapatkan


Produksi biodiesel yang dikembangkan saat ini perbandingan ratio optimal untuk transesterifikasi
umumnya dibuat dari minyak tumbuhan (minyak berkatalis basa antara metanol/minyak sebesar 6:1.
kedelai, canola oil, rapeseed oil, crude palm oil), Kondisi reaksi tersebut menghasilkan 95%-w produk
lemak hewani (beef talow, lard, lemak ayam, lemak metil ester dengan menggunakan katalis 1%-w NaOH
babi) dan bahkan dari minyak goreng bekas (yellow terhadap minyak. Kondisi reaksi tersebut juga
grease/rendered greases) (Davies, 2005). Proses mempermudah proses pemisahan di akhir reaksi,
reaksi yang digunakan pun bervariasi: transesterifikasi dimana gliserol akan terpisah dengan sendirinya ke
berkatalis basa (NaOH, KOH), esterifikasi berkatalis bagian bawah reaktor. Namun jika digunakan terlalu
asam (H2SO4, HCl), dan metode supercritical (Zhang banyak metanol, gliserol tidak akan terikut ke fase
et.al., 2003). Produksi biodiesel dengan metode metanol karena perbandingan molar ratio akan turut
transesterifikasi berkatalis basa, baik natrium mempengaruhi proses pemisahan secara gravitasi
hidroksida/NaOH maupun natrium metoksida, banyak (Freedman et. al., 1984).
digunakan secara komersial namun metode ini Freedman et. al. (1986) melakukan penelitian
memiliki laju reaksi yang lamban dan adakalanya terhadap minyak kedelai menggunakan metode
reaksi berhenti sebelum terkonversi sempurna transesterifikasi dengan metanol dan butanol, untuk
menjadi produk biodiesel (Boocock, et. al., 1998). jenis alkohol yang dipilih, dengan molar ratio
Penelitian mengenai transesterifikasi minyak alkohol:minyak = 6:1, katalis natrium butoksida 1%-w
tumbuhan untuk menghasilkan fatty acid methyl dan natrium metoksida 0,5%-w. Hasil penelitian
ester/biodiesel kususnya dalam bidang kinetika Freedman et. al. (1986) menunjukkan empat
sangatlah kurang, hal ini dimungkinkan bahwa proses perbedaan mendasar antara metanolisis dan
reaksi transesterifikasi dengan katalis basa telah butanolisis: (1) butanolisis mengikuti reaksi orde dua
diketahui dan dipahami dengan baik. Freedman et. al. sedangkan metanolisis tidak, karena adanya reaksi
intermediate terbentuknya digliserida dan merupakan co-solvent yang paling baik karena murah,
monogliserida sehingga syarat reaksi orde dua tidak tidak beracun, tidak reaktif dan bertitik didih rendah
terpenuhi; (2) konstanta kecepatan reaksi digliserida (67oC) sehingga dapat dipisahkan secara co-distilasi
membentuk mongliserida hingga membentuk gliserol bersama-sama dengan metanol dan direcycle pada
jauh lebih kecil dibandingkan konstanta kecepatan akhir reaksi (Boocock, et. al., 1996 dan
reaksi trigliserida membentuk digliserida; (3) reaksi www.bioxcorp.com/production_process.php). Selain
metanolisis memiliki lag time (4 menit pertama itu, tetrahidrofuran dipilih karena bersifat hirofilik dan
setelah reaksi berlangsung) sebelum terbentuknya hidrofobik sehingga dapat mengikat air dan alkohol
metil ester dalam jumlah yang cukup signifikan; dan pada bagian hidrofiliknya dan melarutkan senyawa-
(4) pembentukan butil ester berjalan sangat cepat dan senyawa organik pada bagian hidrofobiknya (Boocock,
kemudian melambat. Sebaliknya pada metanolsis, et. al., 1996). Proses ini berbiaya lebih rendah
setelah melewati fase lag, pembentukan metil ester mengingat reaksinya berada pada tekanan atmosfirik
berjalan lebih lambat. dan suhu rendah (dekat dengan suhu ambient)
Boocock, et. al. (1996), menduga keanehan sehingga energi yang diperlukan untuk proses relatif
fenomena yang terjadi pada hasil penelitian Freedman rendah (www.bioxcorp.com/production_process.php).
et. al. (1986), diakibatkan adanya perbedaan kelarutan Jumlah co-solvent yang ditambahkan
antara minyak kedelai dengan metanol dan butanol. bergantung pada jenis dan jumlah asam lemak dan
Pada butanolisis, campuran reaktan membentuk trigliserida. Derajat kejenuhan dan kepolaran dari jenis
single-phase sedangkan pada metanolisis campuran lemak yang ada menentukan jumlah co-solvent yang
reaktan membentuk dua lapisan/two phases. Di sisi dibutuhkan (Boocock et. al., 1998). Diperlukan 1,25
lain, kelarutan minyak dalam metanol rendah v/v THF untuk minyak kedelai dengan 6:1 molar ratio
sedangkan katalis berada di fase metanol yang mana antara metanol dan minyak sedangkan untuk minyak
reaksi terjadi difase ini. Selain itu, diperlukan waktu kelapa/coconut oil, dengan nilai molar ratio yang sama,
beberapa saat agar minyak dapat terlarut dalam hanya diperlukan 0,87 v/v THF.
metanol. Adanya masalah keterbatasan transfer massa Berdasar latar belakang yang telah diuraikan di
inilah yang menyebabkan adanya lag time pada atas untuk meningkatkan produktivitas biodiesel
transesetrifikasi dengan metanol (Freedman et. al., disertai dengan kualitasnya, direncanakan untuk
1986). melakukan penelitian produksi biodiesel dari crude
Salah satu strategi untuk mengatasi masalah palm oil menggunakan teknik fast single-phase
keterbatasan transfer massa tersebut adalah reaksi satu process. Penelitian dilakukan dengan menggunakan
fase. Reaksi satu fase dapat dibentuk dengan tetrahidrofuran (THF) untuk mengatasi masalah
menambahkan solvent yang dapat meningkatkan keterbatasan transfer massa. Pemakaian crude palm oil
kelarutan minyak, solvent tersebut selanjutnya disebut sebagai bahan baku proses pembuatan biodiesel
sebagai co-solvent (Mahajan et. al., 2006). Co-solvent dikarenakan sebagian besar pabrik produksi biodiesel
sangat larut dengan alkohol, asam lemak dan di Indonesia berbahan baku crude palm oil (Rekayasa
trigliserida. Co-solvent yang digunakan sebaiknya Industri, 2006). Penelitian ini bertujuan mengetahui
tidak mengandung air. Semakin banyak jumlah co- pengaruh perubahan parameter proses transesterifikasi
solvent yang ditambahkan, kelarutan minyak akan metode fast single-phase yang meliputi perubahan
meningkat sehingga reaksi akan berjalan semakin baik. molar ratio metanol/minyak, jumlah co-solvent, berat
Co-solvent yang dipilih sebaiknyabmemilliki titik katalis dan waktu reaksi terhadap perolehan kadar
didih dekat dengan metanol yang dapat mempermudah metil ester. Sehingga dapat diperoleh informasi
proses pemisahan di akhir reaksi. Jenis senyawa yang tentang karakteristik metode fast single-phase dengan
dapat digunakan sebagai co-solvent antara lain: eter co-solvent tetrahidrofuran menggunakan reaktor
siklis seperti tetrahidrofuran (THF), 1,4-dioxane, dietil tunggal sederhana bersuhu rendah yang menghasilkan
eter, metil tersier butil ester (MTBE) dan diisopropyl produk biodiesel dari crude palm oil berkualitas baik
ether. Co-solvent ditambahkan secukupnya agar ditinjau dari segi konversi dan tingkat kemurnian.
alkohol, asam lemak, triglirserida dan co-solvent
membentuk larutan single phase (www.fapc.biz). Metode Penelitian
Berbagai studi literatur tersebut di atas Bahan penelitian utama, crude palm oil (CPO)
menunjukkan adanya penambahan co-solvent akan diperoleh dari Riau, Sumatera. Reagen yang
mengurangi keterbatasan transfer massa pada reaksi digunakan dalam penelitian adalah pure analit,
metanolisis. Berdasarkan sifat dan nilai ekonomi, THF meliputi: metanol (MERCK, 99,8%), tetrahidrofuran
(THF) (Riedel-de Haën, 99,9%), NaOH pellet (Riedel- FFA >2%, maka reaksi esterifikasi dilakukan kembali
de Haën, 99%), , H2SO4 (MERCK, 95-97%) dan HCl dan jika kandungan FFA <2% maka minyak dapat
(MERCK, 37%). Reaksi dilakukan skala laboratorium digunakan untuk proses berikutnya. Diagram alir
menggunakan labu alas bulat berleher tiga dilengkapi penelitian secara lengkap ditunjukkan Gambar 1.
pendingin balik, termometer dan pengaduk magnetik. Pengambilan sampel untuk keperluan analisa
Suhu reaksi dijaga pada 30oC menggunakan penangas dilakukan pada menit ke 2, 6, 10, 15, dan 60. Masing-
air dan tekanan atmosferik. masing diambil 1 mL sampel dan dimasukkan ke
Reaksi esterifikasi dilakukan terlebih dahulu dalam botol sampel yang berisi 1 mL HCl 1 N
untuk menurunkan kandungan asam lemak bebas (Boocock, et. al., 1998). Lapisan organik (bagian atas)
dalam minyak. Reaksi dilakukan dengan diambil dan dipindahkan ke dalam botol sampel yang
menggunakan katalis H2SO4 98% sebanyak 0,05 g / g lain yang berisi 2 mL n-heksan dan 1 mL aquadest
FFA (free fatty acid). Crude palm oil dan katalis untuk selanjutnya dinalisa menggunakan Gas
dipanaskan dahulu hingga suhu reaksi yang diinginkan Kromatografi.
(60oC). Kedua larutan tersebut dicampur disertai Analisa kandungan asam lemak bebas pada
pengadukan, selanjutnya mencampurkan metanol bahan baku dan sampel reaksi esterifikasi dilakukan
sebanyak 2,25 g/g FFA. Reaksi dilakukan selama 2 secara titrasi (Ketaren, 1986). Sedangkan analisa
jam. Hasil reaksi esterifikasi dipisahkan antara lapisan kuantitatif produk hasil reaksi (FAME) dilakukan
metanol–air–H2SO4 dengan lapisan minyak dengan menggunakan gas kromatografi suhu tinggi dengan
menambahkan aquadest. Lapisan minyak dianalisa kolom DB-5HT (5%-phenyl)-methylpolysiloxane
kandungan asam lemak bebasnya. Jika kandungan (British Standard International, BSEN 14105:2003).

CPO Analisa kadar FFA

ESTERIFIKASI
(MeOH 2,25 g/g FFA; 0,05 g H2SO4/g FFA, 60oC, 2 jam reaksi, 1 atm)

Analisa kadar FFA Lapisan bawah/organik Lapisan atas/metanol

THF:MeOH =
1:1 dan 2:1 (v/v)
Transesterifikasi tanpa Co-solvent Transesterifikasi dengan Co-solvent
(konvensional) 1 atm, 30oC, molar ratio minyak:metanol
1 atm, 30oC, molar ratio (1:6, 1:10, 1:15, dan 1:20) dan jumlah
minyak:metanol=1:6, dan 0,5% NaOH katalis NaOH (0,5 dan 1,3%-berat)

Pengambilan 1 mL Sampel Pengambilan 1 mL Sampel


(2, 6, 10, 15, 60 menit) (2, 6, 10, 15, 60 menit)

Treatment Sampel Treatment Sampel


(+ 1mL HCl 1 N) (+ 1mL HCl 1 N)

Lapisan Lapisan Lapisan


Lapisan
atas/organik aqueous aqueous
atas/organik

Analisa kadar metil ester Analisa kadar metil ester


(HTGC) (HTGC)
Gambar 1. Diagram alir penelitian
Hasil dan Pembahasan dipisahkan untuk selanjutnya dianalisa dengan gas
Crude palm oil yang digunakan sebagai bahan kromatografi untuk mengetahui kadar metil ester yang
baku dalam penelitian memilki %FFA awal sebesar terbentuk. Hasil analisa GC terhadap kandungan metil
5,2%-berat sehingga untuk menurunkan kandungan ester pada berbagai variabel penelitian ditampilkan
asam lemaknya perlu diberikan perlakuan awal. pada Gambar 2.
Metode yang dipilih adalah reaksi esterifikasi dengan
kondisi reaksi: jumlah katalis H2SO4 0,5%- berat  Pengaruh Molar Ratio Minyak:MeOH, Jumlah
terhadap minyak, waktu reaksi 2 jam, 60oC dan Katalis dan Waktu Reaksi terhadap Kadar Metil
tekanan atmosferik. Setelah dilakukan reaksi Ester
esterifikasi, kandungan asam lemak dalam minyak Molar ratio minyak terhadap metanol, jumlah
turun hingga 1,5% menjadi 1,7%-FFA sehingga katalis, dan penambahan co-solvent merupakan
minyak telah memenuhi syarat sebagai bahan baku variabel yang sangat berpengaruh terhadap
reaksi transesterifikasi. pembentukan metil ester pada reaksi transesterifikasi
Transeterifikasi dilakukan pada suhu kamar (Boocock et. al.,1996). Gambar 2 (A, B, C dan D)
(30oC) dan tekanan atmosferik dengan molar ratio memperlihatkan bahwa pada menit ke-6 (tanda panah)
minyak:metanol (1:6, 1:10, 1:15, dan 1:20), jumlah kadar metil ester yang terbentuk telah mencapai
katalis NaOH (0,5% dan 1,3%-berat) dan volume ratio >90%-berat dan setelah menit ke-15, besar kadar metil
THF:metanol (1:1 dan 1:2 v/v) dan waktu reaksi 60 ester yang terbentuk relatif konstan hingga akhir
menit. Sampel sebanyak 1 mL diambil untuk selang reaksi (menit ke-60) (Tabel 1).
waktu tertentu selama reaksi transesterifikasi Selain itu, Gambar 2 dan Tabel 1 juga
berlangsung. Pengambilan sampel ditekanan pada menunjukkan kadar metil ester hasil penelitian pada
menit-menit awal reaksi (antara 0-15 menit) untuk berbagai kondisi variabel molar ratio. Kenaikan
mengetahui pengaruh penambahan co-solvent (THF) jumlah katalis NaOH (0,5% ke 1,3%) tidak
terhadap kecepatan pembentukan metil ester. memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
Selanjutnya, sampel dimasukkan ke botol sampel yang peningkatan kadar metil ester yang diperoleh.
telah berisi 1 mL HCl 1 N yang bertujuan untuk Peningkatan penggunaan katalis sebesar 0,8%-berat
menghentikan reaksi transesterifikasi (Boocock, et. al., hanya memberikan kenaikan kadar metil ester 0,6%
1998). Reaksi penggaraman antara HCl dan NaOH dengan kata lain, pemakaian katalis 0,5%-berat
secara spontan akan menghentikan reaksi memberi hasil yang lebih baik dibandingkan saat
transesterifikasi. Lapisan organik kemudian pemakaian katalis 1,3%-berat.

Tabel 1. Prosentase kenaikan konversi metil ester (menit ke-15 dan menit ke-60) pada berbagai variabel molar ratio
dan jumlah katalis untuk penambahan co-solvent THF:MeOH = 1:1 v/v

Metil Ester
Variabel Kenaikan
(%-berat)
Kadar Metil
Katalis
Molar ratio 15 60 Ester
NaOH
minyak:metanol menit menit (%)
(%-berat)
0,5% 85,96 88,86 3.37
1:6
1,3% 96,39 97,32 0.97
0,5% 95,07 96,53 1.54
1:10
1,3% 96,57 96,63 0.07
0,5% 93,50 96,56 3.27
1:15
1,3% 93,36 96,01 2.84
0,5% 93,19 95,46 2.44
1:20
1,3% 93,36 96,01 2.84
A B

C D

Gambar 2. Kadar metil ester (%-berat) hasil reaksi transesterifikasi pada berbagai variabel jumlah katalis dan molar
ratio minyak:metanol. (A) molar ratio = 1:6, (B) molar ratio = 1:10, (C) molar ratio = 1:15, dan (D) molar ratio =
1:20 (co-solvent THF:MeOH = 1:1 v/v, suhu reaksi 30oC dan tekanan 1 atm).

Terlihat pula bahwa peningkatan molar ratio kadar metil ester >80% pada 2 menit pertama reaksi
tidak meningkatkan perolehan kadar metil ester akhir saat digunakan THF:MeOH = 2:1 v/v. Hal tersebut
reaksi (60 menit waktu reaksi), perolehan kadar metil menunjukkan bahwa penambahan co-solvent THF
ester berkisar 96-97%-berat (Tabel 1). Perolehan sangat berpengaruh terhadap kecepatan reaksi
metil ester tertinggi dicapai saat digunakan 1:6 molar transesterifikasi. Kadar metil ester hasil reaksi
ratio dan 1,3%-berat katalis sebesar 97,32%-berat. transesterifikasi konvensional pada menit ke-2 (tanpa
Sehingga dapat dikatakan, variabel waktu reaksi penambahan co-solvent) hanya mencapai 43,30%.
(antara 0-15 menit) merupakan variabel yang paling Sedangkan pada reaksi dengan penambahan co-solvent
berpengaruh terhadap peningkatan kadar metil ester 2:1 v/v (THF:MeOH), untuk waktu reaksi yang sama,
pada reaksi transesterifikasi CPO dengan penambahan telah tercapai kadar metil ester 98,42%.
co-solvent THF:MeOH = 1:1 v/v mengingat Penambahan co-solvent THF jauh berpengaruh
penambahan 15 menit waktu reaksi hanya terhadap perolehan kadar metil ester dibandingkan
memberikan peningkatan kadar metil ester 2-4%. dengan variabel waktu reaksi. Terlihat pada Gambar
3, kadar metil ester tertinggi terjadi saat ratio volum
 Pengaruh Penambahan co-solvent terhadap THF:MeOH = 2:1 v/v sebesar 87,25% tercapai saat
Kadar Metil Ester waktu reaksi 2 menit. Perolehan kadar tersebut jauh
Gambar 3 menunjukkan bahwa penambahan lebih tinggi dibandingkan perolehan kadar metil ester
co-solvent THF mengakibatkan reaksi transesterifikasi saat ratio volum THF:MeOH = 1:1 v/v, 66,81% untuk
berjalan relatif lebih cepat di awal reaksi, tercapai waktu reaksi yang sama. Kadar metil ester hanya
meningkat 1-3% dengan memperpanjang 15 menit
waktu reaksi (Gambar 4A) sedangkan peningkatan 5) (dibandingkan untuk kondisi operasi jumlah katalis
kadar sebesar 10% terjadi saat ratio volume dan molar ratio yang sama).
THF:MeOH ditingkatkan menjadi 2:1 v/v (Gambar

Gambar 3. Perbandingan kadar metil ester (%-berat) hasil reaksi transesterifikasi (1:6 molar ratio minyak:MeOH,
0,5%-berat katalis suhu reaksi 30oC dan tekanan 1 atm) pada berbagai perbandingan THF:MeOH dan tanpa
penambahan THF.

Peningkatan kadar metil ester yang sangat penambahan THF:MeOH = 2:1 v/v (Gambar 4A).
signifikan diperoleh penambahan co-solvent Sedangkan untuk penambahan THF:MeOH = 1:1 v/v,
(THF:MeOH = 2:1 v/v). Peningkatan kadar metil ester kadar metil ester tertinggi sebesar 97,32% tercapai
tersebut disebabkan co-solvent THF dapat pada 1:6 molar ratio minyak:metanol, 1,3%-berat
meningkatkan kelarutan TG (trigliserida) dalam jumlah katalis (data tidak ditunjukkan).
metanol sehingga sistem menjadi satu fase. Adanya Semakin banyak THF yang ditambahkan maka
keterbatasan kelarutan TG dalam metanol akan meningkatkan kelarutan TG terhadap metanol
menyebabkan reaksi transesterifikasi konvensional (Boocock et. al., 1998). CPO memiliki TG dengan
berjalan lambat di awal reaksi. Hal ini didukung rantai alkil yang panjang (C14 – C18), akibatnya TG
dengan rendahnya kadar metil ester yang terbentuk di akan semakin bersifat nonpolar. Sehingga
akhir reaksi transesterifikasi konvensional, 43,30% membutuhkan lebih banyak THF untuk bisa larut
(dua menit waktu reaksi). dengan baik dalam metanol yang bersifat polar.
Fenomena tersebut terjadi mengingat Semakin pendek rantai alkil pada TG maka sifat
trigliserida sedikit larut dalam metanol sehingga pada kepolarannya semakin tinggi sehingga THF yang
reaksi transesterifikasi kovensional, 0-10 menit awal, dibutuhkan semakin sedikit begitu juga sebaliknya
reaksi berjalan relatif lebih lambat akibat adanya semakin panjang rantai alkil pada TG maka semakin
sistem dua fase antara trigliserida dan metanol. nonpolar dan semakin banyak THF yang dibutuhkan.
Penambahan co-solvent THF (THF:MeOH = 1:1 v/v) Minyak kelapa dengan TG berantai alkil lebih pendek
mengakibatkan reaksi berjalan cepat (0–15 menit) dari minyak kedelai hanya membutuhkan 0,87 ratio
pertama, perolehan kadar metil ester telah mencapai volum THF:MeOH. Sedangkan untuk minyak kedelai
93,33% (Gambar 5B). membutuhkan 1,25 ratio volum THF:MeOH (Boocock
Pengaruh penambahan THF terhadap et. al., 1998).
peningkatan kadar metil ester diketahui lebih lanjut THF yang ditambahkan pada proses co-solvent
dengan melakukan eksperimen untuk THF:MeOH = ini dapat dipisahkan secara co-distilasi bersama-sama
2:1 v/v. Kadar metil ester tertinggi 98.42% dengan dengan metanol dan direcycle pada akhir reaksi
waktu reaksi 60 menit dicapai pada molar ratio (Boocock, et. al., 1996 dan
minyak:metanol = 1:6, 0,5%-b katalis dan www.bioxcorp.com/production_process.php).
Proses pembuatan biodiesel dengan co-solvent (kandungan fatty acid ≤30%) tanpa didahului proses
lebih menguntungkan dibandingkan proses pretreatment terlebih dahulu
konvensional yg ada. Selain karena proses berjalan (www.biodieselnow.com).
pada tekanan dan suhu rendah proses ini dapat Sedangkan untuk memperoleh produk akhir
melakukan dua tahapan reaksi sekaligus, esterifikasi berupa biodiesel, produk campuran yang telah
dan transesterifikasi, dalam waktu singkat (<90 menit) terpisahkan dari co-solvent-nya, dipisahkan lebih
(www.bioxcorp.com/production_process.php) dan lanjut hingga diperoleh biodiesel serta by product
konversi tinggi 95% (www.bioenergyupdate.com). gliserin (www.bioxcorp.com/production_process.php).
Pendapat tersebut didukung pula oleh hasil penelitian, Sebagaimana penelitian Zhang et. al. (2003), dimana
dimana kadar metil ester sebesar 87,25% telah proses pemurnian produk antara FAME dan gliserin
tercapai saat waktu reaksi 2 menit untuk THF:MeOH dilakukan dengan distillasi pada kolom yang berbeda
= 2:1 v/v. Sedangkan Freedman et. al. (1984) telah disertai dengan proses pencucian untuk memisahkan
melakukan transesterifikasi untuk mendapatkan ester produk FAME dari gliserol, MeOH dan katalis dengan
dari vegetables oil (cotton seed, peanut, soybean dan gravity settler. Sedangkan Haas et. al. (2006)
sunflower oil) pada suhu moderat (32oC), dimana menggunakan sentrifugasi kontinyu untuk
konversi 99% baru tercapai setelah 4 jam reaksi. memisahkan antara fase gliserol dan fase produk-metil
Mengingat penambahan co-solvent dapat ester yang diikuti dengan vacuum dryer untuk
meningkatkan kelarutan antara fatty acids dan menghilangkan air sebagai pengotornya.
trigliserida dalam metanol, maka proses ini dapat
dilakukan untuk bahan baku bermutu rendah

(A)

(B)

Gambar 4. Kadar metil ester (%-berat) yang dicapai pada reaksi transesterifikasi dengan co-solvent pada
THF:metanol = 2:1 v/v dan berbagai molar ratio minyak:MeOH (kondisi reaksi: 30oC, dan tekanan 1 atm): (A) berat
katalis 0,5%-berat, (B) berat katalis 1,3%-berat.
 Kelarutan Metanol dan Crude Palm Oil dalam Dengan memperbandingkan data kadar metil ester
Tetrahidrofuran pada berbagai perbandingan volume minyak:MeOH
Kelarutan metanol dan crude palm oil dalam dan THF:CPO maka data Gambar 5 ditampilkan pada
tetrahidrofuran diteliti lebih lanjut untuk diketahui Tabel 2 berikut.
nilai kelarutannya pada 30oC. Gambar 5 Data Tabel 2 tidak menunjukkan adanya tren
menunjukkan bahwa kelarutan metanol dan CPO peningkatan ataupun penurunan kadar metil ester
dalam THF saling berkaitan sehingga untuk seiring dengan meningkatnya kandungan CPO dalam
memahami fenomena transfer masa antara MeOH- larutan. Akan tetapi, saat kandungan CPO meningkat
CPO-THF lebih lanjut diperlukan data kelarutan (perbandingan 1:2,5 dst) dan saat kandungan CPO
ketiga komponen tersebut di atas. menurun (perbandingan 1:1,6 dst) kadar metil ester
Jika dilihat dari data Gambar 5, kadar metil yang diperoleh berkurang (ditunjukkan oleh anak
ester hasil penelitian akan mencapai nilai tertinggi panah). Sehingga diprakirakan kelarutan antara ketiga
sebesar 98,42% saat THF:MeOH = 2:1 v/v, 1:6 molar komponen (MeOH-CPO-THF) tidak larut sempurna
ratio (THF:CPO = 1:2 v/v) (Gambar 5A dan Tabel 2). atau partial miscible (Maron dan Lando, 1974).

Tabel 2. Kadar metil ester (%-berat) pada 0,5%-berat katalis dan berbagai volume ratio THF:CPO (v/v)

Kadar metil THF:CPO (v/v)


ester (%- 1:4 1:2,5 1:2 1:1,6 1:1,25 1:1,2 1:0,8 1:0,6
berat) 88,86 96,53 98,42 96,56 95,56 95,46 89,49 92,18

(A)

1:02 1:1,25 1:0,8 1:0,6 THF/CPO v/v

(B)

1:04 1:2,5 1:1,6 1:1,2 THF/CPO v/v

Gambar 5. Kadar metil ester (%-berat) yang dicapai pada reaksi transesterifikasi pada berat katalis 0,5%-berat dan
berbagai molar ratio minyak:MeOH (kondisi reaksi: 30oC, dan tekanan 1 atm): (A) THF:MeOH = 2:1 v/v, (B) THF:
MeOH = 1:1 v/v.
Mengingat kelarutan TG dan MeOH terbatas Daftar Pustaka
dimana kelarutannya akan berubah dengan Davies, Wayne, 2005, “Biodiesel Technologies and
penambahan co-solvent/THF (Boocock et. al., 1998) Plant Design”, Lecture Note, University of
dan terbentuknya kembali dua lapisan saat komposisi Sdyney.
CPO dalam larutan dominan (pengamatan fisik) serta Freedman, B., E.H. Pyryde, and T.H. Mounts,
larutnya MeOH dalam THF pada berbagai macam 1984,“Variables affecting The Yields of Fatty
perbandingan, maka diprakirakan jenis kelarutan Esters from Transesterified Vegetable Oils”,
ketiga komponen MeOH-CPO-THF adalah partial JAOCS, 61:1638-1643.
miscible dua pasang untuk CPO-MeOH serta THF- Freedman, B., R.O. Butterfield, and E.H. Pryde, 1986,
CPO. Selain itu, kandungan CPO dengan TG rantai “Transesterification Kinetics of Soyben Oil”,
alkil panjang (C14 – C18) memerlukan THF yang JAOCS, 63:1375 – 1380.
lebih banyak akibat dari sifat TG yang semakin Boocock, D.G.B., S.K. Konar, V. Mao, and H. Sidi.
nonpolar (Boocock et. al., 1998). 1996, “Fast One-Phase Oil-Rich Process for
Larutan partial miscible akan terbentuk saat The Preparation of Vegetable Oil Methyl
larutan berada perbandingan THF:CPO = 1,4 dan Esters”, Biomass Bioenergy, 11:43 – 50.
1:2,5 v/v, yang mana lapisan kaya CPO (CPO rich Boocock, D.G.B., S.K. Konar, V. Mao, C.Lee, and
layer) lebih dominan. Sedangkan saat Sonia Buligan 1998, “Fast Formation Of High-
perbandingannya 1:1,6; 1:1,25 dst, MeOH rich layer Purity Methyl Esters From Vegetable Oils”,
lebih dominan terbentuk. Adanya keterbatasan JAOCS, 75:1167 – 1172 .
kelarutan antara kedua komponen tersebut diatas, saat Haas, J.M., A.J. McAloon, W.C. Yee, and T.A. Foglia.
campuran larutan berada pada komposisi tertentu, 2006, “A Process Model to Estimate Biodiesel
akan menghambat transfer massa antara kedua Production Costs”, Bioresource Technol.,
komponen (MeOH dan CPO) yang berakibat turunnya 97:671-678.
capaian kadar metil ester (Tabel 2). Kadar metil ester Ketaren, F, 1986, “Pengantar Teknologi Minyak dan
tertinggi, 98,42%, tercapai saat perbandingan Lemak Pangan”, UI Press. Jakarta.
THF:CPO = 1:2 v/v. Diduga saat perbandingan Mahajan, Sonam, S.K. Konar, and David G.B.
tersebut, larutan berada pada komposisi plaint point. Boocock, 2006, “Standard Biodiesel from
Saat plaint point, ketiga komponen akan larut Soybean Oil by a Single Chemical Reaction”,
sempurna (completely miscible) membentuk satu fase JAOCS, 83:641– 645.
(Maron dan Lando, 1974) sehingga tidak terjadi Maron, Samuel H., dan Lando, Jerome B, 1974,
keterbatasan transfer massa. Namun, dugaan tersebut “Fundamentals of Physical Chemistry”,
diatas perlu diteliti lebih lanjut dengan mempelajari Macmillan Publishing Co. Inc. Canada. pp.654-
diagram kelarutan tiga komponen MeOH-CPO-THF. 656.
Swern, Daniel. 1979, “Bailey’s Industrial Oil and Fat
Kesimpulan Products”, 4th Edition, Vol 1. John Willey and
1. Transesterifikasi dengan penambahan co-solvent Sons Ltd : New York.
THF memberi perolehan kadar metil ester lebih Rachmaniah, Orchidea, 2004, “Transesterifikasi
tinggi daripada metode konvensional dengan Minyak Mentah Dedak Padi menjadi Biodiesel
prosentase kenaikan sebesar 5% . dengan Katalis Asam”, Tesis, Magister Teknik,
2. Kadar metil ester tertinggi, 98,42%, dicapai pada Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
THF:MeOH = 2:1 v/v, 1:6 molar ratio Surabaya.
minyak:MeOH dan 0,5%-berat katalis. Rekayasa Industri, PT, 2006, “Status Perkembangan
Biodiesel di Indonesia: Informasi dan
Ucapan Terima Kasih Pengamatan PT. Rekayasa Industri”,
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Lembaga Simposium Biodiesel Indonesia. Bandung.
Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) ITS yg telah Van Gerpen, J., 2004., “Biodiesel Production
mendanai penelitian ini bersama Bapak Mulyanto Technology”, National Renewable Energy
berdasarkan kontrak Nomor :10553/I2.7/PM/2008.
Laboratory, U.S. Department of Energy,
Research Report.
Zhang, Y., M.A. Dube, D.D. McLean, M.Kates, 2003,
“Biodiesel Production from Waste Cooking
Oil: Process Design and Technological Production process. www.bioxcorp.com.
Assesment”, Bioresource Technol., 89:1-16. www.bioenergyupdate.com
Biodiesel technologies production. www.fapc.biz. www.bioenergynow.com

Anda mungkin juga menyukai