Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Chronic Kidney Disease (CKD) suatu keadaan yang bersifat

progesif dimana ginjal mengalami kehilangan fungsi yang bersifat

irreversible (Smeltzer and Bare 2002 ; lewis, et, al 2011)

Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu spektrum berbagai

proses pathofisiologik berkaitan dengan kelainan fungsi ginjal disertai

penurunan progresif laju filtrasi glomerulus. Pada penderita Chronic

Kidney Disease CKD sering terjadi penyimpangan progresif, fungsi

ginjal yang tidak dapat pulih dimana kemampuan tubuh untuk

mempertahankan keseimbangan metabolik, cairan, dan elektrolit

mengalami kegagalan, yang mengakibatkan uremia.(Cris A. O,

Callaghan 2006)

Chronic Kidney Desease (CKD) merupakan masalah kesehatan

masyarakat di seluruh dunia dan kini diakui sebagai suatu kondisi umum

yang dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit. Berdasarkan data

dari WHO (2014) secara global mengemukakan lebih dari 500 juta orang

mengalami CKD. Laporan The United States Renal Data System

(USRDS) tahun 2013 menunjukan angka kejadian CKD pada tahun 2011

di Amerika Serikat sebesar 1.901/ 1.000.000 penduduk.(DEPKES RI)


Hemodialisa merupakan suatu proses yang digunakan oleh pasien

dalam keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialisis jangka pendek

atau pasien dengan penyakit ginjal dengan stadium terminal ( End Stage

Renal Desease ) yang membutuhkan terapi panjang atau permanen. Di

Indonesia pada tahun 2015 terdapat sebanyak 1504 pasien gagal ginjal

akut yang menjalani hemodialisa, sebanyak 18613 pasien dengan gagal

ginjal kronis dan 784 pasien dengan gagal ginjal akut pada gagal ginjal

kronis. Data yang didapatkan dari pencatatan dan pelaporan Medical

Record diseluruh rumah sakit se-Jawa Tengah, tercatat sebanyak 69.145

pasien CKD pada tahun 2015). Sedangkan data ya ada di Rumah Sakit

KRMT Wongsonegoro jumlah pasien dengan hemodialisa di ruangan

hemodialisa berjumlah 130 orang (Indonesian Renal Registry, 2015)

Proses hemodialisa memerlukan pemasangan sebuah alat untuk

mendapatkan akses vaskuler yang akan di hubungkan dengan mesin

hemodialisa tindakan tersebut di sebut kanulasi. Kanulasi adalah suatu

tindakan yang memsukan jarum melalui kulit menuju pembuluh darah (

Av Shunt Atau Femoral ) sebagai sarana untuk menghubungkan antara

sirkulasi vaskuler dan mesin hemodialisa selama proses hemodialisa.

Kanulasi merupakan prosedur yang menimbulkan masalah berupa rasa

nyeri akibat insersi jarum yang berukuran besar (Smeltzer and Bare

2007).

Prosedur kanulasi menyebabkan kerusakan pada lapisan kulit dan

juga pembuluh darah keadaan tersebut menyebabkan kerusakan pada

pembuluh darah. Keadaan tersebut menyebabkan pelepasan subtansi


kimia seperti histamin dan bradikinin yang dapat merangsang nyeri,

maka akan timbul influs saraf yang akan dibawa oleh serabut saraf

perifer hingga tranmisi syaraf berakhir pada pusat otak maka individu

akan mempersepsikan nyeri pada area kanulasi (Perry And Potter 2006)

Dari studi observasi di Rumah Sakit KRMT Wongsonegoro

Semarang pada tanggal 9 dan 10 juli 2018 terdapat 16 pasien yang

menjali hemodialisa 10 pasien dengan akses Av shunt, tiga pasien dengan

femoral, dan 3 pasien dengan doublelument, pada shif pertama di

dapatkan sebanyak empat pasien mengalami nyeri dengan skala nyeri 4 –

7 dengan intensitas nyeri sedang saat kanulasi (Inlet Dan Outlet) akses

femoral meskipun sudah melakukan cuci darah lebih dari 3 kali. Dalam

kanulasi perawat sudah melakukan berbagai macam pengontrolan nyeri

dengan cara napas dalam selama proses penusukan jarum di daerah

Femoral.(RS Wongsonegoro semarang 2018)

Salah satu tindakan intervensi non farmakoligi untuk mengurangi

rasa nyeri ialah dengan kompres dingin es, Kompres dingin es dapat

mengendalikan nyeri, stimulus dingin pada kulit menurunkan konduksi

influs sensori nyeri, sehingga rangsangan nyeri menuju hipotalamus akan

di hambat.(D’Archy 2007)

Berdasarkan jurnal penelitian sebelumnya dengan menggunakan

uji paired T test di peroleh nilai V palue 0.00 dimana terdapat perbedaan

yang bermakna antara skala nyeri sebelum dan sesudah di berikan

kompres dingin pada Insersi Arteriovenosa Fistula. Dapat disimpulkan

bahwa pemberian kompres dingin es dapat menurunkan sekala nyeri


Insersi Arteriovenosa Fistula pada pasien dengan hemodialisa.(Jurnal

Medika Respati)

Perawat sebagai advokat pasien wajib meminimalisasikan efek

emosional dan fisik dari prosedur yang menyakitkan, jadi perawat

dituntut untuk melakukan suatu studi tentang metoda yang tepat untuk

mengontrol nyeri akibat suatu prosedur dengan kompres dingin (cold

therapy) sebagai manajemen nyeri non farmakologis yang diharapkan

akan terintegrasi dengan pengobatan medis modern karena merupakan

bagian dari terapi komplementer (AIMutairi et al., 2010).

Berdasarkan latarbelakang masalah tersebut di atas latar belakang

masalah tersebut diatas maka penulis tertarik untuk melakukan mini riset

penelitian dengan judul “ Menejemen nyeri dengan Kompres Dingin saat

tindakan Kanulasi femoral Intra Hemodialisa Pada Pasien CKD Di

Rumah Sakit K.R.M.T. Wongsonegoro Semarang”.

B. Tujuan

Kegiatan praktek Profesi Klinik Ners pada stase keperawatan

komprehensif mempunyai tujuan sebagai berikut :

1. Tujuan khusus

a. Setelah menyelesaikan Praktek Klinik Profesi Ners Stase

Keperawatan Komprehensif, diharapkan mampu melakukan

manajemen kasus pada klien Hemodialisa yang mengalami nyeri pada

saat kanulasi inlet dan outlet

2. Tujuan umum
a. Memahami proses pengkajian nyeri dan skala nyeri yang terjadi pada

klien hemodialisa

b. Memahami efektivitas kompres dingin terhadap nyeri kanulasi yang

terjadi pada klien hemodialisa

c. Memahami Asuhan Keperawatan yang diberikan pada nyeri kanulasi

yang terjadi pada klien hemodialisa

C. Manfaat penelitian

Kegiatan Praktek Klinik Profesi Ners Stase Keperawatan Komprehensif

pada case study Pasien Hemodialisa ini diharapkan dapat memberikan

manfaat praktis dalam keperawatan yaitu:

1. Sebagai pengembang ilmu pengetahuan mengenai pemberian

Asuhan Keperawatan pada Pasien hemodialisa secara komprehensif

menggunakan pendekatan evidence based dalam memecahkan

permasalahan yang muncul

2. Sebagai penambah wawasan untuk profesi keperawatan, khususnya

dalam pemberian Asuhan Keperawatan pada Pasien hemodialisa

secara lebih aplikatif dalam menerapkan intervensi mandiri

keperawatan

3. Sebagai bahan upaya pertimbangan atau evaluasi kembali perlu

tidaknya dilakukan upgrade sesuai dengan perkembangan pemberian

asuhan keperawatan SOP Ruang hemodialisa RSUD K.M.R.T.

Wongsonegoro Kota Semarang dalam penyusunan program kerja

pada pasien hemodialisa terbaru.


4. Sebagai bahan referensi untuk peneliti selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai