Nilai nilai budi pekerti merupakan inti dari setiap kebudayaan. Khususnya nilai-nilai moral merupakan sarana pengatur dari kehidupan bersama, sangat menentukan di dalam setiap kebudayaan. Terlebih dalam dunia terbuka, masyarakat mengalami krisis nilai moral. Penyebab munculnya kembali masalah dalam pendidikan moral 1. Melemahnya ikatan keluarga Keluarga (secara tradisional) merupakan guru pertama setiap anak, mulai kehilangan fungsinya. Terjadi kekosongan moral (vacuum) dalam perkembangan hidup anak. Hancurnya keluarga (perceraian) berdampak pada kehidupan emosional baik kenakalan maupun kelainan psikologis anak. Dengan demikian sekolah menjadi pengganti keluarga dalam memperkenalkan nilai-nilai moral yang belum diperoleh dalam keluarga. Sekolah perlu memperhatikan atau mewujudkan suatu masyarakat moral dalam kehidupan sekolah yang dapat membantu anak-anak. 2. Kecenderungan negatif didalam kehidupan pemuda Perkelahian pelajar/mahasiswa salah satu akibat dari disintegrasi keluarga seperti poor-parenting. Gaya hidup KKN (korups,kolusi, dan nepotisme) mengakibatkan masyarakat kehilangan pegangan nilai-nilai moralnya. Dampaknya semkin meningkatnya tingkahlaku kekerasan, ketidak jujuran, pencurian, krisis kewibawaan, menurunya etik kerja, penyelewengan perilaku seksual, meningkatnya egoisme dan menurunnya tanggung jawab warga negara (civil responsibility) atau tingkah laku yang self destructive dan kebutaan etika. 3. Suatu kebangkitan kembali dari perlunya nilai-nilai etik Generasi muda perlu disadarkan akn tanggungjawabnya untuk hidup bersama dan menghormti nilai-nilai dasar (saling percaya mempercayi, kejujuran, rasa solidaritas sosial, dan nilai-nilai kemasyaraktan lainnya). Nilai-nili hkikat kemanusiaan (human dignity) diperlukan untuk meningkatkan kemakmuran hidup bersama.
Tugas berat guru yang perlu dilaksanakan menurut Thomas Lickona:
1. Pendidik harus menjadi seorang model dan sekaligus menjadi montor dari peserta didik di dalam mewujudkan nilai-nilai moral di dalam kehidupan sekolah. Hal tersebut harus diwujudkan tidak hanya di taman kanak-kanak tetapi juga sampai di kampus-kampus pendidikan tinggi. 2. Masyarakat sekolah harus merupakan masyarakat bermoral. Sekolah bukan semata-mata untuk meningkatkan kemampuan intelektual, tetapi juga kejujuran, kebenaran, termasuk pengabdian kepada masyarakat (jika di lingkungan kampus). Guru atau pendidik sebagai model bertujuan untuk mewujudkan suatu pranata sosial (sekolah) yang dapat mewujudkan nilai-nilai kebudayaan. 3. Praktekkan disiplin moral. Moral bukan sekedar sesuatu yang diskriptif tentang sesuatu yang baik, tetapi sesuatuyang mengarahkankelakuan dan pikiran seseorang untuk berbuat baik. Moral mengimplikasikan adanya disiplin. Pelaksanaan moral yang tidak berdisiplin sama artinya dengan tidak bermoral. Moralita menuntut keseluruhan dari hidup seseorang karena dia melaksanakan apa yang baik dan menolakapa yang batil. 4. Menciptakan situasi demokratis di ruang kelas. Di dalam situasi demokratis, pengenalan moral tidak terjadi secara indoktrinasi tetapi melalui inkuiri dan penghayatan yang intensif mengenai nilai-nilai moral tersebut. Misalnya suka membantu yang lain, juurterhadap diri sendiri dan terhadap guru serta kawan-kawan yang lain, kerja keras dan tundukkepada disiplin untuk kepentingan bersama. 5. Mewujudkan nilai-nilai melalui kurikulum. Nilai-nilai moral bukan hanya disampaikan melalui mata pelajaran yang khusus, tetapi juga dikandung dalam semua program kurikulum baik secara tersirat maupun tersurat. 6. Budaya kerjasama (coorperative learning) Penekanan kepada pengembangan kemampuan otak dan pengembangan intelektual saja tidak memungkinkan pengembangan nilai-nilai moral. Pendidikan juga harus mengembangkan intelegensi emosional yang dapat diperoleh dari budaya kerjasama. 7. Tugas pendidik ialah menumbuhkan kesadaran karya. Tugas guru dalam pranata sosial sekolah ialah menumbuhkan nilai-nilai kekayarayaan pada peserta didik yaitu kerja keras, cinta kepada kualitas, disiplin kerja, kreativitas dan juga termasuk kepemimpin. Mengembangan kesadaran karya peserta didik menjadi kreator-kreator dari kebudayaannya. 8. Mengembangkan refleksi moral Mengembangkan penididikan moral sesuai dengan perkembangan intelektual peserta didik. Refleksi moral dilaksanakan melalui pendidikan budi pekerti atau pendidikan moral. Pelaksanakan nilai-nilai moral akan terus berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat yang memilikinya. 9. Mengajarkan reslusi konflik. Nilai-nilai moral dalam masyarakat yang telah disepakati akan mengalami konflik dan menunjukan adanya perkembangan kebudayaan. Konflik harus dipecahkan dan dicari jalan keluar melalui diskursus atau dialog yang terjadi dalam situasi demokratis dan meminta pertimbangan intelektual serta komitmen terhadap kelangsungan hidup bermasyarakat. Refleksi moral merupakan syarat dari suatu kehidupan demokratis dan perkembangan kebudayaan .
Tersebut interdependensi antara kebudayaan dan pendidikan.
Memberikan pendidikan kebudayaan dalam arti terbatas seperti pendidikan seni, pendidikan bahasa dan sastra, pendidikan budi pekerti, dan juga berdasar dengan paradigma pendidikan nasional kepada kebudayaan nasional.