Anda di halaman 1dari 29

ASUHAN KEPERAWATAN

LANSIA PADA SISTEM KARDIOVASKULER

Kelompok III :
1. Pipit Budi Kuncoro
2. Dwi Aryani
3. Hamimah
4. Travelia

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN JAYAKARTA


DKI JAKARTA
2018
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .............................................................................................

B. Rumusan Masalah .............................................................................................

C. Tujuan Penulisan .............................................................................................

BAB II TEORI

A. Definisi Lansia ..........................................................................................................

B. Batasan Lansia ..........................................................................................................

C. Teori Penuaan ..........................................................................................................

D. Tahapan Proses Lansia ..............................................................................................

E. Perubahan Fisik dan Psikososial Pada Lansia ..........................................................

F. Askep Teoritis Lansia Pada Sistem Kardiovaskuler .....................................

BAB III TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian ..........................................................................................................

B. Analisa Data ..........................................................................................................

C. Diagnosa Keperawatan ..............................................................................................

D. Implementasi dan Evaluasi ..................................................................................

BAB IV PEMBAHASAN…………………………………………………………………………

BAB V KESIMPULAN DAN PENUTUP………………………………………………………..


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penuaan adalah sebuah proses yang pasti dialami semua orang,hal ini berarti perubahan
pada fisiologi dan anatomi jantung juga akan terjadi pada semua orang. Dengan bertambahnya
usia, wajar saja bila kondisi dan fungsi tubuh pun makin menurun. Usia lanjut adalah usia yang
sangat rentan terhadap berbagai penyakit. Pada umumnya yang mendasari penyakit disaat lanjut
usia adalah akibat dari sisa penyakit yang pernah diderita di usia muda, penyakit karena akibat
kebiasaan dimasa lalu (seperti: merokok, minum alkohol dan sebagainya) dan juga penyakit
tertentu yang mudah sekali menyerang saat usia lanjut. Tak heran bila pada usia lanjut,semakin
banyak keluhan yang dilontarkan karena tubuh tak lagi mau bekerja sama dengan baik seperti
kala muda dulu.

Penyakit jantung pada lansia mempunyai penyebab yang multifaktorial yang saling
tumpang tindih. Untuk itu kita harus terlebih dahulu memahami mengenai konsep faktor risiko
dan penyakit degeneratif. Faktor risiko adalah suatu kebiasaan,kelainan dan faktor lain yang bila
ditemukan/dimiliki seseorang akan menyebabkan orang tersebut secara bermakna lebih
berpeluang menderita penyakit degeneratif tertentu. Penyakit degeneratif adalah suatu penyakit
yang mempunyai penyebab dan selalu berhubungan dengan satu faktor risiko atau lebih,di mana
faktor-faktor risiko tersebut bekerja sama menimbulkan penyakit degeneratif itu. Penyakit
degeneratif itu sendiri dapat menjadi faktor resiko untuk penyakit degeneratif lain. Misalnya:
penyakit jantung dan hipertensi merupakan faktor resiko stroke.

Inilah yang menyebabkan pembahasan mengenai penyakit jantung pada lansia dapat berkembang
sangat luas,yaitu karena adanya keterkaitan yang sangat erat antara penyakit yang satu dengan
penyakit yang lain. Berdasarkan data yang didapat dari penelitian di USA pada tahun
2001,penyakit jantung yang sering ditemukan adalah Penyakit Jantung Koroner 13%,Infark
Miokard Akut 8%, Kelainan Katup 4%,Gagal Jantung 2%,Penyakit Jantung Hipertensif dan
Hipertensi 1%

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa definisi dari kegawatdaruratan kardiovaskuler pada lansia?
1.2.2 Apa saja etiologi dari kegawatdaruratan kardiovaskuler pada lansia?
1.2.3 Apa saja manifestasi klinis kegawatdaruratan kardiovaskuler pada lansia?
1.2.4 Bagaimana patofisiologi dan pohon masalah kegawatdaruratan kardiovaskuler pada lansia?
1.2.5 Apa saja pemeriksaan fisik dari kegawatdaruratan kardiovaskuler pada lansia?
1.2.6 Bagaimana penatalaksanaan medis dan keperawatan pada klien kegawatdaruratan
kardiovaskuler pada lansia?
1.2.7 Apa saja komplikasi kegawatdaruratan kardiovaskuler pada lansia?
1.2.8 Bagaimana pencegahan pada pasien kegawatdaruratan kardiovaskuler pada lansia?

1.3 Tujuan Masalah


1.3.1 Untuk mengetahui definisi kegawatdaruratan kardiovaskuler pada lansia
1.3.2 Untuk mengetahui etiologi kegawatdaruratan kardiovaskuler pada lansia
1.3.3 Untuk mengetahui manifestasi klinis kegawatdaruratan kardiovaskuler pada lansia
1.3.4 Menjelaskan patofisiologi dan pohon masalah kegawatdaruratan kardiovaskuler pada lansia
1.3.5 Menyebutkan pemeriksaan fisik dari kegawatdaruratan kardiovaskuler pada lansia
1.3.6 Menjelaskan penatalaksanaan medis dan keperawatan pada klien kegawatdaruratan
kardiovaskuler pada lansia
1.3.7 Untuk mengetahui komplikasi kegawatdaruratan kardiovaskuler pada lansia
1.3.8 Menjelaskan pencegahan pada pasien kegawatdaruratan kardiovaskuler pada lansia

BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi
Merupakan penyebab kematian terbesar pada usia 65 tahun ke atas di seluruh dunia. Pada
lansia penyakit ini merupakan salah satu penyakit yang banyak ditemui, malah mungkin yang
terbanyak diderita.

2.2 Etiologi
Perubahan Anatomis
Penebalan dinding ventrikel kiri jantung kerap terjadi,meski tekanan darah relatif normal.
Begitupun fibrosis dan kalsifikasi katup jantung terutama pada anulus mitral dan katup aorta.
Selain itu terdapat pengurangan jumlah sel pada nodus sinoatrial (SA Node) yang menyebabkan
hantaran listrik jantung mengalami gangguan. Hanya sekitar 10% sel yang tersisa ketika manusia
berusia 75 tahun ketimbang jumlahnya pada usia 20 tahun lalu. Bisa dibayangkan,bagaimana
terganggunya kerja jantung,apalagi jika disertai penyakit jantung lain,seperti penyakit jantung
koroner. Sementara itu,pada pembuluh darah terjadi kekakuan arteri sentral dan perifer akibat
proliferasi kolagen,hipertrofi otot polos, kalsifikasi,serta kehilangan jaringan elastik. Meski
seringkali terdapat aterosklerosis pada manula,secara normal pembuluh darah akan mengalami
penurunan debit aliran akibat peningkatan situs deposisi lipid pada endotel. Lebih jauh,terdapat
pula perubahan arteri koroner difus yang pada awalnya terjadi di arteri koroner kiri ketika
muda,kemudian berlanjut pada arteri koroner kanan dan posterior di atas usia 60 tahun.
Perubahan Fisiologis
Perubahan fisiologis yang paling umum terjadi seiring bertambahnya usia adalah
perubahan pada fungsi sistol ventrikel. Sebagai pemompa utama aliran darah sistemik
manusia,perubahan sistol ventrikel akan sangat mempengaruhi keadaan umum pasien. Parameter
utama yang terlihat ialah detak jantung,preload dan afterload,performa otot jantung,serta regulasi
neurohormonal kardiovaskular.
Oleh karenanya,orang-orang tua menjadi mudah deg-degan. Akibat terlalu sensitif
terhadap respon tersebut,isi sekuncup menjadi bertambah menurut kurva Frank-Starling.
Efeknya,volume akhir diastolik menjadi bertambah dan menyebabkan kerja jantung yang terlalu
berat dan lemah jantung. Awalnya,efek ini diduga terjadi akibat efek blokade reseptor β-
adrenergik,namun setelah diberi β-agonis ternyata tidak memberikan perbaikan efek.
Di lain sisi, terjadi perubahan kerja diastolik terutama pada pengisian awal diastol lantaran
otot-otot jantung sudah mengalami penurunan kerja. Secara otomatis,akibat kurangnya kerja otot
atrium untuk melakukan pengisian diastolik awal,akan terjadi pula fibrilasi atrium,sebagaimana
sangat sering dikeluhkan para lansia. Masih berhubungan dengan diastol,akibat ketidakmampuan
kontraksi atrium secara optimal,akan terjadi penurunan komplians ventrikel ketika menerima
darah yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan diastolik ventrikel ketika istirahat dan
exercise. Hasilnya, akan terjadi edema paru dan kongesti sistemik vena yang sering menjadi
gejala klinis utama pasien lansia. Secara umum,yang sering terjadi dan memberikan efek nyata
secara klinis ialah gangguan fungsi diastol.
Pemeriksaan EKG perlu dilakukan untuk melihat adanya penyakit jantung
koroner,gangguan konduksi dan irama jantung,serta hipertrofi bagian-bagian jantung. Beberapa
macam aritmia yang sering ditemui pada lansia berupa ventricular extrasystole (VES),
supraventricular extrasystole (SVES),atrial flutter/fibrilation,bradycardia sinus,sinus block,A-V
junctional. Gambaran EKG pada lansia yang tidak memiliki kelainan jantung biasanya hanya
akan menunjukkan perubahan segmen ST dan T yang tidak khas. Untuk menegakkan
diagnosis,perlu dilakukan ekokardiografi sebagaimana prosedur standar bagi para penderita
penyakit jantung lainnya.
Perubahan Patologi Anatomis
Perubahan-perubahan patologi anatomis pada jantung degeneratif umumnya berupa
degeneratif dan atrofi. Perubahan ini dapat mengenai semua lapisan jantung terutama
endokard,miokard,dan pembuluh darah. Umumnya perubahan patologi anatomis merupakan
perubahan mendasar yang menyebabkan perubahan makroskopis,meskipun tidak berhubungan
langsung dengan fisiologis.
Seperti halnya di organ-organ lain,akan terjadi akumulasi pigmen lipofuksin di dalam sel-
sel otot jantung sehingga otot berwarna coklat dan disebut brown atrophy. Begitu juga terjadi
degenerasi amiloid alias amiloidosis,biasa disebut senile cardiac amiloidosis. Perubahan
demikian yang cukup luas dan akan dapat mengganggu faal pompa jantung.
Terdapat pula kalsifikasi pada tempat-tempat tertentu,terutama mengenai lapisan dalam
jantung dan aorta. Kalsifikasi ini secara umum mengakibatkan gangguan aliran darah sentral dan
perifer. Ditambah lagi dengan adanya aterosklerosis pada dinding pembuluh darah besar dan
degenerasi mukoid terutama mengenai daun katup jantung,menyebabkan seringnya terjadi
kelainan aliran jantung dan pembuluh darah.
Akibat perubahan anatomis pada otot-otot dan katup-katup jantung menyebabkan
pertambahan sel-sel jaringan ikat (fibrosis) menggantikan sel yang mengalami degenerasi,
terutama mengenai lapisan endokard termasuk daun katup. Tidak heran,akibat berbagai
perubahan-perubahan mikroskopis seperti tersebut di atas,keseluruhan kerja jantung menjadi
rusak.

2.3 Manifestasi Klinis


Nyeri pada daerah prekordial dan sesak napas seringkali dirasakan pada penderita penyakit
jantung di usia lanjut. Rasa cepat lelah yang berlebihan seringkali ditemukan sebagai dampak
dari sesak napas yang biasanya terjadi di tengah malam. Gejala lainnya adalah
kebingungan,muntah-muntah dan nyeri pada perut karena pengaruh dari bendungan hepar atau
keluhan insomnia.
Bising sistolik banyak dijumpai pada penderita lanjut usia,sekitar 60% dari jumlah penderita.
Dalam penemuan lain juga dilaporkan bahwa bising sistolik tanpa keluhan ditemukan pada 26%
penderita yang berusia 65 tahun keatas.
Pada jantung dapat dijumpai kekakuan pada arteria koroner,cincin katup mitral,katup
aorta,miokardium dan perikardium. Kelainan-kelainan tersebut selalu merupakan keadaan yang
abnormal.

2.5 Pemeriksaan Fisik


1. Inspeksi
Voussure Cardiaque
Merupakan penonjolan setempat yang lebar di daerah precordium, di antara sternum dan apeks
codis. Kadang-kadang memperlihatkan pulsasi jantung . Adanya voussure Cardiaque,
menunjukkan adanya :
kelainan jantung organis
kelainan jantung yang berlangsung sudah lama/terjadi sebelum penulangan sempurna
hipertrofi atau dilatasi ventrikel
Ictus
Pada orang dewasa normal yang agak kurus, seringkali tampak dengan mudah pulsasi
yang disebut ictus cordis pada sela iga V, linea medioclavicularis kiri. Pulsasi ini letaknya sesuai
dengan apeks jantung. Diameter pulsasi kira-kira 2 cm, dengan punctum maksimum di tengah-
tengah daerah tersebut. Pulsasi timbul pada waktu sistolis ventrikel. Bila ictus kordis bergeser ke
kiri dan melebar, kemungkinan adanya pembesaran ventrikel kiri. Pada pericarditis adhesive,
ictus keluar terjadi pada waktu diastolis, dan pada waktu sistolis terjadi retraksi ke dalam.
Keadaan ini disebut ictus kordis negatif.
Pulpasi yang kuat pada sela iga III kiri disebabkan oleh dilatasi arteri pulmonalis. Pulsasi
pada supra sternal mungkin akibat kuatnya denyutan aorta. Pada hipertrofi ventrikel kanan,
pulsasi tampak pada sela iga IV di linea sternalis atau daerah epigastrium. Perhatikan apakah ada
pulsasi arteri intercostalis yang dapat dilihat pada punggung. Keadaan ini didapatkan pada
stenosis mitralis. Pulsasi pada leher bagian bawah dekat scapula ditemukan pada coarctatio aorta.
2. Palpasi
Hal-hal yang ditemukan pada inspeksi harus dipalpasi untuk lebih memperjelas mengenai
lokalisasi punctum maksimum, apakah kuat angkat, frekuensi, kualitas dari pulsasi yang teraba.
Pada mitral insufisiensi teraba pulsasi bersifat menggelombang disebut ”vantricular heaving”.
Sedang pada stenosis mitralis terdapat pulsasi yang bersifat pukulan-pukulan serentak diseubt
”ventricular lift”.
Disamping adanya pulsasi perhatikan adanya getaran ”thrill” yang terasa pada telapak tangan,
akibat kelainan katup-katup jantung. Getaran ini sesuai dengan bising jantung yang kuat pada
waktu auskultasi. Tentukan pada fase apa getaran itu terasa, demikian pula lokasinya.
3. Perkusi
Kegunaan perkusi adalah menentukan batas-batas jantung. Pada penderita emfisema paru
terdapat kesukaran perkusi batas-batas jantung. Selain perkusi batas-batas jantung, juga harus
diperkusi pembuluh darah besar di bagian basal jantung.
Pada keadaan normal antara linea sternalis kiri dan kanan pada daerah manubrium sterni terdapat
pekak yang merupakan daerah aorta. Bila daerah ini melebar, kemungkinan akibat aneurisma
aorta.
4. Auskultasi Jantung
Pemeriksaan auskultasi jantung meliputi pemeriksaan :
- bunyi jantung
- bising jantung
- gesekan pericard
a. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Rontgen thorax
Nilai besar jantung, ada/tidaknya edema paru dan efusi pleura. Tapi banyak juga pasien CHF
tanpa disertai kardiomegali.
2. Pemeriksaan EKG
Nilai ritmenya, apakah ada tanda dari strain ventrikel kiri, bekas infark miokard dan bundle
branch block
3. Echocardiography
Mungkin menunjukkan adanya penurunan fraksi ejeksi ventrikel kiri, pembesaran ventrikel dan
abnormalitas katup mitral.
4. Angiografi
Menggambarkan adanya penyempitan atau sumbatan pada miokard
2.6 Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan

1. Penatalaksanaan Medis
Menurut Smetlzer (2002:790) : Tujuan dari penatalaksanaan medis adalah memperkecil
kerusakan jantung sehingga mengurangi terjadinya komplikasi. Kerusakan jantung diperkecil
dengan cara, segera mengembalikan keseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen jantung
tetapi obat-obatan, pemberian oksigen dan tirah baring dilakukan secara bersamaan untuk tetap
mempertahankan fungsi jantung. Obat-obatan dan oksigen digunakan untuk mengurangi
kebutuhan oksigen, sementara tirah baring dilakukan untuk mengurangi kebutuhan oksigen.
Hilangnya nyeri merupakan indikator utama bahwa kebutuhan dan suplai telah mencapai
keseimbangan.
Ada tiga kelas obat-obatan yang biasa digunakan untuk meningkatkan suplai oksigen Smeltzer
dan Bare, 2002:791-802).
a. Vasodilator
Vasodilator pilihan untuk mengurangi nyeri jantung adalh nitrogliserin. Nitrogliserin
menyebabkan dilatasi arteri dan vena, sehingga menurunkan jumlah darah yang kembali ke
jantung (pre load) dan mengurangi beban kerja (viorkload) jantung.
b. Antikoagulan
Heparin digunakan untuk membantu mempertahankan integritas jantung. Dengan
memperpanjang waktu pembekuan darah dapat menurunkan kemungkinan pembentukan trombus
dan akan menurunkan aliran darah.
c. Trombosit
Tujuan trombosit untuk melarutkan setiap trombus yang telah terbentuk di arteri koroner,
memperkecil penyumbatan dan juga luasnya infark, contohnya steptokinase atau anti streptease,
selain itu pemberi analgetik juga bisa diberikan. Morfin dapat menurunkan tekanan dalam
kapiler paru, mengurangi perembasan cairan ke jaringan paru dan menurunkan kecepatan napas.
Diuretik bisa diberikan untuk vasodilatasi dan penimbunan darah di pembuluh darah perifer,
contohnya furosemide (lasix).
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Menurut Doenges et alll (2000;84) dasar data pengkajian yang perlu diperhatikan pada pasien
dengan infark miokard adalah sebagai berikut :

a. Aktivitas
Pasien sering mengalami kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur. Ditandai adanya takikardia dan
dispnea pada saat istirahat maupun beraktivitas.
b. Sirkulasi
Adanya riwayat infark miokard sebelumnya, penyakit arteri koroner, gagal jantung kronis,
masalah tekanan darah dan diabetes mellitus perlu ditanyakan pada pasien. Ditandai dengan
tekanan darah dapat normal atau naik atau turun, nadi dapat normal penuh atau tak kuat juga bisa
lemah tapi kuat, dan disritmia.
c. Nyeri atau ketidaknyamanan
Nyeri dada yang timbulnya mendadak atau tidak berhubungan dengan aktivitas, tida hilang
dengan istirahat skala nyeri 1-10. Hal ini ditandai dengan wajah meringis, menangis, merintih.
Perubahan frekuensi atau irama jantung, tekanan darah, pernapasan, warna kulit, kesadaran.

2.7 Pencegahan
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah berbagai upaya yang dilakukan untuk menghindari atau menunda
munculnya penyakit atau gangguan kesehatan. Pencegahan primer penyakit jantung yang dapat
dilakukan antara lain :
a. Stop merokok
b. Turunkan kolesterol
c. Obati tekanan darah tinggi
d. Latihan jasmani
e. Pelihara berat badan ideal
f. Konsumsi aspirin dosis rendah untuk pencegahan
g. Kelola dan kurangi stres.
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah berbagai upaya yang dilakukan untuk deteksi dini adanya penyakit
atau gangguan kesehatan agar dapat dilakukan tatalaksana sedini mungkin pula. Pencegahan
sekunder yang dapat dilakukan :
a. Pemeriksaan kolesterol tiap 3-5 tahun.
b. Pemeriksaan elektrokardiogram (EKG)
c. Pemeriksaan tekanan darah setiap 3 tahun sebelum usia 40 tahun dan setiap tahun setelah
berusia 40 tahun.
3. Pencegahan Tersier
Pengelolaan penyakit atau gangguan kesehatan secara seksama harus dilakukan. Diperlukan
kerjasama yang baik antara tenaga kesehatan dan pasien serta keluarganya agar penyakit atau
gangguan kesehatan yang diderita pasien dapat terkelola dan terkendali dengan baik. Untuk itu
amat dibutuhkan kepatuhan pasien dalam mengontrol penyakit-penyakit yang diderita agar tidak
timbul komplikasi atau penyulit.
Pada umumnya berbagai penyakit kronik degeneratif memerlukan kedisiplinan dan ketekunan
dalam diet atau latihan jasmani, demikian pula di dalam pengobatan yang umumnya
membutuhkan waktu bertahun-tahun bahkan bisa seumur hidup

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA SISTEM KARDIOVASKULER

3.1 Pengkajian
Data yang umum ditemukan pada pasien kardiovaskuler pada lansia adalah:
a. Sianosis menyeluruh atau pada membran mukosa bibir, lidah, konjungtiva. Sianosis juga
timbul pada saat menangis, makan, tegang, berendam dalam air dapat perifer atau sentral.
b. Dispnea biasanya menyertai aktifitas makan, menangis atau tegang/stress.
c. Kelemahan, umum pada kaki.
d. Pertumbuhan dan perkembangan tidak sesuai dengan usia.
e. Sakit kepala
f. Epistaksis
3.2 Diagnosa Keperawatan
a. Resiko penurunan cardiac output berhubungan dengan adanya kelainan structural jantung.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan pemenuhan O2 terhadap
kebutuhan tubuh.

3.3 Intervensi
a. Resiko penurunan cardiac output b/d adanya kelainan structural jantung.
- Tujuan: penurunan cardiac output tidak terjadi.
- hasil: tanda vital dalam batas yang dapat diterima, bebas gejala gagal jantung, melaporkan
penurunan episode dispnea, ikut serta dalam aktifitas yang mengurangi beban kerja jantung,
urine output adekuat: 0,5 – 2 ml/kgBB.

Intervensi:
1. Kaji frekuensi nadi, RR, TD secara teratur setiap 4 jam.
Rasional: Memonitor adanya perubahan sirkulasi jantung sedini mungkin.

2. Catat bunyi jantung.


Rasional: Mengetahui adanya perubahan irama jantung
3. Kaji perubahan warna kulit terhadap sianosis dan pucat.
Rasional: Pucat menunjukkan adanya penurunan perfusi perifer terhadap tidak adekuatnya curah
jantung. Sianosis terjadi sebagai akibat adanya obstruksi aliran darah pada ventrikel.
4. Pantau intake dan output setiap 24 jam.
Rasional: Ginjal berespon untuk menurunkna curah jantung dengan menahan produksi cairan
dan natrium.
5. Batasi aktifitas secara adekuat.
Rasional: Istirahat memadai diperlukan untuk memperbaiki efisiensi kontraksi jantung dan
menurunkan komsumsi O2 dan kerja berlebihan.
6. Berikan kondisi psikologis lingkungan yang tenang.
Rasional: Stres emosi menghasilkan vasokontriksi yangmeningkatkan TD dan meningkatkan
kerja jantung.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan pemenuhan O2 terhadap
kebutuhan tubuh.
- Tujuan: Pasien akan menunjukkan keseimbangan energi yang adekuat.
- Kriteria hasil: Pasien dapat mengikuti aktifitas sesuai kemampuan, istirahat tidur tercukupi.

Intervensi :
1. Ikuti pola istirahat pasien, hindari pemberian intervensi pada saat istirahat.
Rasional: Menghindari gangguan pada istirahat tidur pasien sehingga kebutuhan energi dapat
dibatasi untuk aktifitas lain yang lebih penting.
2. Lakukan perawatan dengan cepat, hindari pengeluaran energi berlebih dari pasien.
Rasional: Meningkatkan kebutuhan istirahat pasien dan menghemat energi paisen.

3. Bantu pasien memilih kegiatan yang tidak melelahkan.


Rasional:Menghindarkan psien dari kegiatna yang melelahkan dan meningkatkan beban kerja
jantung.
4. Hindari perubahan suhu lingkungan yang mendadak.
Rasional: Perubahan suhu lingkungna yang mendadak merangsang kebutuhan akan oksigen yang
meningkat.
5. Kurangi kecemasan pasien dengan memberi penjelasan yang dibutuhkan pasien dan keluarga.
Rasional: Kecemasan meningkatkan respon psikologis yang merangsang peningkatan kortisol
dan meningkatkan suplai O2.
6. Respon perubahan keadaan psikologis pasien (menangis, murung dll) dengan baik.
Rasional:Stres dan kecemasan berpengaruh terhadap kebutuhan O2 jaringan.

BAB III
TINJAUAN KASUS

Kasus

Ny.K berada di panti werda sejak 4 bulan yang lalu, klien lahir di Maluku 01 Januari 1956, pendidikan
terakhir SD , Golongan darah A. Alasan klien masuk di bawa panti karena Ny.K sudah tidak mempunyai
sanak saudara lagi di Jakarta,sehingga memutuskan untuk tinggal di panti jompo.

Pada saat di Tanya keluhan , klien mengatakan bahwa kepala terasa pusing, mata kunang-kunang,tidak
nyaman, terutama daerah leher belakang terasa kaku sehingga sulit untuk tidur pada siang atau malam
hari. Klien mengatakan sebelumnya tidak pernah merasakan ini, keluhan ini baru dirasa 3 hari yang lalu.
Pada saat pengkajian di dapati data sebagai berikut : TTV ; TD : 170/100mmHg, N : 82x/mnt, S : 37 C,
akral hangat, warna kuku merah muda, aktivitas klien saat ini hanya di tempat tidu karena pusing, di
data lebih lanjut oleh perawat klien mengatakan tengkuk leher dan kepalanya terasa ditusuk-tusuk,
dengan skala 6. Klien mengatakan untuk mengatasi pusingnya hanya mengolesinya dengan minyak kayu
putih di bagian leher dan minum obat warung saja.

Klien mengatakan tidak mememiliki alergi, makanan atau minuman maupun obat-obatan. Klien
mengatakan belum pernah mendapati informasi tentang kesejhatan penyakitnya, sehingga beliau tidak
tahu harus menanganinya.

A. PENGKAJIAN
1. IDENTITAS
Nama : Ny.K
Usia : 62 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : panti werda
Pendidikan : SD
Suku : Maluku
Agama : islam
Status : kawin

2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama : tampak lemah, pucat, pusing, mata berkunang-kunang,
b. Riwayat kesehatan sekarang: klien mengatkan tidak mempunyai riwayat alergi
c. Riwayat kesehatan dahulu : klien mengatakan tidak pernah dirawat sebelumnya.
d. Riwayat kesehatan keluarga: klien mengtakan bahwa sebelumnya salah satu
keluarganya yaitu Ayahnya meninggal karena stroke.

3. Data Subyektif
Orang tua mengatakan anaknya pucat, dan lemah.

4. Data obyektif
a. Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : Lemah
Tonus otot : Kurang
Tanda-tanda Vital :170/100mmHg
Nadi : 82x/mnt
Pernafasan : 24x/ mnt
Suhu : 37,3 °C
b. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi
 Kepala: bersihm bentuk bulat, kepala tidak lesi, distribusi rambut merata,
warna rambut putih.
 Mata: konjungtiva pucat
 Hidung : Simetris,sklera warna putih, konjungtiva anemis, reaksi pupil
terhadap cahay baik.
 Mulut : mukosa mulut bersih, kemampuan menalan baik,tidak ada
pembesaran kelenjar tiroid.
 Telinga : Simetris.kemampuan mendengar sedikit menurun.
 Leher : Tidak terlihat pembesaran kelenjar tyroid dan kelenjar limfe maupun
pembesaran vena jugularis.
 Abdomen : Tidak tampak benjolan abnormal. Tidak ada pembesaran hepar.
 Punggung : Tidak ada spina bifida.
 Genetalia : Simetris, bersih, vagina tidak ada kelainan.
 Dada : simetris. Tidaka ada tandanya pembengkakan.
 Anus : berlubang.

5. Psikososial
Saat ini kemampuan bersosial klien baik, dapat berinterakasi dan mengobrol dengan
orang lain secra baik dan social.

6. Emosional
Klien mengatakan saat ini merasa gelisah karena cemas memikirkan penyakitnya
sehingga membuat klien sulit tidur.

7. Spiritual
Klien beragama islam dan masih mampu menjalankan shplawat 5 waktu.

Pengkajian Fungsional
a. KAT 2 Indeks
Klien termasuk dalam kategori A karena semuanya masih bisa dilakukan mandiri
sebagian, tanpa pengawasan, pengaraha, atau bantuan dari orang sekitar.

b. Status Mental
Short PortableStatus Mental Quesioner (SPMP) : nilai 4
Mini Mental Status Exam (MMSE) ; nilai 26

Pengkajian Depresi Gerontik


- Genotric Depresi Scale : nilai 3

Keseimpulan : skor yang diddapatkan yaitu nilai 3 , sehingga di simpulkan kemungkinan


Ny.K depresi
Analisa Data

No Data Fokus Etiologic Problem

1 Ds : Proses penyakit Nyeri


- klien mengatakan
pusing
- klien mengatakan
mata berkunang-
kunang
- klien mengatakan
merasa tidak
nyaman terutama
leher belakang kaku
- klien mengtakan
tengkuk dan
kepalanya seperti
tertusuk.
Do :
- wajah tampak
meringis menahan
nyeri
- skala nyeri 6
2 Ds : Tidak akuratnya Kurang
- klien mengatakan informasi pengetahuan
tidak tahu apa-apa
tentang informasi
penyakitnya dulu.
- Klien tampak cemas
akan penyakitnya
sekarang

Diagnose keperawatan

1. Nyeri berhubungan dengan proses penyakit


2. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak akuratnya informasi

Nursing Care Planning

Diagnose 1

Nyeri berhubungan dengan proses penyakit

Noc : (Kriteria Hasil)

- Nyeri berkurang dari skala 6 menjadi skala 1-2


- Pasien merasa nyaman karena nyeri berkurang
- Kelian mampu mengatasi nyeri dengan teknik yang di ajarkan (teknik relasasi napas
dalam)
- TTV dalam batas normal
Nic : (Kriteria hasil)

- Lakukan pengkajian nyeri


- Opserpasi reaksi non perbal
- Monitor tanda-tanda pital
- Ajarkan teknik relaksasi napas dalam
- Anjurkan untuk pirah baring sesering mungkin
- Berikan lingkungan yang nyaman

Diagnosa 2

Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak akurat nya inpormasi

NOC: (kriteria hasil)

- Klien mampu meidentifikasi cemas nya


- Klien dapat mengungkapkan rasa cemas nya
- TTV dalam batas normal

NIC: (kriteria hasil )

- Bina hubungan saling percaya


- Jelaskan prosedur tentang penyakit klien
- Berikan informasi akurat tentang penyakit klien
- Dengarkan dengan cermat dan sabar dalam mendengarkan klien

IMPLENMENTASI dan EVALUASI

1) Nyeri berhubungan dengan proses penyakit


- kaji skala nyeri
- ajarkan teknik relaksasi napas dalam
- monitor tanda-tanda vital
-anjurkan tirah baring
- kolaborasi untuk pemberian obat anti nyeri

Evaluasi :

S:-
P: klien mengatakan masih nyeri

Q : nyeri berkurang

R : nyeri berada di kepala

S : skala nyeri

T : hilang timbul

O : -skala nyeri 4

- TD: 140/80 mm Hg

- N : 84x/menit

- RR : 22x/ menit

A : masalah teratasi sebagian

P : - kaji skala nyeri dan latih teknik napas dalam

- Evaluasi skala nyeri

2) Kurang pengetahuan berbuhungan dengan tidak akurat nya impormasi


-Berikan informasi jelas tentang penyakit pasen

-Bina hubungan saling percaya

-Berikan ruang untuk klien mengungkapkan perasaan dan persepsi nya.

Evaluasi

S : - klien dapat mengungkapkan perasaannya


- Klien mengtakan sulit tidur

O : TD : 140/90mmHg
N : 84x/menit
RR : 22X/menit

A ; masalah teratasi sebagian


P : motivasi klien kembali

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Pengkajian

Pada pengkajian yang di dapat langsung di lapangan menjelaskan bahwa untuk tanda dan gejala
lain, pada teori dan kasus tidak begitu sama, jika di teori di jelaskan bahwa lansia dengan
gangguan sitem kardiovaskuler deisebutkan sebagai berikut :

a. Sianosis menyeluruh atau pada membran mukosa bibir, lidah, konjungtiva. Sianosis juga timbul
pada saat menangis, makan, tegang, berendam dalam air dapat perifer atau sentral.
b. Dispnea biasanya menyertai aktifitas makan, menangis atau tegang/stress.
c. Kelemahan, umum pada kaki.
d. Pertumbuhan dan perkembangan tidak sesuai dengan usia.
e. Sakit kepala
f. Epistaksis

Sedangkan pada kasus yang ditemukan hanya beberapa gejala tidak spesifik dengan yang di teori
gejala yang dimkeluhkan klien hanya pusing, mata nberkunang, lemah, dan terutama tengkuk
leher terasa kaku sehingga membuat klien merasa tidak nyaman terus. Dan hasil pemeriksaannya
pun tidak mengarahkan pada tanda dan ciri-ciri dengan gangguan system kardiovaskuler. Dalam
masa perkembangan pasien tidak mengalami masalah yang serius dimana pasien sudah klien
termasuk dalam kategori A pada teori yang di jelaskan pada bab landasan teorinya karena
semuanya masih bisa dilakukan mandiri sebagian, tanpa pengawasan, pengaraha, atau bantuan dari
orang sekitar.

B. Diagnosa Keperawatan

Terdapat perbedaan diagnosa keperawatan dalam teori dan kasus, dimana terdapat 5 diagnosa
keperawatan pada teori, sedangkan pada kasus hanya ditemukan 2 diagnosa keperawatan.

Diagnosa yang terdapat pada teori tetapi tidak ada dalam kasus, adalah :

1. Nyeri berhubungan dengan proses penyakit. Dimana klien disini sangant mengeluhkan
sakit kepala yang terasa hingga tengkukk lehernya menjadi kaku dan membuat klien
pusing dan tidak nyaman.

2. Kurang pengetahuan berhubungan dengan ketidakakuratan informasi. Dimana klien


mengatakan bahwa klien sama sekali tidak tahu apa-apa mengenaii masalah informasi
kesehatan karena beliau tinggal sendiri di Jakarta dan tidak mempunyai siapa-siapa lagi
hal itu menyebabkan klien tidak tahu harus bagaimana menanggulangi penyakitnya
secara baik dan benar.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Penyakit jantung pada lansia mempunyai penyebab yang multifaktorial yang saling tumpang
tindih. Penyakit degeneratif adalah suatu penyakit yang mempunyai penyebab dan selalu
berhubungan dengan satu faktor resiko atau lebih, di mana faktor-faktor resiko tersebut bekerja
sama menimbulkan penyakit degeneratif itu.

4.2 Saran
Mengingat betapa pentingnya kesehatan bagi lansia,maka disarankan agar para tenaga
kesehatan memberikan asuhan keperawatan yang tepat dan sesuaikepada lansia agar angka
harapan hidup lansiameningkat.
LAMPIRAN….

Strategi pelaksanaan

Fase Orientasi

“selamat pagi bu, perkenalakan nama saya suster H mahasiswa keperawatan TIKES
JAYAKARTA, yang pagi ini akan berdinas disini dari jam 07.00-14.00 bu. Nama ibu siapa bu/
sennag di panggi siapa bu?” peretemuan ini tujuan mau mebantu ibu mengungkapkan apa yang
ibu keluhkan selama ini. Bagaimana ibu bersdia?” mau dimana kita berbincang bu? Baik sekitar
15 menit ya kita berbincang disini.”
Fase Kerja

“Baik bu, apaa yang ibu rasakan sekarang ini bu? Adakah yang ibu ungkapkan atau ceritakan
bu?, baik apakah ibu sudah mengetahui penyabab dari penyakit yang ibu keluhkan ini? Apakah
ibu sudah tahu bagaimana cara mengatasi nyeri yang baik dan benar selain yang biasa ibu
lakukan?”. Baik kalo begitu bu, disini saya akan mengajarkan cara mengatasi nyeri ibu,, yaitu
saya akan mengajrkan tentang teknik relaksasi napas dalam. Baik, jadi pertama-tam, ibu ambil
posisi duduk dengan rileks dan tegak jika perlu, kemudian letakkan tangan kaknan dan kiri ibu
diatas paha masing-masing, lalu ibu coba ambil napas dala-dalam secara pelan-pelan , lalu hirup
kemudian hembuskan lewat mulut secara perlahan , lakukan hal itu berulang selama 3x selama 5
detik, samapai ibu merasa nyeri sedikit berkurang ya bu.”

Baiklah, ibu boleh mengulangi kembali apa yang saya ajarkan tadi bu, mari kita coba bertahap
ya bu, nahhh bagus seklai bu , ibu sepertinya sudah mengerti.”

Fase Terminasi

“bagaimana perasaan ibu sekarang setelah saya ajarkan teknik napas dalam tadi bu?, apakah ibu
memahami? , baiklah bagus bu kalau begitu, apakah nanti jika tidak dengan saya dan tiba-tiba
ibu merasakan nyeri kembali ibu bias praktekkan kembali teknik napas dalam yang saya ajarkan
tadi ya.

Sekarang sudah selesai bincang-bincang kita bu sudah 15 menit ya bu. Kalau begitu saya
permisi. Terimakasih . selamat istirahat kembali bu.”
FORMAT PENILAIAN PRESENTASI MAKALAH

NAMA KELOMPOK : ........................................ ............................................


........................................ ............................................
........................................ ............................................
........................................ ............................................
........................................ ............................................
........................................ ............................................

JUDUL MAKALAH : .............................................................................

NO ASPEK PENILAIAN NILAI NO ASPEK PENILAIAN NILAI


MAKALAH 1-4 PRESENTASI 1-4
1. Sistematika penulisan 1. Kelengkapan media, alat, dan
AVA
2. Bab I : Pendahuluan 2. Ketepatan waktu
3. Bab II : Teori 3. Sistematika penyajian
4. Bab III : Askep 4. Penguasaan materi
5. BAB IV :Pembahasan 5. Tanggapan atas pertanyaan
6. BAB V : Kesimpulan 6. Keaktifan jalannya diskusi
7 Penulisan rujukan: 7. Simulasi/role play
Buku sumber minimal 3
(maksimal 10th terakhir)
JUMLAH NILAI JUMLAH NILAI

NILAI MAKALAH : .................................. (jumlah nilai/28) x 100

NILAI PRESENTASI : .................................. (jumlah nilai/28) x 100

TOTAL NILAI KELOMPOK : .................................. (Nilai makalah + nilai presentasi)/2

DOSEN PENILAI,

Keterangan :

1 = Sangat kurang (....................................)


2 = Kurang

3 = Baik

4 = Sangat baik
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Marilyn C, Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan


pendokumentasian perawatan pasien, Edisi 3 Jakarta: EGC, 1999

Carpenito, L. 2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis. Edisi ke-6. Jakarta :
EGC

Leeckenotte, Annete Glesler. 1997. Pengkajian Gerontologi, Edisi ke-2. Jakarta : EGC

Nugroho, Wahjudi. 2000. Keperawatan Gerontik, Edisi ke-2. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai