METODOLOGI PENELITIAN
2018
1
BAB 1
PENDAHULUAN
Menurut (Nichols et al., 2014; Gomar et al., 2016) Penyakit SKA sering
menyebabkan kerusakan otot jantung ireversibel hingga kematian di negara-
negara maju. Menurut WHO (2016), terhitung sebanyak 17,3 juta kematian
disebabkan oleh serangan jantung. Prevalensi penyakit jantung koroner di
Indonesia berdasarkan diagnosis dokter atau gejala sebesar 1,5% atau
diperkirakan sekitar 2.650.340 orang dalam setahun (KEMENKES, 2014).
Prevalensi penyakit jantung koroner di Jakarta menduduki posisi ketiga di
provinsi Banten yaitu sebesar 0,6 % (RISKESDAS, 2013).
Penyebab kematian dari responden dengan penyakit sindrom koroner akut salah
satunya adalah keterlambatan pre hospital. Penelitian di Amerika menunjukkan
bahwa keterlambatan pre hospital mengakibatkan dari 193 responden 95,9 %
diantaranya responden mengalami coronary artery disease (CAD) dan harus
menjalani kateterisasi jantung. 11,4 % dilakukan CABG, dan 3,6 % meninggal di
rumah sakit (Frisch et al., 2017).
Penelitian pada tahun 2009 dilakukan oleh Global Registry Of Acute Coronary
Events (GRACE), di empat negara bagian ditemukan bahwa angka tertinggi
keterlambatan diduduki oleh Brazil dan Argentina yaitu 3,1 jam pada kasus
STEMI dan 4,1 jam pada NSTEMI. Selanjutnya angka keterlambatan terendah
diduduki oleh Australia dan New zeland yaitu 1,7 jam pada kasus STEMI dan 1,9
jam pada kasus NSTEMI (Shan & Mcmahon, 2014). Penelitian di Yordania
menunjukkan angka keterlambatan pre hospital rata-rata lebih tinggi yaitu 7,8 jam
( Darawad et al., 2016). Secara garis besar sebanyak 75 % responden mengalami
keterlambatan prehospital dan hal ini belum mampu diubah dalam periode 10
tahun terakhir ini (Xie, Huang dan Hu, 2016).
ACS hanya mengalami nyeri dada atipikal seperti sesak napas, ansietas, rasa tidak
nyaman pada bagian perut atas, dan keringat dingin. Selain itu, responden juga
mengeluhkan penurunan intensitas dan durasi nyeri dapat memperpanjang waktu
keterlambatan prehospital
Berdasarkan studi pendahuluan ada bulan Mei 2018 di Rumah Sakit Gatot
Subroto Jakarta dilakukan wawancara kepada dua orang responden dengan
diagnosis medis sindrom koroner akut pertama kali. Responden pertama
mengatakan bahwa sesak napas saat berjalan jauh yang dirasakan selama 4 hari
sebelum masuk rumah sakit dikarenakan kelelahan biasa kemudian berobat ke
klinik. Selanjutnya responden kedua mengatakan nyeri pada dada kiri menjalar ke
pundak dianggap oleh responden sebuah gejala masuk angin yang kemudian
diobati dengan kerokan. Wawancara diatas menunjukkan bahwa representasi
gejala sindrom koroner akut yang dirasakan oleh responden memiliki perbedaan
dari segi tipe nyeri, skala nyeri, lokasi nyeri, kualitas nyeri, dan gejala yang
menyertai.
Pada 2.703 responden dengan diagnosa medis sindrom koroner akut, gejala awal
adalah nyeri atau sensasi tidak nyaman di bagian dada (84,4 %), nyeri menjalar ke
lengan kiri (31,4%), sesak napas (45,2%), kelelahan (24,9%), nyeri punggung
(5,5%), keringat dingin (37%), nyeri perut bagian atas (30,6%), menurut (McKee,
2013). Dapat disimpulkan dari data tersebut bahwa sebagian responden
mengalami gejala yang menyertai dan memiliki hubungan signifikan dengan
keterlambatan prehospital .
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Black & Hawk (2014), faktor yang menyebabkan terjadinya PJK
yang tidak dapat dimodifikasi seperti keturunan, umur, dan jenis kelamin.
Hasil penelitian (Jim & Joseph, 2016), memperlihatkan 126 kasus SKA,
kasus Laki-laki sebanyak 90 kasus (71,4%) dan perempuan 36 kasus (28,6%),
kelompok umur 31-40 tahun sebanyak 2 kasus (1,6 %), kelompok umur 41-
50 tahun sebanyak 15 kasus (11,9%), umur 51-60 tahun sebanyak 42 kasus
(33,3%), umur 61-70 tahun sebanyak 48 kasus (38,1%), 71-80 tahun
sebanyak 16 kasus (12,7%), dan >80 tahun sebanyak 3 kasus (2,4%), hal ini
dapat disimpulkan bahwa prevalensi sindrom koroner akut lebih sering terjadi
pada jenis kelamin laki-laki dan pada rentang usia 40-80 tahun.
koroner, dan status koagulasi. Hal ini menunjukkan bahwa sekitar 70% plak
dengan bentuk ekstrensik, tidak beraturan, tidak berbatas tegas, memiliki inti
lipid besar, dan lapisan fibrosa yang tipis memiliki resiko ruptur yang tinggi.
Sedangkan faktor eksternal meliputi aktivitas fisik berat, stress emosional
(Black & Hawk, 2014).
Menurut (O’Gara et al., 2013), faktor resiko SKA meliputi diabetes melitus,
usia, kurang olahraga, perokok atau aktivitas fisik, riwayat keluarga, obesitas,
kadar kolestrol darah tinggi dan diet rendah sayuran dan buah serta serat.
Selain faktor resiko adapun karakteristik yang menjadi faktor terjadinya SKA
seperti jenis kelamin pria dan riwayat penyakit karvaskuler sebelumnya.
Penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa faktor resiko tertinggi yang
muncul adalah kolestrol dan trigliserida yang tinggi dalam darah (Hadil &
Hadi, 2017).
Menurut (PERKI, 2015), diagnosis NSTEMI dan angina pektoris tidak stabil
ditegakkan jika terdapat keluhan nyeri dada khas yang akut tanpa disertai
adanya elevasi segmen ST yang persisten di dua sadapan yang bersebelahan.
Rekaman EKG yang muncul dapat berupa depresi segmen ST, inversi
gelombang T, gelombang T yang datar, gelombang T pseudo-normalization,
atau bahkan tanpa perubahan. Hal yang membedakan antara NSTEMI dengan
angina pektoris tidak stabil adalah adanya peningkatan marka jantung melalui
pemeriksaan laboratorium pada diagnosis NSTEMI.
2.1.4. Patofisiologi
Menurut (Black & Hawk, 2014), kerusakan lapisan endotelium pembuluh
darah koroner terjadi kemudian kompensasi yang dilakukan tubuh adalah
mengeluarkan zat vasoaktif seperti makrofag, fibroblast dan platelet pada
lapisan endotel yang rusak. Aterosklerosis terbentuk karena akumulasi lipid-
filled macrophages (foam cells) dan massive extracellular lipid pada
endotelium pembuluh darah sehingga terbentuknya plak. Pembuluh darah
mengalami penyempitan karena adanya plak tersebut. Jika seseorang
memiliki hipertensi, maka akan meningkatkan resistensi pembuluh darah dan
hal ini mengakibatkan kerusakan sehingga terjadi perdarahan subendotel.
Perdarahan ini menstimulasi menempelnya komponen darah (agregasi, adhesi
trombosit, dan pembentukan fibrin) pada lapisan subendotel dan lama
kelamaan membentuk trombus yng semakin menyumbat pembuluh darah.
Penyempitan ini menyebabkan suplai darah ke pembuluh darah koroner dan
jaringan sekitar jantung berkurang. Sifat sel miokard yang akan mengalami
iskemia jika dalam 8-10 detik tidak teroksigenisasi maka akan berkurang
fungsi kelisktrikan dan menurunnya kontraksi otot. Hal ini mengakibatkan sel
yang iskemia melakukan metabolisme anaerobik dan menghasilkan asam
laktat. Penumpukan asam laktat akan menimbulkan nyeri dada yang biasa
disebut angina.
Nyeri dada pada SKA termasuk dalam nyeri dada viscera yang merupakan
akibat dari adanya jejas atau nekrosis terjadi pada organ dengan saraf
simpatis. Munculnya nyeri dada yang dirasakan dipengaruhi oleh beberapa
faktor seperti usia, jenis kelamin, dan penyakit kronis seperti diabetes
melitus.
10
Menurut (Black & Hawk, 2014), Patogenesis angina pectoris tidak stabil
terjadi dikarenakan erosi atau fisur pada plak aterosklerosis berukuran kecil
sehingga menimbulkan oklusi trombus sementara. Thrombus masih dapat
mengalir pada pembuluh koroner yang lebih besar dan sewaktu-waktu dapat
manjadi oklusi pada pembuluh koroner yang lebih kecil. Gejala yang timbul
hanya berlangsung antara 10-20 menit dan menurun saat dipakai istirahat.
Patogenesis NSTEMI jika terjadi kerusakan pada plak yang cukup besar dan
thrombus lebih besar sehingga oklusi lebih menetap namun pada distal
pembuluh darah terjadi saluran kolateral atau terjadi lisis thrombus yang
cepat sehingga tidak merusak seluruh lapisan miokard. Sehingga kondisi
kegawatdaruratan pada NSTEMI dinilai lebih rendah daripada STEMI.
Presentasi angina tipikal berupa rasa tertekan atau ditimpa benda berat di
daerah retrosternal, menjalar ke lengan kiri, leher,rahang, area intrascapular,
bahu atau epigastrium menurut PERKI (2015). Gejala ini bisa berlangsung
intermitten atau persisten (>20 menit). Keluhan angina tipikal disertai dengan
gejala seperti diaphoresis, mual atau muntah, nyeri abdominal, sesak napas,
dan sinkop. Selain munculnya angina tipikal yang mungkin muncul pada
responden SKA adalah angina atipikal.
keterlambatan prehospital hanya sekitar 3,09 jam (Mckee et al., 2013). Hal ini
dapat disimpulkan bahwa waktu keterlambatan dipengaruhi oleh usia.
Dapat dimodifikasi :
Tidak dapat dimodifikasi : -Merokok Pendukung :
- Keturunan, ras -hipertensi -stress
- Usia -peningkatan kolestrol -kadar homosistein
- Jenis Kelamin -diabetes melitus
-inaktivitas fisik
-obesitas
Arterosklerosis
Faktor Resiko :
Internal : Penyakit Jantung Koroner
- Karakteristik trombus
Eksternal :
- Aktivitas fisik berat
Penyumbatan arteri
- Stress emosional koroner
- Usia
- Jenis kelamin Penurunan suplai O2
Tingkat Pendidikan pada otot jantung
-
- Tingkat pegetahuan
- Status pernikahan
- Persepsi nyeri kardiak Sindrom Koroner Akut
- Faktor jarak rumah
dengan rumah sakit
- Riwayat penyakit
UAP NSTEMI STEMI
Representasi Gejala :
Waktu Prehospital
- Skor nyeri dada
- Kualitas nyeri dada
- Lokasi nyeri dada
- Gejala penyerta
BAB 3
KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI
OPERASIONAL
Variabel Dependen
Variabel Independen
Keterlambatan
Gejala awal Prehospital
- Tingkat nyeri 1. Terlambat
- Lokasi nyeri
- Kualitas nyeri 2. Tidak
- Gejala penyerta
Keterangan
: variabel yang diteliti
19
3.2. Hipotesis
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.2.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh responden dengan penyakit
sindrom koroner akut yang melakukan pengobatan di IGD, ruangan
perawatan jantung dan poli jantung Rumah Sakit Gatot Subroto Jakarta pada
tahun 2018.
4.2.2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari responden dengan sindrom koroner akut yang
melakukan pengobatan di IGD, ruangan perawatan jantung, dan poli jantung
Rumah sakit Gatot Subroto pada periode Januari-Mei 2019. Tekhnik
pengambilan sampel menggunakan purposive sampling, yang merupakan
tekhnik pengambilan sampel didasarkan pada suatu pertimbangan dan dibuat
oleh peneliti sendiri. Hal ini berdasarkan dengan kriteria inklusi dan eksklusi
yang ditetapkan.
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:
(1)Responden menderita sindrom koroner akut yang dikonfirmasi
berdasarkan hasil pemeriksaan EKG dan uji laboratorium,
(2) Tidak ada riwayat sakit jantung/ nyeri dada sebelumnya,
(3) Sudah tidak ada keluhan nyeri dada dan tanda vital stabil,
(4) Setuju untuk menjadi responden,
(5) Mampu berkomunikasi dengan baik,
(6) Rentang usia 25 – 65 tahun.
23
N
n=
N.d2 + 1
Keterangan :
N : Jumlah populasi
n
n =
(1-f)
keterangan :
4.4.Waktu Penelitian
4.5.Etika Penelitian
4.5.3. Keadilan
Peneliti memberikan formulir persetujuan dan menjelaskan manfaat dari
penelitian. Prinsip keadilan menjamin bahwa setiap responden mendapatkan
kuesioner dengan jumlah dan waktu pengerjaan yang sama. Pada awal
pembagian kuesioner dijelaskan kepada responden bahwa partisipasi dalam
penelitian ini adalah bersifat sukarela.
4.6.2. Kuesioner B
Kuesioner yang digunakan merupakan kuesioner yang dibuat oleh King dan
McGuire (2007) dan telah dimodifikasi. Jawaban dari pernyataan bersifat
tertutup, dimana responden diminta untuk menjawab pernyataan dengan cara
memberikan tanda cheklist (√) pada salah satu pilihan jawaban “ya” atau
“tidak” yang ada pada kolom yang tersedia. Kuesioner menggunakan 4 item
pernyataan yang meliputi pertanyaan :
1. Berkaitan dengan tingkat nyeri dengan pilihan jawaban nyeri ringan,
nyeri sedang, dan nyeri berat.
2. Berkaitan dengan lokasi nyeri dengan pilihan jawaban dada bagian atas,
dada bagian tengah, dada bagian belakang sternum, dan dada bagian kiri
menjalar ke lengan.
26
a. Pengeditan Data
Langkah ini dilakukan peneliti untuk memeriksa kembali kelengkapan data
karakteristik responden meliputi usia, jenis kelamin, status pernikahan,
pekerjaan, tingkat pendidikan, jumlah pendapatan dan kelengkapan isi
kuesioner.
b. Pengkodean Data
Coding adalah kegiatan untuk mengklasifikasikan data dengan cara memberi
kode, sehingga mempermudah dalam melakukan pemasukan data ke program
komputer. Data yang telah terkumpul dari responden selanjutnya diberikan
kode, hal ini bertujuan untuk perhitungan statistik
c. Tabulasi Data
d. Memproses Data
Setelah data dikumpulkan kemudian diproses dengan program komputer
untuk dianalisis.
e. Cleaning Data
Kegiatan pemeriksaan kembali data yang telah dimasukkan. Bila ditemukan
adanya jawaban yang tidak konsisten dengan pertanyaan sebelumnya maka
dilakukan perbaikan seperlunya.
a. Analisis Univariat
Menurut (Hastono, 2007), data yang akan dianalisis bersifat kategorik, maka
data akan disajikan dengan menghitung ditribusi frekuensi dan presentase.
Peneliti akan melakukan uji normalitas data sebelum dilakukan analisa data.
b. Analisis Bivariat
Prehospital
Prehospital
Prehospital
Prehospital
30
DAFTAR PUSTAKA
Albarqouni, L., Smenes, K., Meinertz, T., Schunkert, H., Fang, X., Ronel, J., &
Ladwig, K. H. (2016). Patients’ knowledge about symptoms and adequate
behaviour during acute myocardial infarction and its impact on delay time:
Findings from the multicentre MEDEA Study. Patient Education and
Counseling, 99(11), 1845–1851. https://doi.org/10.1016/j.pec.2016.06.007
Black, J.M., & Hawks, J.H. (2014). Keperawatan medikal bedah: manajemen
klinis untuk hasil yang diharapkan Ed.8. alih bahasa Aklia Suslia. Singapura:
Elsevier Inc.
Chandi ran, V., Madhavi, S., R., S. K., & P., K. (2018). A study to explore the
factors related to treatment seeking delay among adults diagnosed with acute
myocardial infarction at KMCH, Coimbatore. Indian Heart Journal.
https://doi.org/10.1016/j.ihj.2018.01.007
Chandiran, V., Madhavi, S., R., S. K., & P., K. (2018). A study to explore the
factors related to treatment seeking delay among adults diagnosed with acute
myocardial infarction at KMCH, Coimbatore. Indian Heart Journal.
https://doi.org/10.1016/j.ihj.2018.01.007
Frisch, A., Heidle, K. J., Frisch, S. O., Ata, A., Kramer, B., Colleran, C., &
Carlson, J. N. (2017). Factors associated with advanced cardiac care in
prehospital chest
pain patients. American Journal of Emergency Medicine.
https://doi.org/10.1016/j.ajem.2017.12.003
Frisch, A., Heidle, K. J., Frisch, S. O., Ata, A., Kramer, B., Colleran, C., &
Carlson, J. N. (2017). Factors associated with advanced cardiac care in prehospital
chest
pain patients. American Journal of Emergency Medicine.
https://doi.org/10.1016/j.ajem.2017.12.003
31
Gould, Harry J. (2007). Understanding Pain : What it is, Why it Happens, and
How it's managed. Demos Medical Publishing. USA
Hadil, A., & Hadi, A. (2017). Faktor Risiko Terjadinya Penyakit Jantung Koroner
Pada Pasien Rumah Sakit Umum Meuraxa Banda Aceh ( Ris k factors of
coronary heart disease in Meuraxa hospital of Banda Aceh ), 2(July 2015),
32– 42.
Hastono, S.P. (2016). Analisis data kesehatan. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
Iskandar, Hadi, A., & Alfridsyah. (2017). Faktor Risiko Terjadinya Penyakit
Jantung Koroner pada Pasien Rumah Sakit Umum Meuraxa Banda Aceh.
Aceh Nutrition Journal, 2(July 2015), 32–42.
Jim, E. L., & Joseph, V. F. F. (2016). Prevalensi sindrom koroner akut di RSUP
Prof . Dr . R . D . Kandou Manado periode 1 Januari 2014 – 31 Desember
2014 Biancha Tumade Kandidat Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas
Sam Ratulangi Manado Penyakit kardiovaskular merupakan penyakit tidak
menul, 4.
Kaul, P., Ezekowitz, J. A., Armstrong, P. W., Leung, B. K., Savu, A., Welsh, R. C.,
… McAlister, F. A. (2013). Incidence of heart failure and mortality after
acute coronary syndromes. American Heart Journal, 165(3), 379–385.e2.
https://doi.org/10.1016/j.ahj.2012.12.005
King, K. B., & McGuire, M. A. (2007). Symptom presentation and time to seek
care in women and men with acute myocardial infarction. Heart and Lung:
Journal of Acute and Critical Care, 36(4), 235–243.
https://doi.org/10.1016/j.hrtlng.2006.08.008
Ladwig, K., Fang, X., Wolf, K., & Hoschar, S. (2017). Comparison of Delay
Times Between Symptom Onset of an Acute ST-elevation Myocardial
Infarction and Hospital Arrival in Men and Women < 65 Years Versus ≥ 65
Years of Age . Findings From the Multicenter Munich Examination of Delay
in Patients Experiencing A. The American Journal of Cardiology, 120(12),
2128–2134. https://doi.org/10.1016/j.amjcard.2017.09.005
Mckee, G., Mooney, M., Donnell, S. O., Brien, F. O., Biddle, M. J., & Moser, D.
K. (2013). Multivariate analysis of predictors of pre-hospital delay in acute
coronary syndrome ☆. International Journal of Cardiology, 168(3), 2706–
2713. https://doi.org/10.1016/j.ijcard.2013.03.022
32
Momeni, Maryam. Arsalan S., Shora S., Atefeh g., dan Fardin M. (2012). Factor
Influencing Prehospital Delay Among Patient With Acute Myocardial
Infarction In Iran. Chinese Medical Journal 2012 ;125 (19):3404-3409.
O’Gara, P. T., Kushner, F. G., Ascheim, D. D., Casey, D. E., Chung, M. K., de
Lemos, J. A., Zhao, D. X. (2013). ACCF/AHA Guideline for the
Management of ST-Elevation Myocardial Infarction: A Report of the
American College of Cardiology Foundation/American Heart Association
Task Force on Practice Guidelines.Circulation,127(4),e362–e425.
https://doi.org/10.1161/CIR.0b013e3182742cf6
Rn, M. W. D., Rn, N. A., Lecturer, M. S. N., Rn, Z. S., & Rn, A. H. (2016).
Predictors of delay in seeking treatment by Jordanian patients with acute
coronary syndrome. International Emergency Nursing, 26, 20–25.
https://doi.org/10.1016/j.ienj.2015.09.003
Sastroasmoro, S., Ismail, S., (2014). Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis.
Jakarta: Sagung Seto.
Shan, L., & Mcmahon, R. (2014). A Systematic Review on the Quality of Life
Benefits after Percutaneous, 2500, 46–54. https://doi.org/10.1159/000360603
Xie, L., Huang, S., & Hu, Y. (2015). Factors in fl uencing pre-hospital patient
delay in patients with acute myocardial infarction. Chinese Nursing
Research, 2(2– 3), 75–79. https://doi.org16/j.cnre.2015.04.002