Anda di halaman 1dari 36

TUGAS KEPERAWATAN KRITIS

ANALISA JURNAL EBN

DISUSUN OLEH:
SALEH MUZANI / 11212153

PROGRAM STUDI S1 NON REGULER AKT XV


STIKES PERTAMEDIKA JAKARTA
TAHUN AJARAN 2021/2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Gagal ginjal kronik (GGK) adalah penyakit yang muncul dan terjadi
setelah berbagai jenis penyakit yang merusak masa nefron ginjal sampai pada
titik keduanya tidak lagi bisa mempertahankan proses homeostatis dengan
menjalankan fungsi regulatorik dan ekstetoriknya.

Hemodialisa merupakan suatu terapi pengganti ginjal pada pasien dengan


kegagalan dan kerusakan fungsi ginjal yang bersifat kronik maupun akut.
Mesin hemodialisis yang akan menggantikan fungsi ginjal penderita gagal
ginjal sehingga proses homeostasis pada ginjal dapat terjadi. Penderita gagal
ginjal memerlukan waktu 12 - 15 jam untuk melakukan dialisa dalam setiap
seminggu atau 3 - 4 jam setiap kali dilakukan terapi, dan proses ini akan
berlangsung secara terus menerus sepanjang hidup.
Berdasarkan data , orang yang melakukan hemodialisa mencapai 2,62
juta orang dan akan mengalami peningkatan pada tahun 2030. Di Benua Asia
prevalansi penderita Hemodilisis mengamai peningkatan, dalam satu tahun
setidaknya terdapat peningkatan jumlah 2,9 juta orang di setiap negaranya atau
66% dari jumlah penduduk di asia tenggara. Sedangkan menurut Riskesdas [,
Penyakit Tidak Menular dalam prevalensinya mengalami kenaikan apabiIa
dibandingkan dengan Riskesdas tahun 2013, penyakit yang masuk dalam
kategori yaitu kanker, stroke, penyakit ginjaI kronis, diabetes mellitus, dan
hipertensi. Prevalensii penyakit ginjal kronik mengalami kenaikan dari 2%
menjadi 3,8%. Di Indonesia prevelansi orang yang melakukan hemodialisa
semakin menigkat dalam kurun waktu tiga tahun dari tahun 2013 sampai tahun
2015 yaitu mengalami peningkatan sebesar 10.318 pada pasien baru yang
melakukan terapi hemodialisis dan 31.076 pada pasien yang sudah pernah
melakukan terapi hemodialisis sehingga terapinya berulang. Berdasarkan data
Dinas Kesehatan Jawa tengah menyatakan kota Surakarta merupakan kota
dengan angka kejadian kasus gagal ginjal tertinggi di Jawa Tengah yaitu
dengan 1497 kasus (25.22 %) kemudian di urutan kedua adalah Kabupaten
Sukoharjo yaitu 742 kasus (12.50 %).

Hemodialisa disebut sebaga terapi terbanyak pada penderita gagal ginjal,


pasien yang menjalani hemodialisaakan merasakan nyeri saat dilakukan
penusukan akses vaskuler untuk drainase darah yang keluar dan masuk pada
pembuluh darah. Tindakan kanulasi hemodialisa ini akan menimbulkan
respon ketidaknyamanan yang disebabkan jarum yang digunakan berukuran
besar (15sampai dengan 17 gauge), jarum ini menembus jaringan kulit
kemudian menembus pembuluh darah sehingga serabut syaraf akan
terstimulasi dan kemudian menimbulkan rasa nyeri . Nyeri yang dirasakan
oleh pasien membuat petugas kesehatan melakukan tindakan kolaboratif
guna mengatasi permasalahan tersebut dengan tindakan manajemen nyerii
yang bersifat farmakologis dan atau non farmakologis. Manajemen nyeri
secara non farmakologis merupakan upaya yang dilakukan secara mandiri
atau terintegrasi dengan tindakan farmakoIogis.

B. Tujuan penelitian
Untuk mengetahui apakah ada pengaruh rendam kaki air hangat dan
pemijatan terhadap tingkat nyeri tusukan arterionenous fistula pada pasien
gagal ginjal kronik.
BAB II
ANALISA JURNAL

A. Jurnal Utama
1. Judul jurnal
Pengaruh rendam kaki air hangat dan pemijatan terhadap tingkat nyeri
tusukan arteriovenous fistula pada pasien yang menjalani hemodialisa di
ruang hemodialisa.
2. Peneliti

Fauziyah Nurmalita Haqiqi, Okti Sri Purwanti dan Arif Putra Purnama

3. Populasi, sampel dan teknik sampling


Populasinya pasien hemodialisa di RS PKU Aisyiyah Boyolali. Sebanyak
40 responden dan menggunakan purposive sampling.
4. Desain penelitian
Desain penelitian penelitian quasi exsperimen dengan one group pretest
and posttest design.
5. Instrumen yang digunakan
Air hangat, handuk kecil , kom, Form pengukuran skala nyeri.
6. Uji statistik yang digunakan
Menggunakan uji Paired t-Test.

B. Jurnal Pendukung
 Judul jurnal : Pengaruh terafi kompres hangat dengan wwz (
warm water zack ) terhadap nyeri pada pasien dyspepsia.
 Peneliti : R. Nur Abdurakhman, Suzana Indragiri dan Leny
Nur Setiyowati
 Hasil : Intensitas nyeri sebelum pemberian terapi kompres
hangat dengan WWZ (Warm Water Zack) didapatkan nyeri dengan
skala 4-6 (nyeri sedang) sebanyak 5 (33,33%) dan skala nyeri dengan
7-10 (nyeri berat)sebanyak 10 (66,66%) responden. Intensitas nyeri
setelah pemberian terapi kompres hangat dengan WWZ (Warm Water
Zack) didapatkan nyeri dengan skala 1-3 (nyeri ringan) sebanyak 9
(60%) dan skala nyeri dengan 4-6 (nyeri sedang) sebanyak 6 (40%).
Hasil ujistatistik paired sample test adalah p = 0,000 maka dapat
disimpulkan bahwa ada pengaruh antara terapi kompres hangat
dengan WWZ (Warm Water Zack) terhadap nyeri pada pasien
dyspepsia

C. Analisa PICO
1. Problem
Pada kelompok kontrol tidak terjadi penurunan intensitas nyeri . Peneliti
berasumsi bahwa hal tersebut dikarenakan pada kelompok kontrol hanya
mendapatkan perawatan standart rumah sakit atau haya menggunakan obat
yang cenderung belum bereaksi pada pasien dan pada kelompok kontrol
juga tidak diberikan kompres hangat pada kaki yang dapat mempercepat
pelebaran pembuluh darah dan melancarkan sirkuasi.
2. Intervensi : Kompres hangat 37°C pada kaki selama 3 menit.
3. Comparison :
 Jurnal Pembanding
Kompres Nacl 0.9% dalam upaya menurunkan nyeri post insersi av
fistula pada pasien gagal ginjal kronik.
 Peneliti
Isnayati dan Suhatridjas
 Hasil penelitian

Dari hasil penelitian terhadap dua subjek yang dilakukan pemberian


kompres NaCL 0,9 % selama empat kali pemberian dengan lama masing
masing tindakan selama 4 jam terdapat penurunan skala nyeri yang
berbeda. Terdapat perbedaan sekala nyeri sebelum dan sesudah
pemberian kompres NaCl 0,9%. Pada subjek 1 setelah dilakukan
sebanyak 4 kali terdapat penurunan nyeri dengan rata- rata 83%
sedangkan pada subjek 2 dengan waktu dan jumlah yang sama didapat
penurunan nyeri rata- rata 42%.

4.Outcome
Dari hasil penelitian, terjadi penurunan skala nyeri yang dialami responden
dimana sebelum diberikan rendam air hangat sebagian besar responden
mengalami nyeri sedang sebesar 35 % dan sesudah diberikan kompres hangat
jumlah responden yang mengalami nyeri sedang turun menjadi 10 %.
Sedangkan pada kelompok kontrol terjadi rasa nyeri pada katagori nyeri
sedang dari 35 % menjadi 40 %.
BAB III
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Penyakit
1. Definisi Gagal Ginjal Kronik.
Gagal ginjal kronik adalah Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah progresif
dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi
uremia.

2. Penyebab Gagal Ginjal Kronik.


 Diabetes mellitus
 Glumerulonefritis kronis
 Pielonefritis
 Hipertensi tak terkontrol
 Obstruksi saluran kemih
 Penyakit ginjal polikistik
 Gangguan vaskuler
 Lesi herediter
 Agen toksik (timah, merkuri)
3. Manifestasi Klinis
 Umum : Fatiq, malaise, gagal tumbuh, debil.
 Kulit : Pucat, mudah lecet, rapuh, leukonia.
 Kepala dan leher : Fetur uremik, lidah kering dan berselaput.
 Mata : Fundus hipertensif, mata merah.
 Kardiovaskuler : Hipertensi, kelebihan cairan, gagal jantung,
Pericarditis uremik, penyakit vascular.
 Pernafasan : Hiperventilasi asidosis, edema paru, efusi pleura
 Gastrointestinal : Anoreksia, nausea, gastritis, ulkus peptikum,
colitis uremik, diare yang disebabkan antibiotic.
 Kemih : Nokturia, poliurea, haus, proteinurea, penyakit
ginjal yang mendasarinya.
 Reproduksi : Penurunan libido, impotensi, amenore, infertilitas,
ginekomastia, galaktore.
 Saraf : Letargi, malaise, tremor, mengantuk, kejang.

 Tulang : Hiperparatiroidisme, defisiensi vitamin D.


 Sendi : Gout, pseudogout, kalsifikasi tulang.
 Hematologi :Anemia, defisiensi imun, mudah mengalami
perdarahan.
 Endokrin : Multifel.
 Farmakologi : Obat-obat yang diekresi oleh ginjal.

4. Penanganan dan pencegahan Gagal Ginjal Kronik.


a. Penanganan
 Cairan yang diperbolehkan adalah menjumlahkan urine yang keluar
dalam 24 jam ditambah dengan IWL, maka air yang masuk harus
sesuai dengan penjumlahan tersebut.
 Pemberian vitamin untuk klien penting karena diet rendah protein
tidak cukup memberikan komplemen vitamin yang diperlukan.
 Hiperfosfatemia dan hipokalemia ditangani dengan antasida
mengandung alumunium atau kalsium karbonat, keduanya haru
diberikan dengan makanan.
 Hipertensi ditangani dengan berbagai medikasi antihipertensif dan
control volume intravaskuler.
 Asidosis metabolik pada gagal ginjal kronik biasanya tampa gejala
dan tidak memerlukan penanganan, namun demikian suplemen
makanan karbonat atau dialisis mungkin diperlukan untuk mengoreksi
asidosis metabolic jika kondisi ini memerlukan gejala.
 Hiperkalemia biasanya dicegah dengan penanganan dialisis yang
adekuat disertai pengambilan kalium dan pemantauan yang cermat
terhadap kandungan kalium pada seluruh medikasi oral maupun
intravena. Pasien harus diet rendah kalium sesuai kebutuhan.
 Anemia pada gagal ginjal kronis ditangani dengan pemberian
eritropoetin manusia rekombinan
 Dialisis.
 Transplantasi ginjal.
b.Pencegahan
 Menjaga berat badan ideal dan banyak minum air putih.
 Menghentikan kebiasaan merokok, karena kebiasaan ini dapat
memperburuk kondisi ginjal.
 Mengikui petunjuk dokter dalam mengatur pola makan dan
mengonsumsi obat.
 Hindari konsumsi obat pereda nyeri golongan OAINS yang dapat
memperburuk kondisi ginjal.

B. Konsep intervensi yang diberikan


Kompres hangat merupakan salah satu penatalaksanaan nyeri dengan
memberikan energi panas melalui konduksi, dimana panas tersebut dapat
menyebabkan vasodilatasi (pelebaran pembuluh darah), meningkatkan
relaksasi otot sehingga meningkatkan sirkulasi dan menambah pemasukan,
oksigen, serta nutrisi ke jaringan. Secara anatomis, banyak pembuluh darah
arteri dan arteriol di kaki yang menuju ke otak. Pada nyeri yang diderita oleh
pasien gagal ginjal kronik disebabkan karena suplai darah ke jaringan
mengalami penurunan dan peningkatan spasme pembuluh darah. Kompres
hangat dilakukan untuk merelaksasikan otot pada pembuluh darah dan
melebarkan pembuluh darah sehingga hal tersebut dapat meningkatkan
pemasukan oksigen dan nutrisi ke jaringan .
Pada kaki tedapat arteri yang memperdarahi jaringan. Arteri
merupakan pembuluh resistensi utama pada pohon vaskuler. Dinding arteri
hanya sedikit mengandung jaringan ikat elastik, namun pembuluh ini
mempunyai lapisan otot polos yang tebal dan dipersarafi oleh serat saraf
simpatis. Otot polosnya juga peka terhadap perubahan kimiawi lokal dan
terhadap beberapa hormon dalam sirkulasi. Lapisan otot polos berjalan
sirkurel mengelilingi arteri, sehingga apabila berkontraksi, lingkaran
pembuluh akan mengecil. Dengan demikian resistensi meningkat dan aliran
melalui pembuluh berkurang. Vasodilatasi yang terjadi akibat kompres hangat
dapat melebarkan pembuluh darah arteri, sehingga mengakibatkan penurunan
resistensi, peningkatan pemasukan O2 (oksigen), dan menurunkan kontraksi
otot polos pada pembuluh darah sehingga dapat menurunkan nyeri .
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat pengaruh
rendam kaki air hangat dan pemijatan terhadap penurunan intensitas nyeri
tusukan arterioveneous fistula pada pasien gagal ginjal kronik dimana
kelompok yang diberikan rendam air hangat pada kaki dan pemijatan
lebih efektif untuk menurunkan nyeri daripada kelompok yang tidak
diberikan rendam air hangat dan pemijatan.
Hal ini dibuktikan dengan penurunan intensitas nyeri pada kelompok yang
diberikan rendam kaki air hangat dan pemijatan lebih baik dibandingkan
dengan kelompok yang tidak diberikan rendam kaki air hangat dan
pemijatan.

B. Saran
1. Bagi Rumah Sakit dan Masyarakat
Bagi tenaga kesehatan diharapkan mampu menangani keluhan pasien
seperti nyeri serta memberikan penatalaksanaan nyeri yang sesuai,
khususnya nyeri pada pasien gagal ginjal kronik dengan menggunakan
kompres hangat pada kaki dan pemijatan, sedangkan bagi masyarakat
kompres hangat pada kaki dan pemijatan dapat diaplikasikan di rumah
secara mandiri untuk mengatasi nyeri pada penderita gagal ginjal
kronik.
2. Bagi pendidikan keperawatan
Sebagai bahan masukan dalam proses pembelajaran khususnya
pengendalian dan penanganan nonfarmakologi terutama dengan
menggunakan rendam hangat pada kaki dan pemijatan bahwa lebih
efektif untuk mengurangi nyeri pada pasien gagal ginjal kronik.
3. Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan
Penelitian ini diharapkan bisa menjadi acuan bagi peneliti selanjutnya
dalam mengembangkan penelitian untuk menurunkan intensitas nyeri ,
tidak hanya nyeri pada pasien gagal ginjal tetapi pada nyeri yang
diindikasikan karena penurunan perfusi oksigen dan peningkatan
spasme. Bagi peneliti selanjutnya dapat memodifikasi atau
membandingkan dengan menggunakan intervensi yang lain agar lebih
efisien dalam melakukan rendam kaki air hangat dan pemijatan .
DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, Arif. 2011. Kapitra Selekta Kedokteran. FKUI. Jakarta : EGC


Rhismawati, Diana.2019. Gagal ginjal kronik.Materi system perkemihan.Stikes
Pertamedika.Jakarta.2019.
Haqiqi F N, Purwanti O S, Purnama A P. 2020. Pengaruh rendam kak hangat dan
pemijatan terhadap tingkat nyri tusukan arterioveneous fistulai(2020)
Abdurakhman R N, Indragiri Z, Setiyowati L N.2020. Pengaruh terafi kompres
hangat dengan WWZ ( warm water zack ) terhadap nyeri pada pasien
dyspepsia. Jurnal kesehatan, Vol 11, No. 1, 2020.
Suhatridjas, Isnayati. 2020. Kompres NaCl 0.9% dalam upaya menurunkan nyeri
post insersi av fistula pada pasien gagal ginjal kronik. Journal of
telenursing (JOTING) Vol 2, No.12 Juni 2020.
JURNAL KESEHATAN – VOLUME 11 NOMOR 1 (2020) 079 - 085

Available onlineat : http://ejurnal.stikesprimanusantara.ac.id/

Jurnal Kesehatan
| ISSN (Print) 2085-7098 | ISSN (Online) 2657-1366 |

Artikel Penelitian

PENGARUH RENDAM KAKI AIR HANGAT DAN PEMIJATAN


TERHADAP TINGKAT NYERI TUSUKAN ARTERIOVENOUS FISTULA
Fauziyah Nurmalita Haqiqi1, Okti Sri Purwanti2, Arif Putra Purnama3
1
Departement Of Nursing, Faculty Health Science, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta, Indonesia.
2
Departement Of Nursing, Faculty Health Science, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta, Indonesia.
3
Hemodialysis Ward, PKU Aisyiyah Boyolali Hospital, Boyolali, Indonesia.

ARTICLE INFORMATION A B S T R A C T
Received: February, 15, 2020 Hemodialisa merupakan pilihan terapi terbanyak pada gagal ginjal, tindakan kanulasi
Revised: February, 17, 2020 hemodialisa akan memberikan respon ketidaknyamanan akibat tusukan jarum dengan ukuran
Available online: March, 01, 2020 besar yangmenembus jaringan kulit dan pembuluh darah sehingga akani menstimulasi serabut
syaraf sensoris dan menimbulkan nyeri. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengaruh rendamkaki air hangat dan pemijatan terhadap tingkat nyeri tusukan Arteriovenous
KATA KUNCI Fistula padapasien yang menjalani hemodialisa di ruang hemodialisa. Penelitian ini merupakan
peneIitian kuantitatif dengan mengunakan metode Quasi Experiment. jenis desain yang
Hemodialisa, Nyeri, rendam kaki dan pemijatan digunakan yaitu Quasi Experiment dengan one group pretest and posttest design dengan
CORRESPONDENCE menggunakan skala pengukuran nyeri Numeric Rating Scalekemudian di uji normalitas dan
didapatkan hasil distribusi normal, selanjutnya menggunakan uji Paired t-Test. Tehnik
E-mail: J230195068@student.ums.ac.id
pengambilan sampel menggunakan Purposive Sampling. SampeI pada peneIitian ini sejumlah
20 pasien yang terdiri dari 10 pasien kelompok intervensi dan 10 pasien kelompok kontrol.
Hasil penelitian Pengaruh rendam kaki air hangat dan pemijatan dengan menggunakan uji
Paired t-Test didapatkan hasil p-value0,000< 0,05 pada kelompok intervensi, maka
disimpulkan adanya pengaruh rendam kaki air hangat dan pemijatan terhadap tingkat nyeri
tusukan arteriovenous fistula padapasien yang menjalani hemodialisa. Pada kelompok kontrol
didapatkan hasil p-value0,104> 0,05 maka disimpulkan tidak ada pengaruh rendam kaki air
hangat dan pemijatan terhadap tingkat nyeri tusukan arteriovenous fistula padapasien yang
menjalani hemodialisa.

Hemodialysis is the most therapeutic option in kidney failure, hemodialysis cannulation action
will provide an inconvenience response due to the stimulation of large puncture needles that
penetrate the skin tissue and blood vessels so that it will stimulate sensory nerve fibers and
cause pain. This study was the purpose of this study was to determine the effect of warm water
foot baths and massage on the level of pain in the Arteriovenous Fistula puncture in patients
undergoing hemodialysis in the hemodialysis room. This research is a quantitative study using
the Quasi Experiment method. The type of design used is Quasi Experiment with one group
pretest and posttest design using Numeric Rating Scale pain measurement scale then normality
test and normal distribution results are obtained, then using the Paired t-Test. The sampling
technique uses purposive sampIing. The sample in this study was 20 patients consisting of 10
patients in the intervention group and 10 patients in the control group. The results ofthe study
the effect of warm water foot baths and massage using the Paired t-Test showed p-value 0,000
<0.05 in the intervention group, then concluded the influence of warm foot baths and massage
on the level of arteriovenous fistula puncture pain in patients undergoing hemodialysis. In the
control group, the p-value of 0.104> 0.05 concluded that there was no effect of soaking the feet
of warm water and massage on the level of arteriovenous fistula puncture pain in patients
undergoing hemodialysis

PENDAHULUAN lagi bisa mempertahankan proses homeostatis dengan


Gagal ginjal kronik (GGK) adalah penyakit yang menjalankan fungsi regulatorik dan ekstetoriknya [1]
muncul dan terjadi setelah berbagai jenis penyakit yang Hemodialisa merupakan suatu terapi pengganti ginjal
merusak masa nefron ginjal sampaipada titik keduanya tidak pada pasien dengan kegagalan dan kerusakan fungsi ginjal
yang bersifat kronik maupun akut [2]
http://dx.doi.org/10.35730/jk.v11i1.507 Attribution-NonCommercial 4.0 International. Some rights reserved
HAQIQI FN, ET AL / JURNAL KESEHATAN - VOLUME 11 NOMOR 1 (2020) 079 - 085

Mesin hemodialisis yang akan menggantikan fungsi ginjal akan menimbulkan respon ketidaknyamanan yang
penderita gagal ginjal sehingga proses homeostasis pada disebabkan jarum yang digunakan berukuran besar
ginjal dapat terjadi. Penderita gagal ginjal memerlukan (15sampai dengan 17 gauge), jarum ini menembus jaringan
waktu 12 - 15 jam untuk melakukan dialisa dalam setiap kulit kemudian menembus pembuluh darah sehingga serabut
seminggu atau 3 - 4 jam setiap kali dilakukan terapi, dan syaraf akan terstimulasi dan kemudian menimbulkan rasa
proses ini akanberlangsung secara terus menerus sepanjang nyeri [7]. Nyeri yangidirasakan oleh pasien membuat
hidup. [3] petugas kesehatan melakukan tindakan kolaboratif guna
Berdasarkan data [4], orang yang melakukan mengatasi permasalahan tersebut dengan tindakan
hemodialisa mencapai 2,62 juta orang dan akan mengalami manajemen nyerii yang bersifat farmakologis dan atau non
peningkatan pada tahun 2030. Di Benua Asia prevalansi farmakologis. Manajemen nyeri secara non farmakologis
penderita Hemodilisis mengamai peningkatan, dalam satu merupakan upaya yangdilakukan secaraamandiri atau
tahun setidaknya terdapat peningkatan jumlah 2,9 juta orang terintegrasi dengan tindakan farmakoIogis[8].
di setiap negaranya atau 66% dari jumlah penduduk di asia Menurut Toru Namikoshi (2016) pemijatan
tenggara. Sedangkan menurut Riskesdas [5], Penyakit Tidak merupakan salah satu metode preventif dalam perawatan
Menular dalam prevalensinya mengalami kenaikan apabiIa kesehatan yang digunakan untuk meningkatkan gairah
dibandingkan dengan Riskesdas tahun 2013, penyakit yang hidup, memperlancar peredaran darah, menghiIangkan rasa
masuk dalam kategori yaitu kanker, stroke, penyakit ginjaI nyeri, dan merangsang daya penyembuhan tubuh secara
kronis, diabetes mellitus, dan hipertensi. Prevalensii alamiah dengan cara memijat titik-titik tertentu pada tubuh.
penyakit ginjal kronik mengalami kenaikan dari 2% menjadi Berdasarkan observasi penulis di ruang Hemodialisa
3,8%. Di Indonesia prevelansi orang yang melakukan RS PKU ‘Aisyiyah Boyolali, dari 40 pasien hampir
hemodialisa semakin menigkat dalam kurun waktu tiga seluruhnya menggunakan Arteriovenous Fistuladan hanya
tahun dari tahun 2013 sampai tahun 2015 yaitu mengalami beberapa yang menggunakan Catheter Double Lumen
peningkatan sebesar 10.318 pada pasien baru yang (CDL). Pasien yang menggunakan Arteriovenous
melakukan terapi hemodialisis dan 31.076 pada pasien yang Fistulapada saat dilakukan penusukan rata-rata mengeluh
sudah pernah melakukan terapi hemodialisis sehingga nyeri, skala nyeri yang dirasakan pasien bervariasi mulai
terapinya berulang. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Jawa nyeri ringan hingga nyeri sedang. Hal ini menjadi suatu
tengah [6] menyatakan kota Surakarta merupakan kota permasalahan dan perlu untuk dilakukan intervensi.
dengan angka kejadian kasus gagal ginjal tertinggi di Jawa Berdasarkan latar belakang masalah diatas, penulis tertarik
Tengah yaitu dengan 1497 kasus (25.22 %) kemudian di menerapkan evidence base nursing (EBN), yang dapat
urutan kedua adalahKabupaten Sukoharjo yaitu 742 kasus diterapkan perawat untuk mengurangi nyeri penusukan
(12.50 %). Arteriovenous Fistula dengan melakukanRendam kaki
Berdasarkan penelusuran data dalam satu tahun dengan menggunakan air hangat dan pemijatanyang di
terakhir di Rumah Sakit PKU ‘Aisyiyah Boyolali, terdapat adopsi dari jurnal “Effect of warm footbath with vibration on
58 pasien yang melakukan hemodialisa, dan terdapat mesin arteriovenous fistula puncture-related pain in hemodialysis
hemodialisa sebanyak 12 unit dengan merek Fesenius patients”.
Medical Center. Saat ini terdapat 35 pasien yang menjalani Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan
hemodialisa dalam setiap minggunya. Pengaruh rendam kaki air hangat dan pemijatan terhadap
Hemodialisa disebut sebaga terapi terbanyak pada tingkat nyeri tusukan Arteriovenous Fistula pada pasien
penderita gagal ginjal, pasien yang menjalani yang menjalani hemodialisa di ruang hemodialisa RS PKU
hemodialisaakan merasakan nyeri saat dilakukan penusukan ‘Aisyiyah Boyolali.
akses vaskuler untuk drainase darah yang keluar dan masuk
pada pembuluh darah. Tindakan kanulasi hemodialisa ini

Haqiqi FN, Et Al http://dx.doi.org/10.35730/jk.v11i1.507 80


HAQIQI FN, ET AL / JURNAL KESEHATAN - VOLUME 11 NOMOR 1 (2020) 079 - 085

METODE dikeringkan dengan handuk, selanjutnya dilanjutkan


Pene1itian ini merupakan penelitian kuantiitatif pemijatan pada titik solar plexus (telapak kaki bagian
dengan menggunakan metode Quasi Experiment. Adapun tengah) selama 3 menit dengan menggunakan baby oil.
jenis desain yang diigunakan adalah Quasi Experiment Setelah itu dilakukan penusukan Arteriovenous fistula,
dengan one group pretest and postest design dengan kemudian dilakukan pengukuran nyeri post test dengan skala
menggunakan skala pengukuran nyeri Numeric Rating pengukuran Numeric Rating Scale.
Scalekemudian di uji normalitas dan didapatkan hasil Prosedur pelaksanaan pada kelompok konrrol
distribusi normal, selanjutnya menggunakan uji Paired t- dilakukan dengan memilih responden sesuai kriteria,
Test. Menurut Sugiyono [9] one group pretest and posttest kemudian melakukan pengkajian nyeri pre test dengan
design yaitu salahsatu teknik yang digunakan untuk menggunakan skala nyeri Numeric Rating Scale. Setelah
mengetahui efek mulai dari sebeIum dan sesudah diberikan didapatkan hasil pasien tidak diberikan perlakuan rendam
perlakuan. Penelitianini dilakukan di RS PKU ‘Aisyiyah kaki air hangat dan pemijatan, setelah itu pasien dilakukan
Boyolali pada tanggal 28 November sampai 14 Desember pengukuran nyeri post test dengan skala pengukuran
2019.Populasi pada penelitian ini yaitu pasien yang Numeric Rating Scale.
menjalani hemodialisa di RS PKU Muhammadiyah Singkil
HASIL DAN PEMBAHASAN
Boyolali. Tehnik pengambilan sampel pada penelitian ini
menggunakan Purposive Sampling Sampel pada Tabel 1: Karakteristik Respondeniberdasarkan jenis
penelitianini sejumlah 20 pasien yang terdiri dari 10 pasien kelamin, Usia, Pendidikan, Lama
hemodialisa, Riwayat penyakit
kelompok intervensi dan 10 pasien kelompok kontrol.
Penelitian dengan menggunakan kriteria inklusi dan Karakteristik Frekuensi Persentase
Jenis kelamin
eksklusi. Adapun kriteria penelitian tersebut antara lain Kelompok Intervensi
sebagai berikut. Laki – laki 6 30
Perempuan 4 20
Kriteria inklusi: (1) Pasien Hemodialisa yang
Kelompok Kontrol
terpasang Arteriovenous Fistula lebih dari 3 bulan; (2) Laki – laki 4 20
Perempuan 6 30
Pasien Hemodialisa yang bersedia menjadi sampel
Total 20 100
penelitian; (3) pasien yang merasakan nyeri ketika dilakukan Usia
penusukan Arteriovenous Fistula dengan nyeri minimal Kelompok Intervensi
< 20 tahun 0 0
skala 2. 20 – 25 tahun 0 0
Kriteria eksklusi: (1) Pasien yang mengkonsumsi 26 – 30 tahun 0 0
31 – 35 tahun 0 0
obat analgetik; (2) pasien yang sudah di berikanintervensi
36 – 40 tahun 1 5
non farmakologilain; (3) Pasien yang terpasang Catheter .> 40 tahun 9 45
Kelompok Kontrol
Double Lumen (CDL). Variabel bebas dalam penelitian ini
< 20 tahun 0 0
yaitu rendam kaki air hangat dan variable terikat dalam 20 – 25 tahun 0 0
penelitian ini yaitu nyeri penusukan arteriovenous fistula. 26 – 30 tahun 0 0
31 – 35 tahun 1 5
Instrument dalam penelitian ini adalah menggunakan skala 36 – 40 tahun 2 10
pengukuran nyeri Numeric Rating Scale yang sudah baku. .> 40 tahun 7 35
Total 20 100
Prosedur pelaksanaan pada kelompok intervensi Pendidikan
dilakukan dengan memilih responden sesuai kriteria, Kelompok Intervensi
SD 3 15
kemudian melakukan pengkajian nyeri pre test dengan
SMP 3 15
menggunakan skala nyeri Numeric Rating Scale. Setelah SMA 2 10
Perguruan Tinggi 2 10
didapatkan hasil pasien dilakukan rendam kaki air hangat
Kelompok Kontrol
dengan suhu 37oC selama 3 menit, kemudian kaki SD 2 10

81 http://dx.doi.org/10.35730/jk.v11i1.507 Haqiqi FN, Et Al


HAQIQI FN, ET AL / JURNAL KESEHATAN - VOLUME 11 NOMOR 1 (2020) 079 - 085

SMP 3 15 Kategori nyeri Sebelum Sesudah


SMA 5 25 ƒ % ƒ %
Perguruan Tinggi 0 0 Kelompok Intervensi
Total 20 100 Ringan (1-3) 3 15 8 40
Lama Hemodialisa Sedang (4-6) 7 35 2 10
Kelompok Intervensi Berat (7-10) 0 0 0 0
< 1 tahun 3 15 Kelompok kontrol
>1 tahun 7 35 Ringan (1-3) 3 15 2 10
Kelompok Kontrol Sedang (4-6) 7 35 8 40
< 1 tahun 1 5 Berat (7-10) 0 0 0 0
>1 tahun 9 45 Total 20 100 20 100
Total 20 100
Riwayat Penyakit Berdasarkan tabel 2 di atas dapat dilihat bahwa
Kelompok Intervensi
terdapat pengaruh pemberian perlakuan terhadap penurunan
Diabetes Mellitus 4 20
Hipertensi 3 15 nyeri pada penusukan arteriovenous fistula sebelum dan
Asam urat 0 0
sesudah pada kelompok intervensi yaitu dari 10 responden
Lain – lain 0 0
Tidak ada 3 15 yang diberikan perlakuan terjadi penurunan nyeri dari
Kelompok Kontrol kategori sedang sebanyak 35% menjadi 10%. Sedangkan
Diabetes Mellitus 2 10
Hipertensi 6 30 pada kelompok kontrol terjadi peningkatan rasa nyeri pada
Asam urat 0 0 kategori nyeri sedang dari 35% menjadi 40%.
Lain – lain 1 5
Tidak ada 1 5
Tabel 3. Hasil analisis pengaruh rendam kaki air hangat dan
Total 20 100 pemijatan terhadap tingkat nyeri tusukan
arteriovenous fistula
Distribusi karakteristik responden kelompok
Variabel Intervensi p- Kontrol p-
intervensi dilihat dari jenis kelamin sebagian besar berjenis Mean SD value Mean SD value
Nyeri
kelamin laki-laki yaitu sebanyak 6 responden (30%), Sebelum 4,10 0,943 0,001 4,70 1,170 0,104
Sesudah 3,10 1,207 4,80 0,728
sebagian besar berusia > 40 tahun yaitu sejumlah 9
responden (45%), sebagian besar berpendidikan SD dan Berdasarkan tabel 3 di atas, terdapat penurunan
SMP yaitu masing-masing sejumlah 3 responden (15%). sekala nyeri sebelum rendam kaki air hangat dan masase
Berdasarkan lama hemodialisa, sebagian besar > 1 tahun pada titik solar plexus dengan sekala nyeri setelah rendam
yaitu sebanyak 7 responden (35%), dan riwayat penyakit kaki dan masase pada kelompok intervensi sehingga dapat di
tertinggi yaitu diabetes mellitus sebanyak 4 responden artikan bahwa terdapat penaruh rendam kaki air hangat dan
(20%). masase pada kelompok intervensi p = 0,001. Pada kelompok
Distribusi karakteristik responden pada kelompok kontrol tidak terdapat peubahan skala nyeri sebelum dan
kontrol bedasarkan jenis kelamin sebagian besar yaitu sesudah di berikan intervensi p = 0,104.
perempuan sebanyak 6 responden (30%), sebagian besar
berusia > 40 tahun yaitu sebanyak 7 responden (35%), Tabel 4. Hasil Uji t independen Terhadap pengaruh
sebagian besar berpendidikan SMA yaitu sebanyak 5 rendam kaki air hangat dan pemijatan
terhadap tingkat nyeri tusukan arteriovenous
responden (25%). Berdasarkan lama hemodialisa, sebagian fistula
besar > 1 tahun yaitu sebanyak 9 responden (45%), dan
Hasil Levene’s Test t Independen Mean SD
riwayat penyakit tertinggi yaitu hipertensi sebanyak 6 for Equality
Of Variances
responden (30%). Equal 0,035 0,01 -1,11 0,10
Variances
Assumed
Tabel 2. Perbandingan hasil kelompok intervensi dengan Equal 0,01 -1,11 0,11
kelompok kontrol sebelum dan sesudah Variances not
Assumed
dilakukan perlakuan

Haqiqi FN, Et Al http://dx.doi.org/10.35730/jk.v11i1.507 82


HAQIQI FN, ET AL / JURNAL KESEHATAN - VOLUME 11 NOMOR 1 (2020) 079 - 085

Berdasarkan tabel 4 diatas, diketahui nilai signifikan pasien yang diwawancara, sebanyak tiga orang pasien (12%)
Levene’s Test for Equality of Variances yaitu 0,027 > 0,05, mengeluhkan nyeri pada saat insersi dan pencabutan jarum
sehingga dapat diartikan varian data antara kelompok dengan tingkat nyeri ringan-sedang, sementara sebagian
kontrol dan kelompok intervensi adalah homogen. Dan pada besar yang lainnya tidak mengomentari nyeri karena
tabel 4, Equal Variances Assumed bernilai 0,01< 0,05, maka sebelum insersi menggunakan EMLA. Sebanyak 15% pasien
dapat disimpulkan dalam uji t independen bahwa Ho ditolak mengeluh nyeri pada prosedur hemodialisis termasuk nyeri
dan Ha diterima. Dengan demikian didapat hasil adanya insersi (Castro et al, 2013).
perbedaan yang signifikan antara penurunan kecemasan Penelitian ini merupakan penelitian tentang pengaruh
kelompok kontrol dan kelompok intervensi. rendam kakiiair hangat dan masase terhadap tingkat nyeri
tusukan arteriovenous fistula padapasien yang menjalani
Grafik 1. Rerata Tingkat Kecemasan Pre-Post
hemodialisa di RS Aiysiyah Singkil Boyolali. Berdasarkan
Kelompok Intervensi dan Kelompok
Kontrol penelitian, didapatkan karakteristik frekuensi respoden
berdasarkan usia paling banyak adalah pada rentang usia >
6
40 tahun dengan nilai 45% pada kelompok intervensi dan
5
kelompok kontroI pada usia > 40 tahun dengan frekuensi
4
35%. Hasil penelitian yang dilakukan sejalan dengan
3 Intervensi
penelitan Herani et al (2019) dimana responden yang di
2 Kontrol
pakai sebanyak 99 pasien di unit hemodialisa, menunjukan
1
bahwa rata - rata usia responden adalah 50,59 tahun dengan
0
Sebelum Sesudah yang terdistribusi antara usia 46,33 – 54,86 tahun.
Hasil penelitian pengaruh rendam kaki air hangat dan
Pada gambar 1 tersebut terdapat perbedaan rerata masase terhadap tlngkat nyeri tusukan arteriovenous fistula
sebelum dan sesudah dilakukan perlakuan baik kelompok berdasarkan jenis kelamin padapasien yang menjalani
intervensi dan kelompok kontrol. Dalam kelompok hemodialisa didapatkan hasil P = 0,218> 0,05 yang berarti
intervensi didapatkan penurunan nyeri yang bermakna yaitu tidak terdapat pengaruh jenis kelamin terhadap nyeri. Hal ini
menurun dari rerata 4,10 menjadi 3,10. Sedangkan pada didukung oleh jurnal penelitian Mada dididapatkan hasil
kelompok kontrol terdapat perubahan yang kurang bermakna bahwa responden terbanyak adalah dengan jenis kelamin
dikarenakan terjadi peningkatan nyeri dari rerata 4,70 laki-laki yaitu 23 responden (54.8%) dan 22 responden
menjadi 4,80. (52.4%) dengan tingkat nyeri sedang. Secara teori, jenis
Nyeri dianggap sebagai masalah penting pada pasien kelamin tidak berpengaruh terhadap perasaan nyeri, laki-laki
hemodialisis, salah satu penyebab terbesarnya adalah akibat maupun wanita tidak berbeda secara makna saat merespon
dari tusukan Arteriovenous vistula. Telah terbukti bahwa terhadap nyerii. Toleransi terhadap nyeri sudah menjadi
75,7% pasien hemodialisis mengalami rasa sakit dan nyeri subjek penelitian sejak lama, yang melibatkan laki-laki dan
saat dilakukan penusukan Arteriovenous vistula[10]. Nyeri perempuan, akan tetapi toleransi terhadap nyeri dipengaruhi
yang muncul dan dirasakan oleh pasien yang melakukan oIeh faktor-faktor biokimia dan merupakan hal yang unik
hemodialisis pada umumnya yaitu saat dilakukan penusukan pada setiap individu tanpa memperhatikan jenis kelamin
jarum, pada saat kalibrasii atau karena ukuran jarum fistula [12]. Penelitian yang dilakukan oleh Yanuar [13]
yang sangat besar, keluhan nyeri pada saat dilakukan insersi menjelaskan bahwa jenis kelamin dan tingkat nyeri adalah
merupakan keluhan tertinggi yang dirasakan oleh pasien homogen. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor
hemodialisis terutama pada pasien yang menggunakan cara jenis kelamin tidak menimbulkan perbedaan persepsi nyeri
rope-ladder (figuiredo et al, 2018).Berdasarkan penelitian antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
Bourbonnais & Tousignant [11] menjelaskan bahwa dari 25

83 http://dx.doi.org/10.35730/jk.v11i1.507 Haqiqi FN, Et Al


HAQIQI FN, ET AL / JURNAL KESEHATAN - VOLUME 11 NOMOR 1 (2020) 079 - 085

Rendam kaki dan masase efektif untuk menurunkan DAFTAR PUSTAKA


nyeri penusukan arteriovenous fistula. Keefektifan rendam
[1] “Hubungan Tindakan Hemodialisa Dengan Tingkat
kaki air hangat dan masase dapat dilihat dari menurunnya
Depresi Klien Penyakit Ginjal Kronik Di Blu Rsup
sekala nyeri pada responden yang diberikan intervensi
Prof.Dr.R.D.Kandou Manado,” J. Keperawatan,
dengan nilai p = 0,001 < 0,05. Pada kelompok intervensi, rata
2013.
– rata skala nyeri sebelum Intervensi adalah 4,10 dan rata –
[2] National Kidney Foundation, “About Chronic
rata skala nyeri post intervensi pertama dan kedua adalah
Kidney Disease - The National Kidney Foundation,”
3,10. Dilihat dari skala nyeri tersebut menunjukan bahwa
National Kidney Foundation, 2017.
skala nyeri yang di rasakan responden sebelum dberikan
[3] V. M. Nurani And S. Mariyanti, “Gambaran Makna
terapi perendaman kaki dan masase adalahpada kategori
Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani
sedang dan setelah responden kelompok intervensi
Hemodialisa,” Gambaran Makna Hidup Pasien
mendapatkan terapi rendam kaki air hangat dan masase rata
Gagal Ginjal Kron. Yang Menjalani Hemodialisa,
– rata skala nyerinya menurun menjadi ringan. Hal ini sama
2013.
dengan penelitian Madadi, Zahra[14] bahwa intensitas nyeri
[4] Who, “Non-Communicable Diseases Fact Sheet,”
pada kelompok intervensi setelah dilakukan intervensi
Public Heal. An Action Guid. To Improv. Heal.,
didapatkan hasil p< 0,05 dan kesimpulannya terdapat
2018, Doi:
pengaruh rendam kaki air hangat dari baskom hangat dengan
10.1093/Acprof:Oso/9780199238934.003.15.
metode getaran terhadap penurunan skala nyeri. Berbeda
[5] Kemenkes Ri, “Hasil Utama Riset Kesehatan Dasar
dengan penelitian Rahmani, Ali [15], didapatkan hasil
Tahun 2018,” Kementrian Kesehat. Republik
bahwa tidak ada perbedaan skala nyeri pada kelompok
Indones., 2018, Doi: 1 Desember 2013.
interevensi sebelum dan setelah dilakukan pijat kaki dan
[6] Central Java Province Health Office, “Profil
rendam kaki air hangat. Berdasarkan penelitian Syuja’
Kesehatan Provinsi Jawa Tengah 2017,” Dinkes
didapatkan hasil bahwa terdapat pengaruh massage dan hot
Jateng, 2017, Doi: 10.5606/Totbid.Dergisi.2012.10.
bath terhadap kelelahan pada pemain futsal. Sedangkan pada
[7] A. Issac And P. Namboothiri G, “Effect Of
kelompok kontrol nilai p = 0,104 > 0,05. Pada kelompok
Cryotherapy During Arteriovenous Fistula
kontrol, rata – rata skala nyeri sebelum intervensi adalah 4,70
Puncture-Related Pain Among Haenodialystis
dan rata – rata skala nyeri post intervensi pertama dan kedua
Patients In Sgpgims Hospital, Lucknow.,” Nurs. J.
adalah 4,80. Dilihat dari skala nyeri tersebut menunjukan
India, 2016.
bahwa skala nyeri yang di rasakan responden dalam kategori
[8] A. Cahana, E. J. Dansie, B. R. Theodore, H. D.
sedang dan tidak mengalami penurunan.
Wilson, And D. C. Turk, “Redesigning Delivery Of

SIMPULAN Opioids To Optimize Pain Management, Improve


Outcomes, And Contain Costs,” Pain Med. (United
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan
States), 2013, Doi: 10.1111/Pme.12013.
didapatkan hasil bahwa terdapat pengaruhhrendam kaki air
[9] B. R. Sugiyono, G. Mudjiono, And R. Rachmawati,
hangat dan masase terhadap nyeri tusukan Arterioveous
“Studi Kelimpahan Populasi Thrips Sp. Pada
fistula dengan nilai p = 0,00< 0,05 pada kelompok intervensi.
Perlakuan Pengelolaan Hama Terpadu Dan
Sedangkan pada kelompok kontrol didapatkan hasil p =
Konvensional Pada Tanaman Cabai (Capsicum
0,104 > 0,05 sehingga didapatkan kesimpulan jika tidak ada
Annuum L.) Di Desa Bayem Kecamatan Kasembon
pengaruh rendam kaki air hangat dan masase terhadap nyeri
Kapubaten Malang,” J. Hpt, 2014.
tusukan Arterioveous fistula pada kelompok kontrol.
[10] S. Yeşil, B. Karsli, N. Kayacan, G. Süleymanlar,
And F. Ersoy, “Hemodiyaliz Uygulanan Kronik

Haqiqi FN, Et Al http://dx.doi.org/10.35730/jk.v11i1.507 84


HAQIQI FN, ET AL / JURNAL KESEHATAN - VOLUME 11 NOMOR 1 (2020) 079 - 085

Böbrek Yetmezlikli Hastalarda Aǧri 10.22435/Bpk.V47i2.1211.


Deǧerlendirmesi,” Agri, 2015, Doi: [14] Z. A. Ali Madadi, J. Azimian, F. Falahatpishe, And
10.5505/Agri.2015.44712. M. A. Heidari, “Effect Of Warm Footbath With
[11] F. F. Bourbonnais And K. F. Tousignant, “The Pain Vibration On Arteriovenous Fistula Puncture-
Experience Of Patients On Maintenance Related Pain In Hemodialysis Patients,” Int. J. Res.
Hemodialysis.,” Nephrol. Nurs. J., 2012. Med. Sci., 2017, Doi: 10.18203/2320-
[12] C. Mandagi, H. Bidjuni, And R. Hamel, 6012.Ijrms20170165.
“Karakteristik Yang Berhubungan Dengan Tingkat [15] A. Rahmani, M. Naseri, M. M. Salaree, And B.
Nyeri Pada Pasien Fraktur Di Ruang Bedah Rumah Nehrir, “Comparing The Effect Of Foot Reflexology
Sakit Umum Gmim Bethesda Tomohon,” J. Massage, Foot Bath And Their Combination On
Keperawatan, 2017. Quality Of Sleep In Patients With Acute Coronary
[13] L. Prayitno, S. Siahaan, And R. S. Handayani, Syndrome,” J. Caring Sci., 2016, Doi:
“Analisis Efektivitas Biaya Terhadap Penggunaan 10.15171/Jcs.2016.031.
Meropenem Dan Tanpa Hasil Uji Sensitivitas
Antibiotik Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Di
Rumah Sakit,” Bul. Penelit. Kesehat., 2019, Doi:

85 http://dx.doi.org/10.35730/jk.v11i1.507 Haqiqi FN, Et Al


JURNAL KESEHATAN
Vol. 11 No. 1 Tahun 2020
DOI: http://dx.doi.org/10.38165/jk.
e-ISSN: 2721-9518 p-ISSN: 2088-0278
LP3M Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) Cirebon

PENGARUH TERAPI KOMPRES HANGAT DENGAN WWZ (WARM


WATER ZACK) TERHADAP NYERI PADA PASIEN DYSPEPSIA

R. Nur Abdurakhman*
Program Studi Ilmu Keperawatan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Cirebon
radenabdurakhman73@gmail.com

Suzana Indragiri**
Program Studi Kesehatan Masyarakat, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Cirebon

Leny Nur Setiyowati***


Program Studi Ilmu Keperawatan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Cirebon

Abstrak
Dyspepsia merupakan suatu kondisi medis yang ditandai dengan nyeri atau rasa tidak nyaman pada perut bagian atas
atau ulu hati. Hal ini yang dapat menyebabkan gangguan rasa nyaman dan aman yaitu nyeri. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui pengaruh terapi kompres hangat dengan WWZ (Warm Water Zack) terhadap nyeri pada
pasien dyspepsia di RSIA Pala Raya Kabupaten Tegal Tahun 2020.
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian Pre-eksperimental dengan tipe the one group pretest-posttest design.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang didiagnosa dyspepsia sebanyak 15 pasien pada tanggal 12 - 14
Maret 2020, pengambilan sampel dengan teknik total sampling. Instrumen penelitian berupa lembar ceklist dan NRS
(Numeric Rating Scale) menggunakan metode Paired T-Test.
Hasil penelitian didapatkan bahwa intensitas nyeri sebelum dilakukan intervensi sebagian besar responden mengalami
nyeri berat 7 - 10 (66,66%) dan intensitas nyeri setelah dilakukan intervensi adalah sebagian besar responden
mengalami nyeri ringan 1 - 3 (60%). Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,000 dan jika α = 0,05 maka p <α (0.000 <
0,05), yang artinya terdapat pengaruh yang signifikan antara terapi kompres hangat dengan WWZ (Warm Water Zack)
terhadap nyeri pada pasien dyspepsia
Kata Kunci: Terapi Kompres Hangat, WWZ (Warm Water Zack), Nyeri, Dyspepsia.

Abstract
Dyspepsia is a medical condition characterized by pain or discomfort in the upper abdomen or solar plexus. This can
cause discomfort and safety, namely pain. The purpose of this study was to determine the effect of warm compress
therapy with WWZ (Warm Water Zack) on pain in dyspepsia patients at RSIA Pala Raya Kabupaten Tegal 2020.
This study uses a Pre-experimental research design with the type of the one group pretest-posttest design. The
population in this study were all patients diagnosed with dyspepsia as many as 15 patients on March 12-14, 2020,
sampling with an total sampling techniqueat. The research instruments were checklist sheets and NRS (Numeric Rating
Scale) using the Paired T-Test method.
The results is the intensity of pain before the intervention was done most of the respondents experienced severe pain 7 –
10 (66,66%0 and the intensity of pain after the intervention was that the majority of respondents experienced mild pain
1 – 3 (60%). Statistical test results obtained the value of p = 0,000 and if α = 0.05 then p <α (0,000 <0.05), which means
there is a significant effect between warm compress therapy with WWZ (Warm Water Zack) on pain in dyspepsia
patients.
Keywords: Warm Compress Therapy, WWZ (Warm Water Zack), Pain, Dyspepsia.
JURNAL KESEHATAN Vol. 11 No. 1 Tahun 2020 | 77
PENDAHULUAN
Gangguan rasa nyaman adalah keadaan ketika individu mengalami sensasi ketidaknyamanan
dalam merespon suatu rangsangan yang tidak menyenangkan.1 Nyeri merupakan keadaan ketika
individu mengalami dan mengeluhkan ketidaknyamanan yang hebat atau sensasi yang tidak
menyenangkan selama satu detik hingga kurang dari enam bulan.2
Nyeri merupakan sebuah tanda dan gejala dari sebuah penyakit, hampir semua penyakit
didasari oleh nyeri, salah satunya adalah dyspepsia. Dyspepsia berasal dari bahasa Yunani, yaitu
dys- (buruk) dan– peptein (pencernaan).3 Secara lebih jelas, arti kata dyspepsia adalah sekumpulan
gejala nyeri, perasaan tidak enak pada perut bagian atas yang menetap, atau berulang yang
berlangsung sejak tiga bulan terakhir, dengan awal gejala timbul enam bulan sebelumnya. 4
Gejalanya bisa berupa kepenuhan perut bagian atas, mulas, mual, sendawa, atau sakit perut bagian
atas.5
Ketidakteraturan makan seperti kebiasaan makan yang buruk, tergesa -gesa, dan jadwal
yang tidak teratur dapat menyebabkan dyspepsia.6 Menurut jurnal ilmiah mahasiswa kedokteran
medis yang ditulis oleh Raisha, dkk pada tahun 2018, dijelaskan bahwa responden yang lebih tinggi
mengalami dyspepsia yaitu berjenis kelamin perempuan sebanyak 51 responden (63 %) sedangkan
responden berjenis kelamin laki-laki yang mengalami dyspepsia fungsional sebanyak 30 responden
(37 %).7
Prevalensi dyspepsia di Amerika serikat sebesar 23-25,8 %, di India 30,4 %, New Zealand
34,2%, Hongkong 18,4%, dan Inggris 38-41%.8 Sedangkan Data Profil Kesehatan Indonesia
sendiri pada tahun 2007 menunjukkan dyspepsia sudah menempati peringkat ke-10 untuk
kategori penyakit terbanyak pasien rawat inap di rumah sakit tahun 2006 dengan jumlah pasien
234.029 atau sekitar 1,59%, dengan 60%-70% pasien dengan dyspepsia fungsional yang masuk
kebagian Gastroenterohepatologi berdasarkan data dari berbagai rumah sakit di Indonesia.9, 10 Pada
tanggal 12 Maret 2020 sampai dengan 14 Maret 2020 ditemukan sebanyak 15 pasien dengan
dyspepsia di RSIA Pala Raya Kabupaten Tegal.
Perawat memiliki peran penting dalam menangani kejadian dyspepsia, sehingga perawat
memiliki tugas profesional untuk mengenali dan mencegah hal-hal yang berhubungan dengan
terjadinya gejala dyspepsia tersebut. Terapi farmakologi yang digunakan dalam menurunkan tingkat
nyeri biasanya menggunakan analgetik yang memiliki beberapa efek samping.11
Namun ada hal lain yang bisa kita terapkan salah satunya tindakan yang dilakukan adalah
pemberian kompres hangat dengan WWZ (Warm Water Zack). WWZ adalah botol karet yang berisi
air panas untuk mengkompres bagian tubuh yang sakit. Kompres hangat sering digunakan untuk
mengurangi nyeri yang berhubungan dengan ketegangan otot walaupun dapat juga dipergunakan
untuk mengatasi berbagai jenis nyeri yang lain.12
Hal tersebut senada dengan penelitian Rezky, 2013 dan Rizka, 2014 yang dijelaskan dalam
jurnal Ners dan Kebidanan tahun 2018 menyatakan bahwa kompres hangat dapat menurunkan
nyeri. Kompres hangat meredakan nyeri dengan mengurangi spasme otot, merangsang nyeri,
menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan aliran darah. Pembuluh darah akan melebar sehingga
memperbaiki peredaran darah dalam jaringan tersebut. Manfaatnya dapat memfokuskan perhatian
pada sesuatu selain nyeri, atau dapat tindakan penglihatan seseorang tidak terfokus pada nyeri lagi,
dan dapat relaksasi.13, 14
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh terapi kompres hangat dengan WWZ
(Warm Water Zack) terhadap nyeri pada pasiendyspepsia.

METODE PENELITIAN
Rancangan penelitian ini adalah one group pretest-posttest design, dilakukan terhadap satu
kelompok tanpa adanya kelompok kontrol atau pembanding. Penelitian ini digunakan untuk
mengetahui perbedaan tingkat nyeri pada pasien dyspepsia sebelum dan sesudah dilakukan
intervensi terapi kompres hangat dengan WWZ (Warm Water Zack). Variabel bebas dalam
penelitian ini adalah terapi kompres hangat dengan WWZ (Warm Water Zack).Variabel terikat
JURNAL KESEHATAN Vol. 11 No. 1 Tahun 2020 | 78
dalam penelitian ini adalah nyeri. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang
didiagnosa dyspepsia sebanyak 15 pasien pada tanggal 12 - 14 Maret 2020. Pengambilan sampel
dengan teknik total sampling karena jika jumlah populasi kurang dari 100 maka seluruh populasi
dijadikan sampel penelitian.9

HASIL PENELITIAN
Karakteristik Pasien Dyspepsia

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Pasien Dyspepsia

No Karakteristik n Persentase (%)

1 Usia
Kurang dari 17 Tahun 5 33,33
Lebih dari 17 Tahun 10 66,66
2 Jenis Kelamin
Perempuan 9 60
Laki – Laki 6 40
3 Pekerjaan
Pelajar / Mahasiswa 8 53,33
IRT 2 13,33
Wiraswasta 5 33,33

Berdasarkan tabel 1 di atas menunjukkan bahwa dari 15 responden dengan dyspepsia


sebagian besar berusia lebih dari 17 tahun sebanyak 10 orang (66,66%) dengan jenis kelamin
terbanyak yaitu perempuan 9 orang (60%), mayoritas responden memiliki pekerjaan sebagai
pelajar/mahasiswa sebanyak 8 orang (53,33%).

Skala Nyeri sebelum Terapi Kompres Hangat Dengan WWZ (Warm Water Zack)

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Skala Nyeri Sebelum Terapi Kompres Hangat Dengan WWZ (Warm Water
Zack).

Intensitas Nyeri n Persentase (%)


Nyeri Sedang 4-6 5 33,33
Nyeri Berat 7-10 10 66,66
Total 15 100

Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa dari 15 responden, skala nyeri sebelum dilakukan terapi
kompres hangat dengan WWZ (Warm Water Zack) dengan skala 4-6 (nyeri sedang) sebanyak 5
(33,33%) dan skala nyeri dengan 7-10 (nyeri berat) sebanyak 10 (66,66%) responden.

Skala Nyeri setelah Terapi Kompres Hangat Dengan WWZ (Warm Water Zack)

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Skala Nyeri Setelah Terapi Kompres Hangat Dengan WWZ (Warm Water
Zack).

Intensitas Nyeri n Persentase (%)


Nyeri Ringan 1-3 9 60
Nyeri Sedang 4-6 6 40
Total 15 100

JURNAL KESEHATAN Vol. 11 No. 1 Tahun 2020 | 79


Pada Tabel 3 menunjukkan bahwa dari 15 responden, skala nyeri setelah dilakukan terapi
kompres hangat dengan WWZ (Warm Water Zack) dengan skala 1-3 (nyeri ringan) sebanyak 9
(60%) dan skala nyeri dengan 4-6 (nyeri sedang) sebanyak 6 (40%) responden.

Perbedaan Skala Nyeri Sebelum dan Sesudah Terapi Kompres Hangat dengan WWZ (Warm
Water Zack)

Tabel 4. Perbedaan Skala Nyeri Sebelum dan Setelah Terapi Kompres Hangat Dengan WWZ (Warm Water
Zack).

Variabel Mean SD P N
Pre Test Skala Nyeri 2,667 0,4879
0,000 15
Post Test Skala Nyeri 1,400 0,5070

Pada tabel 4 didapatkan nilai rata-rata skala nyeri sebelum intervensi adalah 2,667 dengan
standar deviasi 0,4879. Sedangkan nilai rata-rata skala nyeri sesudah dilakukan intervensi adalah
1,400 dengan standar deviasi 0,5070. Hasil uji statistik paired sample test adalah p = 0,000 dan jika
 = 0,05 maka p < (0,000 < 0,05), sehingga Ho ditolak dan Ha diterima yang artinya terdapat
pengaruh antara terapi kompres hangat dengan WWZ (Warm Water Zack) terhadap nyeri pada
pasien dyspepsia

PEMBAHASAN
Nyeri
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 15 responden, skala nyeri sebelum dilakukan terapi
kompres hangat dengan WWZ (Warm Water Zack) dengan skala 4-6 (nyeri sedang) sebanyak 5
(33,33%) dan skala nyeri dengan 7-10 (nyeri berat) sebanyak 10 (66,66%). Sedangkan skala nyeri
sesudah dilakukan terapi kompres hangat dengan WWZ (Warm Water Zack) dari 15 responden, nyeri
terbanyak adalah nyeri dengan skala 1-3 (nyeri ringan) sebanyak 9 (60%) dan skala nyeri dengan skala
4-6 (nyeri sedang) adalah sebanyak 6 (40%). Data ini menunjukkan bahwa adanya penurunan skala
nyeri sebelum dan sesudah dilakukan terapi kompres hangat dengan WWZ (Warm Water Zack).
Nyeri adalah pengalaman sensori nyeri dan emosional yang tidak menyenangkan yang berkaitan
dengan kerusakan jaringan aktual dan potensial yang tidak menyenangkan yang terlokalisasi pada suatu
bagian tubuh ataupun sering disebut dengan istilah distruktif dimana jaringan rasanya seperti di tusuk-
tusuk, panas terbakar, melilit, seperti emosi, perasaan takut dan mual.15 Intensitas nyeri adalah
gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh individu. Pengukuran intensitas nyeri bersifat
sangan subjektif dan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan berbeda oleh dua orang yang
berbeda.16 Strategi penatalaksanaan nyeri adalah suatu tindakan untuk mengurangi nyeri yang terdiri
dari farmakologi dan nonfarmakologi. Manajemen nyeri non farmakologi merupakan tindakan
menurunkan respons nyeri tanpa menggunakan agen farmakologi.17 Salah satu penyembuhan non
farmakologi atau fase rehabilitasi untuk menurunkan nyeri pada dyspepsia adalah teknik kompres
hangat dengan WWZ (Warm Water Zack).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Diyana (2012)
menunjukkan terdapat perbedaan rata-rata perubahan penurunan skala nyeri antara kompres hangat
dengan kompres dingin, pada kompres hangat rata-rata perubahan skala nyeri adalah 1,92
sedangkan pada kompres dingin adalah 1,05.Tingkat keeratan hubungan antara kedua variabel
tersebut adalah ketgori kuat positif. Selain memberikan analgetik, kompres hangat dapat digunakan
untuk menurunkan nyeri pada dyspepsia.17 Hasil penelitian inipun sejalan dengan penelitian Mia
(2017) didapatkan bahwa dengan terapi kompres hangat WWZ (Warm Water Zack) pasien gastritis
mengalami penurunan skala nyeri dari 6 menjadi 3.Terapi kompres hangat terbukti dapat
menurunkan nyeri pada pasien gastritis.18 Penelitian yang dilakukan oleh Chilyatiz (2018)
JURNAL KESEHATAN Vol. 11 No. 1 Tahun 2020 | 80
didapatkan bahwa ada hubungan kompres hangat terhadap penurunan nyeri pada penderita penyakit
asam urat di Paguyuban Lansia Budi Luhur Surabaya.19

Pengaruh Terapi Kompres Hangat Dengan WWZ (Warm Water Zack) Terhadap Nyeri Pada
Pasien Dyspepsia
Hasil penelitian ini didapatkan nilai rata-rata skala nyeri sebelum intervensi adalah 72,667
dengan standar deviasi 0,4879, nilai minimum 6 (nyeri sedang) dan nilai maximum adalah 9 (nyeri
berat). Sedangkan nilai rata-rata skala nyeri sesudah dilakukan intervensi adalah 1,400 dengan standar
deviasi 0,5070, nilai minimum 2 (nyeri ringan) dan maximum adalah 5 (nyeri sedang). Terapi kompres
hangat dengan WWZ (Warm Water Zack) mempengaruhi skala nyeri pada pasien dyspepsia karena
dalam pemberian terapi ini dilakukan selama 15 menit tanpa diberikan obat analgesik sebelumnya.
Berdasarkan uji paired T-Test diperoleh p value 0,000, dapat disimpulkan bahwa ada
pengaruh antara terapi kompres hangat dengan WWZ (Warm Water Zack) terhadap nyeri pada
pasien dyspepsia. Hal tersebut senada dengan penelitian Rezky, 2013 dan Rizka, 2014 yang
dijelaskan dalam jurnal Ners dan Kebidanan tahun 2018 menyatakan bahwa kompres hangat dapat
menurunkan nyeri. Kompres hangat meredakan nyeri dengan mengurangi spasme otot, merangsang
nyeri, menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan aliran darah. Pembuluh darah akan melebar
sehingga memperbaiki peredaran darah dalam jaringan tersebut. Manfaatnya dapat memfokuskan
perhatian pada sesuatu selain nyeri, atau dapat tindakan penglihatan seseorang tidak terfokus pada
nyeri lagi, dan dapat relaksasi.13, 14 Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Diyana (2012) menunjukkan terdapat perbedaan rata-rata perubahan penurunan skala nyeri
antara kompres hangat dengan kompres dingin, pada kompres hangat rata-rata perubahan skala
nyeri adalah 1,92 sedangkan pada kompres dingin adalah 1,05. Tingkat keeratan hubungan antara
kedua variabel tersebut adalah kategori kuat positif. Selain memberikan analgetik, kompres hangat
dapat digunakan untuk menurunkan nyeri pada dyspepsia.17 Hasil penelitian inipun sejalan dengan
penelitian Mia (2017) didapatkan bahwa dengan terapi kompres hangat WWZ (Warm Water Zack)
pasien gastritis mengalami penurunan skala nyeri dari 6 menjadi 3.Terapi kompres hangat terbukti
dapat menurunkan nyeri pada pasien gastritis.18

SIMPULAN
1. Intensitas nyeri sebelum pemberian terapi kompres hangat dengan WWZ (Warm Water Zack)
didapatkan nyeri dengan skala 4-6 (nyeri sedang) sebanyak 5 (33,33%) dan skala nyeri dengan 7-
10 (nyeri berat)sebanyak 10 (66,66%) responden. Intensitas nyeri setelah pemberian terapi
kompres hangat dengan WWZ (Warm Water Zack) didapatkan nyeri dengan skala 1-3 (nyeri
ringan) sebanyak 9 (60%) dan skala nyeri dengan 4-6 (nyeri sedang) sebanyak 6 (40%).
2. Hasil ujistatistik paired sample test adalah p = 0,000 maka dapat disimpulkan bahwa ada
pengaruh antara terapi kompres hangat dengan WWZ (Warm Water Zack) terhadap nyeri pada
pasien dyspepsia

SARAN
1. Bagi Perawat RSIA Pala Raya Kabupaten Tegal
Memberikan dan mengajarkan terapi kompres hangat dengan WWZ (Warm Water Zack) pada pasien
dyspepsia, agar pasien dapat secara mandiri mengatasi nyeri yang dirasakan.
2. Bagi Instansi RSIA Pala Raya Kabupaten Tegal
Membuat jadwal khusus untuk refreshing pemberian terapi kompres hangat dengan WWZ
(Warm Water Zack) berdasarkan SOP yang sudah ada, khususnya bagi perawat yang belum
melaksanakan terapi kompres hangat dengan WWZ (Warm Water Zack) agar hal ini menjadi
budaya sehari-hari.
3. Bagi peneliti selanjutnya
Perlu dilakukan penelitian lanjutan khususnya berkaitan dengan terapi kompres hangat dengan
berbagai metode yang berbeda terhadap nyeri pada pasien dyspepsia.

JURNAL KESEHATAN Vol. 11 No. 1 Tahun 2020 | 81


DAFTAR PUSTAKA
1. Capernito Lynda. Buku saku diagnosis keperawatan, Jakarta: EGC; 2013.
2. Indrayani. Asuhan persalinan dan bayi baru lahir, dalam Maidartati, dkk. Jurnal Keperawatan
BSI, Vol. VI. Bandung; 2018.
3. Abdullah M, Gunawan J. Dispepsia. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2012.
4. Eka hospital. Kenali penyakit dispepsia; [Diakses 16 Januari 2020]. Tersedia dari:
https://www.ekahospital.com/id/media-detail/health-info/recognizing-dyspepsia-disease
5. Duvnjak, diedit oleh Marko. Dispepsia dalam praktik klinis (1. Aufl. Ed.). New York; 2011.
[Diakses pada 16 Januari 2020. Tersedia dari:
https://translate.google.com/translate?u=https://en.wikipedia.org/wiki/Indigestion&hl=id&sl=en
&tl=id&client=srp
6. Yuriko Andre. Hubungan pola makan dengan kejadian depresi pada penderita dispepsia
fungsional. Jurnal Kesehatan Andalas; 2013.
7. Raisha, dkk. Jurnal ilmiah mahasiswa kedokteran biomedis. Banda Aceh; 2018.
8. Kumar A, Patel J, Sawant P. Epidemiology of functional dyspepsia. J Assoc Physicians India.
2012;60(6):9–12. [Diakses pada 16 Januari 2020]. Tersedia dari:
https://media.neliti.com/media/publications/186776-ID-gambaran-sindroma-dispepsia-
fungsional-p.pdf
9. Andre, Y., Machmud, R., Widya, A. M. Hubungan pola makan dengan kejadian depresi pada
penderita dispepsia fungsional. Retreved Mei 15, 2015; [Diakses pada 16 Januari 2020].
Tersedia dari:
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_dir/dd7313758d98e4c2976ceccaf0de8e4b.pdf
10. Cahyanto, M.E., Ratnasari, N., Siswanto, A. Symptoms of depression and quality of life in
functional dispepsia patients .J Med SSccii, 46(2): 88 – 93. ; [Diakses pada 16 Januari 2020].
11. Enggal. Terapi komplementer alternatif akupresur dalam menurunkan tingkat nyeri. Jember:
Nurseline Journal; 2016.
12. Arovah, N. I. Fisioterapi olahraga. Jakarta: EGC; 2016.
13. Rezky. Pengaruh kompres hangat terhadap nyeri artritis gout pada lanjut usia di Kampung
Tegalegendu Kecamatan Kota Gede Yogyakarta. Jakarta: Jurnal Ners dan Kebidanan; 2018.
14. Rizka. Hubungan tingkat pengetahuan penderita asam urat dengan kepatuhan diet rendah purin
di Gawanan Timur Kecamatan Colombu Karanganyar. Jakarta: Jurnal Ners dan Kebidanan;
2018.
15. Hindun, Galuh D. Asuhan keperawatan dengan masalah keperawatan nyeri akut post curretage
atas indikasi abortus incomplete pada Ny. Y P0A1 di Ruang Bougenville RSUD dr. R. Goeteng
Taroenadibrata Purbalingga. Karya Tulis Ilmiah. Purwokerto: D III Fakultas Ilmu Kesehatan.
Universitas Muhammadiyah Purwokerto; 2016.
16. Andarmoyo, S. Konsep dan proses keperawatan nyeri. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media; 2013.
17. Diyana. Perbedaan kompres hangat dengan kompres dingin terhadap perubahan skala nyeri
pada pasien dyspepsia di Rsu Kardinah Tegal Tahun 2012. Skripsi. Tegal: STIKES
BHAMADA SLAWI; 2012
18. Mia Khoirul. Penerapan terapi kompres air hangat untuk mengurangi nyeri pada pasien
gastritis di Ruang Dahlia RSUD Dr. Soedirman Kebumen 2017. KTI. Kebumen: STIKES
MUHAMMADIYAH GOMBONG; 2017.
19. Chilyatiz Dkk. Pengaruh kompres hangat terhadap penurunan nyeri pada penderita penyakit
artritis gout.Vol 5, No 3 (2018). Jurnal Ners Dan Kebidanan: 2018.

JURNAL KESEHATAN Vol. 11 No. 1 Tahun 2020 | 82


Journal of Telenursing (JOTING)
Volume 2, Nomor 1, Juni 2020
e-ISSN: 2684-8988
p-ISSN: 2684-8996
DOI: https://doi.org/10.31539/joting.v2i1.1097

KOMPRES NaCl 0,9% DALAM UPAYA MENURUNKAN NYERI POST


INSERSI AV FISTULA PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK

Isnayati1, Suhatridjas2
Akademi Perawat Pelni Jakarta1,2
pelniisnayati@yahoo.com1

ABSTRAK

Tujuan penelitian untuk mengetahui gambaran analisis Kompres NaCl 0,9% terhadap
menurunkan nyeri post insersi AV Fistula pasien gagal ginjal kronis selama
hemodialisa. Desain penelitian merupakan metode penelitian deskriptif sederhana
dengan pendekatan study kasus dan pemberian terapi kompres NaCl 0,9%. Hasil
penelitian selama dilakukan kompres terjadi penurun nyeri pada subjek I dan subjek II,
tidak terjadi alergi, kedua subjek terlihat nyaman, tidak ada keluhan nyeri bertambah,
tidak ada gestur atau ekspresi yang menunjukan menahan nyeri berat ketika dilakukan
kompres. Keluhan nyeri yang di rasakan kedua subjek dari jam pertama hingga jam ke
empat selalu mengalami pemunurun skala nyeri. Simpulan, terdapat penurunan skala
nyeri pada subjek I dan subjek II antar 2-1 setiap di lakukan kompres selama 4 kali
pertemuan.

Kata Kunci : Hemodialisa, Insersi AV Fistula, Kompres NaCl 0,9%, Nyeri

ABSTRACT

The study aimed to determine the description of the analysis of 0.9% NaCl compresses
to reduce post-Fertula AV insertion pain in patients with chronic renal failure during
hemodialysis. The research design is a simple descriptive research method with a case
study approach, and administration of 0.9% NaCl compress therapy. The study results
during the compress pain reduction occurred in the subject I and subject II; there was
no allergy, both questions looked comfortable, there were no complaints of increased
pain, no gestures or expressions that showed massive pain when compressed.
Complaints of pain felt by the two subjects from the first hour to the fourth hour always
experience a decrease in pain scale. In conclusion, there is a decrease in pain scale in
question I and subject II between 2-1 every time it is compressed for four meetings.

Keywords: Hemodialysis, AV Fistula Insertion, 0.9% NaCl Compress, Pain

PENDAHULUAN
Gagal ginjal kronik (GGK) atau disebut juga penurunan fungsi ginjal irreversible
dan progresif merupakan suatu proses patofisiologi dengan penyebab yang beragam,
yang mengakibatkan penuruan fungsi ginjal, biasanya berakhir dengan gagal ginjal
(Wijaya & Padila, 2019). Hal ini menyebabkan ketidak mampuan ginjal untuk
membuang racun, produk sisa serta tidak mampu mempertahankan metabolisme,
keseimbangan cairan dan elektrolit (Manus et al., 2015). Hal ini juga menyebabkan
uremia dengan gejala mual sampai muntah, kehilangan nafsu makan atau penurunan
berat badan, sering mengalami kram pada bagian kaki, sulit konsentrasi, mengalami

71
2020. Journal of Telenursing (JOTING) 2 (1) 71-80

kelelahan ekstrim (fatigue), yang ditandai dengan adanya protein dalam urin serta
penurunan laju filtrasi glomerulus, berlangsung lebih dari 3 bulan (Padila, 2012;
LeMone & Bauldof, 2016).
Berdasarkan estimasi World Health Organization, secara global lebih dari 500 juta
orang mengalami penyakit gagal ginjal kronis, sekitar 1,5 juta orang harus menjalani
hidup bergantung cuci darah (Hemodialisa). Di negara maju, angka penderita gangguan
ginjal cukup tinggi. Di Amerika Serikat misalnya 26 juta orang dewasa mengalami
kegagalanmfungsi ginjalnya dan jutaan lainnya berada pada peningkatan risiko
(National Kidney Foundation, 2015).
Sebanyak 2.786.000 orang, tahun 2012 sebanyak 3.018.860 orang dan tahun 2013
sebanyak 3.200.000 orang, berdasarkan hasil survei dari indonesia renal registry (2017)
menuliskan bahwa peningkatan jumlah pasien baru yang melakukan dialisis pada tahun
2017 sebanyak 30,831 pasien baru yang mendaftar di rumah sakit di seluruh rumh sakit
yang menyediakan layanan hemodialisa. Sedangkan di DKI Jakarta pada tahun 2017
jumlah pasien baru di rumah sakit yang menyediakan layanan hemodialisa sebanyak
2973 pasien baru di tahun 2017. Berdasarkan data Indonesian Renal Registry (IRR)
(2016) sebanyak 98% penderita gagal ginjal menjalani terapi hemodialisis.
Pravelensi gagal ginjal Data Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 menunjukkan
prevalensi penderita gagal ginjal meningkat sebesar 2% atau 2 per 100 penduduk
ditahun 2013 menjadi 3,8% pada tahun 2018 (Kemenkes,RI, 2018), dan proporsi
pernah/sedang cuci darah pada penduduk berumur lebih dari 15 tahun yang pernah
didiagnosa penyakit gagal ginjal kronik propinsi DKI menempati ururan pertama diikuti
Bali dan DI Yogyakarta (Riskesdas, 2018).
Penyakit gagal ginjal kronis stadium akhir berarti ginjal sudah tidak berfungsi
lagi, diperlukan cara untuk membuang zat-zat racun dari tubuh dengan terapi pengganti
ginjal yaitu dengan cuci darah (Hemodialisis), Continous Ambulatory Peritoneal
Dialysis (CAPD), dan pencangkokan ginjal (Transplantasi ginjal). Dari terapi tersebut
hemodialisa merupakan terapi pengganti ginjal yang paling banyak digunakan di
Indonesia. Hemodialisis adalah salah satu terapi pengganti ginjal yang menggunakan
alat khusus dengan tujuan mengeluarkan racun atau toksin uremik dan mengatur cairan
akibat penurunan laju filtrasi glomerulus dengan mengambil alih fungsi ginjal yang
menurun (Djarwoto, 2018). Hemodialisis dilakukan dengan cara mengalirkan darah ke
dalam tabung ginjal buatan yang bertujuan untuk mengeliminasi sisa-sisa metabolisme
protein dan elektrolit antara kompartemen dialisat melalui membran semi permeable.
(Manus et al., 2015).
Berdasarkan hasil survei dari Indonesia Renal Registry (2017) peningkatan
jumlah pasien baru yang melakukan dialisis pada tahun 2017 sebanyak 30,831 pasien
baru yang mendaftar di rumah sakit di seluruh rumah sakit yang menyediakan layanan
hemodialisa. Sedangkan di DKI Jakarta pada tahun 2017 jumlah pasien baru di rumah
sakit yang menyediakan layanan hemodialisa sebanyak 2973 pasien baru di tahun 2017.
Berdasarkan data Indonesian Renal Registry (IRR) (2016) sebanyak 98% penderita
gagal ginjal menjalani terapi hemodialisis.
Pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisa dapat dilakukan melalui beberapa
akses diantaranya melalui arteriovenosa fistula (AV Shunt), arteriovenosa fistula
menjadi salah satu standar untuk akses vaskular pada pasien yang menjalani terapi
hemodialisa. di mana pada prosedur ini di lakukan penusukan pada AV fistula.
Kanulisasi adalah suatu tindakan menusukan jarum melalui kulit menuju pembuluh

72
2020. Journal of Telenursing (JOTING) 2 (1) 71-80

darah (AV Shunt atau Femoral) sebagai sarana untuk menghubungkan antara sirkulasi
vaskular dan mesin dialisa selama proses hemodialisa (Endiyono, 2017).
Kanulisasi merupakan prosedur yang menimbulkan masalah fisik berupa rasa
nyeri akibat penusukan pada arteriovenosa fistula, hal ini disebabkan karena kanul yang
digunakan berukuran besar, dan rasa nyeri dapat dirasakan pasien selama pasien
melakukan hemodialisis (Endiyono.2017). Respon nyeri merupakan pengalaman
sensoris dan emosional yang tidak menyenangkan, hal ini disebabkan karena trauma
atau kerusakan jaringan dan berisfat individual, sehingga diperlukan pengkajian yang
yang cermat dan teliti.
Pengelolaan keperawatan pada pasien yang mengalami nyeri dilakukan melalui
pendekatan proses keperawatan meliputi pengkajian dari pengakuan dan penerimaan
nyeri pasien yang sangat individual. Serta dikaji pula sumber nyeri, interval nyeri
secara teratur. Dalam perencanaan keperawatan melibatkan antardisiplin untuk
mengelola nyeri, selain respon dan efek samping pengobatan, pendidikan kesehatan
efektivitas strategi perencanaan keperawatan dapat pula menurunkan nyeri. Pengkajian
yang teliti dan cermat untuk mengetahui skala nyeri sangat dibutuhkan agar rasa nyeri
dapat diatasi dengan tindakan yang tepat (Pranowo et al., 2016). Beberapa penelitian
telah menunjukan bahwa meskipun nyeri telah dikelola dengan baik, kira-kira 70%
pasien yang mengalami nyeri akut sedang berlanjut menjadi nyeri akut hebat. Selain itu
juga, survey mengindikasikan bahwa lebih dari 86% pasien mengalami nyeri sedang ke
nyeri hebat meskipun analgesik ditingkatkan dan dapat menyebabkan efek samping
yang dapat menimbulkan dampak fisiologis terhadap sistem organ dan psikologis pasien
(LeMone & Bauldof, 2016).
Pemberian kompres NaCl 0,9% dipandang efektif dalam membantu
mengendalikan nyeri, stimulasi dingin pada kulit akan menurunkan konduksi impuls
serabut syaraf sensoris nyeri, sehingga rangsangan nyeri menuju hipotalamus akan
dihambat dan diterima lebih lama (Evangeline, 2015).
NaCl 0,9% merupakan cairan isotonis yang bersifat fisiologis, non toksik dan
tidak menimbulkan hipersensitivitas sehingga aman digunakan untuk tubuh dalam
kondisi apapun. NaCl 0,9% merupakan larutan isotonis aman untuk tubuh, tidak iritan,
melindungi granulasi jaringan dari kondisi kering, menjaga kelembaban sekitar luka
dan membantu luka menjalani proses penyembuhan luka. Selain itu NaCl 0,9%
memiliki respon anti inflamasi sehingga dapat menurunkan gejala nyeri dan eritema
yang timbul pada luka, serta meningkatkan aliran darah menuju area luka, sehingga
mempercepat proses penyembuhan luka.
Menurut hasil penelitian yang di lakukan Endiyono (2017) menujukan bahwa
pemberian kompres dingin pada saat penusukan AV fistula menujukan penurunan skala
nyeri di bandingkan sebelum di lakukan intervensi. Penelitian yang di lakukan Fauji
(2017) dengan hasil pemberian kompres NaCl 0,9% lebih efektif dalam menurunkan
intensitas nyeri setelah insersi pada pasien hemodialisa. Menurut penelitian yang
dilakukan oleh Pranowo et al., (2016) ada perbedaan skala nyeri yang bermakna antara
sebelum pemberian kompres dan setelah pemberian kompres setelah kanulasi (inlet
akses femoral) hemodialisis. Pasien yang menjalani hemodialisa perlu diberikan
tindakan kompres menggunakan NaCL 0,9% setelah kanulisa, diarea sekitar insersi
untuk mengurangi nyeri selama pasien menjalani hemodialisa.

73
2020. Journal of Telenursing (JOTING) 2 (1) 71-80

METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini metode penelitian deskriptif
sederhana dengan pendekatan studi kasus, yang mencakup pengkajian satu unit
penelitian secara intensif, pada satu pasien, keluarga, kelompok, komunitas, atau
institusi dengan jumlah subyek cenderung sedikit, tetapi jumlah variabel yang diteliti
sangat luas.
Penelitian ini peneliti melakukan pemberian kompres dengan NaCL 0,9% pada
pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa yang dilakukan penusukan
kanulasi (inlet akses femoral) untuk mengetahui penurunan tingkat nyeri, melibatkan 2
subjek yaitu dua pasien gagal ginjal kronis yang sedang menjalani hemodialisa.
Desain rancangan yang dipergunakan yaitu pre and post test group, dengan
menilai intensitas sekala nyeri di sekitar area insersi kanula sebelum dan sesudah
diberikan intervensi kompres dengan NaCL 0,9% pada pasien gagal ginjal kronis yang
menjalani hemodialisa yang mendapat intervensi penusukan kanulasi (inlet akses
femoral.
Gambaran skema penelitian yang dilakukan yaitu : A1 ---- B ----- A2
A1 = Pengukuran sekala nyeri sebelum dilakukan intervensi kompres dengan NaCL
0,9%
B = Intervensi kompres NaCL 0,9%
A2 = Pengukuran sekala nyeri setelelah dilakukan intervensi kompres NaCL 0,9%
Pemberian kompres NaCL 0,9% setelah kanulasi (inlet akses femoral) dengan
secara purposive random sampling berdasarkan kriteria yang ditentukan. yaitu kriteria
ketentuan yang diharapkan dan sample dipilih berdasarkan keinginan peneliti. Unit
sampling diseleksi untuk tujuan tertentu, oleh karena itu digunakan istilah purposeful
atau purposive. Pada penelitian ini peneliti melakukan intervensi pemberian kompres
NACL 0,9 % setelah kanulasi (inlet akses femoral)) untuk mengurangi nyeri, terhadap
dua Subjek yang sedang menjalani hemodialisa dengan karakteristik tertentu yang
dibuat peneliti sendiri dalam kriteria inklusi dan eklusi.
Kriteria inklusi yaitu pasien yang bersedia untuk mengikuti penelitian dan
kooperatif, pasien yang menjalani hemodialisa 2 kali dalam seminggu, pasien yang
mengunakan akses Vaskular (AV Fistula), pasien yang mengalami nyeri setelah di
lakukan Insersi pada AV fistula saat hemodialisa, pasien dengan skala nyeri ringan (1-3
dari 1-10), Keadaan umum sedang, kesadaran composmentis, pasien dengan jenis
kelamin perempuan, kelompok usia middle age (45-59 tahun) sedangkan Kriteria
Eksklusi, Pasien Gagal Ginjal Kronis yang melakukan Hemodialisa dengan akses AV
Fistula tidak mengalami nyeri setelah Insesi pada AV Fistula saat di lakukan
Hemodialisa, pasien tidak menggunakan akses vaskular AV Fistula, pasien dengan
keadaan umum berat, pasien dengan usia di bawah 45 tahun atau lebih dari 60 tahun,
Pasien dengan skla nyeri diatas 3. Pasien dengan psikologi tidak setabil (Depresi).
Fokus studi pada kajian utama dari masalah yang akan dijadikan titik acuan
penelitian. Fokus studi dari penelitian ini adalah pemberian kompres menggunakan
NaCL 0,9 % setelah kanulasi (inlet akses femoral) terhadap penurunan nyeri pada
pasien yang sedang menjalani hemodialisa.

74
2020. Journal of Telenursing (JOTING) 2 (1) 71-80

HASIL PENELITIAN
Kondisi Sebelum Dilakukan Intervensi
Subjek 1
Setelah dilakukan wawancara dan pengkajian pada subjek I didapatkan hasil yaitu
kesadaran komposmentis, subjek I mengatakan menjalani Hemodialisa semenjak 5
tahun yang lalu lalu, sebelumnya 15 tahun yang lalu subjek mengalami peningkatan
kadar gula darah, dengan hasil tertinggi 432, setelah sembuh pasien tidak pernah kontrol
dan mengkonsumsi obat gula. Sejak enam tahun yang lalu subjek1 dinyatakan
menderita gagal ginjal, dan harus dilakukan hemodialisa. Keluhan yang dirasakan saat
ini badan lemas, kadang - kadang terasa pusing, pucat (+), distensi vena jugularis (+),
konjungtiva terlihat anemis, muka sembab, perut rasa bagah, kembung (+), kulit kering,
bersisik dan kehitaman, BAK kurang dari 200 cc perhari.
Subjek1 terpasang seminosan sejak 5 tahun yang lalu, sebelumnya subjek
menggunakan CDL sampai 2 kali buka pasang karena terjadi infeksi dan saat
Hemodialisa terkadang tidak berjalan lancer. Terdapat pelebaran pembuluh darah pada
area terpasang seminosan (lengan kanan bagian atas). Subjek 1 dilakukan insersi
seminggu dua kali setiap hari Senin pagi Kamis pagi dan menjalani, Hemodialisa
selama 5 jam.
Nyeri dirasakan saat penusukan sampai berakhirnya hemodialisa, nyeri pada AV
fistula dan sekitar area AV fistula. Selama menjalankan hemodialisa Subjek 1 tidak
mengkonsumsi obat anti nyeri, mengatakan nyeri berkurang ketika istirahat, nyeri akan
bertambah bila banyak bergerak dan aliran dialysis tidak lancar, nyeri terasa seperti di
tusuk dan perih, nyeri yang di rasakan di sekitar tempat penusukan jarum, skala
nyeri 3, dan nyeri hilang timbul hasil pengukuran Tekanan darah 135/85 mmHg, RR 19
x/ menit, Suhu 36,7 °C, dan Nadi 79x/menit dan CTR<3 detik. Hasil Laboraturium :
HB 7,2 gr/dl, Ureum 88 mgdl, Kreatinin 4,7 mgdl dengan EGFR 14.
Subjek II Setelah dilakukan wawancara dan pengkajian nyeri pada subjek II
didapatkan hasil kesadaran komposmentis keadaan umum baik subjek II mengatakan
menjalani hemodialisa semenjak 3 tahun yang lalu, sebelumnya 5 tahun yang lalu
subjek mengalami peningkatan tekanan darah yang tidak teratur, subjek minum obat
amlodifin 5 mg bila pusing dan leher pegal - pegal, kontrol tidak teratur dan senang
makan krupuk serta ikan asin terpasang seminosan. ditangan kanan atas. Subjek 2
dilakukan insersi seminggu dua kali pada hari Senin pagi dan Kamis pagi dan
menjalani hemodialisa selama 5 jam.
Keluhan yang dirasakan saat ini badan lemas, kadang kadang terasa pusing, pucat
(tidak ada), distensi vena jugularis (+), konjungtiva terlihat anemis, seklera anikterik,
muka sembab, edema pada ektermitas bawah (+) kulit kering, bersisik dan kehitaman.
BAK kurang dari 200 cc perhari. Nyeri pada AV fistula dan sekitar area AV Fistula,
nyeri dirasakan saat penusukan sampai berakhirnya hemodialisa. Selama menjalankan
hemodialisa subjek 2 tidak mengkonsumsi obat anti nyeri atau obat hipertensi, subjek
mengatakan nyeri berkurang ketika zikir istirahat, subjek 2 mengatakan nyeri
bertambah bila banyak bergerak dan aliran dialysis tidak lancar, nyeri terasa seperti di
tusuk jarum dan perih, nyeri yang di rasakan di sekitar tempat penusukan jarum,
skala nyeri 3, dan nyeri hilang timbul hasil pengukuran tekanan darah 160/92 mmHg,
RR 20 x/ menit, Suhu 36,2 °C, dan Nadi 93x/menit dan CTR<3 detik. Hasil
Laboraturium : HB 8.00 gr/dl, Ureum 154 mgdl, Kreatinin 5,7 mgdl dengan EGFR 9.

75
2020. Journal of Telenursing (JOTING) 2 (1) 71-80

Kondisi Setelah Diberikan Intervensi

Tabel. 1
Skala Nyeri Sebelum dan Sesudah
Intervensi Subjek 1

Pertemuan Sebelum Sesudah


1 Skala 3 Skala 1
2 Skala 2 Skala 0
3 Skala 3 Skala 1
4 Skala 2 Skala 0

Subjek I dilakukan kompres NaCl 0,9% selama 4 jam, dengan penggantian


kompres setiap jam dan setiap 15 menit kain kasa di basahi dngan NaCl 0,9% diisetiap
jam di evaluasi skala nyeri, pada pertemua pertama dijam pertama rasa nyeri masih
dirasakan dan belum terjadi penurunan nyeri, tetapi secara bertahap dijam-jam
selanjutnya terjadi penurunan nyeri dari 3 menjadi dua dan terakhir kompres terjadi
penurunan menjadi 1. Kompres ini dilakukan selama 4 kali pertemuan setiap hari Senin
dan Kamis. Hasil pemberian kompres kompres pada subjek 1 terjadi perubahan kearaah
yang lebih baik dibuktikan Subjek I tampak rileks dan nyaman, dapat mengikuti arahan,
ekspresi wajah rileks, tidak tampak menahan nyeri, keluhan nyeri berkurang selama di
kompres dengan NaCl 0,9 % dalam 4 kali pertemuan.

Tabel. 2
Skala Nyeri Sebelum dan Sesudah
Intervensi Subjek 2

Pertemuan Sebelum Sesudah


1 Skala 3 Skala 2
2 Skala 2 Skala 1
3 Skala 3 Skala 2
4 Skala 4 Skala 2

Subjek II bersedia dilakukan kompres NaCl 0,9% selama 4 jam dalam 1 sesi
hemodialisa selama 4 kali pertemuan berturut-turut, dengan penggantian kompres setiap
jam dan setiap 15 menit kain kasa di basahi NaCl 0,9% disetiap jam di evaluasi skala
nyeri, pada pertemuan pertama dijam pertama rasa nyeri masih dirasakan dan belum
terjadi penurunan nyeri, tetapi secara bertahap dijam-jam selanjutnya terjadi penurunan
nyeri dari 3 menjadi dua dan terakhir kompres terjadi penurunan menjadi 2. Kompres
ini dilakukan selama 4 kali pertemuan setiap hari Senin dan Kamis. subjek II tampak
nyaman, dapat mengikuti arahan, ekspresi wajah rileks, tidak tampak menahan nyeri,
keluhan nyeri berkurang selama di kompres. Hasil pemberian kompres kompres pada
subjek II terjadi perubahan kearaah yang lebih baik dibuktikan Subjek II tampak rileks
dan nyaman, dapat mengikuti arahan, ekspresi wajah rileks, tidak tampak menahan
nyeri, keluhan nyeri berkurang selama di kompres dengan NaCl 0,9 % dalam 4 kali
pertemuan.

76
2020. Journal of Telenursing (JOTING) 2 (1) 71-80

PEMBAHASAN
Gagal ginjal kronik (GGK) merupakan keruskaan fungsi ginjal permanen dimana
ginjal tidak dapat membuang racun dan produk sisa dari dalam darah, ditandai adanya
protein dalam urin serta penurunan laju filtrasi glomerulus, berlangsung lebih dari 3
bulan. Perjalalanan penyakit ini diawali dari pengurangan fungsi ginjal antara 30-50%,
pengurangan fungsi ginjal tidak mengurangi akumulasi sampah metabolik dalam darah
karena nafron yang masih baik akan mengkompensasi nefron yang rusak, jika hal ini
terus berlangsung mengakibatkan terus menurunnya fungsi ginjal hingga ke gangguan
fungsi ginjal tahap akhir (Le Mone, 2016). Penyakit ginjal tahap akhir diperkirakan
jumlah nefron yang rusak mencapai 90% dengan GFR hanya 10% sehingga fungsi
ginjal tidak dapat dipertahankan, ginjal tidak mampu mempertahankan homeostasis,
dapat dilihat dari hasil ureum kreatinin yang terus meningkat, adanya edema, gangguan
keseimbangan elektrolit, asam basa dan akan mengganggu seluruh sistem tubuh.
Berdasarkan hasil wawancara subjek 1 telah menjalani hemodialisa selama 5
tahun dan subjek 2 selama 3 tahun dalam waktu tersebut masing – masing subjek selalu
melakukan hemodialisa setiap hari Senin dan Kamis, dalam waktu tersebut pula subjek
terpapar dengan rasa nyeri. Lamanya subjek terpapar dengan rasa nyeri menurut subjek
mengakibatkan meningkatkan rasa takut akan nyeri saat akan dilakukan insersi AV
fistula, hal ini sesuai dengan penelitian yang disampaiakan Wakhid H, pengalaman
masa lalu seseorang yang pernah mengalami insersi justru akan meningkatkan rasa
nyeri. Menurut IGAPS Laksmi (2018) Pengalaman masa lalu seseorang yang pernah
mengalami insersi justru akan meningkatkan rasa nyeri, semakin sering seseorang
terpapar dengan nyeri maka semakin besar intensitas nyeri yang dirasakan
Berdasarkan rentang usia kedua subjek berada pada rentang usia 45-59 tahun,
dimana Subjek I berusia 53 tahun dan Subjek II berusia 50 tahun. Menurut DepKes.
(2018) pasien hemodialisis terbanyak adalah kelompok usia 45-64 tahun, baik pasien
baru maupun pasien aktif, hal ini sesuai juga dengan penelitian Agustina (2019)
berdasarkan usia didapatkan kelompok usia terbanyak adalah 40-60 tahun sebanyak 65
pasien (62,5%), diikuti kelompok usia <40 tahun sebanyak 23 pasien (22,1%), dan >60
tahun sebanyak 16 pasien (15,4%).
Subjek II menderita gagal ginjal akibat dari penyakit Diabetus Millitus yang
dideritanya sejak 15 tahun yang lalu, penelitian ini sesuai dengan data yang
dikumpulkan oleh Indonesia Renal Registry (IRR), pada tahun 2007-2008 didapatkan
penyebab tersering kedua pada gagal ginjal kronis adalah diabetes melitus (23%).
Crandall & Shamoon (2016) mengungkapkan salah satu penyebab utama terjadinya
gagal ginjal adalah nefropati diabetik akibat dari penyakit diabetes melitus yang tidak
terkontrol.
Pada penelitian ini ngin mengetahui manfaat dari kompres NaCl 0,9% terhadap
penurunan intensitas skala nyeri yang dilakuka pada Subjek I dan subjek II. Sekala
nyeri dinilai sebelum dan sesudah dilakukan intervensi. Subjek yang dilakukan
intervensi adalah pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa dengan insersi
AV fistula dan mengalami nyeri. Menurut LeMone & Bauldof (2016) dalam upaya
mengatasi nyeri tersebut terdapat beberapa cara nonfarmakologis yang dapat digunakan
seperti teknik relaksai, distraksi, stimulasi, imajinasi terbimbing, hipnosis dan kompres,
manfaat kompres dapat menurunkan prostaglandin, yang memperkuat sensitivitas
reseptor nyeri dan subkutan lain pada tempat cedera dengan menghambat proses
inflamasi.

77
2020. Journal of Telenursing (JOTING) 2 (1) 71-80

Dalam penelitian ini Subjek I dan II mendapat terapi kompres NaCl 0,9% selama
4 jam dari proses hemodialisa yang berlangsung lima jam. Saat berlangsungnya
hemodialisa dalam 1 kali pertemuan kompres dilakukan selama 4 jam, setiap jam nyeri
dinilai, di ganti kompresnya, dan setiap 15 menit dicek kelembapannya. Kompres
diberikan mulai pukul 8.00 sampai pukul 12.00 wib tepatnya setelah di lakukan insersi
Av Fistula. Selama di lakukan kompres terjadi penurun nyeri pada subjek I, nyeri yang
dirasakan hilang secara bertahap selama empat jam pemberian kompres, begitu pula
yang dilakukan oleh subjek II.
Subjek I dan subjek II diperlakukan dengan hal yang sama, selama pemberian
kompres subjek 1 dan subjek 2 juga tidak terdapat tanda - tanda alergi seperti
kemerahan, gatal dikarnakan cairan NaCl 0,9 % merupakan cairan isotonic atau sama
dengan cairan tubuh. Selama pemberian kompres subjek 1 terlihat nyaman, tidak ada
keluhan nyeri bertambah, dan tidak ada gestur atau ekspresi yang menunjukan menahan
nyeri berat ketika dilakukan kompres. Sedangkan pada subjek ke 2 pada hari pertama
pemberian kompres jam kedua nyeri masih menetap, subjek terlihat meringis
dikarnakan ketidak lancaran akses dan selanjutnya lancar, sehingga dapat disimpulkan
keluhan nyeri yang di rasakan kedua subjek dari jam pertama hingga jam ke empat
selalu mengalami penurunan skala nyeri. Penurunan skala nyeri setelah dilakukan
intervensi dengan rata - rata penurunan nyeri pada subjek 1 sebesar 83% dan subjek 2
terjadi penurunan skala nyeri sebesar 42%.
Kompres dingin merupakan metode yang menggunakan cairan atau alat yang
dapat menimbulkan sensasi dingin pada bagian tubuh yang memerlukan. Pemberian
kompres dengan NaCL ,9% dipandang efektif dalam membantu mengendalikan nyeri,
stimulasi dingin pada kulit akan menurunkan konduksi impuls serabut syaraf sensoris
nyeri, sehingga rangsangan nyeri menuju hipotalamus akan dihambat dan diterima lebih
lama (Evangeline, 2015).
NaCl 0,9% juga merupakan cairan isotonis yang bersifat fisiologis, non toksik dan
tidak menimbulkan hipersensitivitas sehingga aman digunakan untuk tubuh dalam
kondisi apapun. Selain itu NaCl 0,9% memiliki respon anti inflamasi sehingga dapat
menurunkan gejala nyeri dan eritema yang timbul pada luka post insersi AV fistula
sehingga rasa nyeri yang dialami subjek I dan subjek II berkurang. Mekanisme lain
yang mungkin bekerja adalah persepsi dingin NaCl 0,9% menjadi dominan dan
mengurangi persepsi nyeri. Penelitian ini sesuai dengan penelitian Evangeline (2015)
yang menyatakan kompres Nacl 0,9% efektif untuk mengurangi nyeri pada pasien
plebitis. Selain itu Teorigate kontrol menyatakan stimulasi kulit mengaktifkan
transmisi serabut saraf sensori A-beta yang lebih besar dan lebih cepat. Proses ini
menurunkan transmisi nyeri melalui serabut C dan delta-A berdiameter kecil sehingga
gerbang sinap menutup transmisi impuls nyeri. Kompres dingin menimbulkan efek
analgetik dengan memperlambat kecepatan hantaran saraf sehingga impuls nyeri yang
mencapai otak lebih sedikit. Mekanisme lain yang mungkin bekerja adalah rasa dingin
mendominan dan mengurangi persepsi nyeri, selain itu kompres dingin menyebabkan
vasokontriksi pembuluh darah sehingga menimbulkan efek baal atau mati rasa pada
kulit yang menimbulkan mati rasa/ baal, kompres dingin merupakan alternatif pilihan
yang alamiah dan sederhana yang dengan cepat mengurangi rasa nyeri selain dengan
memakai obat-obatan (Potter et al., 2017).
Pemberian kompres dingin terhadap intensitas nyeri pada saat insersi jarum pada
pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisa rutin lebih efektif dalam menurunkan
persepsi nyeri.

78
2020. Journal of Telenursing (JOTING) 2 (1) 71-80

Hasil penelitian terhadap dua subjek yang dilakukan pemberian kompres NaCL
0,9 % selama empat kali pemberian dengan lama masing masing tindakan selama 4 jam
terdapat penurunan skala nyeri yang berbeda. Terdapat perbedaan sekala nyeri sebelum
dan sesudah pemberian kompres NaCl 0,9%. Pada subjek 1 setelah dilakukan sebanyak
4 kali terdapat penurunan nyeri dengan rata- rata 83% sedangkan pada subjek 2 dengan
waktu dan jumlah yang sama didapat penurunan nyeri rata- rata 42%.

SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat dirumuskan simpulan sebagai
berikut rasa nyeri pada subjek 1 setelah diberikan kompres NaCL 0,9 %, selama 4 kali
pertemuan menunjukan penurunan skala nyeri hal yang sama juga terjadi pada subjek II
setelah dilakuka kompres NaCL 0,9% terjadi penurunan.

SARAN
Bagi Masyarakat
Diharapkan masyarakat yang memiliki keluarga dengan penyakit gagal ginjal
kronis dengan hemodialisa yang setelah dilakukan penusukan AV Fistula mengalami
nyeri khususnya subjek I dan subjek II untuk mengerti dan menerapkan kompres NaCl
0,9% saat di lakukan hemodialisa.

Bagi Intitusi Pendidikan


Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan informasi pendidikan sehingga saat
mahasiswa melakukan terapi untuk menurunkan persepsi nyeri maka dapat diterapkan
terapi kompres NaCl 0,9%.

Bagi Pelayanan Kesehatan


Pelayanan kesehatan masyarakat seperti rumah sakit dan instansi kesehatan
lainnya hendaknya mengaplikasikan kompres NaCl 0,9% dalam upaya menurunkan
persepsi nyeri pada klien yang mengalami nyeri setelah di lakukan penusukan pada AV
Fistula. Maka perawat juga dapat memberikan terapi kompres NaCl 0,9 % untuk
mengurangi persepsi nyeri yang di rasakan klien.

Penelitian Selanjutnya
Penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi peneliti selanjutnya untuk dapat
melakukan penelitian yang terkait dengan kompres NaCl 0,9 % dalam upaya
menurunkan persepsi nyeri pada klien yang mengalami nyeri setelah di lakukan
penusukan pada AV Fistula dan diharapkan peneliti selanjutnya dapat melakukan
penelitian lebih lanjut tentang terapi kompres NaCl 0,9% dalam upaya menurunkan
persepsi nyeri pada klien yang mengalami nyeri setelah di lakukan penusukan pada AV
Fistula dengan responden lebih banyak.

DAFTAR PUSTAKA
Agustina, W., & Wardani, E. K. (2019). Penurunan Hemoglobin pada Penyakit Gagal
Ginjal Kronik setelah Hemodialisis di RSU KH Batu. Jurnal Ners dan
Kebidanan, 6(2), 142-147. DOI: 10.26699/jnk.v6i2.ART.p142-147
Crandall, J., & Shamoon, H. (2016). Diabetes mellitus. Dalam: Goldman L, Schafer AI,
penyunting. Goldman-Cecil Medicine. Edisi ke-25. Philadelphia: Elsevier
Saunders. hlm. 1542–48

79
2020. Journal of Telenursing (JOTING) 2 (1) 71-80

Djarwoto, B. (2018). Pelatihan Dialisis Perawat RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.


Yogyakarta: IP2KSDM RSUP Dr. Sardjito
Evangeline, H. (2015). Perbedaan Kompres NaCl 0,9% dan Alkohol 70% terhadap
Penurunan Intensitas Nyeri pada Pasien Pleblitis. Jurnal Kedokteran dan
Kesehatan, 2(03). Diakses https://ejournal.unsri.ac.id/index.php/jkk/article/view
Endiyono, E. (2017). Pengaruh Kompres NaCl terhadap Tingkat Persepsi Nyeri Insersi
AV Fistula pada Pasien Hemodialisa di Rumah Sakit Umum Daerah Purbalinga.
Jurnal Medika Respati, 12(3). Di akses tanggal 12 Mei 2018
Fauji, A. (2018). Kompres Es Lebih Efektif untuk Mengurangi Nyeri saat Insersi Jarum
pada Pasien Hemodialisa: EBN. Majalengka: Jurnal Keperawatan dan Kesehatan
Medisna Akper YPIB Majalengka. IV(7). http://ejournal.akperypib.ac.id/wp-
content/uploads/2018/03/MEDISINA-Jurnal-Keperawatan-dan-Kesehatan-Akper-
YPIB-Majalengka.pdf
Indonesia Renal Registry (IRR). (2016). Report of Indonesian Renal Registry, 9th
Edition. Jakarta: Perkumpulan Nefrologi Indonesia (Pernefri)
Indonesia Renal Registry (IRR). (2017). Report of Indonesian Renal Registry, 10th
Edition. Jakarta : Perkumpulan Nefrologi Indonesia (Pernefri)
Kemenkes RI. (2018). Cegah dan Kendalikan Penyakit Ginjal dengan Cerdik dan
Patuh. http://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20180307/1425164/
cegah-dan-kendalikan-penyakit-ginjal-cerdik-dan-patuh
Laksmi, I. G. A. (2018). Pengaruh Kompres Dingin terhadap Tingkat Nyeri saat
Pemasangan Infus pada Anak Usia Sekolah Diakses dari:
file:///C:/Users/akper/Downloads/35-Article%20Text-61-2-10-20200310.pdf
LeMone, B., & Bauldoff, B. (2016). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Gangguan
Sistem Perkemihan. Jakarta: EGC
Manus, S., Moeis, E., & Mandang, V. (2015). Perbandingan Fungsi Kognitif Sebelum
dan Sesudah Dialisis pada Subjek Penyakit Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani
Hemodialisis. Jurnal E-Clinic (Ecl), 3(3), 816–81
National Kidney Foundation. (2015). About Chronic Kidney Disease. Diakses dari:
https://www.kidney.org/kidneydisease/aboutckd
Padila, P. (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika
Pranowo, S., Prasetyo, A., & Handayani, N. (2016). Pengaruh kompres Dingin terhadap
Penurunan Nyeri Pasien saat Kanulasi (Inlet Akses Femoral) Hemodialisis.
Cilacap. Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (IKA)IX(2). Diakses dari: https://www.
google.com/ search?Clie nt=firefox-b-d&sxsrf
Potter, P. A., Perry, A. G., Stockert, P. A., & Hall, A. M. (2017). Fundamentals of
Nursing. ed.St. Louis, Missouri: Elsevier Mosby
Riskesdas. (2018). Riset Kesehatan Dasar. http://www.depkes.go.id/resources/do
wnload/general/Hasil%20Riskesda %202013.pdf
Wijaya, A., & Padila, P. (2019). Hubungan Dukungan Keluarga, Tingkat Pendidikan
dan Usia dengan Kepatuhan dalam Pembatasan Asupan Cairan pada Klien ESRD
yang Menjalani Terapi Hemodialisa. Jurnal Keperawatan Silampari, 3(1), 393-
404. https://doi.org/https://doi.org/10.31539/jks.v3i1.883

80

Anda mungkin juga menyukai