PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Trauma ekstremitas adalah trauma yang mengakibatkan cedera pada
ekstremitas. Trauma pada satu bagian system musculoskeletal atau trauma
ekstremitas dapat menyebabkan disfungsi struktur di sekitarnya dan struktur
yang dilindungi atau disangganya serta kerusakan pada otot, pembuluh darah
dan saraf.
Trauma otot dan tulang dapat terjadi tanpa atau disertai trauma system
lain. Bila hanya ekstremitas yang mengalami trauma biasanya tidak dianggap
sebagai prioritas pertama.
Trauma ekstremitas jarang menimbulkan kematian pada penderita
trauma, sehingga tidak mengherankan bila pembentukan dan pemeliharaan
jalan pernapasan yang memuaskan, ventilasi yang tepat serta pemulihan
pendarahan biasa nya mendahului penatalaksanaannya.Namun, perlu diingat
bahwa akibat trauma ekstrimitas dapat memperberat masalah yang
mengancam nyawa ini.
Sehingga penting mengenal bahwa terapi tepat bagi ekstremitas yang
cedera yang tidak hanya betapa pentingnya bagian tersebut, tetapi bisa
memainkan peranan besar dalam melangsungkan kehidupan pasien.
B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah konsep dasar medis dan konsep asuhan keperawatan
pada trauma ekstremitas?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mengetahui konsep dasar dan asuhan keperawatan pada trauma
ekstremitas.
1
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui Definisi Dari Trauma Ekstremitas.
b. Mengetahui Klasifikasi Dari Trauma Ekstremitas.
c. Mengetahui Etiologi Dari Trauma Ekstremitas.
d. Mengetahui Patofisiologi Dari Trauma Ekstremitas.
e. Mengetahui Manifestasi Klinis Dari Trauma Ekstremitas.
f. Mengetahui Pemeriksaan Diagnostik Dari Trauma Ekstremitas.
g. Mengetahui Penatalaksanaan Dari Trauma Ekstremitas.
h. Mengetahui Asuhan Keperawatan Dari Trauma Ekstremitas.
D. Manfaat
1. Bagi pembaca, khususnya mahasiswa keperawatan dapat mengerti tentang
konsep dasar trauma ekstremitas yang sesuai dengan standart kesehatan
demi meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat dan dapat dijadikan
sebagai referensi untuk bahan pengetahuan.
2. Bagi mahasiswa keperawatan dapat memberikan asuhan keperawatan
kepada pasien trauma ekstremitas dengan baik.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Trauma otot dan tulang dapat terjadi tanpa atau disertai trauma
system lain. Bila hanya ekstremitas yang mengalami trauma biasanya tidak
dianggap sebagai prioritas pertama. Mekanisme cedera/trauma antara lain
tabrakan/kecelakaan kendaraan bermotor, penyerangan, jatuh dari
ketinggian, cedera waktu olah raga, cedera waktu bersenang-senang atau
waktu melakukan pekerjaan rumah tangga.
3
signifikan, seperti infeksi yang sering dikaitkan dengan fraktur yang
meliputi cedera jaringan lunak mayor.
1) Fraktur tertutup
Fraktur tertutup adalah fraktur tanpa cedera jaringan
lunak terbuka. Prognosis umumnya lebih baik untuk fraktur
tertutup karena resiko infeksi terbatas. Fraktur tertutup juga
diklasifikasikan berdasarkan tipenya : compression impacted,
green stick, oblique, spiral, transversal, komunitif
2) Fraktur terbuka
Adalah fraktur dengan cedera jaringan lunak terbuka. Fraktur
ini kadang sulit ditentukan bila luka pada bagian proksiml fraktur
benar-benar terkain dengan fraktur tersebut. Pedoman atau prinsip
yang berdasarkan praktik menganggap luka sebagai
fraktur terbuka sampai dapat dibuktikan sebaliknya.
Fraktur terbuka ditangani sebagai kedaruratan ortopedik
karena resiko infeksi dan kemungkinan komplikasi.
Fraktur terbuka dapat diklasifikasikan berdasarkan
tingkat keparahannya.
4
Klasifikasi fraktur terbuka
Derajat I Luka kecil, panjang < 1 cm yang tertusuk dari
bawah
Derajat II Luka melingkar penuh sampai panjang 5 cm
dengan sedikit atau tanpa kontaminasi dan tidak
ada kerusakan jaringan lunak berlebihan atau
kepingan periosteal
Derajat Luka > 5 cm dan dikaitkan dengan kontaminasi
III atau cedera jaringan lunak signifikan (kehilangan
jaringan, avulse, cedera remuk) dan sering
mencakup fraktur segmental; dapat ditemukan
kepingan jaringan lunak tulang, cedera vaskuler
mayor atau kepingan periosteal.
Gejala :
Deformitas eksternal ringan mungkin terjadi, sebagai akibat
jaringan lunak yang bertumpuk banyak
5
Darah dapat terlihat di meatus dan pada pemeriksaan rectal
(cedera rectal, uretra dan kandung kemih adalah komplikasi
fraktur pelvis)
Ekimosis perineal atau hematoma skrotum mungkin terlihat
Rotasi abnormal pada panggul atau kaki mungkin ada
Perdarahan eksternal mungkin teramati pada fraktur
terbuka
Sirkulasi distal mungkin berpotensi terganggu
Pasien merasa nyeri ketika tekanan diberikan pada Krista
iliaka anteriorsuperior dan simpisis pubis
b) Fraktur femoral
Fraktur femur bilateral dapat menunjukkan cedera
mengancam jiwa sekumder akibat hipovolemi (kehilangan darah
pada setiap femur mungkin sebanyak 2 L)
c) Fraktur lutut
Fraktur patella umumnya disertai dislokasi akibat
transmisi energy tinggi, dan fraktur ini dapat dikaitkan dengan
cedera pembuluh popliteal
Gejala :
Fraktur tibia dapat dikaitkan dengan memburuknya
sindrom kompartemen. Evaluasi nyeri progresif yang
tampak hebat pada cedera ringan menetap, nyeri
peregangan pasif pada otot yang terkena, tegangan pada
6
area yang terkena, penurunan sensasi, dan kelemahan
tungkai bawah.
Pasien dengan fraktur tibia dan fibula yang stabil mungkin
dapat menyokong berat tubuh pada ekstremitas.
Pemeriksaan posterior tungkai bawah dapat menunjukkan
gejala yang konsisten dengan fraktur.
Gejala :
b) Fraktur klavikula
Fraktur klavikula sering menyebabkan kerusakan pada
struktur dibawahnya, seperti paru (pneumotoraks, hemotoraks),
dan vena subklavia.
Gejala :
7
Fraktur ini dapat dikaitkan dengan pneumotoraks,
hematotoraks, atau kompresi pleksus brakialis
c) Fraktur humerus
fraktur humerus dapat dikaitkan dengan kerusakan arteri
brakialis dan kerusakan saraf radialis, ulnaris dan saraf medialis.
Oleh karena lokasi anatomic berkas neurovascular, fraktur
humerus distal yang dicurigai harus menjalani pemeriksaan
neurovascular dengan seksama dan terdokumentasi. Benturan
langsung pada prosesus olekranon dapat mengakibatkan fraktur
indirek pada humerus distal.
b. Sindrom Kompartemen
8
meningkat diatas dasar kapiler, yang mengakibatkan iskemia saraf dan
jaringan otot.
c. Dislokasi
9
ujung tulang tidak lagi menyatu. Bila ujung tulang hanya berubah posisi
secara parsial, cedera disebut subluksasio. Bahu, siku, jari, panggul,
lutut dan pergelangan kaki merupakan sendi-sendi yang paling sering
mengalami dislokasi
Gejala :
1) Nyeri hebat pada daerah sendi yang sakit
2) Deformitas sendi
3) Pembengkakan sendi
4) Kehilangan rentang sendi
5) Kebas, kehilangan sensasi dan tidak terabanya nadi pada bagian
distal cedera (dislokasi dapat mengganggu fungsi arteri dan saraf
dibagian proksimal)
d. Sprain (keseleo)
10
Gejala:
Derajat I Peregangan atau robekan kecil pada
ligament
Pembengkakan dan hemoragi minimal,
nyeri tekan lokal
Tidak ada gerakan sendi abnormal
Derajat II Robekan parsial ligament
Nyeri
Gerakan sendi abnormal
Derajat III Ligament terputus komplet
Sendi secara nyata mengalami
deformasi
Nyeri tekan dan bengkak
Sendi tidak dapat menopang beban
Gerakan sendi sangat abnormal
e. Strain (peregangan)
Strain otot, dikenal juga sebagai tarikan otot, terjadi bila otot
terlalu meregang atau robek. Otot punggung sering mengalami strain
bila seseorang mengangkat benda berat.
11
Gejala :
Derajat I Peregangan ringan-robekan minor
Nyeri local, nyeri tekan, bengkak,
spasme otot ringan
Derajat II Peregangan sedang-peningkatan jumlah
serat yang robek
Nyeri local, nyeri tekan, bengkak,
dislokasi dan ketidakmampuan untuk
menggunakan tungkai untuk periode
lama
Derajat III Peregangan hebat-pemisahan komplet
otot dari otot, otot dari tendo, atau tendon
dari tulang
Nyeri local, nyeri tekan, bengkak, pucat
12
f. Vulnus (Luka)
Terdapat beberapa jenis luka terbuka :
1) Abrasi : lapisan atas kulit terkelupas, dengan sedikit kehilangan
darah. Nama lain untuk abrasi adalah goresan (scrape), road
rush, dan rug burn.
2) Laserasi : kulit yang terpotong dengan pinggir bergerigi. Jenis
luka ini biasanya disebabkan oleh robeknya jaringan kulit secara
paksa
3) Insisi : potongan dengan pinggir rata seperti potongan pisau atau
teriris kertas
4) Pungsi : cedera akibat benda tajam (seperti pisau, pemecah es
atau peluru). Benda yang menembus dapat merusak organ-organ
internal. Resiko infeksi tinggi. Benda yang menyebabkan cedera
tersebut dapat tetap tertanam dalam luka.
5) Avulse : potongan kulit yang robek lepas dan menggantung pada
tubuh.
6) Amputasi : terpotong atau robeknya bagian tubuh
13
4. Patofisiologi
14
Fraktur pelvis Resusitasi Hambatan Hilangnya fs.
(sakroiliaka, sacrum) Balut tekan Hilangnya pulsasi mobilitas fisik Motorik dan
Traksi/bidai nadi, ektermitas sensorik
Trauma urogenital dingin, pucat,
hematoma
Defisit
neurologis
Ketidakefektifan
perfusi jaringan
perifer
15
5. Pemeriksaan Diagnostik
a) Hemoglobin dan hematokrit
Untuk pasien fraktur pelvis, femur, atau multiple, ukur
hemoglobin dan hematokrit karena berpotensi kehilangan darah.
b) Mioglobin urine
Mioglobin urine adalah protein otot yang dilepaskan dari sel
ketika sel rusak berat, seperti pada cedera remuk atau sindrom
kompartemen. Mioglobin di ekskresikan kedalam urine dan akan
mengubah urine menjadi coklat kemerahan.
c) Radiografi
Radiografi adalah alat pemeriksaan paling bermanfaat dalam
mendiagnosis fraktur. Foto anteroposterior dan lateral harus dilakukan
untuk melihat keseluruhan tulang, baik sendi proksimal maupun distal.
d) Arteriogram
Lakukan arteriogram untuk memastikan atau menyingkirkan
dugaan sedera vaskuler pada kasus penurunan atau tidak terabanya nadi.
e) CT Scan
CT scan sering kali digunakan untuk mengidentifikasi fraktur
asetabulum dan untuk mengevaluasi integritas permukaan artikulasi
seperti lutut, tangan, pergelangan tangan dan pergelangan kaki.
f) MRI
MRI mengidentifikasi kerusakan tulang, ligament, kartilago dan
meniscus.
6. Penatalaksanaan
16
maksimum dan utuh dilakukan dengan cara medic, bedah dan modalitas
lain untuk mencapai tujuan terapi. Ada 4 hal yang harus diperhatikan :
a. Recognition
Pada trauma ekstremitas perlu diketahui kelainan yang terjadi
sebagai akibat cedera tersebut, baik jaringan lunak atau tulangnya.
Dengan mengenali gejala dan tanda pada penggunaan fungsi jaringan
yang terkena cedera.
17
pada bagian yang sakit agar mencapai penyembuhan dengan baik.
Imobilisasi yang tidak adekuat dapat memberikan dampak pada
penyembuhan dan rehabilitasi.
f. Rehabilitasi
Rehabilitasi berarti mengembalikan kemampuan anggota gerak
yang cedera untuk dapat berfungsi kembali. Falsafah lama mengenai
rehabilitasi adalah tindakan setelah tindakan kuratif dalam mengatasi
kendala kecacatan. Rehabilitasi menekan upaya pada fungsi dan akan
lebih berhasil dilaksanakan sedini mungkin.
18
1) Air way
Kaji : bersihan jalan nafas, ada tidaknya sumbatan jalan nafas,
distress pernafasan, tanda-tanda perdarahan dijalan nafas,
muntahan, edema laring
2) Breathing
Kaji : frekuensi nafas, usaha dan pergerakan dinding dada, suara
pernafasan melalui hidung atau mulut, udara yang dikeluarkan dari
jalan nafas
3) Circulation
Kaji : denyut nadi karotis, tekanan darah, warna kulit, kelembaban
kulit, tanda – tanda perdarahan eksternal dan internal
4) Dissability
Kaji : tingkat kesadaran dengan AVPU (alert, verbal, pain,
unrespon), gerakan ekstremitas, GCS, ukuran pupil dan respon
pupil terhadap cahaya
b. Keluhan Utama (PQRST)
Mencakup alasan kunjungan / keluhan utama klien, faktor pencetus,
timbulnya keluhan apakah secara bertahap atau mendadak, lamanya
keluhan, faktor yang memperberat dan cara mengatasi keluhan.
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari
trauma ekstremitas yang nantinya membantu dalam membuat
rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi
terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan
kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain
itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa
diketahui luka kecelakaan yang lain (Ignatavicus, Donna D, 1995)
2) Riwayat kesehatan masa lalu
Pada pegkajian ini ditemukan kemungkinan peyebab trauma
ekstremitas dan memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut
19
akan menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker
tulang dan penyakit paget’s yang menyebabakan fraktur patologis
yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabaetes
dengan luka kaki sangat beresiko terjadinya osteomyelitis akut
maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses
penyembuhan tulang.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang
merupakan salah satu faktro predisposisi terjadinya fraktur, seperti
diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan
dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik
(Ignatavicus, Donna D, 1995)
d. Riwayat Psikososial
Terdiri atas: pola konsep diri, pola kognitif , pola koping dan pola
interaksi
e. Riwayat Spiritual
f. Pemeriksaan fisik
1) Gambaran umum
Perlu menyebutkan:
(a) Keadaan umum: baik buruknya yang dicatata adalah
(1) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah,
komposmentis yang tergantung pada keadaan klien.
(2) Kesakitan (nyeri), keadaan penyakit: kronik, akut, ringan,
sedang berat dan jika pada kasus cedera sendi biasaya akut.
(3) Tanda-tanda vital, biasanya tidak normal karena ada
gangguan.
2) Pemeriksaan khusus (lebih spesifik pada ekstremitas)
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal
terutama mengenai neurovaskuleer (untk status neurovaskuler ada
5 P yaitu Pain, Palor, Parestesia, Pulse, Pergerakan). Pemeriksaan
pada ekstremitas adalah:
20
(a) Look (inspeksi)
Perhatiakan apa yang dilihat antara lain:
(1) Cicatriks (jaringan parut babik yang alamai maupun buatan
seperti bekas operasi)
(2) Cape au lait spot (birth mark)
(3) Fistulae
(4) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau
hyperpigmentasi
(5) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal
yang tidak biasa (abnormal)
(6) Posisi dan bentuk dari ekstremitas (deformitas)
(7) Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar pemeriksa)
(b) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita
diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada
dasarnya ini merupakan pemeriksaan yag memberikan
informasi dua arah, baik pemeriksa maupun klien. Yang perlu
dicatata adalah”
(1) Perubahan suhu di sekitar trauma (hangat) dan kelembaban
kulit. Capilary refill time normalnya 3-5 detik.
(2) Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau
oedema terutama di sekitar persendian
(3) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3
proksimal, tengah, atau distal. Untuk otot, pemeriksaan
tonus pada waktu relaksasi atau kontraksi, benjolan terdapat
di permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga
diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka
sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya,
konsistensinya, pergerakan terhadap dasar atau
permukaannya, nyeri atau tidak nyeri, dan ukurannya.
(c) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
21
Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan
dengan menggerakan ekstremitas dan dicatat apakah terdapat
keluhan nyeri pada pergeraan. Pecatatan lingkup gerak ini
perlu, agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan
sesudahnya. Gerakan sendi dicatata dengan ukuran derajat, dari
tiap arah pergerakan mulai dari titik (posisi netral) atau dalam
ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada
gangguan gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang dilihat
dalah gerakan aktif dan pasif (Reksoprodjo, Soelarto: 1995).
g. Pemeriksaan diagnostik
1) Pemeriksaan radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan”
menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan
gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit,
maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam
keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada
indikasi untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena
adanya superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan x-ray harus
atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang dan hasilnya
dibaca sesuai dengan permintaan. Selain foto polos x-ray (plane x-
ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti: Tomografi,
Myelografi, Arthrografi, Computed Tomografi-Scanning.
2) Pemeriksaan laboratorium
(a) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.
(b) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan
menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
(c) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase
(LDH-5), Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang
meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
22
3) Pemeriksaan lain-lain
(a) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas:
didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi.
(b) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama
dengan pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi
infeksi.
(c) Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang
diakibatkan fraktur.
(d) Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek
karena trauma yang berlebihan.
(e) Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya
infeksi pada tulang.
(f) MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
(Ignatavicius, Donna D, 1995)
2. Diagnosa keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien dengan
trauma ekstremitas antara lain:
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik, spasme tot, gerakan
fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi.
b. Ketidakseimbangan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
penurunan suplai darah ke jaringan.
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka,
pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup)
d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka
neuromuscular, nyeri, terapi restriktiff (imobilisasi)
e. Risiko infeksi berhubungan dengan imunitas tubuh primer menurun,
adanya luka terbuka, prosedur invasive (pemasangan traksi)
f. Risiko syok (hipovolemik) berhubungan dengan kehilangan volume
darah akibat trauma
23
3. Intervensi keperawatan
24
intervensi
12. Ajarkan tentang teknik non
farmokologi
13. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
14. Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri
15. Tingkatkan istirahat
16. Kolaborasi dengan dokter
jika ada keluhan dan
tindakan nyeri
2. Ketidakefektifan Noc Nic
perfusi jaringan
perifer b.d Circulation status Peripheral Sensation
penurunan suplai Tissue perfusion : Management (management
darah kejaringan cerebral sensasi perifer)
1. Berkomunikasi
dengan jelas dan
sesuai dengan
kemampuan
2. Menunjukkan
perhatian,
25
konsentrasi dan
orientasi
3. Memproses
informasi
4. Membuat keputusan
dengan benar
Menunjukkan fungsi
sensori motori cranial
yang utuh : tingkat
kesadaran membaik,
tidak ada gerakan –
gerakan involunter
3. Kerusakan Noc : Nic :
intergritas kulit
b.d fraktur Tissue integrity : Pressure management
terbuka, Skin and Mucous
pemasangan Membranes 1. Anjurkan pasien untuk
traksi Hemodyalis akses menggunakan pakaian
(pengkawat, yang longgar
sekrup) Kriteria Hasil : 2. Hindari kerutan pada
1. Integritas ku,iut tempat tidur
yang baik bisa 3. Jaga kebersihan kulit agar
dipertahankan tetap bersih dan kering
(sensasi, 4. Mobilitasasi pasien ( ubah
elastisitas,temperatu posisi pasien ) setiap dua
r, hidrasi, jam sekali
pigmentasi) tidak 5. Monitor kulit akan adanya
ada luka / lesi pada kemerahan
kulit 6. Oleskan lotion atau minyak
2. Perfusi jaringan / baby oil pada daerah yang
baik tertekan
3. Menunjukkan 7. Monitor aktivitas dan
pemahaman dalam mobilisasi pasien
proses perbaikan 8. Monitor status nutrisi
kulit dan mencegah pasien
terjadinya sedera 9. Memandikan pasien
berulang dengan sabun dan air
4. Mampu melindungi hangat
kulit dan
mempertahankan Insision site care
kelembaban kulit
dan perawatan 1. Membersihkan mementau
alami dan meningkatkan proses
penyembuhan pada luka
yang ditutup dengan
26
jahitan, klip atau straples
2. Monitor proses
kesembuhan area insisi
3. Monitor tanda dan gejala
infeksi pada area insisi
4. Bersihkan area sekitar
jahitan atau staples,
menggunakan lidi kapas
steril
5. Gunakan preparat
antiseptic, sesuai program
6. Ganti balutan pada interval
waktu yang sesuai atau
biarkan luka tetap terbuka
(tidak dibalut) sesuai
program
27
bantu penuhi kebutuhan
ADLs
8. Berikan alat bantu jika
klein memerlukan
9. Ajarkan pasien
bagaimana merubah
posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan
5. Resiko infeksi Noc : Nic :
b.d trauma,
imunitas tubuh Immune status Infection Control (kontrol
primer menurun, Knowledge : infeksi)
prosedur invasive infection control
(pemasangan Risk control 1. Bersihkan lingkungan
traksi) setelah dipakai pasien lain
Kriteria hasil : 2. Pertahankan teknik isolasi
3. Batasi pengunjung bila
1. Klien bebas dari perlu
tanda dan gejala 4. Instruksikan pada
infeksi pengunjung untuk mencuci
2. Mendeskripsikan tangan saat berkunkung
proses penularan dan setelah berkunjung
penyakit, faktor meninggalkan pasien
yang 5. Gunakan sabun
memperangaruhi antimikrobia untuk cuci
penularan serta tangan
penatalaksanaannya 6. Cuci tangan setiap sebelum
3. Menunjukkan dan sesudah tindakan
kemampuan untuk keperawatan
mencegah 7. Gunakan baju , sarung
timbulnya infeksi tangan sebagai alat
4. Jumlah leukosit pelindung
dalam batas normal 8. Pertahankan lingkungan
5. Menunjukkan aseptik selama pemasangan
perilaku hidup sehat alat
9. Ganti letak iv perifer dan
line central dan dressing
sesuai dengan petunjuk
umum
10. Gunakan kateter
intermiten untuk
menurunkan infeksi
kandung kencing
11. Tingkatkan intake nutrisi
12. Berikan terapi antibiotik
bila perlu infection
28
protection (proteksi
terhadap infeksi)
13. Monitor tanda fan gejala
infeksi sistemik dan lokal
14. Monitor hitung
granulosit, WBC
15. Monitor kerentanan
terhadap infeksi
16. Pertahankan teknik
aspesis pada pasien yang
berisiko
17. Berikan perawatan kulit
pada area epidema
18. Inspeksi kulit dan
membran mukosa
terhadap kemerahan,
panas, drainase
19. Instruksikan pasien untuk
minum antibiotik sesuai
resep
20. Ajarkan keluarga dan
pasien tanda dan gejala
infeksi
6. Resiko syok Nic : Noc :
(hipovolemik)
b.d kehilangan Syok prevention Syok prevention
volume darah Syok management
akibat trauma 1. Monitor status sirkulasi
(fraktur). Kriteria hasil : BP, warna kulit, suhu kulit,
denyut jantung, HR dan
1. Nadi dalam batas ritme, nadi perifer, dan
yang diharapkan kapiler refill
2. Irama jantung 2. Monitor tanda inadekuat
dalam batas yang oksigenasi jaringan
diharapkan 3. Monitor suhu dan
3. Frekuensi napas pernapasan
dalam batas yang 4. Monitor input dan output
diharapkan 5. Pantau nilai labor : HB,HT
4. Irama pernapasan AGD dan eletrolit
dalam batas yang 6. Monitor hemodinamik
diharapkan invasi yang sesuai
5. Natrium serum dbn 7. Monitor tanda dan gejala
6. Kalium serum dbn asites
7. Klorida serum bdn 8. Monitor tanda awal syok
8. Kalsium serum bdn 9. Tempatkan pasien pada
9. Magnesium serum posisi supine, kaki elevasi
29
bdn untuk peningkatan preload
10. PH darah serum dengan tepat
bdn 10. Lihat dan pelihara
kepatenan jalan napas
11. Berikan cairan iv atau
ora yang tepat
12. Berikan vasodilator
yang tepat
13. Anjarkan keluarga dan
pasien tentang tanda dan
gejala datangnya syok
14. Ajarkan keluarga dan
pasien tentang langkah
untuk mengatasi gejala
syok
Syok management
30
karbon dioksida sublingual
atau tonometru lambung
12. Monitor gejala gagal
pernapasan (misalnya
rendah PaO2 peningkatan
PaO2 tingkat, kelelahan
otot pernapasan)
13. Monitor nilai
laboratorium (misalnya
CDC dengn diferensial)
koagulasi profill , ABC ,
tingkat laktat, budaya dan
profil kimia
14. Masukkan dan
pemeliharaan besarnya
kobosanan akses IV
31
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Trauma ekstremitas adalah trauma yang mengakibatkan cedera
pada ekstremitas. Trauma pada satu bagian system musculoskeletal atau
trauma ekstremitas dapat menyebabkan disfungsi struktur di sekitarnya
dan struktur yang dilindungi atau disangganya serta kerusakan pada otot,
pembuluh darah dan saraf. Penyebab dari trauma ekstremitas dapat berupa
trauma langsung maupun tidak langsung. Trauma ekstremitas meliputi :
fraktur, dislokasi, strain, sprain dan vulnus. Pengkajian gawatdarurat untuk
trauma ekstremitas meliputi : mengkaji ABCD, kaji riwayat dan kondisi
pasien (SAMPLE, mekanisme injuri), mengevaluasi ekstremitas apakah
ada 5 P (pain, pallor, pulse, parestesi, paralisis).
B. Saran
Untuk mahasiswa yang akan melakukan pembuatan makalah
selanjutnya agar lebih banyak mencari sumber tentang konsep medis dan
konsep asuhan keperawatan trauma ekstremitas sehingga diharapkan
makalah-makalah berikutnya dapat lebih baik lagi. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi semua khususnya mahasiswa keperawatan.
32
DAFTAR PUSTAKA
33