DISUSUN OLEH:
SALEH MUZANI / 11212153
A. Latar belakang
Gagal ginjal kronik (GGK) adalah penyakit yang muncul dan terjadi
setelah berbagai jenis penyakit yang merusak masa nefron ginjal sampai pada
titik keduanya tidak lagi bisa mempertahankan proses homeostatis dengan
menjalankan fungsi regulatorik dan ekstetoriknya.
B. Tujuan penelitian
Untuk mengetahui apakah ada pengaruh rendam kaki air hangat dan
pemijatan terhadap tingkat nyeri tusukan arterionenous fistula pada pasien
gagal ginjal kronik.
BAB II
ANALISA JURNAL
A. Jurnal Utama
1. Judul jurnal
Pengaruh rendam kaki air hangat dan pemijatan terhadap tingkat nyeri
tusukan arteriovenous fistula pada pasien yang menjalani hemodialisa di
ruang hemodialisa.
2. Peneliti
Fauziyah Nurmalita Haqiqi, Okti Sri Purwanti dan Arif Putra Purnama
B. Jurnal Pendukung
Judul jurnal : Pengaruh terafi kompres hangat dengan wwz (
warm water zack ) terhadap nyeri pada pasien dyspepsia.
Peneliti : R. Nur Abdurakhman, Suzana Indragiri dan Leny
Nur Setiyowati
Hasil : Intensitas nyeri sebelum pemberian terapi kompres
hangat dengan WWZ (Warm Water Zack) didapatkan nyeri dengan
skala 4-6 (nyeri sedang) sebanyak 5 (33,33%) dan skala nyeri dengan
7-10 (nyeri berat)sebanyak 10 (66,66%) responden. Intensitas nyeri
setelah pemberian terapi kompres hangat dengan WWZ (Warm Water
Zack) didapatkan nyeri dengan skala 1-3 (nyeri ringan) sebanyak 9
(60%) dan skala nyeri dengan 4-6 (nyeri sedang) sebanyak 6 (40%).
Hasil ujistatistik paired sample test adalah p = 0,000 maka dapat
disimpulkan bahwa ada pengaruh antara terapi kompres hangat
dengan WWZ (Warm Water Zack) terhadap nyeri pada pasien
dyspepsia
C. Analisa PICO
1. Problem
Pada kelompok kontrol tidak terjadi penurunan intensitas nyeri . Peneliti
berasumsi bahwa hal tersebut dikarenakan pada kelompok kontrol hanya
mendapatkan perawatan standart rumah sakit atau haya menggunakan obat
yang cenderung belum bereaksi pada pasien dan pada kelompok kontrol
juga tidak diberikan kompres hangat pada kaki yang dapat mempercepat
pelebaran pembuluh darah dan melancarkan sirkuasi.
2. Intervensi : Kompres hangat 37°C pada kaki selama 3 menit.
3. Comparison :
Jurnal Pembanding
Kompres Nacl 0.9% dalam upaya menurunkan nyeri post insersi av
fistula pada pasien gagal ginjal kronik.
Peneliti
Isnayati dan Suhatridjas
Hasil penelitian
4.Outcome
Dari hasil penelitian, terjadi penurunan skala nyeri yang dialami responden
dimana sebelum diberikan rendam air hangat sebagian besar responden
mengalami nyeri sedang sebesar 35 % dan sesudah diberikan kompres hangat
jumlah responden yang mengalami nyeri sedang turun menjadi 10 %.
Sedangkan pada kelompok kontrol terjadi rasa nyeri pada katagori nyeri
sedang dari 35 % menjadi 40 %.
BAB III
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Penyakit
1. Definisi Gagal Ginjal Kronik.
Gagal ginjal kronik adalah Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah progresif
dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi
uremia.
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat pengaruh
rendam kaki air hangat dan pemijatan terhadap penurunan intensitas nyeri
tusukan arterioveneous fistula pada pasien gagal ginjal kronik dimana
kelompok yang diberikan rendam air hangat pada kaki dan pemijatan
lebih efektif untuk menurunkan nyeri daripada kelompok yang tidak
diberikan rendam air hangat dan pemijatan.
Hal ini dibuktikan dengan penurunan intensitas nyeri pada kelompok yang
diberikan rendam kaki air hangat dan pemijatan lebih baik dibandingkan
dengan kelompok yang tidak diberikan rendam kaki air hangat dan
pemijatan.
B. Saran
1. Bagi Rumah Sakit dan Masyarakat
Bagi tenaga kesehatan diharapkan mampu menangani keluhan pasien
seperti nyeri serta memberikan penatalaksanaan nyeri yang sesuai,
khususnya nyeri pada pasien gagal ginjal kronik dengan menggunakan
kompres hangat pada kaki dan pemijatan, sedangkan bagi masyarakat
kompres hangat pada kaki dan pemijatan dapat diaplikasikan di rumah
secara mandiri untuk mengatasi nyeri pada penderita gagal ginjal
kronik.
2. Bagi pendidikan keperawatan
Sebagai bahan masukan dalam proses pembelajaran khususnya
pengendalian dan penanganan nonfarmakologi terutama dengan
menggunakan rendam hangat pada kaki dan pemijatan bahwa lebih
efektif untuk mengurangi nyeri pada pasien gagal ginjal kronik.
3. Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan
Penelitian ini diharapkan bisa menjadi acuan bagi peneliti selanjutnya
dalam mengembangkan penelitian untuk menurunkan intensitas nyeri ,
tidak hanya nyeri pada pasien gagal ginjal tetapi pada nyeri yang
diindikasikan karena penurunan perfusi oksigen dan peningkatan
spasme. Bagi peneliti selanjutnya dapat memodifikasi atau
membandingkan dengan menggunakan intervensi yang lain agar lebih
efisien dalam melakukan rendam kaki air hangat dan pemijatan .
DAFTAR PUSTAKA
Jurnal Kesehatan
| ISSN (Print) 2085-7098 | ISSN (Online) 2657-1366 |
Artikel Penelitian
ARTICLE INFORMATION A B S T R A C T
Received: February, 15, 2020 Hemodialisa merupakan pilihan terapi terbanyak pada gagal ginjal, tindakan kanulasi
Revised: February, 17, 2020 hemodialisa akan memberikan respon ketidaknyamanan akibat tusukan jarum dengan ukuran
Available online: March, 01, 2020 besar yangmenembus jaringan kulit dan pembuluh darah sehingga akani menstimulasi serabut
syaraf sensoris dan menimbulkan nyeri. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengaruh rendamkaki air hangat dan pemijatan terhadap tingkat nyeri tusukan Arteriovenous
KATA KUNCI Fistula padapasien yang menjalani hemodialisa di ruang hemodialisa. Penelitian ini merupakan
peneIitian kuantitatif dengan mengunakan metode Quasi Experiment. jenis desain yang
Hemodialisa, Nyeri, rendam kaki dan pemijatan digunakan yaitu Quasi Experiment dengan one group pretest and posttest design dengan
CORRESPONDENCE menggunakan skala pengukuran nyeri Numeric Rating Scalekemudian di uji normalitas dan
didapatkan hasil distribusi normal, selanjutnya menggunakan uji Paired t-Test. Tehnik
E-mail: J230195068@student.ums.ac.id
pengambilan sampel menggunakan Purposive Sampling. SampeI pada peneIitian ini sejumlah
20 pasien yang terdiri dari 10 pasien kelompok intervensi dan 10 pasien kelompok kontrol.
Hasil penelitian Pengaruh rendam kaki air hangat dan pemijatan dengan menggunakan uji
Paired t-Test didapatkan hasil p-value0,000< 0,05 pada kelompok intervensi, maka
disimpulkan adanya pengaruh rendam kaki air hangat dan pemijatan terhadap tingkat nyeri
tusukan arteriovenous fistula padapasien yang menjalani hemodialisa. Pada kelompok kontrol
didapatkan hasil p-value0,104> 0,05 maka disimpulkan tidak ada pengaruh rendam kaki air
hangat dan pemijatan terhadap tingkat nyeri tusukan arteriovenous fistula padapasien yang
menjalani hemodialisa.
Hemodialysis is the most therapeutic option in kidney failure, hemodialysis cannulation action
will provide an inconvenience response due to the stimulation of large puncture needles that
penetrate the skin tissue and blood vessels so that it will stimulate sensory nerve fibers and
cause pain. This study was the purpose of this study was to determine the effect of warm water
foot baths and massage on the level of pain in the Arteriovenous Fistula puncture in patients
undergoing hemodialysis in the hemodialysis room. This research is a quantitative study using
the Quasi Experiment method. The type of design used is Quasi Experiment with one group
pretest and posttest design using Numeric Rating Scale pain measurement scale then normality
test and normal distribution results are obtained, then using the Paired t-Test. The sampling
technique uses purposive sampIing. The sample in this study was 20 patients consisting of 10
patients in the intervention group and 10 patients in the control group. The results ofthe study
the effect of warm water foot baths and massage using the Paired t-Test showed p-value 0,000
<0.05 in the intervention group, then concluded the influence of warm foot baths and massage
on the level of arteriovenous fistula puncture pain in patients undergoing hemodialysis. In the
control group, the p-value of 0.104> 0.05 concluded that there was no effect of soaking the feet
of warm water and massage on the level of arteriovenous fistula puncture pain in patients
undergoing hemodialysis
Mesin hemodialisis yang akan menggantikan fungsi ginjal akan menimbulkan respon ketidaknyamanan yang
penderita gagal ginjal sehingga proses homeostasis pada disebabkan jarum yang digunakan berukuran besar
ginjal dapat terjadi. Penderita gagal ginjal memerlukan (15sampai dengan 17 gauge), jarum ini menembus jaringan
waktu 12 - 15 jam untuk melakukan dialisa dalam setiap kulit kemudian menembus pembuluh darah sehingga serabut
seminggu atau 3 - 4 jam setiap kali dilakukan terapi, dan syaraf akan terstimulasi dan kemudian menimbulkan rasa
proses ini akanberlangsung secara terus menerus sepanjang nyeri [7]. Nyeri yangidirasakan oleh pasien membuat
hidup. [3] petugas kesehatan melakukan tindakan kolaboratif guna
Berdasarkan data [4], orang yang melakukan mengatasi permasalahan tersebut dengan tindakan
hemodialisa mencapai 2,62 juta orang dan akan mengalami manajemen nyerii yang bersifat farmakologis dan atau non
peningkatan pada tahun 2030. Di Benua Asia prevalansi farmakologis. Manajemen nyeri secara non farmakologis
penderita Hemodilisis mengamai peningkatan, dalam satu merupakan upaya yangdilakukan secaraamandiri atau
tahun setidaknya terdapat peningkatan jumlah 2,9 juta orang terintegrasi dengan tindakan farmakoIogis[8].
di setiap negaranya atau 66% dari jumlah penduduk di asia Menurut Toru Namikoshi (2016) pemijatan
tenggara. Sedangkan menurut Riskesdas [5], Penyakit Tidak merupakan salah satu metode preventif dalam perawatan
Menular dalam prevalensinya mengalami kenaikan apabiIa kesehatan yang digunakan untuk meningkatkan gairah
dibandingkan dengan Riskesdas tahun 2013, penyakit yang hidup, memperlancar peredaran darah, menghiIangkan rasa
masuk dalam kategori yaitu kanker, stroke, penyakit ginjaI nyeri, dan merangsang daya penyembuhan tubuh secara
kronis, diabetes mellitus, dan hipertensi. Prevalensii alamiah dengan cara memijat titik-titik tertentu pada tubuh.
penyakit ginjal kronik mengalami kenaikan dari 2% menjadi Berdasarkan observasi penulis di ruang Hemodialisa
3,8%. Di Indonesia prevelansi orang yang melakukan RS PKU ‘Aisyiyah Boyolali, dari 40 pasien hampir
hemodialisa semakin menigkat dalam kurun waktu tiga seluruhnya menggunakan Arteriovenous Fistuladan hanya
tahun dari tahun 2013 sampai tahun 2015 yaitu mengalami beberapa yang menggunakan Catheter Double Lumen
peningkatan sebesar 10.318 pada pasien baru yang (CDL). Pasien yang menggunakan Arteriovenous
melakukan terapi hemodialisis dan 31.076 pada pasien yang Fistulapada saat dilakukan penusukan rata-rata mengeluh
sudah pernah melakukan terapi hemodialisis sehingga nyeri, skala nyeri yang dirasakan pasien bervariasi mulai
terapinya berulang. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Jawa nyeri ringan hingga nyeri sedang. Hal ini menjadi suatu
tengah [6] menyatakan kota Surakarta merupakan kota permasalahan dan perlu untuk dilakukan intervensi.
dengan angka kejadian kasus gagal ginjal tertinggi di Jawa Berdasarkan latar belakang masalah diatas, penulis tertarik
Tengah yaitu dengan 1497 kasus (25.22 %) kemudian di menerapkan evidence base nursing (EBN), yang dapat
urutan kedua adalahKabupaten Sukoharjo yaitu 742 kasus diterapkan perawat untuk mengurangi nyeri penusukan
(12.50 %). Arteriovenous Fistula dengan melakukanRendam kaki
Berdasarkan penelusuran data dalam satu tahun dengan menggunakan air hangat dan pemijatanyang di
terakhir di Rumah Sakit PKU ‘Aisyiyah Boyolali, terdapat adopsi dari jurnal “Effect of warm footbath with vibration on
58 pasien yang melakukan hemodialisa, dan terdapat mesin arteriovenous fistula puncture-related pain in hemodialysis
hemodialisa sebanyak 12 unit dengan merek Fesenius patients”.
Medical Center. Saat ini terdapat 35 pasien yang menjalani Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan
hemodialisa dalam setiap minggunya. Pengaruh rendam kaki air hangat dan pemijatan terhadap
Hemodialisa disebut sebaga terapi terbanyak pada tingkat nyeri tusukan Arteriovenous Fistula pada pasien
penderita gagal ginjal, pasien yang menjalani yang menjalani hemodialisa di ruang hemodialisa RS PKU
hemodialisaakan merasakan nyeri saat dilakukan penusukan ‘Aisyiyah Boyolali.
akses vaskuler untuk drainase darah yang keluar dan masuk
pada pembuluh darah. Tindakan kanulasi hemodialisa ini
Berdasarkan tabel 4 diatas, diketahui nilai signifikan pasien yang diwawancara, sebanyak tiga orang pasien (12%)
Levene’s Test for Equality of Variances yaitu 0,027 > 0,05, mengeluhkan nyeri pada saat insersi dan pencabutan jarum
sehingga dapat diartikan varian data antara kelompok dengan tingkat nyeri ringan-sedang, sementara sebagian
kontrol dan kelompok intervensi adalah homogen. Dan pada besar yang lainnya tidak mengomentari nyeri karena
tabel 4, Equal Variances Assumed bernilai 0,01< 0,05, maka sebelum insersi menggunakan EMLA. Sebanyak 15% pasien
dapat disimpulkan dalam uji t independen bahwa Ho ditolak mengeluh nyeri pada prosedur hemodialisis termasuk nyeri
dan Ha diterima. Dengan demikian didapat hasil adanya insersi (Castro et al, 2013).
perbedaan yang signifikan antara penurunan kecemasan Penelitian ini merupakan penelitian tentang pengaruh
kelompok kontrol dan kelompok intervensi. rendam kakiiair hangat dan masase terhadap tingkat nyeri
tusukan arteriovenous fistula padapasien yang menjalani
Grafik 1. Rerata Tingkat Kecemasan Pre-Post
hemodialisa di RS Aiysiyah Singkil Boyolali. Berdasarkan
Kelompok Intervensi dan Kelompok
Kontrol penelitian, didapatkan karakteristik frekuensi respoden
berdasarkan usia paling banyak adalah pada rentang usia >
6
40 tahun dengan nilai 45% pada kelompok intervensi dan
5
kelompok kontroI pada usia > 40 tahun dengan frekuensi
4
35%. Hasil penelitian yang dilakukan sejalan dengan
3 Intervensi
penelitan Herani et al (2019) dimana responden yang di
2 Kontrol
pakai sebanyak 99 pasien di unit hemodialisa, menunjukan
1
bahwa rata - rata usia responden adalah 50,59 tahun dengan
0
Sebelum Sesudah yang terdistribusi antara usia 46,33 – 54,86 tahun.
Hasil penelitian pengaruh rendam kaki air hangat dan
Pada gambar 1 tersebut terdapat perbedaan rerata masase terhadap tlngkat nyeri tusukan arteriovenous fistula
sebelum dan sesudah dilakukan perlakuan baik kelompok berdasarkan jenis kelamin padapasien yang menjalani
intervensi dan kelompok kontrol. Dalam kelompok hemodialisa didapatkan hasil P = 0,218> 0,05 yang berarti
intervensi didapatkan penurunan nyeri yang bermakna yaitu tidak terdapat pengaruh jenis kelamin terhadap nyeri. Hal ini
menurun dari rerata 4,10 menjadi 3,10. Sedangkan pada didukung oleh jurnal penelitian Mada dididapatkan hasil
kelompok kontrol terdapat perubahan yang kurang bermakna bahwa responden terbanyak adalah dengan jenis kelamin
dikarenakan terjadi peningkatan nyeri dari rerata 4,70 laki-laki yaitu 23 responden (54.8%) dan 22 responden
menjadi 4,80. (52.4%) dengan tingkat nyeri sedang. Secara teori, jenis
Nyeri dianggap sebagai masalah penting pada pasien kelamin tidak berpengaruh terhadap perasaan nyeri, laki-laki
hemodialisis, salah satu penyebab terbesarnya adalah akibat maupun wanita tidak berbeda secara makna saat merespon
dari tusukan Arteriovenous vistula. Telah terbukti bahwa terhadap nyerii. Toleransi terhadap nyeri sudah menjadi
75,7% pasien hemodialisis mengalami rasa sakit dan nyeri subjek penelitian sejak lama, yang melibatkan laki-laki dan
saat dilakukan penusukan Arteriovenous vistula[10]. Nyeri perempuan, akan tetapi toleransi terhadap nyeri dipengaruhi
yang muncul dan dirasakan oleh pasien yang melakukan oIeh faktor-faktor biokimia dan merupakan hal yang unik
hemodialisis pada umumnya yaitu saat dilakukan penusukan pada setiap individu tanpa memperhatikan jenis kelamin
jarum, pada saat kalibrasii atau karena ukuran jarum fistula [12]. Penelitian yang dilakukan oleh Yanuar [13]
yang sangat besar, keluhan nyeri pada saat dilakukan insersi menjelaskan bahwa jenis kelamin dan tingkat nyeri adalah
merupakan keluhan tertinggi yang dirasakan oleh pasien homogen. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor
hemodialisis terutama pada pasien yang menggunakan cara jenis kelamin tidak menimbulkan perbedaan persepsi nyeri
rope-ladder (figuiredo et al, 2018).Berdasarkan penelitian antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
Bourbonnais & Tousignant [11] menjelaskan bahwa dari 25
R. Nur Abdurakhman*
Program Studi Ilmu Keperawatan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Cirebon
radenabdurakhman73@gmail.com
Suzana Indragiri**
Program Studi Kesehatan Masyarakat, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Cirebon
Abstrak
Dyspepsia merupakan suatu kondisi medis yang ditandai dengan nyeri atau rasa tidak nyaman pada perut bagian atas
atau ulu hati. Hal ini yang dapat menyebabkan gangguan rasa nyaman dan aman yaitu nyeri. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui pengaruh terapi kompres hangat dengan WWZ (Warm Water Zack) terhadap nyeri pada
pasien dyspepsia di RSIA Pala Raya Kabupaten Tegal Tahun 2020.
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian Pre-eksperimental dengan tipe the one group pretest-posttest design.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang didiagnosa dyspepsia sebanyak 15 pasien pada tanggal 12 - 14
Maret 2020, pengambilan sampel dengan teknik total sampling. Instrumen penelitian berupa lembar ceklist dan NRS
(Numeric Rating Scale) menggunakan metode Paired T-Test.
Hasil penelitian didapatkan bahwa intensitas nyeri sebelum dilakukan intervensi sebagian besar responden mengalami
nyeri berat 7 - 10 (66,66%) dan intensitas nyeri setelah dilakukan intervensi adalah sebagian besar responden
mengalami nyeri ringan 1 - 3 (60%). Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,000 dan jika α = 0,05 maka p <α (0.000 <
0,05), yang artinya terdapat pengaruh yang signifikan antara terapi kompres hangat dengan WWZ (Warm Water Zack)
terhadap nyeri pada pasien dyspepsia
Kata Kunci: Terapi Kompres Hangat, WWZ (Warm Water Zack), Nyeri, Dyspepsia.
Abstract
Dyspepsia is a medical condition characterized by pain or discomfort in the upper abdomen or solar plexus. This can
cause discomfort and safety, namely pain. The purpose of this study was to determine the effect of warm compress
therapy with WWZ (Warm Water Zack) on pain in dyspepsia patients at RSIA Pala Raya Kabupaten Tegal 2020.
This study uses a Pre-experimental research design with the type of the one group pretest-posttest design. The
population in this study were all patients diagnosed with dyspepsia as many as 15 patients on March 12-14, 2020,
sampling with an total sampling techniqueat. The research instruments were checklist sheets and NRS (Numeric Rating
Scale) using the Paired T-Test method.
The results is the intensity of pain before the intervention was done most of the respondents experienced severe pain 7 –
10 (66,66%0 and the intensity of pain after the intervention was that the majority of respondents experienced mild pain
1 – 3 (60%). Statistical test results obtained the value of p = 0,000 and if α = 0.05 then p <α (0,000 <0.05), which means
there is a significant effect between warm compress therapy with WWZ (Warm Water Zack) on pain in dyspepsia
patients.
Keywords: Warm Compress Therapy, WWZ (Warm Water Zack), Pain, Dyspepsia.
JURNAL KESEHATAN Vol. 11 No. 1 Tahun 2020 | 77
PENDAHULUAN
Gangguan rasa nyaman adalah keadaan ketika individu mengalami sensasi ketidaknyamanan
dalam merespon suatu rangsangan yang tidak menyenangkan.1 Nyeri merupakan keadaan ketika
individu mengalami dan mengeluhkan ketidaknyamanan yang hebat atau sensasi yang tidak
menyenangkan selama satu detik hingga kurang dari enam bulan.2
Nyeri merupakan sebuah tanda dan gejala dari sebuah penyakit, hampir semua penyakit
didasari oleh nyeri, salah satunya adalah dyspepsia. Dyspepsia berasal dari bahasa Yunani, yaitu
dys- (buruk) dan– peptein (pencernaan).3 Secara lebih jelas, arti kata dyspepsia adalah sekumpulan
gejala nyeri, perasaan tidak enak pada perut bagian atas yang menetap, atau berulang yang
berlangsung sejak tiga bulan terakhir, dengan awal gejala timbul enam bulan sebelumnya. 4
Gejalanya bisa berupa kepenuhan perut bagian atas, mulas, mual, sendawa, atau sakit perut bagian
atas.5
Ketidakteraturan makan seperti kebiasaan makan yang buruk, tergesa -gesa, dan jadwal
yang tidak teratur dapat menyebabkan dyspepsia.6 Menurut jurnal ilmiah mahasiswa kedokteran
medis yang ditulis oleh Raisha, dkk pada tahun 2018, dijelaskan bahwa responden yang lebih tinggi
mengalami dyspepsia yaitu berjenis kelamin perempuan sebanyak 51 responden (63 %) sedangkan
responden berjenis kelamin laki-laki yang mengalami dyspepsia fungsional sebanyak 30 responden
(37 %).7
Prevalensi dyspepsia di Amerika serikat sebesar 23-25,8 %, di India 30,4 %, New Zealand
34,2%, Hongkong 18,4%, dan Inggris 38-41%.8 Sedangkan Data Profil Kesehatan Indonesia
sendiri pada tahun 2007 menunjukkan dyspepsia sudah menempati peringkat ke-10 untuk
kategori penyakit terbanyak pasien rawat inap di rumah sakit tahun 2006 dengan jumlah pasien
234.029 atau sekitar 1,59%, dengan 60%-70% pasien dengan dyspepsia fungsional yang masuk
kebagian Gastroenterohepatologi berdasarkan data dari berbagai rumah sakit di Indonesia.9, 10 Pada
tanggal 12 Maret 2020 sampai dengan 14 Maret 2020 ditemukan sebanyak 15 pasien dengan
dyspepsia di RSIA Pala Raya Kabupaten Tegal.
Perawat memiliki peran penting dalam menangani kejadian dyspepsia, sehingga perawat
memiliki tugas profesional untuk mengenali dan mencegah hal-hal yang berhubungan dengan
terjadinya gejala dyspepsia tersebut. Terapi farmakologi yang digunakan dalam menurunkan tingkat
nyeri biasanya menggunakan analgetik yang memiliki beberapa efek samping.11
Namun ada hal lain yang bisa kita terapkan salah satunya tindakan yang dilakukan adalah
pemberian kompres hangat dengan WWZ (Warm Water Zack). WWZ adalah botol karet yang berisi
air panas untuk mengkompres bagian tubuh yang sakit. Kompres hangat sering digunakan untuk
mengurangi nyeri yang berhubungan dengan ketegangan otot walaupun dapat juga dipergunakan
untuk mengatasi berbagai jenis nyeri yang lain.12
Hal tersebut senada dengan penelitian Rezky, 2013 dan Rizka, 2014 yang dijelaskan dalam
jurnal Ners dan Kebidanan tahun 2018 menyatakan bahwa kompres hangat dapat menurunkan
nyeri. Kompres hangat meredakan nyeri dengan mengurangi spasme otot, merangsang nyeri,
menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan aliran darah. Pembuluh darah akan melebar sehingga
memperbaiki peredaran darah dalam jaringan tersebut. Manfaatnya dapat memfokuskan perhatian
pada sesuatu selain nyeri, atau dapat tindakan penglihatan seseorang tidak terfokus pada nyeri lagi,
dan dapat relaksasi.13, 14
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh terapi kompres hangat dengan WWZ
(Warm Water Zack) terhadap nyeri pada pasiendyspepsia.
METODE PENELITIAN
Rancangan penelitian ini adalah one group pretest-posttest design, dilakukan terhadap satu
kelompok tanpa adanya kelompok kontrol atau pembanding. Penelitian ini digunakan untuk
mengetahui perbedaan tingkat nyeri pada pasien dyspepsia sebelum dan sesudah dilakukan
intervensi terapi kompres hangat dengan WWZ (Warm Water Zack). Variabel bebas dalam
penelitian ini adalah terapi kompres hangat dengan WWZ (Warm Water Zack).Variabel terikat
JURNAL KESEHATAN Vol. 11 No. 1 Tahun 2020 | 78
dalam penelitian ini adalah nyeri. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang
didiagnosa dyspepsia sebanyak 15 pasien pada tanggal 12 - 14 Maret 2020. Pengambilan sampel
dengan teknik total sampling karena jika jumlah populasi kurang dari 100 maka seluruh populasi
dijadikan sampel penelitian.9
HASIL PENELITIAN
Karakteristik Pasien Dyspepsia
1 Usia
Kurang dari 17 Tahun 5 33,33
Lebih dari 17 Tahun 10 66,66
2 Jenis Kelamin
Perempuan 9 60
Laki – Laki 6 40
3 Pekerjaan
Pelajar / Mahasiswa 8 53,33
IRT 2 13,33
Wiraswasta 5 33,33
Skala Nyeri sebelum Terapi Kompres Hangat Dengan WWZ (Warm Water Zack)
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Skala Nyeri Sebelum Terapi Kompres Hangat Dengan WWZ (Warm Water
Zack).
Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa dari 15 responden, skala nyeri sebelum dilakukan terapi
kompres hangat dengan WWZ (Warm Water Zack) dengan skala 4-6 (nyeri sedang) sebanyak 5
(33,33%) dan skala nyeri dengan 7-10 (nyeri berat) sebanyak 10 (66,66%) responden.
Skala Nyeri setelah Terapi Kompres Hangat Dengan WWZ (Warm Water Zack)
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Skala Nyeri Setelah Terapi Kompres Hangat Dengan WWZ (Warm Water
Zack).
Perbedaan Skala Nyeri Sebelum dan Sesudah Terapi Kompres Hangat dengan WWZ (Warm
Water Zack)
Tabel 4. Perbedaan Skala Nyeri Sebelum dan Setelah Terapi Kompres Hangat Dengan WWZ (Warm Water
Zack).
Variabel Mean SD P N
Pre Test Skala Nyeri 2,667 0,4879
0,000 15
Post Test Skala Nyeri 1,400 0,5070
Pada tabel 4 didapatkan nilai rata-rata skala nyeri sebelum intervensi adalah 2,667 dengan
standar deviasi 0,4879. Sedangkan nilai rata-rata skala nyeri sesudah dilakukan intervensi adalah
1,400 dengan standar deviasi 0,5070. Hasil uji statistik paired sample test adalah p = 0,000 dan jika
= 0,05 maka p < (0,000 < 0,05), sehingga Ho ditolak dan Ha diterima yang artinya terdapat
pengaruh antara terapi kompres hangat dengan WWZ (Warm Water Zack) terhadap nyeri pada
pasien dyspepsia
PEMBAHASAN
Nyeri
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 15 responden, skala nyeri sebelum dilakukan terapi
kompres hangat dengan WWZ (Warm Water Zack) dengan skala 4-6 (nyeri sedang) sebanyak 5
(33,33%) dan skala nyeri dengan 7-10 (nyeri berat) sebanyak 10 (66,66%). Sedangkan skala nyeri
sesudah dilakukan terapi kompres hangat dengan WWZ (Warm Water Zack) dari 15 responden, nyeri
terbanyak adalah nyeri dengan skala 1-3 (nyeri ringan) sebanyak 9 (60%) dan skala nyeri dengan skala
4-6 (nyeri sedang) adalah sebanyak 6 (40%). Data ini menunjukkan bahwa adanya penurunan skala
nyeri sebelum dan sesudah dilakukan terapi kompres hangat dengan WWZ (Warm Water Zack).
Nyeri adalah pengalaman sensori nyeri dan emosional yang tidak menyenangkan yang berkaitan
dengan kerusakan jaringan aktual dan potensial yang tidak menyenangkan yang terlokalisasi pada suatu
bagian tubuh ataupun sering disebut dengan istilah distruktif dimana jaringan rasanya seperti di tusuk-
tusuk, panas terbakar, melilit, seperti emosi, perasaan takut dan mual.15 Intensitas nyeri adalah
gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh individu. Pengukuran intensitas nyeri bersifat
sangan subjektif dan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan berbeda oleh dua orang yang
berbeda.16 Strategi penatalaksanaan nyeri adalah suatu tindakan untuk mengurangi nyeri yang terdiri
dari farmakologi dan nonfarmakologi. Manajemen nyeri non farmakologi merupakan tindakan
menurunkan respons nyeri tanpa menggunakan agen farmakologi.17 Salah satu penyembuhan non
farmakologi atau fase rehabilitasi untuk menurunkan nyeri pada dyspepsia adalah teknik kompres
hangat dengan WWZ (Warm Water Zack).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Diyana (2012)
menunjukkan terdapat perbedaan rata-rata perubahan penurunan skala nyeri antara kompres hangat
dengan kompres dingin, pada kompres hangat rata-rata perubahan skala nyeri adalah 1,92
sedangkan pada kompres dingin adalah 1,05.Tingkat keeratan hubungan antara kedua variabel
tersebut adalah ketgori kuat positif. Selain memberikan analgetik, kompres hangat dapat digunakan
untuk menurunkan nyeri pada dyspepsia.17 Hasil penelitian inipun sejalan dengan penelitian Mia
(2017) didapatkan bahwa dengan terapi kompres hangat WWZ (Warm Water Zack) pasien gastritis
mengalami penurunan skala nyeri dari 6 menjadi 3.Terapi kompres hangat terbukti dapat
menurunkan nyeri pada pasien gastritis.18 Penelitian yang dilakukan oleh Chilyatiz (2018)
JURNAL KESEHATAN Vol. 11 No. 1 Tahun 2020 | 80
didapatkan bahwa ada hubungan kompres hangat terhadap penurunan nyeri pada penderita penyakit
asam urat di Paguyuban Lansia Budi Luhur Surabaya.19
Pengaruh Terapi Kompres Hangat Dengan WWZ (Warm Water Zack) Terhadap Nyeri Pada
Pasien Dyspepsia
Hasil penelitian ini didapatkan nilai rata-rata skala nyeri sebelum intervensi adalah 72,667
dengan standar deviasi 0,4879, nilai minimum 6 (nyeri sedang) dan nilai maximum adalah 9 (nyeri
berat). Sedangkan nilai rata-rata skala nyeri sesudah dilakukan intervensi adalah 1,400 dengan standar
deviasi 0,5070, nilai minimum 2 (nyeri ringan) dan maximum adalah 5 (nyeri sedang). Terapi kompres
hangat dengan WWZ (Warm Water Zack) mempengaruhi skala nyeri pada pasien dyspepsia karena
dalam pemberian terapi ini dilakukan selama 15 menit tanpa diberikan obat analgesik sebelumnya.
Berdasarkan uji paired T-Test diperoleh p value 0,000, dapat disimpulkan bahwa ada
pengaruh antara terapi kompres hangat dengan WWZ (Warm Water Zack) terhadap nyeri pada
pasien dyspepsia. Hal tersebut senada dengan penelitian Rezky, 2013 dan Rizka, 2014 yang
dijelaskan dalam jurnal Ners dan Kebidanan tahun 2018 menyatakan bahwa kompres hangat dapat
menurunkan nyeri. Kompres hangat meredakan nyeri dengan mengurangi spasme otot, merangsang
nyeri, menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan aliran darah. Pembuluh darah akan melebar
sehingga memperbaiki peredaran darah dalam jaringan tersebut. Manfaatnya dapat memfokuskan
perhatian pada sesuatu selain nyeri, atau dapat tindakan penglihatan seseorang tidak terfokus pada
nyeri lagi, dan dapat relaksasi.13, 14 Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Diyana (2012) menunjukkan terdapat perbedaan rata-rata perubahan penurunan skala nyeri
antara kompres hangat dengan kompres dingin, pada kompres hangat rata-rata perubahan skala
nyeri adalah 1,92 sedangkan pada kompres dingin adalah 1,05. Tingkat keeratan hubungan antara
kedua variabel tersebut adalah kategori kuat positif. Selain memberikan analgetik, kompres hangat
dapat digunakan untuk menurunkan nyeri pada dyspepsia.17 Hasil penelitian inipun sejalan dengan
penelitian Mia (2017) didapatkan bahwa dengan terapi kompres hangat WWZ (Warm Water Zack)
pasien gastritis mengalami penurunan skala nyeri dari 6 menjadi 3.Terapi kompres hangat terbukti
dapat menurunkan nyeri pada pasien gastritis.18
SIMPULAN
1. Intensitas nyeri sebelum pemberian terapi kompres hangat dengan WWZ (Warm Water Zack)
didapatkan nyeri dengan skala 4-6 (nyeri sedang) sebanyak 5 (33,33%) dan skala nyeri dengan 7-
10 (nyeri berat)sebanyak 10 (66,66%) responden. Intensitas nyeri setelah pemberian terapi
kompres hangat dengan WWZ (Warm Water Zack) didapatkan nyeri dengan skala 1-3 (nyeri
ringan) sebanyak 9 (60%) dan skala nyeri dengan 4-6 (nyeri sedang) sebanyak 6 (40%).
2. Hasil ujistatistik paired sample test adalah p = 0,000 maka dapat disimpulkan bahwa ada
pengaruh antara terapi kompres hangat dengan WWZ (Warm Water Zack) terhadap nyeri pada
pasien dyspepsia
SARAN
1. Bagi Perawat RSIA Pala Raya Kabupaten Tegal
Memberikan dan mengajarkan terapi kompres hangat dengan WWZ (Warm Water Zack) pada pasien
dyspepsia, agar pasien dapat secara mandiri mengatasi nyeri yang dirasakan.
2. Bagi Instansi RSIA Pala Raya Kabupaten Tegal
Membuat jadwal khusus untuk refreshing pemberian terapi kompres hangat dengan WWZ
(Warm Water Zack) berdasarkan SOP yang sudah ada, khususnya bagi perawat yang belum
melaksanakan terapi kompres hangat dengan WWZ (Warm Water Zack) agar hal ini menjadi
budaya sehari-hari.
3. Bagi peneliti selanjutnya
Perlu dilakukan penelitian lanjutan khususnya berkaitan dengan terapi kompres hangat dengan
berbagai metode yang berbeda terhadap nyeri pada pasien dyspepsia.
Isnayati1, Suhatridjas2
Akademi Perawat Pelni Jakarta1,2
pelniisnayati@yahoo.com1
ABSTRAK
Tujuan penelitian untuk mengetahui gambaran analisis Kompres NaCl 0,9% terhadap
menurunkan nyeri post insersi AV Fistula pasien gagal ginjal kronis selama
hemodialisa. Desain penelitian merupakan metode penelitian deskriptif sederhana
dengan pendekatan study kasus dan pemberian terapi kompres NaCl 0,9%. Hasil
penelitian selama dilakukan kompres terjadi penurun nyeri pada subjek I dan subjek II,
tidak terjadi alergi, kedua subjek terlihat nyaman, tidak ada keluhan nyeri bertambah,
tidak ada gestur atau ekspresi yang menunjukan menahan nyeri berat ketika dilakukan
kompres. Keluhan nyeri yang di rasakan kedua subjek dari jam pertama hingga jam ke
empat selalu mengalami pemunurun skala nyeri. Simpulan, terdapat penurunan skala
nyeri pada subjek I dan subjek II antar 2-1 setiap di lakukan kompres selama 4 kali
pertemuan.
ABSTRACT
The study aimed to determine the description of the analysis of 0.9% NaCl compresses
to reduce post-Fertula AV insertion pain in patients with chronic renal failure during
hemodialysis. The research design is a simple descriptive research method with a case
study approach, and administration of 0.9% NaCl compress therapy. The study results
during the compress pain reduction occurred in the subject I and subject II; there was
no allergy, both questions looked comfortable, there were no complaints of increased
pain, no gestures or expressions that showed massive pain when compressed.
Complaints of pain felt by the two subjects from the first hour to the fourth hour always
experience a decrease in pain scale. In conclusion, there is a decrease in pain scale in
question I and subject II between 2-1 every time it is compressed for four meetings.
PENDAHULUAN
Gagal ginjal kronik (GGK) atau disebut juga penurunan fungsi ginjal irreversible
dan progresif merupakan suatu proses patofisiologi dengan penyebab yang beragam,
yang mengakibatkan penuruan fungsi ginjal, biasanya berakhir dengan gagal ginjal
(Wijaya & Padila, 2019). Hal ini menyebabkan ketidak mampuan ginjal untuk
membuang racun, produk sisa serta tidak mampu mempertahankan metabolisme,
keseimbangan cairan dan elektrolit (Manus et al., 2015). Hal ini juga menyebabkan
uremia dengan gejala mual sampai muntah, kehilangan nafsu makan atau penurunan
berat badan, sering mengalami kram pada bagian kaki, sulit konsentrasi, mengalami
71
2020. Journal of Telenursing (JOTING) 2 (1) 71-80
kelelahan ekstrim (fatigue), yang ditandai dengan adanya protein dalam urin serta
penurunan laju filtrasi glomerulus, berlangsung lebih dari 3 bulan (Padila, 2012;
LeMone & Bauldof, 2016).
Berdasarkan estimasi World Health Organization, secara global lebih dari 500 juta
orang mengalami penyakit gagal ginjal kronis, sekitar 1,5 juta orang harus menjalani
hidup bergantung cuci darah (Hemodialisa). Di negara maju, angka penderita gangguan
ginjal cukup tinggi. Di Amerika Serikat misalnya 26 juta orang dewasa mengalami
kegagalanmfungsi ginjalnya dan jutaan lainnya berada pada peningkatan risiko
(National Kidney Foundation, 2015).
Sebanyak 2.786.000 orang, tahun 2012 sebanyak 3.018.860 orang dan tahun 2013
sebanyak 3.200.000 orang, berdasarkan hasil survei dari indonesia renal registry (2017)
menuliskan bahwa peningkatan jumlah pasien baru yang melakukan dialisis pada tahun
2017 sebanyak 30,831 pasien baru yang mendaftar di rumah sakit di seluruh rumh sakit
yang menyediakan layanan hemodialisa. Sedangkan di DKI Jakarta pada tahun 2017
jumlah pasien baru di rumah sakit yang menyediakan layanan hemodialisa sebanyak
2973 pasien baru di tahun 2017. Berdasarkan data Indonesian Renal Registry (IRR)
(2016) sebanyak 98% penderita gagal ginjal menjalani terapi hemodialisis.
Pravelensi gagal ginjal Data Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 menunjukkan
prevalensi penderita gagal ginjal meningkat sebesar 2% atau 2 per 100 penduduk
ditahun 2013 menjadi 3,8% pada tahun 2018 (Kemenkes,RI, 2018), dan proporsi
pernah/sedang cuci darah pada penduduk berumur lebih dari 15 tahun yang pernah
didiagnosa penyakit gagal ginjal kronik propinsi DKI menempati ururan pertama diikuti
Bali dan DI Yogyakarta (Riskesdas, 2018).
Penyakit gagal ginjal kronis stadium akhir berarti ginjal sudah tidak berfungsi
lagi, diperlukan cara untuk membuang zat-zat racun dari tubuh dengan terapi pengganti
ginjal yaitu dengan cuci darah (Hemodialisis), Continous Ambulatory Peritoneal
Dialysis (CAPD), dan pencangkokan ginjal (Transplantasi ginjal). Dari terapi tersebut
hemodialisa merupakan terapi pengganti ginjal yang paling banyak digunakan di
Indonesia. Hemodialisis adalah salah satu terapi pengganti ginjal yang menggunakan
alat khusus dengan tujuan mengeluarkan racun atau toksin uremik dan mengatur cairan
akibat penurunan laju filtrasi glomerulus dengan mengambil alih fungsi ginjal yang
menurun (Djarwoto, 2018). Hemodialisis dilakukan dengan cara mengalirkan darah ke
dalam tabung ginjal buatan yang bertujuan untuk mengeliminasi sisa-sisa metabolisme
protein dan elektrolit antara kompartemen dialisat melalui membran semi permeable.
(Manus et al., 2015).
Berdasarkan hasil survei dari Indonesia Renal Registry (2017) peningkatan
jumlah pasien baru yang melakukan dialisis pada tahun 2017 sebanyak 30,831 pasien
baru yang mendaftar di rumah sakit di seluruh rumah sakit yang menyediakan layanan
hemodialisa. Sedangkan di DKI Jakarta pada tahun 2017 jumlah pasien baru di rumah
sakit yang menyediakan layanan hemodialisa sebanyak 2973 pasien baru di tahun 2017.
Berdasarkan data Indonesian Renal Registry (IRR) (2016) sebanyak 98% penderita
gagal ginjal menjalani terapi hemodialisis.
Pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisa dapat dilakukan melalui beberapa
akses diantaranya melalui arteriovenosa fistula (AV Shunt), arteriovenosa fistula
menjadi salah satu standar untuk akses vaskular pada pasien yang menjalani terapi
hemodialisa. di mana pada prosedur ini di lakukan penusukan pada AV fistula.
Kanulisasi adalah suatu tindakan menusukan jarum melalui kulit menuju pembuluh
72
2020. Journal of Telenursing (JOTING) 2 (1) 71-80
darah (AV Shunt atau Femoral) sebagai sarana untuk menghubungkan antara sirkulasi
vaskular dan mesin dialisa selama proses hemodialisa (Endiyono, 2017).
Kanulisasi merupakan prosedur yang menimbulkan masalah fisik berupa rasa
nyeri akibat penusukan pada arteriovenosa fistula, hal ini disebabkan karena kanul yang
digunakan berukuran besar, dan rasa nyeri dapat dirasakan pasien selama pasien
melakukan hemodialisis (Endiyono.2017). Respon nyeri merupakan pengalaman
sensoris dan emosional yang tidak menyenangkan, hal ini disebabkan karena trauma
atau kerusakan jaringan dan berisfat individual, sehingga diperlukan pengkajian yang
yang cermat dan teliti.
Pengelolaan keperawatan pada pasien yang mengalami nyeri dilakukan melalui
pendekatan proses keperawatan meliputi pengkajian dari pengakuan dan penerimaan
nyeri pasien yang sangat individual. Serta dikaji pula sumber nyeri, interval nyeri
secara teratur. Dalam perencanaan keperawatan melibatkan antardisiplin untuk
mengelola nyeri, selain respon dan efek samping pengobatan, pendidikan kesehatan
efektivitas strategi perencanaan keperawatan dapat pula menurunkan nyeri. Pengkajian
yang teliti dan cermat untuk mengetahui skala nyeri sangat dibutuhkan agar rasa nyeri
dapat diatasi dengan tindakan yang tepat (Pranowo et al., 2016). Beberapa penelitian
telah menunjukan bahwa meskipun nyeri telah dikelola dengan baik, kira-kira 70%
pasien yang mengalami nyeri akut sedang berlanjut menjadi nyeri akut hebat. Selain itu
juga, survey mengindikasikan bahwa lebih dari 86% pasien mengalami nyeri sedang ke
nyeri hebat meskipun analgesik ditingkatkan dan dapat menyebabkan efek samping
yang dapat menimbulkan dampak fisiologis terhadap sistem organ dan psikologis pasien
(LeMone & Bauldof, 2016).
Pemberian kompres NaCl 0,9% dipandang efektif dalam membantu
mengendalikan nyeri, stimulasi dingin pada kulit akan menurunkan konduksi impuls
serabut syaraf sensoris nyeri, sehingga rangsangan nyeri menuju hipotalamus akan
dihambat dan diterima lebih lama (Evangeline, 2015).
NaCl 0,9% merupakan cairan isotonis yang bersifat fisiologis, non toksik dan
tidak menimbulkan hipersensitivitas sehingga aman digunakan untuk tubuh dalam
kondisi apapun. NaCl 0,9% merupakan larutan isotonis aman untuk tubuh, tidak iritan,
melindungi granulasi jaringan dari kondisi kering, menjaga kelembaban sekitar luka
dan membantu luka menjalani proses penyembuhan luka. Selain itu NaCl 0,9%
memiliki respon anti inflamasi sehingga dapat menurunkan gejala nyeri dan eritema
yang timbul pada luka, serta meningkatkan aliran darah menuju area luka, sehingga
mempercepat proses penyembuhan luka.
Menurut hasil penelitian yang di lakukan Endiyono (2017) menujukan bahwa
pemberian kompres dingin pada saat penusukan AV fistula menujukan penurunan skala
nyeri di bandingkan sebelum di lakukan intervensi. Penelitian yang di lakukan Fauji
(2017) dengan hasil pemberian kompres NaCl 0,9% lebih efektif dalam menurunkan
intensitas nyeri setelah insersi pada pasien hemodialisa. Menurut penelitian yang
dilakukan oleh Pranowo et al., (2016) ada perbedaan skala nyeri yang bermakna antara
sebelum pemberian kompres dan setelah pemberian kompres setelah kanulasi (inlet
akses femoral) hemodialisis. Pasien yang menjalani hemodialisa perlu diberikan
tindakan kompres menggunakan NaCL 0,9% setelah kanulisa, diarea sekitar insersi
untuk mengurangi nyeri selama pasien menjalani hemodialisa.
73
2020. Journal of Telenursing (JOTING) 2 (1) 71-80
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini metode penelitian deskriptif
sederhana dengan pendekatan studi kasus, yang mencakup pengkajian satu unit
penelitian secara intensif, pada satu pasien, keluarga, kelompok, komunitas, atau
institusi dengan jumlah subyek cenderung sedikit, tetapi jumlah variabel yang diteliti
sangat luas.
Penelitian ini peneliti melakukan pemberian kompres dengan NaCL 0,9% pada
pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa yang dilakukan penusukan
kanulasi (inlet akses femoral) untuk mengetahui penurunan tingkat nyeri, melibatkan 2
subjek yaitu dua pasien gagal ginjal kronis yang sedang menjalani hemodialisa.
Desain rancangan yang dipergunakan yaitu pre and post test group, dengan
menilai intensitas sekala nyeri di sekitar area insersi kanula sebelum dan sesudah
diberikan intervensi kompres dengan NaCL 0,9% pada pasien gagal ginjal kronis yang
menjalani hemodialisa yang mendapat intervensi penusukan kanulasi (inlet akses
femoral.
Gambaran skema penelitian yang dilakukan yaitu : A1 ---- B ----- A2
A1 = Pengukuran sekala nyeri sebelum dilakukan intervensi kompres dengan NaCL
0,9%
B = Intervensi kompres NaCL 0,9%
A2 = Pengukuran sekala nyeri setelelah dilakukan intervensi kompres NaCL 0,9%
Pemberian kompres NaCL 0,9% setelah kanulasi (inlet akses femoral) dengan
secara purposive random sampling berdasarkan kriteria yang ditentukan. yaitu kriteria
ketentuan yang diharapkan dan sample dipilih berdasarkan keinginan peneliti. Unit
sampling diseleksi untuk tujuan tertentu, oleh karena itu digunakan istilah purposeful
atau purposive. Pada penelitian ini peneliti melakukan intervensi pemberian kompres
NACL 0,9 % setelah kanulasi (inlet akses femoral)) untuk mengurangi nyeri, terhadap
dua Subjek yang sedang menjalani hemodialisa dengan karakteristik tertentu yang
dibuat peneliti sendiri dalam kriteria inklusi dan eklusi.
Kriteria inklusi yaitu pasien yang bersedia untuk mengikuti penelitian dan
kooperatif, pasien yang menjalani hemodialisa 2 kali dalam seminggu, pasien yang
mengunakan akses Vaskular (AV Fistula), pasien yang mengalami nyeri setelah di
lakukan Insersi pada AV fistula saat hemodialisa, pasien dengan skala nyeri ringan (1-3
dari 1-10), Keadaan umum sedang, kesadaran composmentis, pasien dengan jenis
kelamin perempuan, kelompok usia middle age (45-59 tahun) sedangkan Kriteria
Eksklusi, Pasien Gagal Ginjal Kronis yang melakukan Hemodialisa dengan akses AV
Fistula tidak mengalami nyeri setelah Insesi pada AV Fistula saat di lakukan
Hemodialisa, pasien tidak menggunakan akses vaskular AV Fistula, pasien dengan
keadaan umum berat, pasien dengan usia di bawah 45 tahun atau lebih dari 60 tahun,
Pasien dengan skla nyeri diatas 3. Pasien dengan psikologi tidak setabil (Depresi).
Fokus studi pada kajian utama dari masalah yang akan dijadikan titik acuan
penelitian. Fokus studi dari penelitian ini adalah pemberian kompres menggunakan
NaCL 0,9 % setelah kanulasi (inlet akses femoral) terhadap penurunan nyeri pada
pasien yang sedang menjalani hemodialisa.
74
2020. Journal of Telenursing (JOTING) 2 (1) 71-80
HASIL PENELITIAN
Kondisi Sebelum Dilakukan Intervensi
Subjek 1
Setelah dilakukan wawancara dan pengkajian pada subjek I didapatkan hasil yaitu
kesadaran komposmentis, subjek I mengatakan menjalani Hemodialisa semenjak 5
tahun yang lalu lalu, sebelumnya 15 tahun yang lalu subjek mengalami peningkatan
kadar gula darah, dengan hasil tertinggi 432, setelah sembuh pasien tidak pernah kontrol
dan mengkonsumsi obat gula. Sejak enam tahun yang lalu subjek1 dinyatakan
menderita gagal ginjal, dan harus dilakukan hemodialisa. Keluhan yang dirasakan saat
ini badan lemas, kadang - kadang terasa pusing, pucat (+), distensi vena jugularis (+),
konjungtiva terlihat anemis, muka sembab, perut rasa bagah, kembung (+), kulit kering,
bersisik dan kehitaman, BAK kurang dari 200 cc perhari.
Subjek1 terpasang seminosan sejak 5 tahun yang lalu, sebelumnya subjek
menggunakan CDL sampai 2 kali buka pasang karena terjadi infeksi dan saat
Hemodialisa terkadang tidak berjalan lancer. Terdapat pelebaran pembuluh darah pada
area terpasang seminosan (lengan kanan bagian atas). Subjek 1 dilakukan insersi
seminggu dua kali setiap hari Senin pagi Kamis pagi dan menjalani, Hemodialisa
selama 5 jam.
Nyeri dirasakan saat penusukan sampai berakhirnya hemodialisa, nyeri pada AV
fistula dan sekitar area AV fistula. Selama menjalankan hemodialisa Subjek 1 tidak
mengkonsumsi obat anti nyeri, mengatakan nyeri berkurang ketika istirahat, nyeri akan
bertambah bila banyak bergerak dan aliran dialysis tidak lancar, nyeri terasa seperti di
tusuk dan perih, nyeri yang di rasakan di sekitar tempat penusukan jarum, skala
nyeri 3, dan nyeri hilang timbul hasil pengukuran Tekanan darah 135/85 mmHg, RR 19
x/ menit, Suhu 36,7 °C, dan Nadi 79x/menit dan CTR<3 detik. Hasil Laboraturium :
HB 7,2 gr/dl, Ureum 88 mgdl, Kreatinin 4,7 mgdl dengan EGFR 14.
Subjek II Setelah dilakukan wawancara dan pengkajian nyeri pada subjek II
didapatkan hasil kesadaran komposmentis keadaan umum baik subjek II mengatakan
menjalani hemodialisa semenjak 3 tahun yang lalu, sebelumnya 5 tahun yang lalu
subjek mengalami peningkatan tekanan darah yang tidak teratur, subjek minum obat
amlodifin 5 mg bila pusing dan leher pegal - pegal, kontrol tidak teratur dan senang
makan krupuk serta ikan asin terpasang seminosan. ditangan kanan atas. Subjek 2
dilakukan insersi seminggu dua kali pada hari Senin pagi dan Kamis pagi dan
menjalani hemodialisa selama 5 jam.
Keluhan yang dirasakan saat ini badan lemas, kadang kadang terasa pusing, pucat
(tidak ada), distensi vena jugularis (+), konjungtiva terlihat anemis, seklera anikterik,
muka sembab, edema pada ektermitas bawah (+) kulit kering, bersisik dan kehitaman.
BAK kurang dari 200 cc perhari. Nyeri pada AV fistula dan sekitar area AV Fistula,
nyeri dirasakan saat penusukan sampai berakhirnya hemodialisa. Selama menjalankan
hemodialisa subjek 2 tidak mengkonsumsi obat anti nyeri atau obat hipertensi, subjek
mengatakan nyeri berkurang ketika zikir istirahat, subjek 2 mengatakan nyeri
bertambah bila banyak bergerak dan aliran dialysis tidak lancar, nyeri terasa seperti di
tusuk jarum dan perih, nyeri yang di rasakan di sekitar tempat penusukan jarum,
skala nyeri 3, dan nyeri hilang timbul hasil pengukuran tekanan darah 160/92 mmHg,
RR 20 x/ menit, Suhu 36,2 °C, dan Nadi 93x/menit dan CTR<3 detik. Hasil
Laboraturium : HB 8.00 gr/dl, Ureum 154 mgdl, Kreatinin 5,7 mgdl dengan EGFR 9.
75
2020. Journal of Telenursing (JOTING) 2 (1) 71-80
Tabel. 1
Skala Nyeri Sebelum dan Sesudah
Intervensi Subjek 1
Tabel. 2
Skala Nyeri Sebelum dan Sesudah
Intervensi Subjek 2
Subjek II bersedia dilakukan kompres NaCl 0,9% selama 4 jam dalam 1 sesi
hemodialisa selama 4 kali pertemuan berturut-turut, dengan penggantian kompres setiap
jam dan setiap 15 menit kain kasa di basahi NaCl 0,9% disetiap jam di evaluasi skala
nyeri, pada pertemuan pertama dijam pertama rasa nyeri masih dirasakan dan belum
terjadi penurunan nyeri, tetapi secara bertahap dijam-jam selanjutnya terjadi penurunan
nyeri dari 3 menjadi dua dan terakhir kompres terjadi penurunan menjadi 2. Kompres
ini dilakukan selama 4 kali pertemuan setiap hari Senin dan Kamis. subjek II tampak
nyaman, dapat mengikuti arahan, ekspresi wajah rileks, tidak tampak menahan nyeri,
keluhan nyeri berkurang selama di kompres. Hasil pemberian kompres kompres pada
subjek II terjadi perubahan kearaah yang lebih baik dibuktikan Subjek II tampak rileks
dan nyaman, dapat mengikuti arahan, ekspresi wajah rileks, tidak tampak menahan
nyeri, keluhan nyeri berkurang selama di kompres dengan NaCl 0,9 % dalam 4 kali
pertemuan.
76
2020. Journal of Telenursing (JOTING) 2 (1) 71-80
PEMBAHASAN
Gagal ginjal kronik (GGK) merupakan keruskaan fungsi ginjal permanen dimana
ginjal tidak dapat membuang racun dan produk sisa dari dalam darah, ditandai adanya
protein dalam urin serta penurunan laju filtrasi glomerulus, berlangsung lebih dari 3
bulan. Perjalalanan penyakit ini diawali dari pengurangan fungsi ginjal antara 30-50%,
pengurangan fungsi ginjal tidak mengurangi akumulasi sampah metabolik dalam darah
karena nafron yang masih baik akan mengkompensasi nefron yang rusak, jika hal ini
terus berlangsung mengakibatkan terus menurunnya fungsi ginjal hingga ke gangguan
fungsi ginjal tahap akhir (Le Mone, 2016). Penyakit ginjal tahap akhir diperkirakan
jumlah nefron yang rusak mencapai 90% dengan GFR hanya 10% sehingga fungsi
ginjal tidak dapat dipertahankan, ginjal tidak mampu mempertahankan homeostasis,
dapat dilihat dari hasil ureum kreatinin yang terus meningkat, adanya edema, gangguan
keseimbangan elektrolit, asam basa dan akan mengganggu seluruh sistem tubuh.
Berdasarkan hasil wawancara subjek 1 telah menjalani hemodialisa selama 5
tahun dan subjek 2 selama 3 tahun dalam waktu tersebut masing – masing subjek selalu
melakukan hemodialisa setiap hari Senin dan Kamis, dalam waktu tersebut pula subjek
terpapar dengan rasa nyeri. Lamanya subjek terpapar dengan rasa nyeri menurut subjek
mengakibatkan meningkatkan rasa takut akan nyeri saat akan dilakukan insersi AV
fistula, hal ini sesuai dengan penelitian yang disampaiakan Wakhid H, pengalaman
masa lalu seseorang yang pernah mengalami insersi justru akan meningkatkan rasa
nyeri. Menurut IGAPS Laksmi (2018) Pengalaman masa lalu seseorang yang pernah
mengalami insersi justru akan meningkatkan rasa nyeri, semakin sering seseorang
terpapar dengan nyeri maka semakin besar intensitas nyeri yang dirasakan
Berdasarkan rentang usia kedua subjek berada pada rentang usia 45-59 tahun,
dimana Subjek I berusia 53 tahun dan Subjek II berusia 50 tahun. Menurut DepKes.
(2018) pasien hemodialisis terbanyak adalah kelompok usia 45-64 tahun, baik pasien
baru maupun pasien aktif, hal ini sesuai juga dengan penelitian Agustina (2019)
berdasarkan usia didapatkan kelompok usia terbanyak adalah 40-60 tahun sebanyak 65
pasien (62,5%), diikuti kelompok usia <40 tahun sebanyak 23 pasien (22,1%), dan >60
tahun sebanyak 16 pasien (15,4%).
Subjek II menderita gagal ginjal akibat dari penyakit Diabetus Millitus yang
dideritanya sejak 15 tahun yang lalu, penelitian ini sesuai dengan data yang
dikumpulkan oleh Indonesia Renal Registry (IRR), pada tahun 2007-2008 didapatkan
penyebab tersering kedua pada gagal ginjal kronis adalah diabetes melitus (23%).
Crandall & Shamoon (2016) mengungkapkan salah satu penyebab utama terjadinya
gagal ginjal adalah nefropati diabetik akibat dari penyakit diabetes melitus yang tidak
terkontrol.
Pada penelitian ini ngin mengetahui manfaat dari kompres NaCl 0,9% terhadap
penurunan intensitas skala nyeri yang dilakuka pada Subjek I dan subjek II. Sekala
nyeri dinilai sebelum dan sesudah dilakukan intervensi. Subjek yang dilakukan
intervensi adalah pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa dengan insersi
AV fistula dan mengalami nyeri. Menurut LeMone & Bauldof (2016) dalam upaya
mengatasi nyeri tersebut terdapat beberapa cara nonfarmakologis yang dapat digunakan
seperti teknik relaksai, distraksi, stimulasi, imajinasi terbimbing, hipnosis dan kompres,
manfaat kompres dapat menurunkan prostaglandin, yang memperkuat sensitivitas
reseptor nyeri dan subkutan lain pada tempat cedera dengan menghambat proses
inflamasi.
77
2020. Journal of Telenursing (JOTING) 2 (1) 71-80
Dalam penelitian ini Subjek I dan II mendapat terapi kompres NaCl 0,9% selama
4 jam dari proses hemodialisa yang berlangsung lima jam. Saat berlangsungnya
hemodialisa dalam 1 kali pertemuan kompres dilakukan selama 4 jam, setiap jam nyeri
dinilai, di ganti kompresnya, dan setiap 15 menit dicek kelembapannya. Kompres
diberikan mulai pukul 8.00 sampai pukul 12.00 wib tepatnya setelah di lakukan insersi
Av Fistula. Selama di lakukan kompres terjadi penurun nyeri pada subjek I, nyeri yang
dirasakan hilang secara bertahap selama empat jam pemberian kompres, begitu pula
yang dilakukan oleh subjek II.
Subjek I dan subjek II diperlakukan dengan hal yang sama, selama pemberian
kompres subjek 1 dan subjek 2 juga tidak terdapat tanda - tanda alergi seperti
kemerahan, gatal dikarnakan cairan NaCl 0,9 % merupakan cairan isotonic atau sama
dengan cairan tubuh. Selama pemberian kompres subjek 1 terlihat nyaman, tidak ada
keluhan nyeri bertambah, dan tidak ada gestur atau ekspresi yang menunjukan menahan
nyeri berat ketika dilakukan kompres. Sedangkan pada subjek ke 2 pada hari pertama
pemberian kompres jam kedua nyeri masih menetap, subjek terlihat meringis
dikarnakan ketidak lancaran akses dan selanjutnya lancar, sehingga dapat disimpulkan
keluhan nyeri yang di rasakan kedua subjek dari jam pertama hingga jam ke empat
selalu mengalami penurunan skala nyeri. Penurunan skala nyeri setelah dilakukan
intervensi dengan rata - rata penurunan nyeri pada subjek 1 sebesar 83% dan subjek 2
terjadi penurunan skala nyeri sebesar 42%.
Kompres dingin merupakan metode yang menggunakan cairan atau alat yang
dapat menimbulkan sensasi dingin pada bagian tubuh yang memerlukan. Pemberian
kompres dengan NaCL ,9% dipandang efektif dalam membantu mengendalikan nyeri,
stimulasi dingin pada kulit akan menurunkan konduksi impuls serabut syaraf sensoris
nyeri, sehingga rangsangan nyeri menuju hipotalamus akan dihambat dan diterima lebih
lama (Evangeline, 2015).
NaCl 0,9% juga merupakan cairan isotonis yang bersifat fisiologis, non toksik dan
tidak menimbulkan hipersensitivitas sehingga aman digunakan untuk tubuh dalam
kondisi apapun. Selain itu NaCl 0,9% memiliki respon anti inflamasi sehingga dapat
menurunkan gejala nyeri dan eritema yang timbul pada luka post insersi AV fistula
sehingga rasa nyeri yang dialami subjek I dan subjek II berkurang. Mekanisme lain
yang mungkin bekerja adalah persepsi dingin NaCl 0,9% menjadi dominan dan
mengurangi persepsi nyeri. Penelitian ini sesuai dengan penelitian Evangeline (2015)
yang menyatakan kompres Nacl 0,9% efektif untuk mengurangi nyeri pada pasien
plebitis. Selain itu Teorigate kontrol menyatakan stimulasi kulit mengaktifkan
transmisi serabut saraf sensori A-beta yang lebih besar dan lebih cepat. Proses ini
menurunkan transmisi nyeri melalui serabut C dan delta-A berdiameter kecil sehingga
gerbang sinap menutup transmisi impuls nyeri. Kompres dingin menimbulkan efek
analgetik dengan memperlambat kecepatan hantaran saraf sehingga impuls nyeri yang
mencapai otak lebih sedikit. Mekanisme lain yang mungkin bekerja adalah rasa dingin
mendominan dan mengurangi persepsi nyeri, selain itu kompres dingin menyebabkan
vasokontriksi pembuluh darah sehingga menimbulkan efek baal atau mati rasa pada
kulit yang menimbulkan mati rasa/ baal, kompres dingin merupakan alternatif pilihan
yang alamiah dan sederhana yang dengan cepat mengurangi rasa nyeri selain dengan
memakai obat-obatan (Potter et al., 2017).
Pemberian kompres dingin terhadap intensitas nyeri pada saat insersi jarum pada
pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisa rutin lebih efektif dalam menurunkan
persepsi nyeri.
78
2020. Journal of Telenursing (JOTING) 2 (1) 71-80
Hasil penelitian terhadap dua subjek yang dilakukan pemberian kompres NaCL
0,9 % selama empat kali pemberian dengan lama masing masing tindakan selama 4 jam
terdapat penurunan skala nyeri yang berbeda. Terdapat perbedaan sekala nyeri sebelum
dan sesudah pemberian kompres NaCl 0,9%. Pada subjek 1 setelah dilakukan sebanyak
4 kali terdapat penurunan nyeri dengan rata- rata 83% sedangkan pada subjek 2 dengan
waktu dan jumlah yang sama didapat penurunan nyeri rata- rata 42%.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat dirumuskan simpulan sebagai
berikut rasa nyeri pada subjek 1 setelah diberikan kompres NaCL 0,9 %, selama 4 kali
pertemuan menunjukan penurunan skala nyeri hal yang sama juga terjadi pada subjek II
setelah dilakuka kompres NaCL 0,9% terjadi penurunan.
SARAN
Bagi Masyarakat
Diharapkan masyarakat yang memiliki keluarga dengan penyakit gagal ginjal
kronis dengan hemodialisa yang setelah dilakukan penusukan AV Fistula mengalami
nyeri khususnya subjek I dan subjek II untuk mengerti dan menerapkan kompres NaCl
0,9% saat di lakukan hemodialisa.
Penelitian Selanjutnya
Penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi peneliti selanjutnya untuk dapat
melakukan penelitian yang terkait dengan kompres NaCl 0,9 % dalam upaya
menurunkan persepsi nyeri pada klien yang mengalami nyeri setelah di lakukan
penusukan pada AV Fistula dan diharapkan peneliti selanjutnya dapat melakukan
penelitian lebih lanjut tentang terapi kompres NaCl 0,9% dalam upaya menurunkan
persepsi nyeri pada klien yang mengalami nyeri setelah di lakukan penusukan pada AV
Fistula dengan responden lebih banyak.
DAFTAR PUSTAKA
Agustina, W., & Wardani, E. K. (2019). Penurunan Hemoglobin pada Penyakit Gagal
Ginjal Kronik setelah Hemodialisis di RSU KH Batu. Jurnal Ners dan
Kebidanan, 6(2), 142-147. DOI: 10.26699/jnk.v6i2.ART.p142-147
Crandall, J., & Shamoon, H. (2016). Diabetes mellitus. Dalam: Goldman L, Schafer AI,
penyunting. Goldman-Cecil Medicine. Edisi ke-25. Philadelphia: Elsevier
Saunders. hlm. 1542–48
79
2020. Journal of Telenursing (JOTING) 2 (1) 71-80
80