Bab I
PENDAHULUAN
Bab II
PEMBAHASAN
2.1 Perkembangan bahasa normal
2.2 Prevalensi
2.3 Etiologi
2.4 Patofisiologi
2.5 Manifestasi Klinik
2.6 Diagnosis
2.7 Penatalaksanaan
2.8 Prognosis
2.9 Pencegahan
Bab III
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Bahasa merupakan simbolisasi dari pikiran berupa kode yang telah kita pelajari; atau
suatu sistem yang telah disepakati yang memungkinkan kita untuk mengomunikasikan ide-
ide serta mengekspresikan keinginan dan kebutuhan kita. Membaca, menulis, gerakan tubuh,
dan berbicara adalah semua bentuk dari bahasa. Bahasa terbagi menjadi dua bagian besar,
yaitu bahasa reseptif: memahami apa yang tertulis atau apa yang dikatakan, dan bahasa
ekspresif: kemampuan untuk berbicara dan menulis.1
Kemampuan bahasa membedakan manusia dengan hewan. Orang tua dengan antusias
menunggu awal perkembangan bicara anak mereka. Bila anak tidak dapat bicara normal,
maka mereka mengira bahwa anak mereka bodoh atau mengalami retardasi. Sering orang tua
memperkirakan bahwa perkembangan bicara anak di luar normal merupakan suatu hal yang
mengkhawatirkan, sehingga orang tua membawa anak ke dokter.2,3
Kemampuan berbahasa merupakan indikator seluruh perkembangan anak. Karena
kemampuan berbahasa sensitif terhadap keterlambatan atau kerusakan pada sistem lainnya,
sebab melibatkan kemapuan kognitif, sensori motor, psikologis, emosi, dan lingkungan di
sekitar anak. Seorang anak tidak akan mampu berbicara tanpa dukungan dari lingkungannya.
Mereka harus mendengar pembicaran yang berkaitan dengan kehidupannya sehari-hari
maupun pengetahuan tentang dunia. Mereka harus belajar mengekspresikan dirinya,
membagi pengalamannya dengan orang lain dan mengemukakan kinginannya.2,3
Pada umumnya bila seorang anak pada umur 2 tahun belum dapat mengucapkan kata-
kata harus dicari penyebabnya. Anak disebut slow talker bila perkembangan lainnya normal,
kecuali terlambat dalam bicara dan pada anamnesis didapatkan di dalam keluarga juga
terdapat anggota keluarga lain yang terlambat bicaranya. Seorang anak rata-rata mulai
mengeluarkan kata-kata tunggal antara umur 10-12 bulan, mulai mengucapkan kalimat
pendek pada umur 18 bulan dan kalimat sempurna kira-kira pada umur 30 bulan.4
Sedangkan Attension deficit hyperactivity disorder (ADHD) adalah gangguan
perkembangan dalam peningkatan aktivitas motorik anak-anak sehingga menyebabkan
aktivitas anak-anak yang tak lazim dan cenderung berlebihan. Anak tidak dapat duduk
tenang, dan selalu meninggalkan keadaan yang tetap seperti sedang duduk atau sedang
berdiri. Tiga gejala pokok yang sering terlihat kesulitan memusatkan perhatian, hiperaktivitas
dan impulsivitas.
Penyebab pasti ADHD yang tampak berlaku bagi semua gangguan belum diketahui
dan diduga penyebabnya ialah disfungsi frontolimbik. Berbagai virus, zat-zat kimia
berbahaya yang banyak dijumpai di lingkungan sekitar, faktor genetika, masalah selama
kehamilan atau kelahiran, atau apa saja yang dapat menimbulkan kerusakan perkembangan
otak, berperan penting sebagai penyebab ADHD ini.
Diagnosis anak dengan ADHD tidak mudah, kadang-kadang terdapat dua faktor
normal yang salah didiagnosis. Tidak ada satu tes untuk mendiagnosis anak secara pasti
mengingat gejala bervariasi, tergantung usia dan lingkungan. Identifikasi dengan DSM IV
memerlukan informasi dari keluarga orang tua, guru, pengasuh dan pemeriksaan dokter anak,
psikologi pertama kali dan dokter psikiatris.
Penanganan pada anak ADHD difokuskan untuk mengurangi gejala-gejala ADHD dan
memperbaiki fungsi. Penanganan dalam bidang rehabilitasi medic berupa terapi relaksasi,
terapi perilaku kognitif, sensori integrasi, terapi snozellen, serta terapi music dan social
medic. Diperlukan penanganan medikasi yang umum digunakan yaitu obat stimulant dan non
stimulant, dan obat untuk memperbaiki fungsi fisik. Pengobatan dengan psikoterapi termasuk
terapi perilaku. Sangat diperlukan kerjasama orangtua, guru, dan caregiver dalam
keberhasilan penanganan anak dengan ADHD.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
a) Fonologi : Sistem dari suara yang digunakan dalam bahasa. Fonologi terdiri
dari fonem yang merupakan bagian dari sistem fonetik bahasa. Fonem merupakan
b) Semantik : Mempelajari arti dari kata dan kombinasi kata, seperti frase,
c) Tata bahasa (Grammar) : Struktur dari bahasa, yang terdiri dari morfologi dan
sinaksis. Morfologi adalah bagian terkecil dari bahasa yang memiliki arti seperti
mofem. Sintaksis adalah bagian dari tata bahasa yang menggambarkan bagaimana
tidak bisa terlepas dari perkembangan bahasa reseptif dan ekspresif. Bahasa
reseptif adalah kemampuan untuk mengerti apa yang dilihat dan apa yang
maksud mimic, dan nada suara kemudian akhirnya dapat mengerti kata. Bahasa
1
auditorik. Fungsi ekspresif ini mencakup kemampuan anak untuk mengutarakan
2.1.3 Neurolinguistik
otak dan perkembangan bahasa. Dalam sistem koordinasi tubuh manusia, pusat
pengendalian bahasa terletak di beberapa bagian otak. Secara garis besar otak
bekerja sesuai stimulus yang di terima dalam berbahasa. Ada 2 stimulus yang
dan auditorik.
Ketika anak menerima stimulus berupa visual maka korteks visual akan
pembentukan kata dari stimulus visual tersebut. Setelah itu akan dilanjutkan ke
posterotemporal akan membentuk akses leksikal yang berarti makna kata yang
sudah terbentuk itu telah sesuai dengan refernnya atau dengan kata lain sudah
sesuai dengan hasil observasi indra dan merupakan makna yang sesungguhnya
dalam kehidupan.
(area wernick) yang kemudian akan dibandingkan dengan ingatan yang sudah
jawaban motorik. Apabila ada kelainan disalah satu aspek dari perjalanan impuls
berbicara maka akan terjadi kelainan berbahasa. Kerusakan pada bagian posterior
keterlambatan bicara. Keterlambatan bicara paling sering terjadi pada usia 3-16
tahun. Pada anak-anak usia 5 tahun, 19% diidentifikasi memiliki gangguan bicara
dan bahasa (6,4% keterlambatan berbicara, 4,6% keterlambatan bicara dan bahasa,
kali lebih banyak daripada wanita. Sekitar 3-6% anak usia sekolah memiliki
gangguan bicara dan bahasa tanpa gejala neurologi, sedangkan pada usia
prasekolah prevalensinya lebih tinggi yaitu sekitar 15%. Menurut penelitian anak
dengan riwayat sosial ekonomi yang lemah memiliki insiden gangguan bicara dan
bahasa yang lebih tinggi daripada anak dengan riwayat sosial ekonomi menengah
ke atas.
bahasa dan gabungan keduanya pada anak usia prasekolah dan usia sekolah.
sampai 4,5 tahun adalah 5-8%, prevalensi keterlambatan bahasa adalah 2,3-19%.
pernah diteliti secara luas. Data di Departemen Rehabilitasi Medik RSCM tahun
2006, dari 1125 jumlah kunjungan pasien anak terdapat 10,13% anak terdiagnosis
tahun 2007. Penelitian di Poliklinik Tumbuh Kembang Anak RSUP Dr. Kariadi
perkembangan bahasa dan bicara. Dari 436 kunjungan baru di tahun 2007, 22,9%
15
spesifik. Contoh dari instrument skrining untuk bahasa dintaranya :
1) Capute Scales (Congnitive adaptive test/Clinical auditory milestone
scale)
Development Profile)
Capute scales terdiri dari 2 jenis pemeriksaan yaitu cognitive adaptive test
(CAT) dan clinical linguistic and auditory milestone scale (CLAMS). Uji CLAMS
berisi 29 milestones sekuensial sejak lahir hingga usia 36 bulan. Capute dkk
gangguan komunikasi sebagai bagian dari gangguan kognitif global maka set
pengujian visual- motor ditambahkan pada set pengujian skala bahasa yang telah
Pelaksanaan Capute Scales yang mudah dan cepat dengan validitas yang
sama dengan baku emas/gold standard Bayley Scales of Infant Development telah
Selama ini Capute Scales telah digunakan secara luas untuk clinical
singkat alat ini dapat dikerjakan dengan baik di tingkat pelayanan primer oleh
pediatric neurologist, psikiater anak, dokter anak, residen anak, dokter umum dan
dokter.
meliputi 19 tingkat usia pengujian, yaitu usia 1-12 bulan (interval 1 bulan), usia
14,16,18 bulan (interval 2 bulan), usia 21 dan 24 bulan (interval 3 bulan), usia 30
demonstrasi langsung. Setiap uji harus dimulai pada dua kelompok umur di bawah
tingkatan/ level fungsional anak dan diteruskan hingga kelompok umur tertinggi
terlihat keterlambatan pada aspek kognitif bahasa dan visual- motor, dan tidak
aspek perkembangan bahasa dengan laju perkembangan yang normal pada aspek
visual-motor, maka akan ditemukan disosiasi. Pola perkembangan seperti ini dan
komunikasi. Deviasi ditemukan bila aspek bahasa reseptif pada seorang anak jauh
2
perkembangan bahasa dibagi menjadi faktor prenatal, natal, dan postnatal.
1) Faktor Prenatal
Salah satu penyakit metabolik adalah Diabetes Melitus (DM). Anak dari
16
Ibu dengan riwayat DM akan mengalami hambatan dalam perkembangan otak.
Bayi dari ibu DM cenderung memiliki perkembangan bahasa dan bicara yang
lambat karena kadar glukosa yang terganggu dapat mempengaruhi memori bayi
obatan medikasi tertentu selama masa kehamilan dapat menimbulkan efek buruk
bagi janin serta kehidupan selanjutnya. Nikotin yang terkandung dalam rokok
panjang terhadap fungsi otak serta kognisi yang dapat bermanifestasi pada
seperti autism, DM, dan disfungsi tiroid. Gangguan pendengaran pada infeksi
rubella secara tidak langsung memberikan efek pada kemampuan anak dalam
berbicara. 19
20
perkembangan.
2) Faktor Periatal
Anak lahir premature atau preterm didefinisikan sebagai anak yang lahir
pada usia <37 minggu kelahiran. Usia kelahiran preterm merupakan faktor risiko
terjadinya gangguan perkembangan bahasa pada anak. Hal ini dikarenakan adanya
pada usia sekitar 36 minggu, maka jika ada gangguan diusia kehamilan tersebut
maka aka nada gangguan perkembangan yang mencakup gangguan bahasa dan
21
bicara pada anak.
b) Berat Lahir
Bayi berat lahir rendah didefinisikan sebagai bayi dengan berat lahir
<2500 gram. Anak yang lahir dengan riwayat berat lahir rendah mengalami
gangguan dalam berbicara. Pada penelitian yang dilakukan dengan sample anak
usia 2 tahun didapatkan hasil bahwa anak yang memiliki riwayat BBLR
menggunakan kalimat yang immature dan cenderung lebih pendek saat berbicara.
Studi lain dilakukan pada anak usia 4 tahun dengan riwayat BBLR dan didapatkan
hasil bahwa anak dengan riwayat BBLR mengalami defisiensi dalam kemampuan
mendiskriminasikan suara.22
c) Asfiksia
23
tonus otot yang melemah. Asfiksia perinatal berhubungan dengan ensephalopati
neonatus yang dapat mempengaruhi fungsi kognitif dan kemampuan bahasa anak.
3) Faktor Postnatal
24
perkembangan. Sindroma Down banyak ditemukan di Indonesia. Anak dengan
b) Kelainan Neurologis
sebagai kelainan postur dan gerakan motoric yang persisten tetapi tidak progresif.
25
komunikasi.
Seorang anak yang memiliki stressor yang tinggi dalam hidupnya sangat
rentan untuk terjadi gangguan perkembangan. Hal seperti ini terjadi pada anak-
anak yang kehamilannya tidak diinginkan ataupun kepada anak yang mendapat
26
proses tumbuh kembang anak.
d) Infeksi Kronis
berkepanjangan akibat infeksi kronis. Anak dengan infeksi kronis sangat rentan
27
untuk mengalami gangguan perkembangan.
anak dijelaskan oleh Carl Roger. Dalam teori tersebut dipaparkan bahwa ada dua
faktor yang berperan dalam pengembangan bahasa pada anak, yaitu faktor internal
dan eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang ada pada diri anak
1) Faktor Internal
a) Faktor Intelegensi
28
linguistik baik dari segi kuantitas maupun kualitas.
perbedaan jenis kelamin ini akan menghilang seiring dengan bertambahnya usia
30
penyakit fisik bawaan seperti bibir sumbing.
d) Status Gizi
status gizi buruk hingga kurang mengalami perkembangan yang lebih lambat
2) Faktor eksternal
a) Faktor keluarga
lingkungan yang ada disekitar anak dan diatas landasan lingkungan itulah
kebudayaan mereka dibangun. Setiap anak memiliki sifat dan pengalaman yang
khas yang tidak dimiliki oleh anak lain, karena itu terciptalah perbedaan
Terkadang anak menguasai puluhan kata dan memahami maknanya dengan baik,
tetapi dia tidak mampu menggunakan kata yang menurut mereka sulit, anak hanya
menggunakan beberapa buah kata saat berinteraksi dengan sekitar. Hal ini
bergantung pada intensitas stimulasi yang diberikan oleh orangtua mereka atau
Anak yang berasal dari keluarga berpendapatan tinggi dan menengah lebih
cepat perkembangan bahasanya dari anak yang berasal dari kalangan bawah.
Pendidikan ibu serta pengasuhan anak juga berbengaruh terhadap kemampuan
bahasa anak.
c) Faktor stimulasi
anak. Stimulasi ada berbagai macam jenisnya, bisa berupa lingkungan, kelompok
31
DVD edukatif dan media interaktf.
Saat ini anak tinggal di era media interaktif, mereka tumbuh dan
berkembang dalam keadaan dimana media digital menjadi alat yang mereka
32
pergunakan sehari-hari di sekolah, di rumah mapun didalam kehidupan sosial.
Media interaktif sendiri didefinisikan sebagai material analog dan digital yang
anak, e-books, dan segala macam desain lain yang bisa memfasilitasi keaktifan
dan kekreatifitasan anak serta dapat meningkatkan ikatan sosial dengan anak
Edukasi. 31
media seperti televisi, film, video, games, internet, lirik musik, koran, majalah,
buku dan iklan sangat besar potensinya untuk dapat memicu adanya gangguan
kesehatan namun disisi lain media juga bisa membawa efek positif di kehidupan
anak maupun dewasa.31 Media Edukasi seperti media interaktif, DVD edukasi,
serta program televisi yang berbasis edutainment merupakan hal sangat potensial
untuk menjadikan suatu media berefek positif dan meminimalisir efek negatif dari
lain, diantaranya lebih reaktif, lebih interaktif, serta menampilkan fitur 3 dimensi
tahun secara signifikan membawa dampak negatif pada perkembangan anak. Anak
dampak yang lebih baik pada tes kemampuan bahasa dibandingkan anak yang
34
mulai menggunakan media saat usia 4 sampai dengan 5 tahun. Oleh karena hal
itu peneliti memilih usia anak 2 sampai 3 tahun sebagai sample penelitian.
bahwa syarat media yang baik untuk anak yaitu harus memerhatikan 3C yaitu
34
content, context and child. Sedangkan menurut American Academy of Pediatric
syarat media yang baik untuk anak diantaranya digunakan pada anak lebih dari 2
tahun, pendampingan orang dewasa saat penggunaan dan paparan dalam sehari
Mark Prensky dalam bukunya yang berjudul “Don’t bother me Mum. I’m learning
now!” menjelaskan bahwa media interaktif pada anak dapat berefek dalam
perkembangan bahasa anak dalam meningkatkan konsentrasi,
35
meningkatkan rasa keingintahuan, serta menggunakan kreatifitas anak.
Semakin banyak bentuk stimulus yang diterima maka anak akan lebih
mudah memahami hal tersebut karena pada media interaktif ini anak
pada anak.
2.2.2 EPIDEMIOLOGI
Prevalensi ADHD pada anak usia sekolah di seluruh dunia dilaporkan sekitar 3-
7% dan di Amerika prevalensi ADHD dilaporkan sekitar 2-26%. Kejadian ADHD di
negara-negara lain bervariasi antara 2-20% misalnya di Ukraina prevalensi ADHD
pada anak sekolah dilaporkan sebesar 20%. Prevalensi ADHD di Indonesia belum
diketahui secara pasti. Penelitian yang secara terbatas dilakukan di Jakarta dilaporkan
prevalensi ADHD sebesar 4,2%, paling banyak pada anak usia sekolah dan pada anak
laki-laki.
Di Bali laporan mengenai besaran kejadian ADHD hanya bersumber dari laporan
kasus di Poliklinik atau pusat terapi tumbuh kembang anak. Selama tahun 2012
jumlah pasien ADHD yang berkunjung ke poliklinik. ADHD merupakan gangguan
neuro-behavioral pada anak yang terbanyak, mencakup sekitar 50% yang dirujuk ke
neurologis anak, neuropsikologis, dan psikiatri anak. Prevalensi gangguan ini sebesar
2,2% untuk tipe hiperaktif-impulsif 5,3% untuk tipe campuran hiperaktif-impulsif dan
inatensi, serta 15,3% untuk ADHD tipe inatensi. ADHD terjadi pada 3-5% populasi
anak dan didiagnosis 2-16% pada anak usia sekolah. Terdapat kecenderungan ADHD
lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan dengan
perbandingkan 3:1.
2.2.5 DIAGNOSIS
Kriteria diagmostik ADHD berdasarkan DSM-IV ialah satu dari kriteria berikut:
1. Gangguan pemusatan perhatian (inatensi): ≥6 gejala inatensi berikut telah
menetap selama sekurang-kurangnya 6 bulan bahkan sampai tingkat yang
maladaptive dan tidak konsisten dengan tingkat perkembangan.
Sering gagal dalam memberikan perhatian pada hal yang detil dan
tidak teliti dalam mengerjakan tugas sekolah, pekerjaan atau aktivitas
lainnya.
Sering mengalami kesulitan dalam mempertahankan perhatian
terhadap tugas atau aktivitas bermain.
Sering tampak tidak mendengarkan apabila berbicara langsung.
Sering tidak mengikuti intruksi dan gagal menyelesaikan tugas
sekolah, pekerjaan sehari-hari, atau tugas di tempat kerja (bukan
karena perilaku menentang atau tidak dapat mengikuti instruksi).
Sering mengalami kesulitan dalam menyusun tugas dan aktivitas.
Sering menghindari, membenci atau enggan untuk terlibat dalam tugas
yang memiliki usaha mental yang lama (seperti tugas di sekolah dan
pekerjaan rumah).
Sering menghilangkan atau ketinggalan hal-hal yang perlu untuk tugas
atau aktivitas.
Sering menghilangkan atau ketinggalan hal-hal yan perlu untuk tugas
dan aktivitas
Sering mudah dialihkan pehatiannya oleh stimulasi dari luar.
Sering lupa dalam aktivitas sehari-hari.
2.8 PENATALAKSANAAN
ADHD merupakan gangguan yang bersifat heterogen dengan manifestasi klinis
beragam. Sampai saat ini belum ada satu jenis terapi yang dapat diakui untuk
menyembuhkan anak dengan ADHD secara total. Berdasarkan National Institute of
Mental Health, serta organisasi profesi lainnya di dunia seperti American Academy of
Child and Adolescent Psychiatry (AACAP), penanganan anak dengan ADHD
dilakukan dengan pendekatan komprehensif berdasarkan prinsip pendekatan yang
multidisiplin dan multimodal.
Tujuan utama penanganan anak dengan ADHD ialah:
Memperbaiki pola perilaku dan sikap anak dalam menjalankan fungsinya
sehari-hari terutama dengan memperbaiki fungsi pengendalian diri.
Memperbaiki pola adaptasi dan penyesuaian social anak sehingga terbentuk
kemampuan adaptasi yang lebih baik dan matang sesuai dengan tingkat
perkembangan anak.
Terdapat beberapa macam ruang snoezellen yang ditata dengan tujuan yang berbeda
contohnya:
Ruang relaksasi : ruang ini dipenuhi dengan warna yang lembut dan tidak
mencolok, lagu-lagu lembut atau music relaksasi, pemberian aroma ruangan
dengan aroma yang lembut, lampu penerangan yang lembut.
Ruang aktivitas/ adventure : ruangan ini dipenuhi dengan warna-warna yang
mencolok , stimulasi visual yang dinamis, music yang dinamis, dan alat-alat
permainan aktif.
Ruang natural : ruangan alami seperti kebun bunga/taman, kolam
ikan/akuarium, terdapat pasir, tanah dan air.
Terapi music merupakan terapi efektif dan alat edukasi untuk anak dengan ADHD
sehingga dapat mempengaruhi perubahan keterampilan yang penting pada gangguan
belajar atau perilaku. Terapi music mencakup beberapa hal, yaitu:
Keterampilan kognitif : music dapat menstimulasi dan memfokuskan atensi
dan terutama untuk orang yang tidak respon dengan intervensi lain. seluruh
intervensi terapeutik akan terstruktur dengan music, untuk mempertahankan
atensi.
Keterampilan fisik : terdapat bukti ilmiah yang menunjukkan bahwa ritme
teratur dapat menstimulasi dan mengorganisasikan respon otot untuk
menimbulkan rasa rileks.
Keterampilan komunikasi : efektif untuk menstimulasi dan memotivasi bicara,
serta member ruang untuk komunikasi non-verbal.
Keterampilan social: memberi kesempatan untuk orang dengan disabilitas
perkembangan untuk berinteraksi dan bekerja sama dengan orang lain.
Keterampilan emosional : musik member kesempatan untuk mengekspresikan
dan merasakan berbagai emosi. Keinginan untuk berpartisipasi pada music
dapat membantu untuk mengntrol emosi yang meledak-ledak, mengubah
mood, serta dapat mencapai efek positif dari harga diri.
Terapi psikologi
Psikoterapi yang diberikan pada penderita ADHD termasuk dalam
pelatihan kepada orangtua untuk memperbaiki lingkungan di sekitar rumah
dan sekolah. Terdapat berbagai pendekatan psikoterapi yang dapat dilakukan
oleh seorang psikolog;penggunaannya tergantung kepada pasien dan
simptomnya yang meliputi support group, parent training, dan social skills
training.
Memperbaiki lingkungan di sekitar rumah dan sekolah dapat
mempebaiki perilaku anak dengan ADHD, namun kendalanya ialah orangtua
dari anak ADHD memperlihatkan kekurangan yang sama terhadap diri
mereka sendiri, sehingga mereka tidak dapat cukup membantu anaknya
dengan kesulitannya. Intervensi pendidikan yang berbeda untuk orangtua
disebut sebagai parent management training. Teknik ini meliputi operant
conditioning yaitu sebuah aplikasi rewards untuk suatu perilaku yang baik
dan hukuman untuk perilaku yang buruk.
Manajemen di dalam kelas dilakukan sama dengan parent
management training yaitu guru diajari tentang ADHD dan teknik untuk
memperbaiki perilaku yang diaplikasikan diruangan kelas. Strategi yang
digunakan meliputi peningkatan penyusunan aktivitas di kelas atau daily
feedback.
Terapi social medik
Penanganan ADHD dalam peran social medic difokuskan pada
bantuan perorangan dan keluarga yang kesulitan dalam penyesuaian diri dan
pelaksanaan fungsi-fungsi social diakibatkan oleh kondisi-kondisi yang
disfungsi. Terapi ini berkaitan dengan usaha untuk menjangkau dan
memanfaatkan sumber dalam pemecahan masalah social dengan tujuan
pelayanan untuk sosialisasi dan pengembangan, penyembuhan, pemberian
bantuan, rehabilitasi dan perlindungan social, serta pemberian informasi dan
nasehat.
Terapi perilaku
Strategi spesifik yang dapat dilakukan untuk terapi perilaku ini ialah:
- Reward system ( anak diberikan ‘hadiah’ bila dapat menyelesaikan tugas
atau berperilaku baik)
- Time out (misal: anak yang memukul adiknya dihukum duduk di pojok
ruangan selama 5 menit)
- Response cost (misal : anak dilarang nonton TV bila tidak menyelesaikan
PR)
- Token economy (anak mendapatkan bintang bila menyelesaikan tugas dan
kehilangan bintang bila berjalan-jalan dikelas. Jumlah bintang
menentukan reward yang diterima)
Penting pula ditekankan bahwa dukungan orang tua sangat menentukan
suksesnya terapi sehingga terapi perilaku ini disertai dengan edukasi dan
pelatihan pasien serta keluarganya.
Mofifikasi lingkungan
Anak-anak dengan ADHD tidak beradaptasi dengan baik untuk
mengubah dan tidak berfungsi dengan baik dalam lingkungan yang sangat
memberikan banyak stimulasi. Di sekolah, mereka harus ditempatkan dibarisan
depan sehingga mereka dapat lebih memperhatikan guru.
Seringkali, anak dengan ADHD mendapatkan keuntungan lebih dari metode
mengajar satu-satu atau pengajaran dalam kelompok kecil. Rutinitas kelas harus
diprediksi dan hanya satu tugas yang diberikan kepada anak pada suatu waktu.
Rutinitas di rumah juga harus terstruktur dengan baik dan teratur. Keluarga harus
menghindari keramaian, supermarket dan pusat perbelanjaan besar yang dapat
memberikan terlalu banyak stimulasi bagi anak. Kelelahan juga harus dihindari
ketika anak menjadi tak terkontrol dan hiperaktivitas meningkat ketika anak
menjadi lelah. Saran dari psikiater, dokter anak dan social worker diperlukan
dalam kasus-kasus individual karena mungkin ada kebutuhan untuk penempatan
sekolah khusus atau program khusus untuk modifikasi perilaku. Anak yang
cerdas juga dapat ditempatkan dalam program sekolah normal. Obat jarang
diindikasikan kecuali terdapat indikasi tertentu seperti hiperaktif atau
ketidakstabilan suasana hati.
2.9 PROGNOSIS
Perjalanan anak dengan ADHD bervariasi: ada yang mengalami remisi, tetapi
ada juga yang menetap.
1. Persisten atau menetap: pada 40-50% kasus, gejala akan persisten hingga
masa remaja atau dewasa. Gejala akan lebih cenderung menetap jika terdapat
riwayat keluarga, peristiwa negative dalam hidupnya, komorbiditas dengan
gejala-gejala perilaku, depresi dan gangguan cemas. Pada beberapa kasus,
hiperaktivitas akan menghilang, tetapi tetap mengalami inatensi dan kesulitan
mengontrol impuls. Anak ini rentan dengan penyalahgunaan alcohol dan
narkoba, kegagalan disekolah, sulit mempertahankan pekerjaan, serta
cenderung melakukan pelanggaran hokum.
2. Remisi : pada 50% kasus, gejalanya akan meringan atau menghilang pada
masa remaja atau dewasa muda. Biasanya remisi terjadi anara usia 12 hingga
20 tahun. Gejala yang pertama kali memudar ialah hiperaktivitas dan yang
paling terakhir ialah distractibility.
a. Remisi total: anak yang mengalami remisi total akan memiliki masa
remaja dan dewasa yang produktif, hubungan interpersonal yang
memuaskan, dan memiliki gejala sisa yang sedikit.
b. Remisi parsial : pada masa dewasanya, anak dengan remisi parsial mudah
menjadi antisocial, mengalami gangguan mood, sulit mempertahankan
pekerjaan, mengalami kegagalan di sekolah, melanggar hukum, dan
menyalahgunakan alcohol serta narkoba.
BAB III
PEMBAHASAN
Di bawah 12 bulan
Penting pada anak-anak usia ini untuk diobservasi bahwa mereka menggunakan
bahasa untuk berkomunikasi dengan lingkungan mereka. Tertawa dan mengoceh
adalah fase awal dari perkembangan berbicara. Seiring dengan pertambahan usia bayi
(sekitar usia 9 bulan), mereka mulai merangkai suara-suara, menggabungkan kata-
kata dengan nada yang berbeda, dan mengucapka kata-kata seperti “mama” dan
“dada” (tanpa mengetahui makna dari kata-kata tersebut). Sebelum usia 12 bulan,
anak-anak seharusnya sudah peka terhadap suara. Bayi yang pandangannya fokus
sekali tetapi tidak bereaksi terhadap suara mungkun memiliki gangguan pada
pendengarannya.
12 sampai 15 bulan
Anak pada usia ini pada normalnya harus mengoceh lebih banyak lagi dan sedikitnya
mengeluarkan satu atau lebih kata yang bermakna (tidak termasuk “mama” dan
“dada”). Kata benda biasanya muncul lebih awal seperti “baby” dan “ball”. Anak
seharusnya juga mampu untuk memahami dan menuruti satu perintah (contoh,
“tolong ambilkan mainanmu.”).
18 sampai 24 bulan
Anak sudah memiliki sekitar 20 perbendaharaan kata pada usia 18 bulan dan 50 atau
lebih kata-kata yang belum sempurna saat usia mereka mencapai 2 tahun. Ketika usia
2 tahun, anak-anak sudah belajar untuk mengombinasikan dua kata, seperti “adik
nangis” atau “ayah besar.” Seorang anak yang berusia 2 tahun harus sudah mampu
untuk melaksanakan dua buah perintah (seperti "tolong ambilkan mainanmu dan
ambil gelasmu”).
2 sampai 3 tahun
Pada usia ini anak akan mengalami perkembangan bahasa yang pesat dan
perbendaharaan kata yang amat meningkat. Mereka sudah bisa menggabungkan tiga
atau lebih kata-kata menjadi satu kalimat. Kemampuan anak dalam memahami bahasa
juga meningkat pada usia 3 tahun. Mereka mulai memahami apa maksud dari “taruh
di meja itu” atau “taruh itu di bawah tempat tidur.” Anak juga sudah harus mulai bisa
menyebutkan warna dan memahami konsep deskriptif (contonya membedakan besar
dan kecil).
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1. IDENTITAS PASIEN
Nama : An.PN
Umur : 2 Tahun 9 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Kristen Protestan
Suku : Batak
Alamat : Asrama Brimob
No. DM : 447135
3.2. ANAMNESIS
Anamnesis diperoleh dengan cara alloanamnesis terhadap keluarga pasien (ibu
kandung) saat kontrol di Poli rehab medik RSUD dok 2.
3.2.1. KELUHAN UTAMA
Anak belum dapat berbicara dengan jelas seperti anak seusianya
3.4. TATALAKSANA
3.4.1. REHABILITASI MEDIK
a. Terapi wicara
b. Terapi okupasi
BAB III
PENUTUP