Anda di halaman 1dari 66

KESEHATAN MATERNAL

PAPER
Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Epidemiologi Khusus
Dosen Pengampu : dr. Arulita Ika Fibriana, M.Kes (Epid)

Oleh :
Nurkhaqiqotul Mazidah
NIM. 6411417015
Peminatan Epidemiologi dan Biostatistika

JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Hingga saat ini sudah banyak program-program pembangunan

kesehatan di Indonesia yang ditujukan pada penanggulangan masalah-masalah

kesehatan ibu dan anak. Pada dasarnya program-program tersebut lebih menitik

beratkan pada upaya-upaya penurunan angka kematian bayi dan anak, angka

kelahiran kasar dan angka kematian ibu. Hal ini terbukti dari hasil-hasil survei

yang menunjukkan penurunan angka kematian bayi dan anak, angka kelahiran

kasar. Namun tidak demikian halnya dengan angka kematian ibu (MMR) yang

selama dua dekade ini tidak menunjukkan penurunan yang berarti.

Selain angka kematian, masalah kesehatan ibu dan anak juga

menyangkut angka kesakitan atau morbiditas. Penyakit-penyakit tertentu seperti

ISPA, diare dan tetanus yang sering diderita oleh bayi dan anak acap kali berakhir

dengan kematian. Demikian pula dengan peryakit-penyakit yang diderita oleh ibu

hamil seperti anemia, hipertensi, hepatitis dan lain-lain dapat membawa resiko

kematian ketika akan, sedang atau setelah persalinan.

Baik masalah kematian maupun kesakitan pada ibu dan anak

sesungguhnya tidak terlepas dari faktor-faktor sosial budaya dan lingkungan di

dalam masyarakat dimana mereka berada. Disadari atau tidak, faktor-faktor

kepercayaan dan pengetahuan budaya seperti konsepsi-konsepsi mengenai

berbagai pantangan, hubungan sebab- akibat antara makanan dan kondisi sehat-

sakit, kebiasaan dan ketidaktahuan, seringkali membawa dampak baik positif


maupun negatif terhadap kesehatan ibu dan anak. Pola makan, misalnya, pacta

dasarnya adalah merupakan salah satu selera manusia dimana peran kebudayaan

cukup besar. Hal ini terlihat bahwa setiap daerah mempunyai pola makan tertentu,

termasuk pola makan ibu hamil dan anak yang disertai dengan kepercayaan akan

pantangan, tabu, dan anjuran terhadap beberapa makanan tertentu.


BAB II

ISI

2.1 KESEHATAN MATERNAL

Menurut WHO, kesehatan ibu adalah kesehatan perempuan selama

kehamilan, persalinan, dan pasca melahirkan. Ini meliputi dimensi kesehatan

keluarga berencana, prakonsepsi, kehamilan, dan perawatan postnatal untuk

mengurangi morbiditas dan mortalitas. Perawatan prakonsepsi meliputi

pendidikan, promosi kesehatan, skrining, dan intervensi lainnya di antara wanita

usia reproduksi untuk mengurangi faktor risiko yang dapat memengaruhi

kehamilan berikutnya. Tujuan dari pemeriksaan kehamilan adalah untuk

mendeteksi dan mencegah potensi komplikasi kehamilan awal, serta mengarahkan

wanita untuk sesuai pelayanan medis yang sesuai. Perawatan pasca persalinan

meliputi pemulihan dari melahirkan, kekhawatiran tentang perawatan bayi baru

lahir, gizi, ASI, dan keluarga berencana.

Peningkatan kesehatan maternal selalu muncul sebagai isu utama dalam

setiap pertemuan dan kesepakatan internasional sejak akhir tahun 1980 an,

termasuk pertemuan milenimun (MDGs) di tahun 2000 (UN, 2000). MDG’s ini

merupakan komitmen pembangunan yang lebih menekankan pada pemenuhan hak

dasar manusia untuk melaksanakan delapan tujuan pembangunan yang salah

satunya adalah meningkatkan kesehatan maternal. Indikator yang digunakan

antara lain persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih, cakupan

pemeriksaan antenatal, banyaknya kelahiran normal, dan kesertaan KB.


Berbagai kebijakan program digalakkan untuk meningkatkan kesehatan

maternal melalui pencapaian indikator-indikator tersebut, seperti gerakan sayang

ibu, suami siaga, posyandu, polindes, dan lain sebagainya. Terlepas dari persoalan

berhasil atau tidaknya program-program tersebut dalam meningkatkan kesehatan

ibu dan anak adalah isu yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh banyaknya faktor-

faktor yang berpengaruh terhadap pelaksanaan program tersebut. Namun selama

1999-2000 diantara 49 negara sedang berkembang termasuk Indonesia 44 persen

tidak memiliki akses ke pelayanan kesehatan maternal, dan 56 persen ibu hamil

melahirkan bukan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih (WHO, 2002).

Persalinan ini sangat memengaruhi angka kematian ibu dan anak sekaligus.

Di Indonesia angka kematian ibu (AKI) masih cukup tinggi yaitu 228

per 100 ribu kelahiran. Meskipun angkat tersebut telah mengalami penurunan dari

307 per 100 ribu kelahiran di tahun 2002/2003, tetapi masih mengungguli AKI

negara-negara di Asia Tenggara seperti Singapura, Malaysia, dan Brunei

Darusalam. Penyebabnya adalah perdarahan, eklampsia, partus lama, aborsi, dan

infeksi. Penyebab lainnya adalah aborsi tidak aman yang dilakukan karena

kehamilan tidak diinginkan (unwanted pregnancy) terutama di usia remaja.

Masa-masa kehamilan, kelahiran, dan nifas merupakan masa yang

memiliki risiko tinggi bagi kesehatan maternal. Oleh karena itu status kesehatan,

asupan gizi, dan akses terhadap layanan kesehatan maternal perlu ditingkatkan.

Padahal selama ini sebagian besar ibu tidak memiliki kesempatan pengambilan

keputusan mengenai kesehatannya sendiri. Selain karena budaya patriarki yang

menempatkan ibu sebagai warga kelas dua, kondisi ini juga berkaitan dengan

sikap dan pemahaman yang rendah terhadap kesehatan maternal. Beban dan
tanggung jawab ibu tidak berkurang meskipun dalam kondisi hamil. Dalam

kondisi tertentu ibu terpaksa harus mengalami kehamilan berkali-kali dengan

jarak kelahiran yang terlalu dekat atau melahirkan di usia yang telah lanjut. Oleh

karena itu dirasa perlu melakukan kajian mengenai kesehatan maternal dan faktor-

faktor yang memengaruhinya.

2.2 INDIKATOR KESEHATAN MATERNAL

Indikator pemantauan program KIA yang dipakai untuk PWS KIA

meliputi indikator yang dapat menggambarkan keadaan kegiatan pokok dalam

program KIA, seperti yang diuraikan dalam BAB II. Sasaran yang digunakan

dalam PWS KIA berdasarkan kurun waktu 1 tahun dengan prinsip konsep wilayah

(Kemenkes RI, 2010).

a. Akses Pelayanan Antenatal (Cakupan K1)

Adalah cakupan ibu hamil yang pertama kali mendapat pelayanan

antenatal oleh tenaga kesehatan di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.

Indikator akses ini digunakan untuk mengetahui jangkauan pelayanan antenatal

serta kemampuan program dalam menggerakkan masyarakat.

b. Cakupan pelayanan ibu hamil (cakupan K4)

Adalah cakupan ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan antenatal

sesuai dengan standar, paling sedikit empat kali dengan distribusi waktu 1 kali

pada trimester ke-1, 1 kali pada trimester ke-2 dan 2 kali pada trimester ke-3

disuatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Dengan indikator ini dapat

diketahui cakupan pelayanan antenatal secara lengkap (memenuhi standar

pelayanan dan menepati waktu yang ditetapkan), yang menggambarkan tingkat


perlindungan ibu hamil di suatu wilayah, di samping menggambarkan

kemampuan manajemen ataupun kelangsungan program KIA.

c. Cakupan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan (Pn)

Adalah cakupan ibu bersalin yang mendapat pertolongan persalinan oleh

tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan, di suatu wilayah kerja

dalam kurun waktu tertentu. Dengan indikator ini dapat diperkirakan proporsi

persalinan yang ditangani oleh tenaga kesehatan dan ini menggambarkan

kemampuan manajemen program KIA dalam pertolongan persalinan sesuai

standar.

d. Cakupan Pelayanan Nifas oleh Tenaga Kesehatan (KF3)

Adalah cakupan pelayanan kepada ibu pada masa 6 jam sampai dengan 42

hari pasca bersalin sesuai standar paling sedikit 3 kali dengan distribusi waktu 6

jam s/d hari ke-3 (KF1), hari ke-4 s/d hari ke-28 (KF2) dan hari ke-29 s/d hari ke-

42 (KF3) setelah bersalin di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.

Dengan indikator ini dapat diketahui cakupan pelayanan nifas secara lengkap

(memenuhi standar pelayanan dan menepati waktu yang ditetapkan serta untuk

menjaring KB Pasca Persalinan), yang menggambarkan jangkauan dan kualitas

pelayanan kesehatan ibu nifas, Keluarga Berencana di samping menggambarkan

kemampuan manajemen ataupun kelangsungan program KIA.

e. Cakupan Pelayanan Neonatus Pertama (KN 1)

Adalah cakupan neonatus yang mendapatkan pelayanan sesuai standar

pada 6 - 48 jam setelah lahir di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.

Dengan indikator ini dapat diketahui akses/jangkauan pelayanan kesehatan

neonatal.
f. Cakupan Pelayanan Kesehatan Neonatus 0-28 hari (KN Lengkap).

Adalah cakupan neonatus yang mendapatkan pelayanan sesuai standar

paling sedikit tiga kali dengan distribusi waktu 1 kali pada 6 48 jam, 1 kali pada

hari ke 3 hari ke 7 dan 1 kali pada hari ke 8 hari ke 28 setelah lahir disuatu

wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Dengan indikator ini dapat diketahui

efektifitas dan kualitas pelayanan kesehatan neonatal.

g. Deteksi Faktor Risiko dan Komplikasi oleh Masyarakat

Adalah cakupan ibu hamil dengan faktor risiko atau komplikasi yang

ditemukan oleh kader atau dukun bayi atau masyarakat serta dirujuk ke tenaga

kesehatan di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Masyarakat disini,

bisa keluarga ataupun ibu hamil, bersalin, nifas itu sendiri. Indikator ini

menggambarkan peran serta dan keterlibatan masyarakat dalam mendukung upaya

peningkatan kesehatan ibu hamil, bersalin dan nifas.

h. Cakupan Penanganan Komplikasi Obstetri (PK)

Adalah cakupan Ibu dengan komplikasi kebidanan di suatu wilayah kerja

pada kurun waktu tertentu yang ditangani secara definitif sesuai dengan standar

oleh tenaga kesehatan kompeten pada tingkat pelayanan dasar dan rujukan.

Penanganan definitif adalah penanganan/pemberian tindakan terakhir untuk

menyelesaikan permasalahan setiap kasus komplikasi kebidanan. Indikator ini

mengukur kemampuan manajemen program KIA dalam menyelenggarakan

pelayanan kesehatan secara professional kepada ibu hamil bersalin dan nifas

dengan komplikasi.
i. Cakupan Penanganan Komplikasi Neonatus

Adalah cakupan neonatus dengan komplikasi yang ditangani secara

definitif oleh tenaga kesehatan kompeten pada tingkat pelayanan dasar dan

rujukan di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Penanganan definitif

adalah pemberian tindakan akhir pada setiap kasus komplikasi neonatus yang

pelaporannya dihitung 1 kali pada masa neonatal. Kasus komplikasi yang

ditangani adalah seluruh kasus yang ditangani tanpa melihat hasilnya hidup atau

mati. Indikator ini menunjukkan kemampuan sarana pelayanan kesehatan dalam

menangani kasus kasus kegawatdaruratan neonatal, yang kemudian ditindaklanjuti

sesuai dengan kewenangannya, atau dapat dirujuk ke tingkat pelayanan yang lebih

tinggi.

j. Cakupan Pelayanan Kesehatan Bayi 29 Hari 12 Bulan (Kunjungan Bayi)

Adalah cakupan bayi yang mendapatkan pelayanan paripurna minimal 4

kali yaitu 1 kali pada umur 29 hari 2 bulan, 1 kali pada umur 3 5 bulan, dan satu

kali pada umur 6 8 bulan dan 1 kali pada umur 9 11 bulan sesuai standar di suatu

wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Dengan indikator ini dapat diketahui

efektifitas, continuum of care dan kualitas pelayanan kesehatan bayi.

k. Cakupan Pelayanan Anak Balita (12 59 bulan).

Adalah cakupan anak balita (12 59 bulan) yang memperoleh pelayanan

sesuai standar, meliputi pemantauan pertumbuhan minimal 8x setahun,

pemantauan perkembangan minimal 2 x setahun, pemberian vitamin A 2 x

setahun.
l. Cakupan Pelayanan Kesehatan Anak Balita Sakit yang dilayani dengan

MTBS

Adalah cakupan anak balita (umur 12 59 bulan) yang berobat ke

Puskesmas dan mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar (MTBS) di suatu

wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.

m. Cakupan Peserta KB Aktif (Contraceptive Prevalence Rate)

Adalah cakupan dari peserta KB yang baru dan lama yang masih aktif

menggunakan alat dan obat kontrasepsi (alokon) dibandingkan dengan jumlah

pasangan usia subur di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Indikator

ini menunjukkan jumlah peserta KB baru dan lama yang masih aktif memakai

alokon terus-menerus hingga saat ini untuk menunda, menjarangkan kehamilan

atau yang mengakhiri kesuburan.

PUS : Pasangan yang istrinya berusia 15-49 tahun atau lebih dari 49 tahun masih

menstruasi.

2.3 PENYEBAB KEMATIAN IBU

Indonesia belum memiliki data statistik vital, yang langsung dapat

menghitung Angka Kematian Ibu (AKI). Estimasi AKI dalam Survei Demografi

dan Kesehatan Indonesia (SDKI) diperoleh dengan mengumpulkan informasi dari

saudara perempuan yang meninggal semasa kehamilan, persalinan, atau setelah

melahirkan. Meskipun hasil survei menunjukkan bahwa AKI di Indonesia telah

turun menjadi 307 per 100.000 kelahiran hidup, hal itu perlu ditafsirkan secara

hati-hati mengingat keterbatasan metode penghitungan yang digunakan. Dari lima

juta kelahiran yang terjadi di Indonesia setiap tahunnya, diperkirakan 20.000 ibu
meninggal akibat komplikasi kehamilan atau persalinan. Dengan kecenderungan

seperti ini, pencapaian target MDG untuk menurunkan AKI akan sulit bisa

terwujud kecuali apabila dilakukan upaya yang lebih intensif untuk mempercepat

laju penurunannya.

a) Disparitas

Seperti indikator kesehatan lain pada umumnya, terdapat perbedaan

AKI antarwilayah di Indonesia. Estimasi AKI menggunakan pendekatan PMDF

(proportion of maternal deaths of female reproductive age). Penyebab kematian

ibu. adalah perdarahan, eklampsia atau gangguan akibat tekanan darah tinggi saat

kehamilan, partus lama, komplikasi aborsi, dan infeksi.

b) Perdarahan

Perdarahan biasanya tidak bisa diperkirakan dan terjadi secara

mendadak, bertanggung jawab atas 28 persen kematian ibu. Sebagian besar kasus

perdarahan dalam masa nifas terjadi karena retensio plasenta dan atonia uteri. Hal

ini mengindikasikan kurang baiknya manajemen tahap ketiga proses kelahiran dan

pelayanan emergensi obstetrik dan perawatan neonatal yang tepat waktu.

c) Eklampsia

Merupakan penyebab utama kedua kematian ibu, yaitu 13 persen

kematian ibu di Indonesia (rata-rata dunia adalah 12 persen). Pemantauan

kehamilan secara teratur sebenarnya dapat menjamin akses terhadap perawatan

yang sederhana dan murah yang dapat mencegah kematian ibu karena eklampsia.

2.4 KOMPLIKASI KEHAMILAN

Kehamilan merupakan saat di mana seorang wanita mengandung

embrio dan membawanya di dalam rahim. Komplikasi merupakan penyakit yg


baru timbul kemudian sebagai tambahan pd penyakit yg sudah ada. Dari dua

pengertian diatas kami mengambil kesimpulan Berarti Komplikasi Kehamilan

merupakan suatu penyakit yang timbul dimana saat seorang wanita sedang

mengandung / atau hamil. Kehamilan adalah salah satu bagian paling indah dari

kehidupan wanita tetapi banyak kali masalah kecil dapat membuat risiko tinggi

untuk wanita hamil dan bayi to-be-lahir. Kehamilan masalah hari ini telah menjadi

hal biasa bagi hampir setiap wanita dan masalah ini tampaknya akan

menghancurkan pesona asli dari periode yang hamil perempuan harus benar-benar

menikmati. Infeksi pada tubuh, beberapa bahan kimia, atau beberapa jenis radiasi

dapat menyebabkan cacat pada kelahiran (teratogen) untuk tubuh perempuan.

Komplikasi akan muncul setiap saat selama kehamilan atau mungkin setelah

kehamilan. Bahkan anak mungkin menderita dengan masalah ini.

2.5 MACAM-MACAM KOMPLIKASI KEHAMILAN

Menurut Dep Kes RI (1997), jika tidak melaksanakan ANC sesuai

aturan dikhawatirkan akan terjadi komplikasi -komplikasi yang terbagi menjadi 2

kelompok :

2.5.1 Komplikasi Obstetrik Langsung, meliputi :

2.5.1.1 Perdarahan

Perdarahan antepartum adalah perdarahan yang terjadi setelah

kehamilan 28 minggu. Biasanya lebih banyak dan lebih berbahaya daripada

perdarahan kehamilan sebelum 28 minggu (Mochtar, 1998). Jika perdarahan

terjadi di tempat yang jauh dari fasilitas pelayanan kesehatan atau fasilitas
pelayanan kesehatan tersebut tidak mampu melakukan tindakan yang diperlukan,

maka umumnya kematian maternal akan terjadi.

2.5.1.2 Pre-Eklampsia-Eklampsia

Kondisi ibu yang disebabkan oleh kehamilan disebut dengan keracunan

kehamilan, dengan tanda-tanda oedeme (pembengkakan) terutama tampak pada

tungkai dan muka, tekanan darah tinggi, dan dalam air seni terdapat zat putih telur

pada pemeriksaan urine dari laboratorium. Kematian karena eklampsia meningkat

dengan tajam dibandingkan pada tingkat pre-eklampsia berat.

Gejala-gejala dari pre-eklampsia adalah:

a. Tekanan darah lebih tinggi dari 140/90 mmhg

b. Wajah atau tangan membengkak

c. Kadar protein yang tinggi dalam air kemih.

2.5.1.3 Kelainan Letak (Letak Lintang/Letak Sungsang)

a. Letak Lintang

Merupakan kelainan letak janin di dalam rahim pada kehamilan tua (8-9

bulan): kepala ada di samping kanan at au kiri dalam rahim ibu. Bayi letak lintang

tidak dapat lahir melalui jalan lahir biasa, karena sumbu tubuh janin melintang

terhadap sumbu tubuh ibu. Bayi membutuhkan pertolongan operasi sesar.

b. Letak Sungsang

Merupakan kelainan letak janin di dalam rahim pada kehamilan tua

(hamil 8-9 bulan), dengan kepala di atas dan bokong atau kaki di bawah. Bayi

letak sungsang lebih sukar lahir, karena kepala lahir terakhir.


Penyebab letak sungsang dapat berasal dari pihak ibu (keadaan rahim,

keadaan plasenta, keadaan jalan lahir) dan dari janin (tali pusat pendek,

hidrosefalus, kehamilan kembar, hidramnion, prematuritas).

2.5.1.4 Hidramnion

Yaitu kehamilan dengan jumlah air ketuban lebih dari 2 liter. Keadaan

ini mulai tampak pada trimester III, dapat terjadi secara perlahan-lahan atau

sangat cepat. Pada kehamilan normal, jumlah air ketuban ½ -1 liter. Karena rahim

sangat besar akan menekan pada organ tubuh sekitarnya, yang menyebabkan

keluhan -keluhan sebagai berikut:

a. Sesak napas, karena sekat rongga dada terdorong ke atas.

b. Perut membesar, nyeri perut karena rahim berisi air ketuban 2 liter.

c. Pembengkakan pada kedua bibir kemaluan dan tungkai.

2.5.1.5 Ketuban Pecah Dini

Ketuban Pecah Dini yaitu keluarnya cairan berupa air dari vagina

setelah kehamilan berusia 22 minggu. Ketuban dinyatakan pecah dini jika terjadi

sebelum proses persalinan berlangsung. Pecahnya selaput ketuban dapat terjadi

pada kehamilan preterm sebelum kehamilan 37 minggu maupun kehamilan aterm.

2.5.1.6 Plasenta Previa

Plasenta previa adalah plasenta yang tertanam di atas atau di dekat

serviks (leher rahim), pada rahim bagian bawah. Di dalam rahim, plasenta bisa

menutupi lubang serviks secara keseluruhan atau hanya sebagian. Plasenta previa
biasanya terajdi pada wanita yang telah hamil lebih dari 1 kali atau wanita yang

memiliki kelainan rahim (misalnya fibroid). Pada akhir kehamilan, tiba-tiba

terjadi perdarahan yang jumlahnya bisa semakin banyak. Darah yang keluar

biasanya berwarna merah terang. Untuk memperkuat diagnosis, dilakukan

pemeriksaan usg. Jika perdarahannya hebat, dilakukan transfusi darah berulang.

Jika perdarahannya ringan dan persailinan masih lama, bisanya dianjurkan untuk

menjalani tirah baring. Hampir selalu dilakukan operasi sesar karena cenderung

terjadi pelepasan plasenta sebelum waktunya, bayi bisa mengalami kekurangan

oksigen dan ibu bisa mengalami perdarahan hebat.

2.5.1.7 Hiperemesis Gravidarum

Hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah yang berlebihan

selama masa hamil, tidak seperti morning sickness yang biasa dan bisa

menyebabkan dehidrasi dan kelaparan. Penyebabnya tidak diketahui. Faktor psikis

bisa memicu atau memperburuk muntah. Berat badann pendertia menurun dan

terjadi dehidrasi. Dehidrasi bisa menyebabkan perubahan kadar elektrolit di dalam

darah sehingga darah menjadi terlalu asam. Jika muntah terus terjadi, bisa terjadi

kerusakan hati. Komplikasi lainnya adalah perdarahan pada retina yang

disebabkan oleh meningkatnya tekanan darah ketika penderita muntah. Penderita

dirawat dan mendapatkan cairan, glukosa, elektrolit serta vitamin melalui infus.

Penderita berpuasa selama 24 jam. Jika perlu, bisa diberikan obat anti-

mual dan obat penenang. Jika dehidrasi telah berhasil diatasi, penderita boleh

mulai makan makanan lunak dalam porsi kecil. Biasanya muntah berhenti dalam

beberapa hari. Jika gejala kembali kambuh, maka pengobatan diulang kembal.
2.5.1.8 Abrupsio Plasenta

Abrupsio plasenta adalah pelepasan plasenta yang berada dalam posisi

normal pada dinding rahim sebelum waktunya, yang terjadi pada saat kehamilan

bukan pada saat persalinan. plasenta mungkin tidak menempel seluruhnya

(kadang hanya 10-20%) atau menempel seluruhnya. penyebabnya tidak diketahui.

abrupsio lebih sering ditemukan pada wanita yang menderita tekanan darah tinggi,

penyakit jantung, diabetes atau penyakit rematik dan wanita pemakai kokain.

terjadi perdarahan rahim yang berasal dari sisi tempat menempelnya plasenta.

2.5.2 Komplikasi Obstetrik Tidak Langsung

2.5.2.1 Penyakit jantung

Keluhan yang dirasakan oleh ibu hamil antara lain sesak napas, jantung

berdebar, dada terasa berat (kadang -kadang nyeri), nadi cepat, kaki bengkak

Keluhan tersebut timbul di waktu kerja berat. Sedangkan pada payah jantung yang

berat dirasa pada saat kerja ringan atau sedang beristirahat/berbaring. Pada saat

kehamilan, penyakit jantung ini akan menjadi lebih berat. Pengaruh penyakit

jantung terhadap kehamilan adalah dapat menyebabkan gangguan pada

pertumbuhan janin dengan berat badan lahir rendah, prematuritas, kematian janin

dalam rahim dan juga dapat terjadi abortus.

2.5.2.2 Tuberkulosis

Keluhan-keluhan yang dirasakan oleh ibu hamil antara lain batuk lama

tak sembuh-sembuh, tidak suka makan, badan lemah dan semakin kurus, batuk
darah. Penyakit ini tidak berpengaruh secara langsung terhadap janin dan tidak

memberikan penularan selama kehamilannya. Janin baru akan tertular setelah

dilahirkan. Bila tuberkulosa/TBC sudah berat dapat menurunkan kondisi tubuh

ibu hamil, tenaga dan termasuk ASI ikut berkurang, bahkan ibu dianjurkan untuk

tidak memberi ASI kepada bayinya secara langsung.

2.5.2.3 Anemia

Wanita tidak hamil mempunyai nilai normal hemoglobin 12 -15 gr%.

Angka tersebut juga berlaku untuk wanita hamil, terutama wanita yang mendapat

pengawasan selama hamil. Oleh karena itu, pemeriksaan hemoglobin harus

menjadi pemeriksaan darah rutin selama pengawasan antenatal, yaitu dilakukan

setiap 3 bulan atau paling sedik it 1 kali pada pemeriksaan pertama atau pada

triwulan pertama dan sekali lagi pada triwulan terakhir. Keluhan yang dirasakan

ibu hamil adalah: lemas badan, lesu, lekas lelah, mata berkunang-kunang, jantung

berdebar. Pengaruh anemia terhadap kehamilan antara lain: dapat menurunkan

daya tahan ibu hamil sehingga ibu mudah sakit, menghambat pertumbuhan janin

sehingga bayi lahir dengan berat badan rendah dan persalinan prematur.

2.5.2.4 Malaria

Keluhan yang dirasakan oleh ibu hamil antar a lain panas tinggi,

menggigil sampai keluar keringat, sakit kepala, muntah -muntah. Bila penyebab

malaria ini disertai dengan panas yang tinggi dan anemia, maka akan mengganggu

ibu hamil dan kehamilannya. Bahaya yang mungkin terjadi antara lain

abortus/keguguran, kematian janin dalam kandungan, dan persalinan prematur.


2.5.2.5 Diabetes Mellitus

Dugaan adanya kencing manis pada ibu hamil apabila :

a. Ibu pernah mengalami beberapa kali kelahiran bayi yang besar dengan berat

badan lahir bayi lebih dari 4 000 gram.

b. Pernah mengalami kematian bayi dalam rahim pada kehamilan minggu-minggu

terakhir.

c. Ditemukan glukosa dalam air seni (pemeriksaan laboratorium), yang disebut

glikosuria.

d. Pengaruh diabetes mellitus terhadap kehamilan tergantung pada berat

ringannya penyakit, pengobatan dan perawatannya. Pengobatan diabetes

mellitus menjadi lebih sulit karena pengaruh kehamilan. Kehamilan akan

memperberat diabetes mellitus dan memperbesar kemungkinan timbulnya

komplikasi seperti koma. Komplikasi yang Tidak Berhubungan Dengan

Obstetrik seperti cidera akibat kecelakaan (kendaraan, keracunan dan

kebakaran).

2.5.2.6 Inkompatibilitas rh

Inkompatibilitas rh adalah suatu ketidaksesuaian rh di dalam darah ibu

hamil dan darah bayinya. sebagai akibat dari inkompatibilitas rh, tubuh ibu akan

membentuk antibodi terhadap sel-sel darah merah bayi. antibodi menyebabkan

beberapa sel darah merah pecah dan kadang menyebabkan penyakit hemolitik

(sejenis anemia) pada bayi. golongan darah ditentukan berdasarkan kepada adanya
molekul-molekul pada permukaan sel darah merah. golongan darah rh terdiri dari

beberapa molekul tersebut.

2.6 PENYEBAB

2.6.1 Pentingnya Perencanaan

Sejak awal pasangan suami istri mestinya memutuskan mereka akan

mempunyai anak berapa. Di negara-negara berkembang, sudah menjadi

pemandangan lazim kalau kita melihat ibu-ibu yang sudah hamil lagi padahal ia

masih menggendong bocah kecil atau malah menyusui bayinya. Perencanaan yang

baik memungkinkan ibu mengatur jarak ideal antara kehamilan yang satu dengan

kehamilan berikutnya, meringankan tugas Si Ibu, sekaligus memungkinkan

tubuhnya pulih kembali usai melahirkan.

2.6.2 Diet Sehat

Selain mencukupi zat-zat makanan yang nanti dibutuhkan janinnya

sepanjang kehamilan, sebelum hamil, seorang calon ibu membutuhkan paling

tidak empat bulan untuk meminimalkan efek negatif zat-zat kimia berbahaya.

Resiko janin terkena spina bifida (kelainan sambungan jaringan-jaringan saraf)

akan berkurang secara signifikan bila Si Ibu cukup mengonsumsi asam folat.

Pasalnya, tabung saraf akan menutup pada hari ke 24 sampai ke 28 setelah

konsepsi. Di saat itu biasanya yang bersangkutan belum menyadari kalau dirinya

hamil. Itulah mengapa konsumsi asam folat sebaiknya dimulai beberapa bulan

sebelumnya ketika wanita merencanakan punya momongan.


2.6.3 Zat Besi

Zat besi juga sangat penting. Selama kehamilan, calon ibu membutuhkan

zat besi dua kali lipat dari kebutuhan sebelum hamil. Kalau kebutuhan zat besi ini

tidak tercukupi, Si Calon Ibu akan mengalami anemia atau rendahnya kadar zat

besi dalam darahnya. Kondisi ini diperburuk oleh frekuensi kehamilan yang

membuat tubuh Si Ibu tidak sempat pulih.

2.6.4 Infeksi

nfeksi pada kandung kemih, serviks (mulut rahim) ataupun infeksi pada

sistem pencernaan dapat memburuk kondisi selama kehamilan dan meningkatkan

risiko mengalami persalian prematur dan preeklampsia. Jadi, jauh lebih baik

mengobati infeksi apa pun sebelum hamil hingga saat hamil tubuh benar-benar

dalam keadaan sehat.

2.6.5 Pemeriksaan Prenatal

Kunjungan teratur ke dokter kandungan dan kebidanan sepanjang

kehamilan terbukti mampu mengurangi risiko kematian. Kalaupun tidak

memungkinkan untuk memeriksakan diri ke dokter kandungan, setidaknya

periksakan kehamilan ke bidan.

Pemeriksaan rutin ke tenaga medis dapat memantau kondisi kehamilan

tersebut apakah memerlukan penanganan khusus atau tidak. Di antaranya

kehamilan kembar, tekanan darah tinggi, gangguan jantung atau ginjal dan

diabetes. Di banyak negara, ibu hamil mendapat vaksin tetanus toksoid guna

mencegah tetanus pada bayi baru lahir. Ketika usia kehamilan mencapai 26-28
minggu biasanya akan dilakukan pemeriksaan terhadap ada tidaknya Streptokokus

B. Kalau bakteri ini ada di usus besar bukan tidak mungkin nantinya akan

menginfeksi bayi saat dilahirkan.

Ibu hamil juga wajib menyampaikan riwayat medisnya maupun keluhan

yang dirasakannya kepada dokter yang menangani kehamilannya. Cermati pula

situasi darurat bagi wanita hamil, yakni perdarahan melalui vagina, wajah tiba-

tiba bengkak, rasa sakit yang hebat dan terus-menerus di kepala atau tangan,

penglihatan yang tiba-tiba berkabut, rasa sakit yang luar biasa di daerah perut,

muntah terus-menerus, menggigil akibat demam, frekuensi atau intensitas gerak

janin mendadak berubah, membanjirnya cairan lewat vagina, rasa perih atau tak

tuntas saat buang air kecil.

2.6.6 Alkohol dan Obat-obatan Terlarang

Konsumsi alkohol dan obat-obatan terlarang (termasuk rokok)

meningkatkan risiko bayi mengalami retardasi atau keterbelakangan mental,

dengan cacat fisik ataupun gangguan perilaku. Ada banyak kasus di mana ibu

hamil yang kecanduan alkohol dan obat-obatan terlarang melahirkan bayi dengan

sindrom menarik diri. Meskipun banyak yang beranggapan bahwa 1 seloki kecil

anggur bila diminum sesekali selama kehamilan tidak akan membahayakan janin.

Namun para dokter biasanya akan menganjurkan para ibu hamil untuk total

meninggalkan hal-hal tadi selama hamil. Calon ibu juga sebaiknya benar-benar

menjaga diri untuk tidak menjadi perokok pasif.

2.6.7 Obat-obatan
Sebaiknya tidak minum obat apa pun bila memang tidak ada indikasi

medis. Bahkan beberapa suplemen vitamin pun bisa membahayakan bila

dikonsumsi sembarangan. Vitamin A yang berlebih, contohnya, bisa memicu

terjadinya malformasi alias kelainan pembentukan organ atau kecacatan.

2.6.8 Berat Badan

Ibu hamil disarankan menghindari perubahan BB (berat badan) yang

ekstrem. Bayi baru lahir dengan berat rendah (kurang dari 2,5 kg) memiliki risiko

kematian 40 kali lebih tinggi dibanding bayi lahir dengan berat rata-rata atau

normal. Idealnya, berat badan baru mengalami peningkatan di trimester kedua.

Ini berarti Si Ibu Hamil makan dengan kuantitas yang tidak berlebih.

Penambahan berat ini memang sesuai dengan meningkatnya kebutuhan organ-

organ tubuh. Penambahan berat badan yang ideal adalah 9-12 kg pada akhir

kehamilan. Sedangkan ibu hamil yang berbadan kurus dianjurkan mengupayakan

penambahan BB sebanyak 12-15 kg. Sebaliknya, ibu-ibu dengan BB berlebih

sebelum kehamilan sebaiknya membatasi kenaikan BB hanya sekitar 7-9 kg saja.

2.6.9 Kebersihan

Jangan abaikan pula aturan-aturan dasar seputar kebersihan, di

antaranya mencuci tangan dan bahan-bahan makanan yang hendak diolah.

Hubungan intim pada dasarnya tak jadi masalah. Asalkan jangan dilakukan di

minggu-minggu terakhir kehamilan karena bisa memicu terjadinya perdarahan,

kontraksi, ataupun lahir sebelum waktunya.


2.6.10 Zat Kimia

Penggunaan aerosol dan zat-zat kimia dalam rumah tangga juga

sebaiknya dibatasi. Suhu yang teramat tinggi dan latihan berlebih juga harus

dihindari. Begitu pula dengan berdiri terlalu lama ataupun melakukan pekerjaan

yang menyita banyak tenaga. Saat berkendara, sabuk pengaman tetap wajib

dikenakan tapi dengan ikatan yang cukup konggar agar tak menekan perut.

2.6.11 Jenis Persalinan

Ibu hamil jauh-jauh hari sebaiknya sudah memutuskan apakah akan

melahirkan di RS, klinik bersalin atau bahkan di rumah, apakah secara normal

atau sesar. Si Ibu hamil juga wajib tahu, sampai batas tertentu, bagaimana dia

akan ditolong oleh dokter kandungan atau bidan. Ibu hamil pun harus memahami

aspek-aspek yang terkait dengan persalinan, seperti posisi saat melahirkan,

episiotomi, forsep, penahan rasa sakit maupun monitoring melalui alat-alat

khusus yang serbacanggih. Kalau memilih melahirkan di rumah dan ternyata

terjadi komplikasi, contohnya. Maka ibu perlu tahu ke rumah sakit mana ia harus

mencari pertolongan, terutama bila terjadi perdarahan. Kondisi seperti ini yang

harus benar-benar diperhitungkan. Begitu juga ketersediaan darah mengingat

tidak sedikit kaum ibu yang menemui ajal saat melahirkan karena mengalami

perdarahan.

2.7 GEJALA KOMPLIKASI / TANDA BAHAYA IBU HAMIL

2.7.1 Perdarahan Pervaginam

Perdarahan melalui vagina pada kehamilan jarang sekali merupakan hal

yang normal. Pada saat yang dini dalam masa kehamilan, para ibu mungkin akan

melihat adanya perdarahan sedikit atau bintik darah sekitar waktu pertama kali
haid mereka berhenti. Perdarahan ini adalah perdarahan implementasi

(penanaman) dan hal itu adalah normal. Cara mendeteksinya seorang bidan harus

meminta ibu untuk menjelaskan sifat-sifat perdarahannya, kapan mulai terjadi

flek, berapa banyak darah yang sudah hilang, apa warna darah tersebut, adakah

gumpalan darah beku dan lain-lain. Pada waktu-waktu lain dalam masa

kehamilan, perdarahan ringan mungkin bisa merupakan suatu pertanda dari cervix

yang rapuh. Perdarahan jenis ini bisa merupakan hal yang normal atau bisa juga

sebagai pertanda adanya infeksi. Cara pengumpulan datanya lakukan pemeriksaan

tekanan darah, suhu, denyut, serta tonus jantung bayi.

Pada awal kehamilan, perdarahan yang tidak pernah boleh dianggap

normal adalah perdarahan yang merah, berat dan menyakitkan. Perdarahan seperti

ini bisa menjadi pertanda telah terjadi abortus kehamilan, atau kehamilan ektopik.

Tugas bidan adalah melakukan pemeriksaan luar, raba dan rasakan kelembutan

abdominal bagian bawah, lakukan pemeriksaan inspekulo (jika memungkinkan).

Pada usia kehamilan selanjutnya, perdarahan abnormal adalah merah, banyak dan

kadang-kadang walaupun tidak selalu, bertalian dengan rasa nyeri. Perdarahan

jenis ini bisa menjadi pertanda adanya placenta previa atau placenta abruption.

Pada kasus plasenta previa jangan sekali-kali melakukan pemeriksaan dalam.

2.7.2 Sakit Kepala yang Hebat

Sakit kepala semasa kehamilan adalah normal dan sering merupakan

ketidaknyamanan yang umum dalam kehamilan. Sakit kepala yang mungkin

mengindikasikan suatu masalah yang serius adalah sakit kepala yang hebat yang

berlangsung terus menerus dan tidak bisa hilang dengan jalan istirahat. Kadang-
kadang, dengan sakit kepala yang sangat berat, seorang ibu bisa merasakan bahwa

penglihatan/pemandangan matanya bisa kabur atau ibu tersebut melihat adanya

bintik hitam dihadapan matanya. Sakit kepala berat dalam masa kehamilan

merupakan gejala dari preeklampsia. Pentalaksanaan dengan cara menanyakan

kepada ibu apakah ia mengalami edema/pembengkakan pada wajah/tangan atau

terjadi masalah penglihatan. Periksa tekanan darah, protein urine, refleks dan

edema. Periksa suhu badannya dan jika suhunya naik pertimbangkan untuk

memeriksa darah untuk mengetahui apakah ada penyakit/parasit malaria.

2.7.3 Masalah Penglihatan

Oleh karena pengaruh-pengaruh hormonal, akuitas visual (ketajaman

penglihatan) seorang ibu bisa berubah pada saat kehamilan. Perubahan kecil

dalam masa ini adalah normal. Masalah penglihatan yang bisa mengindikasikan

kondisi yang mengancam jiwa ialah perubahan tiba-tiba dalam penglihatan,

seperti kekaburan penglihatan atau melihat adanya bintik-bintik dihadapan mata.

Perubahan-perubahan seperti ini bisa dibarengi dengan sakit kepala berat.

Perubahan penglihatan yang tiba-tiba bisa merupakan pertanda adanya

preeklamsia. Pada kasus ini lakukan pemeriksaan tekanan darah, protein urine,

refleks dan edema.

2.7.4 Pembengkakan di Wajah atau Tangan

Hampir setengah dari jumlah seluruh wanita pasti mengalmi sedikit

pembengkakan yang sifatnya normal pada kaki dan telapak kaki yang biasanya

muncul pada akhir (sore) hari dan biasanya akan hilang setelah istirahat atau
dengan meninggikan kaki sedikit. Pembengkakan yang bisa mengindikasikan

adanya masalah yang serius ialah bila pembengkakan tersebut berada di wjaah dan

tangan, dan tidak mau hilang setelah istirahat, dan hal ini disertai dengan keluhan-

keluhan fisik lainnya. hal ini bisa merupakan pertanda adanya anemia, kegagalan

kardiak atau pre eklampsia.

Penanganan yang dilakukan, tanyakan kepada ibu apakah ia mengalami

sakit kepala dan gangguan penglihatan, evaluasi derajat pembengkakan, verivikasi

haemoglobin ibu (atau warna dari konjungtiva/telapak tangannya) dan tanyakan

tentang tanda-

2.7.5 Sakit Abdominal yang Berat

Rasa sakit abdominal yang tidak ada hubungannya dengan persalinan

normal biasanya adalah tidak normal. Rasa sakit abdominal yang mungkin bisa

mengindikasikan masalah yang mengancam jiwa ialah rasa sakit yang parah, terus

berlanjut dan tidak bisa diperingan dengan jalan istirahat. Hal ini bisa berarti

adanya apendicitis (radang usus buntu), penyakit radang panggul, kehamilan

ektopik, abortus, gastritis, penyakit kantung empedu, abrupsi plasenta (plasenta

lepas sebelum waktunya), infeksi saluran kemih atau infeksi-infeksi lainnya.

Mintalah ibu untuk menjelaskan sifat nyeri badomen tersebut, kapan

terjadinya, seberapa sakitnya dan lain-lain. Tanyakan apakah ada tanda-

tanda/gejala lain yang menyertai seperti muntah-muntah, diare, demam dan

sebagainya. Lakukan pemeriksaan tekanan darah, suhu, denyut jantung janin,

denyut nadi.

Lakukan pemeriksaan luar, dalam, raba dan rasakan kelembutan

abdominalnya atau kelembutan rebound (pantulannya), periksa untuk mengetahui


Costo-Vertebral Angle Tenderness (CVAT) atau nyeri pada daerah tulang dada

dan tulang punggung. Periksa urine untuk mengetahui kadar proteinnya.

2.7.6 Pergerakan Bayi Berkurang Tidak seperti Biasanya

Pada saat bayi tertidur pergerakannya akan sedikit melambat, bayi

seharusnya bergerak sedikitya 3 kali dalam 3 jam. Pergerakan tersebut akan lebih

mudah dirasakan ketika berbaring atau beristirahat dan pada waktu ibu cukup

makan dan cukup minum.

Jika bayi bergerak sebelumnya dan sekarang tidak bergerak lagi,

tanyakan pada ibu, kapankah terakhir kalinya bayi tidak bergerak?. Lakukan

perabaan untuk mengetahui dan merasakan pergerakan janin dan dengarkan

denyut jantung janin.

2.8 CARA MENCEGAH KOMPLIKASI

Ibu hamil perlu tahu dan mewaspadai gejala Komplikasi kehamilan ,

cara mencegah dan menanggulanginya. Ibu hamil juga harus benar-benar

memperhatikan asupan dan nutrisinya. Tidak hanya karena harus member makan

janin yang di kandungnya, ibu hamil juga bisa mencegah komplikasi kehamilan

dengan menjaga asupan nutrisi yang seimbang. Berikut ini adalah beberapa cara

yang digunakan untuk mencegah komplikasi kehamilan :

2.8.1 Kunjungi Dokter/Bidan

Kunjungi dokter atau bidan secara teratur. Rutin Chek-Up akan

mendeteksi massalah dan membuat anda dan bayi anda sehat.

2.8.2 Hindari Rokok


Jangan merokok dan hindari paparan perokok pasif. Merokok dapat

menyebabkan masalah dengan placenta dan telah dikaitkan dengan menderita

sindrom kematian bayi mendadak.

2.8.3 Hindari Bahan Kimia

Hindari paparan bahan kimia dan zat-zat beracun, seperti cat, timbale,

merkuri, dan larutan pembersih.

2.8.4 Hindari Alkohol

Hindari minuman beralkohol selama kehamilan, minum dapat

menyebabkan masalah perkembangan dan perilaku untuk bayi.

2.8.5 Cuci Tangan

Cuci tangan untuk mencegah penyebaran kuman.

2.9 KOMPLIKASI PERSALINAN

2.9.1 Definisi Persalinan

Persalinan adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan

cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala

yang berlangsung tidak lebih dari 18 jam tanpa komplikasi baik bagi ibu maupun

janin. (Sarwono, 2002).

Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri)

yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir

atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri).

(Manuaba, 1998).
Persalinan adalah proses untuk mendorong keluar (ekspulsi) hasil

pembuahan (yaitu, janin yang viable, plasenta dan ketuban) dari dalam uterus

lewat vagina ke dunia luar. (Helen Farrer, 2001).

Persalinan adalah proses yang dimulai dengan kontraksi uterus yang

menyebabkan dilatasi progresif dari servik, kelahiran bayi dan plasenta,

sedangkan persalinan normal merupakan proses yang normal dengan janin cukup

bulan, presentasi occiput, dilakukan melalui jalan lahir spontan sesuai kurva

partograf yang normal. (Depkes RI, 2003)

2.9.2 Faktor yang Mempengaruhi Persalinan

Ada beberapa faktor yang berperan dalam persalinan :

2.9.2.1 Power (Kekuatan)

Adalah tenaga atau kekuatan yang dihasilkan oleh kontraksi dan

retraksi otot-otot rahim, ditambah kerja otot-otot volunter dari ibu, yaitu kontraksi

otot perut dan diafragma sewaktu ibu mengejan.

2.9.2.2 Passenger (Janin)

Letak janin, posisi janin, presentasi janin dan letak plasenta.

2.9.2.3 Passage (Jalan Lahir)

Janin harus berjalan lewat panggul, serviks, dan vagina sebelum

dilahirkan. Untuk dapat dilahirkan janin harus mengatasi tekanan atau resistensi

yang ditimbulkan oleh struktur dasar panggul dan sekitarnya.

2.9.2.4 Psikologi (Kejiwaan)

Persiapan fisik untuk melahirkan, pengalaman persalinan, dukungan

orang terdekat dan intregitas emosional.


2.9.3 Tanda Persalinan

2.9.3.1 Tanda Permulaan Persalinan

Sebelum terjadi persalinan sebenarnya beberapa minggu sebelumnya

wanita memasuki bulannya atau minggunya atau harinya yang disebut kala

pendahuluan (preparatory stage of labor). Ini memberikan tanda-tanda sebagai

berikut :

a. Lightening atau settling atau dropping yaitu kepala turun memasuki pintu atas

panggul terutama pada primigravida. Pada multipara tidak begitu terlihat,

karena kepala janin baru masuk pintu atas panggul menjelang persalinan.

b. Perut kelihatan lebih melebar dan fundus uteri menurun.

c. Perasaan sering atau susah kencing (polakisuria) karena kandung kemih

tertekan oleh bagian terbawah janin.

d. Perasaan sakit di perut dan di pinggang oleh adanya kontraksi-kontraksi

lemah dari uterus (false labor pains).

e. Serviks menjadi lembek, mulai mendatar dan sekresinya bertambah bisa

bercampur darah (bloody show).

2.9.3.2 Tanda In-Partu

a. Rasa sakit oleh adanya his yang datang lebih kuat, sering dan teratur.

b. Keluar lendir bercampur darah yang lebih banyak karena robekan-robekan

kecil pada serviks.

c. Dapat disertai ketuban pecah dini.

d. Pada pemeriksaan dalam, serviks mendatar dan terjadi pembukaan serviks.

2.9.4 Tahapan Dalam Persalinan


Tahap persalinan meliputi 4 fase/kala :

2.9.4.1 Kala I

Dinamakan kala pembukaan, pada kala ini serviks membuka sampai

terjadi pembukaan 10 cm. Proses membukanya serviks dibagi atas 2 fase :

a. Fase laten berlangsung selama 7-8 jam, pembukaan terjadi sangat lambat

sampai mencapai ukuran diameter 3 cm.

b. Fase aktif dibagi dalam 3 fase yaitu fase akselerasi dalam waktu 2 jam,

pembukaan 3 cm tadi menjadi 4 cm dan fase dilatasi maximal dalam waktu 2

jam pembukaan berlangsung sangat cepat dari 4 menjadi 9 cm dan fase

deselerasi pembukaan menjadi lambat kembali dalam waktu 2 jam

pembukaan dari 9 cm menjadi lengkap 10 cm. Kala I ini selesai apabila

pembukaan serviks uteri telah lengkap. Pada primigravida kala I berlangsung

kira-kira 12 jam sedang pada multigravida 8 jam. Pembukaan primigravida 1

cm tiap jam dan multigravida 2 cm tiap jam.

2.9.4.2 Kala II

Kala pengeluaran karena berkat kekuatan his dan kekuatan mengedan

janin didorong keluar sampai lahir. Kala ini berlangsung 1,5 jam pada

primigravida dan 0,5 jam pada multipara.

2.9.4.3 Kala III

Kala uri/plasenta terlepas dari dinding uterus dan dilahirkan. Prosesnya 6-

15 menit setelah bayi lahir.

2.9.4.4 Kala IV

Observasi dilakukan mulai lahirnya plasenta selama 1 jam, hal ini

dilakukan untuk menghindari terjadinya perdarahan postpartum. Observasi yang


dilakukan melihat tingkat kesadaran penderita, pemeriksaan tanda-tanda vital

(tekanan darah, nadi dan pernapasan), kontraksi uterus dan terjadinya pendarahan.

2.9.5 Definisi Komplikasi Persalinan

Komplikasi persalinan adalah kondisi dimana nyawa ibu dan atau janin

yang ia kandung terancam yang disebabkan oleh gangguan langsung saat

persalinan. Komplikasi persalinan sering terjadi akibat dari keterlambatan

penanganan persalinan, dan dianggap sebagai salah satu penyebab terjadinya

kematian ibu bersalin. Faktor-faktor yang diduga ikut berhubungan dengan

kejadian komplikasi tersebut antara lain usia, pendidikan, status gizi dan status

ekonomi ibu bersalin.

Faktor usia ibu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

terjadinya komplikasi persalinan dikarenakan semakin muda usia ibu saat terjadi

persalinan maka semakin besar kemungkinan terjadi komplikasi akibat panggul

ibu yang masih sempit serta alat-alat reproduksi yang belum matur, usia

kehamilan yang terlalu muda saat persalinan mengakibatkan bayi yang dilahirkan

menjadi premature. Status perkawinan ibu mempengaruhi psikologis ibu selama

proses kehamilan dan persalinan serta keteraturan dalam memeriksakan

kehamilan juga mempengaruhi terjadinya komplikasi saat persalinan sebab

apabila terjadi kelainan tidak dapat terdeteksi secara dini.

2.9.6 Etiologi dan Faktor Resiko Komplikasi Persalinan


Pada penelitian yang dilakukan tahun 1990 yang diadakan oleh

Assesment Safe Motherhood, ditemukan beberapa hal yang dianggap sebagai

penyebab terjadinya komplikasi pada persalinan. Hal tersebut antara lain:

a) Derajat kesehatan ibu rendah dan kurangnya kesiapan untuk hamil

b) Pemeriksaan antenatal yang diperoleh kurang

c) Pertolongan persalinan dan perawatan pada masa setelah persalinan dini masih

kurang

d) Kualitas pelayanan antenatal masih rendah dan dukun bayi belum sepenuhnya

mampu melaksanakan deteksi resiko tinggi sedini mungkin

e) Belum semua rumah sakit kabupaten sebagai tempat rujukan dari puskesmas

mempunyai peralatan yang cukup untuk melaksanakan fungsi obstetrik

esensial

2.9.7 Faktor Resiko Terjadinya Komplikasi Kehamilan dan Persalinan

Menurut Dr. dr. Rinawati Rohsiswatmo, SpAK, dokter spesialis anak

dan ahli neonatologi dari Brawijaya Women and Children Hospital, setiap proses

kehamilan dan persalinan memiliki faktor risiko. “Sekitar 90 persen kehamilan

dan persalinan adalah normal, dan 10 persennya berisiko mengalami gangguan”.

Senada dengan dr Rina, spesialis kebidanan dan kandungan Dr dr Ali

Sungkar, SpOG, juga memaparkan beberapa faktor penyebab yang bisa

mempengaruhi tingginya risiko terjadinya komplikasi selama kehamilan dan

persalinan.

2.9.7.1 Riwayat Medis dan Pembedahan


Riwayat medis atau kesehatan yang dimiliki ibu sangat berpengaruh

pada janin selama hamil. Beberapa penyakit yang dialami ibu selama hamil

seperti penyakit jantung, tekanan darah tinggi, asma, kejang, sampai diabetes,

akan sangat memengaruhi perkembangan janin selama kehamilan dan proses

persalinan.

Penyakit-penyakit tersebut akan berpotensi menyebabkan pertumbuhan

janin abnormal, prematur, BBLR (berat bayi lahir rendah), sampai kematian.

Penyakit yang paling banyak menyebabkan komplikasi medis kehamilan adalah

tekanan darah tinggi. Beberapa obat penurun tekanan darah ternyata bisa

menyebabkan kontraindikasi pada kehamilan.

Sedangkan riwayat pembedahan yang berisiko meningkatkan

komplikasi kehamilan adalah jika ibu pernah mengalami bedah caesar. Proses

pembedahan yang pernah dialami akan berpengaruh pada proses persalinan

selanjutnya.

Secara umum caesar dibagi menjadi dua jenis, yaitu seksio sesarea

klasik dan seksio sesarea transperitonealis profunda (SCTP). Pada caesar jenis

klasik, peluang untuk VABC (vaginal birth after caesarian, atau melahirkan

normal setelah pernah caesar) akan sulit dilakukan. Karena, pada operasi jenis ini

dokter membuat sayatan memanjang di badan rahim (korpus uretri) sepanjang 10

cm. Jika VABC dilakukan pada perempuan yang pernah mengalami caesar klasik,

ia akan berisiko mengalami ruptura uretri (robek pada dinding rahim).

2.9.7.2 Riwayat Obstetric

Riwayat obstetric bisa disebut riwayat komplikasi kelahiran. Beberapa

masalah yang pernah dialami saat melahirkan, dan berpotensi menimbulkan


komplikasi antara lain adanya perbedaan Rh (rhesus) ibu dan janin, Rh sensitif,

pernah mengalami perdarahan hebat, dan melahirkan prematur.

Selain itu, masalah yang berhubungan dengan plasenta seperti plasenta

previa (jalan lahir tertutup plasenta), atau solustio plasentae (seluruh atau sebagian

plasenta lepas) yang pernah dialami juga akan memengaruhi proses persalinan dan

kehamilan selanjutnya.

2.9.7.3 Riwayat Ginekologi

Riwayat ginekologi bisa menyebabkan komplikasi dalam kehamilan

dan persalinan ibu hamil. Bumil yang pernah memiliki riwayat kasus kehamilan

ektopik (kehamilan yang terjadi di luar rongga rahim), kemungkinan besar akan

kembali mengalaminya pada kehamilan selanjutnya. Cedera tuba (cedera pada

tuba falopi, atau saluran telur) akan meningkatkan risiko terjadinya kehamilan

ektopik.

Selain itu, riwayat ginekologi yang memengaruhi terjadinya komplikasi

adalah adanya kejadian inkompetensia serviks (ketidakmampuan serviks untuk

mempertahankan kehamilan), dan uterine anomalies (dinding rahim rusak),

sehingga meningkatkan risiko keguguran.

2.9.7.4 Usia

Usia 35 tahun ke atas merupakan usia rawan untuk hamil. Hamil pada

usia ini akan memengaruhi tingginya morbiditas (terjadi penyakit atau

komplikasi) dan juga mortalitas (kematian janin). Risiko komplikasi pada ibu

hamil akan meningkat drastis karena dipengaruhi faktor kesehatan, obesitas, dan

perdarahan sang ibu.


2.9.8 BENTUK (JENIS-JENIS) KOMPLIKASI PERSALINAN

2.9.8.1 Komplikasi Kala I dan Kala II

a. Persalinan Macet (Partus tidak Maju)

Secara umum, penyebab persalinan yang macet adalah kondisi tulang

panggul si ibu yang terlampau sempit dan menyebabkan bayi susah untuk lahir.

Persalinan macet ini juga bisa disebabkan oleh gangguan beberapa penyakit yang

menyebabkan sang ibu kepayahan mengeluarkan kepala bayi saat persalinan. Hal

lain yang membuat proses persalinan macet adalah faktor usia sang ibu, paritas,

konsistensi mulut rahim, berat badan sang janin, gizi ibu, psikis si ibu dan

penyakit semisal anemia.

Jika proses persalinan berlangsung sangat lama, dokter mungkin akan

memberikan cairan intravena untuk membantu mencegah dehidrasi. Jika rahim

tidak cukup berkontraksi, dokter akan memberikan oxytocin, obat yang dapat

mendorong kontraksi yang lebih kuat. Dan jika leher rahim berhenti melebar

padahal kontraksi rahim sudah menguat, operasi cesar mungkin harus dilakukan.

2.9.8.2 Distosia

Distosia adalah kelambatan atau kesulitan persalinan. Dapat disebabkan

kelainan tenaga, kelainan letak, dan bentuk janin, serta kelainan jalan lahir.

a. Distosia karena kelainan tenaga/his

 His Hipotonic/ Inersia Uteri

 His Hipertonic

 His yang tidak terkordinasi

b. Distosia karena kelainan letak dan bentuk janin

c. Distosia karena jalan lahir


2.9.8.3 Komplikasi Kala III dan IV

a. Atonia Uteri

Atonia uteri (relaksasi otot uterus) adalah uteri tidak berkontraksi dalam

15 detik setelah dilakukan pemijatan fundus uteri (plasenta telah lahir). (Depkes

Jakarta;2002)

Atonia uteri adalah kegagalan serabut-serabut otot miometrium uterus

untuk berkontraksi dan memendek. Hal ini merupakan penyebab pendarahan post

partum yang paling penting dan biasa terjadi segera setelah bayi lahir hingga 4

jam setelah persalinan. Atoria uteri dapat menyebabkan perdarahan hebat dan

dapat mengarah pada terjadinya syok hipovelemik.

Penyebab tersering kejadian pada ibu dengan atonia uteri antara lain :

overdistention uterus seperti : gemeli, makrosomia, polihidramnion, atau paritas

tinggi, umur yang terlalu muda atau terlalu tua, multipara dengan jarak kelahiran

pendek, partus lama, malnutrisi, dapat juga karena salah penanganan dalam usaha

melahirkan plasenta, sedangkan sebenarnya belum terlepas dari uterus.

Tanda dan gejala yang khas pada atonia uteri jika kita menemukan :

uterus tidak berkontraksi dan lembek, perdarahan segera setelah anak lahir (post

partum primer).

Masage fundus uteri segera setelah lahirnya plasenta (maksimal 15

detik). Masase merangsang kontraksi uterus. Sambil melakukan masage sekaligus

dapat dilakukan penilaian kontraksi uterus.

Bersihkan bekuan darah dan atau selaput ketuban dari vagina dan

lubang serviks. Bekuan darah dan selaput ketuban dalam vagina dan saluran

serviks dapat menghalangi kontraksi uterus.


Pastikan bahwa kandung kemih kosong. Jika penuh dan dapat dipalpasi,

lakukan katerisasi menggunakan teknik aseptik. Kandung kemih yang penuh akan

menghalangi kontraksi uterus.

Lakukan kompresi bimanual internal selama 5 menit. Kompresi ini

memberikan tekanan langsung pada pembuluh darah dinding uterus dan juga

merangsang miometrium untuk berkontraksi. Jika KBI selama 5 menit tidak

berhasil diperlukan tindakan lain.

Anjurkan keluarga untuk mulai membantu kompresi bimanual

eksternal. Keluarga dapat meneruskan proses kompresi bimanual secara eksternal

selama penolong melakukan langkah-langkah selanjutnya.

Keluarkan tangan perlahan-lahan. Berikan ergometrin 0,2 mg IM

(kontra indikasi hipertensi) atau misoprostol 600-1000 mc g. ergometrin dan

misoprostol akan bekerja dan menyebabkan uterus berkontraksi. Pasang infuse

menggunakan jarum ukuran 16 dan 18 dan berikan 500 cc Ringer laktat + 20 unit

oksitoksin. Habiskan 500 cc pertama secepat mungkin. Rujuk segera. Jika uterus

tidak berkontraksi dalam waktu 1 sampai 2 menit, hal ini bukan atonia sederhana.

Ibu membutuhkan perawatan gawat darurat di fasilitas yang mampu

melaksanakan tindakan bedah dan transfusi darah.

b. Retensio Plasenta

Retensio plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama

setengah jam setelah kelahiran bayi. Sewaktu bagian plasenta (satu atau lebih

lobus) tertinggal, maka uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan

keadaaan ini dapat menimbulkan pendarahan.


Secara fungsional dapat terjadi karena His kurang kuat dan plasenta

sukar terlepas karena tempatnya (insersi di sudut tuba), bentuknya (plasenta

membranasea, plasenta anularis), dan ukurannya (plasenta yang sangat kecil).

Gejala yang selalu ada : plasenta belum lahir setelah 30 menit,

perdarahan segera, kontraksi uterus baik. Gejala yang kadang-kadang muncul :

tali pusat putus akibat traksi berlebihan, inverse uteri akibat tarikan, perdarahan

lanjutan.

Jika plasenta terlihat dalam vagina, mintalah ibu untuk mengejan, dan

jika anda dapat merasakan plasenta dalam vagina, keluarkan plasenta tersebut.

Pastikan kandung kemih sudah kosong. Jika diperlukan lakukan katerisasi

kandung kemih. Jika plasenta belum keluar, berikan oksitosin 10 Unit IM, jika

belum dilakukan dalam penanganan aktif kala III. Jika plasenta belum dilahirkan

setelah 30 menit pemberian oksitosin dan uterus terasa berkontraksi, lakukan

penarikan tali pusat terkendali.

Jika traksi tali pusat terkendali belum berhasil, cobalah untuk

mengeluarkan plasenta secara manual. Jika perdarahan terus berlangsung, lakukan

uji pembekuan darah sederhana. Kegagalan terbentuknya pembekuan setelah 7

menit atau adanya bekuan lunak yang dapat pecah dengan mudah menunjukan

koagulapati. Jika terdapat tanda-tanda infeksi (demam, secret vagina yang

berbau), berikan antibiotik untuk metritis. Sewaktu bagian dari plasenta (satu atau

lebih lobus) tertinggal, akan menyebabkan uterus tidak dapat berkontraksi secara

efektif.

Raba bagian dalam uterus untuk mencari sisa plasenta. Eksplorasi

manual uterus menggunakan teknik yang serupa dengan teknik yang digunakan
untuk mengeluarkan plasenta yang tidak keluar. Keluarkan sisa plasenta dengan

tangan, cunam ovum, atau kuret besar. Jika pendarahan berlanjut, lakukan uji

pembekuan darah.

c. Emboli Air Ketuban

Ini merupakan komplikasi persalinan yang paling serius, namun sangat

jarang terjadi, yaitu ketika sejumlah kecil cairan ketuban yang melindungi janin

dalam rahim masuk ke aliran darah ibu, khusunya pada kasus persalinan yang

sulit. Cairan ini beredar ke paru-paru dan dapat menyebabkan pembuluh nadi

paru-paru menyempit. Penyempitan ini dapat menyebabkan peningkatan denyut

jantung, irama jantung yang tidak beraturan, syok, bahkan henti jantung dan

kematian. Pembekuan darah yang meluas juga merupakan komplikasi yang umum

terjadi dan membutuhkan perawatan emergensi.

Adanya His yang kuat dan terutama terus menerus, misalnya pada

pemberian uteotonika yang berlebihan dimana ketuban sudah pecah, biasanya

pada akhir kala I atau segera setelah anak lahir.

Pertama-tama penderita tampak gelisah, mual, muntah, dan diserati

takikardi dan takipnea. Selanjutnya timbul dipsnea dan sianosis, tekanan darah

menurun, nadi cepat dan lemah, kesadaran menurun, disertai nistagmus dan

kadang-kadang timbul kejang tonik klonik. Bila ada penyumbatan kapiler paru-

paru akan menyebabkan edema paru yang luas dan akhirnya mengakibatkan

kegagalan dan payah jantung kanan.

Perawatan pertama ditujukan untuk mengatasi edema paru-paru dengan

pemberian zat asam dengan tekanan positif; digitalis dapat diberikan bila ada

indikasi payah jantung; dapat juga diberikan morphin 0.01-0.02 subcutan atau
atropis 0.001-0.003 IV dan papaverin 0.004 IV. Perlahan-lahan pasang torniket

pada lengan dan tungkai untuk meringankan sisi kanan jantung, kembangkan

antara tekanan sistolik dan diastolik, kalau perlu pasang vena sekti, tidak boleh

diberikan vasopresor.

2.10 KOMPLIKASI MASA NIFAS

Periode pascapersalinan meliputi masa transisi kritis bagi ibu, bayi dan

keluarganya secara fisiologis, emosional dan social. Baik di Negara maju maupun

Negara berkembang perhatian utama bagi ibu dan bai terlalu banyak tertuju pada

masa kehamilan dan persalinan, sementara keadaan yang sebenarnya justru

merupakan kebalikannya, oleh karena resiko kesakitan dan kematian ibu serta

bayi lebih sering terjadi pada masa pascapersalinan. Keadaan ini terutama

disebabkan oleh konsekuensi ekonomi, disamping ketidaksediaan pelayanan atau

rendahnya peranan fasilitas kesehatan dalam menyediakan pelayanan kesehatan

yang cukup berkualitas. Rendahnya kualitas pelayanan kesehatan juga

menyebabkan rendahnya keberhasilan promosi kesehatan dan deteksi dini serta

penatalaksanaan yang adekuat terhadap masalah dan penyakit yang timbul pada

masa pascapersalinan (Saifuddin, 2008).

Walaupun menderita nyeri dan tidak nyaman, kelahiran bayi biasanya

merupakan peristiwa yang menyenangkan karena dengan berakhirnya masa

kehamilan yang telah lama ditunggu-tunggu dan dimulainya suatu kehidupan

baru. Namun kelahiran bayi juga merupakan suatu masa kritis bagi kesehatan ibu.

Kemungkinan timbul masalah atau penyulit.

2.10.1 Demam
Demam adalah naiknya temperature tubuh diatas normal. Temperature

tubuh yang normal adalah sekitar 970F sampai 990F (36-370C). kenaikan suhu

badan sampai 1060F (410c) atau lebih biasanya akan mengalami muntah-muntah

dan bila demam mencapai 1080F (420C) seringkali menyebabkan kejang dan

kerusakan otot yang tidak dapat disembuhkan, demam merupakan mekanisme

tubuh untuk melawan infeksi.

Demam nifas dikenal sebagai febris puerperalis atau morbiditas

puerperalis adalah keadaan peningkatan suhu badan yang terjadi dalam jangka

waktu antara mulai dilahirkannya hasil konsepsi yang mungkin dapat hidup

sampai dengan 42 hari atau 6 minggu setelah persalinan, yang disebabkan oleh

apapun. Demam nifas merupakan manisfestasi dari infeksi nifas, jika tidak diobati

secara tepat dan cepat dapat berlanjut menjadi sepsis nifas dan kematian maternal.

Ibu yang pada masa nifas (selama 42 hari sesudah melahirkan)

mengalami demam tinggi lebih dari 2 hari, dan disertai keluarnya cairan (dari

lubang rahim) yang berbau, mungkin mengalami infeksi jalan lahir. Pada keadaan

ini cairan liang rahim tetap berdarah. Keadaan ini mengancam jiwa ibu.

2.10.1.1 Gejala klinis demam

Pada saat terjadi demam, gejala klinis yang timbul bervariasi tergantung

pada fase demam, meliputi fase awal, proses, dan fase pemulihan (defesvescence).

Tanda-tanda ini muncul sebagai hasil perubahan pada titik tetap dalam mekanisme

pengaturan suhu tubuh. Fase-fase terjadinya demam :

a. Fase I : Awal (awitan dingin atau menggigil)

Peningkatan denyut jantung, Peningkatan laju dan kedalaman

pernafasan, Menggigil akibat tegangan dan kontraksi otot, Kulit pucat dan dingin
karena vasokontriksi, Merasakan sensasi dingin, Dasar kuku mengalami sianosis

karena vasokontriksi, Rambut kulit berdiri, Pengeluaran keringat berlebihan,

Peningkatan suhu tubuh.

b. Fase II : Proses demam

Proses menggigil lenyap, Kulit terasa hangat / panas, Merasa tidak

panas atau dingin, Peningkatan nadi dan laju pernafasan, Peningkatan rasa haus,

Dehidrasi ringan hingga berat, Mengantuk, delirium, atau kejang akibat iritasi sel

saraf, Lesi mulut herpetik, Kehilangan nafsu makan (jika demam memanjang),

Kelemahan, keletihan, dan nyeri ringan pada otot akibat katabolisme protein.

c. Fase III : Pemulihan

Kulit tampak merah dan hangat, Berkeringat, Menggigil ringan,

Kemungkinan mengalami dehidrasi.

2.10.1.2 Penyebab demam

Penyebab umum demam antara lain :

a. Adanya infeksi seperti infeksi saluran kemih (sering buang air kecil atau

buang air kecil disertai rasa pedih), infeksi streptokokus pada tenggorokan

(sering kali disertai dengan radang tenggorokan), infeksi sinus (rasa sakit di

atas atau di bawah kedua mata), dan abses gigi (bengkak di bagian mulut).

b. Infeksi mononucleosis yang disertai rasa lelah.

c. Kelelahan karena kepanasan atau terbakar sinar matahari hebat.

Penyebab demam nifas antara lain :

a. Penolong persalinan tidak mencuci tangan dengan sabun sebelum menolong

persalinan.

b. Ibu tidak menggunakan obat pencegah demam sewaktu dan pasca persalinan.
c. Lama persalinan lebih dari 24 jam.

d. Ibu tidak melakukan kompres panas pada vagina pasca persalinan.

e. Ibu melakukan pengasapan pasca persalinan.

f. Posisi ibu melahirkan berbaring, anemia sewaktu ibu hamil.

g. Ada gangguan kehamilan sehari sebelum persalinan

h. Lantai tempat persalinan terbuat dari tanah.

2.10.1.3 Penatalaksanaan demam

Beberapa hal yang bisa dilakukan bila mengalami demam :

a. Kenakan pakaian tipis meskipun tubuh terasa dingin. Pakaian tebal dan

selimut akan menaikkan suhu tubuh.

b. Istirahatlah di rumah di ruangan dengan ventilasi yang baik. Gunakan kipas

angin atau alat pendingin udara

c. Minumlah banyak air putih, sari buah, susu, atau sup bening. Minuman

dingin akan membantu menurunkan suhu tubuh. Cara mudah untuk

mengetahui apakah sudah cukup minum atau tidak adalah dengan melihat

urin berwarna terang ataukah kuning tua. Kalau berwarna terang, pertanda

sudah cukup minum. Banyak minum air putih atau minuman berelektrolit

juga berguna untuk menjaga agar tubuh tidak kekurangan cairan (dehidrasi).

d. Usahakan makan seperti biasa meskipun nafsu berkurang. Bila tidak mau

makan, tubuh akan lemah.

e. Periksalah suhu tubuh setiap empat jam sekali. Janganlah makan atau minum

selama setengah jam sebelum suhu tubuh diukur karena hasilnya tidak tepat.

f. Kompreslah tubuh dengan air hangat dan menggunakan kain basah. Tidak

hanya pada bagian kepala saja, tetapi juga seluruh tubuh. Mengompres harus
dengan air hangat karena salah satu bagian otak kita (hipotalamus) terdapat

pusat pengatur suhu (termoregulator).

g. Minum obat penurun panas jika suhu tubuh mencapai 38 – 40 derajat.

Berbagai obat penurun panas yang tersedia dipasaran antara lain Parasetamol

atau ibuprofen.

h. Hindari makanan berlemak atau yang sulit dicerna karena demam

menurunkan aktivitas lambung.

2.10.2 Muntah

Muntah adalah aktivitas mengeluarkan isi lambung/perut melalui

esophagus dan mulut yang disebabkan oleh kerja motorik dari saluran pencernaan.

Kemampuan untuk muntah dapat mempermudah pengeluaran toksin dari perut.

Muntah adalah aksi dimana lambung harus menanggulangi tekanan yang

normalnya ditempat untuk memperthankan makanan dan sekresi-sekresi didalam

lambung. Lambung hampir membalikan dirinya dari dalam keluar – memaksakan

dirinya kedalam bagian bawah dari esophagus (tabung yang menghubungkan

mulut ke lambung) selama episode muntah.

2.10.2.1 Penyebab muntah

Penyebab muntah antara lain :

a. Penyakit infeksi atau radang di saluran pencernaan atau di pusat

keseimbangan.

b. Penyakit-penyakit karena gangguan metabolisme seperti kelainan

metabolisme karbohidrat (galaktosemia dan sebagainya), kelainan

metabolisme asam amino/asam organic (misalnya gangguan siklus urea dan

fenilketonuria)
c. Gangguan pada system syaraf (neurologic) bisa karena gangguan pada

struktur (misalnya hidrosefalus), adanya infeksi (misalnya meningitis dan

ensefalitis), maupun karena keracunan (misalnya keracunan syaraf oleh

asiodosis dan hasil samping metabolisme lainnya).

d. Stress Psikologi: menyebabkan rangsangan saraf otak pada SNC untuk

memproduksi asam lambung (HCl). asam lambung yang berlebih dapat

menyebabkan reflek muntah yang dimediatori oleh nervus cranial X (Nervus

Vagus)

e. Trauma abdomen (misalnya terkena pukulan) yang menyebabkan isi perut

tergoncang yang mempegaruhi tekanan intraabdomen.

f. Faktor Hormonal

Pada orang hamil trimester pertama 28% wanita indonesia mengalami

morning sickness (muntah-muntah di pagi hari) dimana hormon estrogen dan

hypochorionic gonadotropin mengalami fase metabolisme yang tidak biasanya.

2.10.2.2 Penatalaksanaan muntah

Beberapa tindakan jika ibu nifas mengalami muntah antara lain sebagai

berikut :

a. Ciptakan suasana tenang dan menyenangkan pada saat makan

b. Hindari makanan yang merangsang dan menimbulkan alergi.

c. Lakukan kolaborasi. Apabila muntah disertai gangguan fisiologis, seperti

warna kehijauan, muntah yang proyektil, atau gangguan lainnya, segera bawa

ke dokter untuk mendapatkan penanganan secepatnya. Selain itu,

pemeriksaaan penunjang sangat diperlukan


Untuk penatalaksanaan muntah disesuaikan dengan penyebab muntah,

terapi yang dapat di berikan baik non farmakologi dan farmakologi misalnya

antasid, histamine 2 antagonis seperti simetidin, dan ranitidine.

2.10.3 Nyeri Berkemih

2.10.3.1 Penyebab Nyeri Berkemih

Organisme yang menyebabkan infeksi saluran kemih berasal dari flora

normal perineum. Telah terdapat bukti bahwa beberapa galur Escherichia coli

memiliki pili yang meningkatkan virulensinya (Svanborg-Eden, 1982).

Pada masa nifas dini, sensitivitas kandung kemih terhadap tegangan air

kemih dalam vesika sering menurun akibat trauma persalinan atau analgesia

epidural atau spinal. Sensasi perengangan kandung kemih juga mungkin

berkurang akibat rasa tidak nyaman yang ditimbulkan oleh episiotomi yang lebar,

laserasi periuretra, atau hematom dinding vagina. Setelah melahirkan, terutama

saat infus oksitosin dihentikan, terjadi diuretis yang disertai peningkatan produksi

urine dan distensi kandung kemih. Overdistensi yang disertai kateterisasi untuk

mengeluarkan air kemih sering menyebabkan infeksi saluran kemih.

2.10.3.2 Penatalaksanaan

a. Ambil sampel urin tengah, untuk pemeriksaan urin. Kaji frekuensi, urgensi,

dan jumlah pengeluaran urin untuk menilai fungsi kandung kencing. Inspeksi

warna urin (hematuria), bau, kekeruhan (kental atau encer).

b. Menganjurkan ibu untuk berkemih setiap 2 – 4 jam, dan mengosongkan

kandung kemih secara tuntas, sediakan kompres es untuk perineum selama 1

jam setelah kelahiran, untuk mengurangi pembentukan edema dan

memfasilitasi berkemih
c. Kaji bila terdapat rasa sakit menyengat dan rasa panas pada saat berkemih.

d. Ibu sebaiknya sedikitnya minum 8 gelas cairan khususnya air setiap hari.

e. Kaji bila ada keluhan ketidaknyaman pada area suprapubik atau abdomen

bagian bawah, nyeri punggung bagian bawah atau nyeri berat pada panggul

f. Bila ibu mengalami demam, anjurkan mandi dengan air hangat dan berikan

obat antipiretik

g. Menjelaskan pada ibu, bahwa obat – obatan yang diresepkan bisa merubah

warna urine.

h. Kaji tanda – tanda vital 4 jam dan bila ada pengaruh pada tanda sistemik.

i. Menganjurkan ibu untuk menjaga personal higiene.

2.10.4 Perubahan Payudara

2.10.4.1 Payudara bengkak

Payudara bengkak yang tidak disuse adekuat dapat menyebabkan

payudara menjadi merah, panas, terasa sakit dan akhirnya terjadi mastitis. Putting

lecet akan memudahkan masuknya kuman dan terjadi payudara bengkak. BH/bra

yang terlalu kuat mengakibatkan engorgement segmental. Bila payudara ini tidak

disusukan dengan adekuat, dapat terjadi mastitis.

Ibu yang dietnya buruk, kurang istirahat, dan anemia mudah mengalami

infeksi. Gejala gangguan ini meliputi

a. Bengkak dan nyeri pada seluruh payudara atau local

b. Kemerahan pada seluruh payudara atau hanya local

c. Payudara keras dan berbenjol-benjol (merongkol)

d. Panas badan dan rasa sakit umum

Penatalaksanaan :
a. Menyusui tetap dilanjutkan. Pertama, bayi disusukan pada payudara yang

sakit selama dan sesering mungkin. Hal ini dilakukan agar payudara kosong.

Selanjutnya, susukan bayi pada payudara yang normal

b. Beri kompres panas. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan shower

hangat atau lap basah panas pada payudara yang terkena

c. Ubah posisi menyusui dari waktu ke waktu, yaitu dengan posisi berbaring,

duduk, atau posisi memegang bola (football position)

d. Pakai BH/bra longgar

e. Istirahat yang cukup dan makan makanan yang bergizi

f. Banyak minum (2 liter per hari)

Dengan penatalaksanaan tersebut, biasanya peradangan akan

menghilang setelah 48 jam, dan jarang sekali yang menjadi abses. Tetapi bila

dengan cara-cara tersebut tidak ada perbaikan setelah 12 jam, ibu perlu diberi

antibiotic selama 5-10 hari dan analgesik.

2.10.4.2 Putting susu lecet

Sebanyak 57% ibu yang menyusui dilaporkan pernah menderita

kelecetan pada putting.

Penyebab lecet tersebut adalah sebagai berikut :

a. Kesalahan dalam teknik menyusui, bayi tidak menyusu sampai areola tertutup

oleh mulut bayi. Bila bayi hanya menyusu pada putting susu, maka bayi akan

mendapat ASI sedikit, karena gusi bayi tidak menekan pada sinus latiferus,

sedangkan pada ibunya akan menjadi nyeri/kelecetan pada putting susu

b. Monoaliasis pada mulut bayi yang menular pada putting susu ibu
c. Akibat dari pemakaian sabun, alcohol, krim atau zat lainnya untuk mencuci

putting susu

d. Bayi dengan tali lidah yang pendek (frenulum lingue), sehingga

menyebabkan bayi sulit menghisap sampai ke kalang payudara dan isapan

hanya pada putting susu saja

e. Rasa nyeri juga dapat timbul apabila ibu menghentikan menyusui dengan

kurang berhati-hati

Penatalaksanaan :

a. Bayi harus disusukan terlebih dahulu pada putting yang lecetnya lebih sedikit.

Untuk menghindari tekanan local pada putting, maka posisi menyusu harus

sering dirubah. Untuk pting yang sakit dianjurkan mengurangi frekuensi dan

lamanya menyusui. Di samping itu, kita harus yakin bahwa teknik menyusui

yang digunakan bayi benar, yaitu harus menyusu sampai ke kalang payudara.

Untuk menghindari payudara yang bengkak, ASI dikeluarkan dengan tangan

pompa, kemudian diberikan dengan sendok, gelas dan pipet.

b. Setiap kali setelah menyusui bekas ASI tidak perlu di bersihkan, tetapi

diangin-anginkan sebantar agar melembutkan putting sekaligus sebagai anti

infeksi.

c. Jangan menggunakan sabun, alcohol, atau zat iritan lainnya untuk

membersihkan payudara.

d. Pada putting susu bisa dibubuhkan minyak lanolin atau minyak kelapa yang

telah dimasak terlebih dahulu.


e. Menyusui lebih sering (8-12 kali dalam 24 jam), sehingga payudara tidak

sampai terlalu penuh dan bayi tidak begitu lapar juga tidak menyusu terlalu

rakus

f. Periksakanlah apakah bayi tidak menderita moniliasis yang dapat

menyebabkan lecet pada putting susu ibu. Jika ditemukan gejala moniliasis

dapat diberikan nistatin.

Pencegahan :

a. Tidak membersihkan putting susu dengan sabun, alcohol, krim atau zat-zat

iritan lainnya

b. Sebaiknya untuk melepaskan putting dari isapan bayi pada saat bayi selesai

menyusu, tidak dengan memaksa menarik putting, tetapi dengan menekan

dagu atau dengan memasukkan jari kelingking yang bersih ke mulut bayi

c. Posisi menyusu harus benar, yaitu bayi harus menyusu sampai ke kalang

payudara dan menggunakan kedua payudara

2.10.4.3 Saluran susu tersumbat

Berikut ini akan dijelaskan penyebab, gejala, penatalaksanaan dan

pencegahan saluran susu yang tersumbat.

Penyebab :

a. Tekanan jari ibu yang terlalu kuat pada waktu menyusui

b. Pemakaian bra yang terlalu ketat

c. Komplikasi payudara bengkak, yaitu susu terkumpul tidak segera dikeluarkan,

sehingga terbentuklah sumbatan

Gejala :
a. Pada wanita yang kurus, gejalanya terlihat dengan jelas dan lunak pada

perabaan

b. Payudara pada daerah yang mengalami penyumbatan terasa nyeri dan

bengkak yang terlokalisir

Penatalaksanaan

Saluran susu yang tersumbat ini harus dirawat, sehingga benar-benar

sembuh, untuk menghindari terjadinya radang payudara (mastitis). Adapun cara

untuk merawat payudara adalah sebagai berikut :

a. Untuk mengurangi rasa nyeri dan bengkak, dapat dilakukan masase serta

kompres panas dan dingin secara bergantian

b. Bila payudara masih terasa penuh, ibu dianjurkan untuk mengeluarkan ASI

dengan tangan atau dengan pompa setiap kali selesai menyusui

c. Ubah posisi-posisi menyusui untuk melancarkan aliran ASI

Pencegahan :

Pencegahan yang dapat dilakukan agar payudara tidak tersumbat adalah

sebagai berikut :

a. Perawatan payudara pascapersalinan secara teratur, untuk menghindari

terjadinya statis aliran ASI

b. Sering merubah posisi menyusui

c. Mengenakan bra yang menyangga, bukan menekan.

2.10.4.4 Mastitis

Mastitis adalah radang pada payudara.

Penyebab :
a. Payudara bengkak yang tidak disusukan secara adekuat, akhirnya terjadi

mastitis

b. Putting lecet akan memudahkan masuknya kuman dan terjadinya payudara

bengkak

c. Bra yang terlalu ketat mengakibatkan segmental engorgement, jika tidak

disusui dengan adekuat, maka bisa terjadi mastitis.

d. Ibu yang dietnya buruk, kurang istirahat, dan anemia akan mudah terkena

infeksi

Gejala :

a. Bengkak, nyeri pada seluruh payudara/nyeri local

b. Kemerahan pada seluruh payudara atau hanya local

c. Payudara keras dan berbenjol-benjol

d. Panas badan dan rasa sakit umum

2.10.4.5 Abses payudara

Harus dibedakan antara mastitis dengan abses. Abses payudara

merupakan kelanjutan/komplikasi dari mastitis. Hal ini disebabkan karena

meluasnya peradangan dalam payudara tersebut.

Gejala :

a. Ibu tampak lebih parah sakitnya.

b. Payudara lebih merah dan mengkilap.

c. Benjolan lebih lunak karena berisi nanh, sehingga perlu diinsisi untuk

mengeluarkan nanah tersebut.

Penatalaksanaan :

a. Teknik menyusui yang benar


b. Kompres air hangat dan dingin

c. Terus menyusui pada mastitis

d. Susukan dari yang sehat

e. Senam laktasi

f. Rujuk

g. Pengeluaran nanah dan pemberian antibotik bila abses bertambah.

Bila terjadi abses, menyusui dihentikan, tetapi ASI tetap dikeluarkan.

2.10.4.6 Kehilangan Nafsu Makan

Sesudah bayi lahir, ibu akan merasa lelah dan mungkin juga lemas

karena kehabisan tenaga. Hendaknya ibu lekas diberi minuman hangat, susu, kopi

atau the yang bergula. Apabila ibu menghendaki makanan, berikan makanan yang

sifatnya ringan. Walaupun lambung dan alat pencernaan tidak terlibat langsung

dalam proses persalinan, tetapi fungsi pencernaan dipengaruhi oleh proses

persalinan. Organ pencernaan memerlukan waktu istirahat untuk memulihkan

keadaannya. Oleh karena itu, tidak benar bila ibu diberi makanan terlalu banyak,

walaupun ibu menginginkannya. Akan tetapi, biasanya disebabkan oleh adanya

kelelahan yang amat berat, nafsu makan terganggu, sehingga ibu tidak ingin

makan sampai kelelahan hilang.

Penyebab kehilangan nafsu makan :

a. Ibu postpartum blues

b. Kurangnya dukungan dari keluara (terutama suami)

c. Ibu mengidap suatu penyakit dalam pencernaan atau anggota tubuh

d. Keadaan ekonomis yang tidak mendukung

e. Kurang istirahat
Penatalaksanaan :

a. Dengan pendekatan atau bimbingan psikiatri.

b. Anjurkan ibu untuk memakan makanan yang segar dan bervariasi setiap hari,

yaitu :

 Makan protein sumber nabati dan hewani, seperti : daging, ikan, telur,

kacang-kacangan dan ayam

 Makanan sumber karbohidrat : beras, jagung, roti kentang dan ubi

 Sayuran (seperti : bayam, kangkung) dan buah-buahan (seperti :jeruk,

papaya, pisang dan mangga).

c. Anjurkan ibu untuk makan sedikit-sedikit namun sering

d. Anjurkan ibu untuk minum obat penambah darah, dan vitamin yang diberikan

dari tempat bersalin (rumah sakit).

2.10.4.7 Perubahan pada Ekstremitas

Bila terjadi gejala ini, periksa adanya varises, periksa kemerahan pada

betis, dan periksa apakah tulang kering, pergelangan kaki, atau kaki mengalami

edema (perhatikan adanya edema putting, jika ada). Penyebab (causa) edema

adalah adanya kongesti, obstruksi limfatik, permeabilitaskapiler yang bertambah,

hipoproteinemia, tekanan osmotic koloid dan retensi natrium dan air. Diantaranya

a. Adanya kongesti pada kondisi vena yang terbendung (kongesti), terjadi

peningkatan tekanan hidrostatik intra vaskula (tekanan yang mendorong

darah mengalir di dalam vaskula oleh kerja pompa jantung) menimbulkan

perembesan cairan plasma ke dalam ruang interstitium. Cairan plasma ini

akan mengisi pada sela-sela jaringan ikat longgar dan rongga badan.
b. Obstruksi limfatik apabila terjadi gangguan aliran limfe pada suatu daerah

(obstruksi/penyumbatan), maka cairan tubuh yang berasal dari plasma darah

dan hasil metabolisme yang masuk ke dalam saluran limfe akan tertimbun

(limfedema). Limfedema ini sering terjadi akibat mastek-tomi radikal untuk

mengeluarkan tumor ganas pada payudara atau akibat tumor ganas

menginfiltrasi kelenjar dan saluran limfe. Selain itu, saluran dan kelenjar

inguinal yang meradang akibat infestasi filaria dapat juga menyebabkan

edema pada scrotum dan tungkai (penyakit filariasis atau kaki

gajah/elephantiasis.

c. Permeabilitas kapiler yang bertambah Endotel kapiler merupakan suatu

membran semi permeabel yang dapat dilalui oleh air dan elektrolit secara

bebas, sedangkan protein plasma hanya dapat melaluinya sedikit atau

terbatas. Tekanan osmotic darah lebih besar dari pada limfe. Daya

permeabilitas ini bergantung kepada substansi yang mengikat sel-sel endotel

tersebut. Pada keadaan tertentu, misalnya akibat pengaruh toksin yang bekerja

terhadap endotel, permeabilitas kapiler dapat bertambah. Akibatnya ialah

protein plasma keluar kapiler, sehingga tekanan osmotic koloid darah

menurun dan sebaliknya tekanan osmotic cairan interstitium bertambah. Hal

ini mengakibatkan makin banyak cairan yang meninggalkan kapiler dan

menimbulkan edema. Bertambahnya permeabilitas kapiler dapat terjadi pada

kondisi infeksi berat dan reaksi anafilaktik.

d. Hipoproteinemia, menurunnya jumlah protein darah (hipoproteinemia)

menimbulkan rendahnya daya ikat air protein plasma yang tersisa, sehingga

cairan plasma merembes keluar vaskula sebagai cairan edema. Kondisi


hipoproteinemia dapat diakibatkan kehilangan darah secara kronis oleh

cacing Haemonchus contortus yang menghisap darah di dalam mukosa

lambung kelenjar (abomasum) dan akibat kerusakan pada ginjal yang

menimbulkan gejala albuminuria (proteinuria, protein darah albumin keluar

bersama urin) berkepanjangan. Hipoproteinemia ini biasanya mengakibatkan

edema umum.

e. Tekanan osmotic koloid, tekanan osmotic koloid dalam jaringan biasanya

hanya kecil sekali, sehingga tidak dapat melawan tekanan osmotic yang

terdapat dalam darah. Tetapi pada keadaan tertentu jumlah protein dalam

jaringan dapat meninggi, misalnya jika permeabilitas kapiler bertambah.

Dalam hal ini maka tekanan osmotic jaringan dapat menyebabkan edema.

Filtrasi cairan plasma juga mendapat perlawanan dari tekanan jaringan (tissue

tension). Tekanan ini berbeda-beda pada berbagai jaringan. Pada jaringan

subcutis yang renggang seperti kelopak mata, tekanan sangat rendah, oleh

karena itu pada tempat tersebut mudah timbul edema.

f. Retensi natrium dan air, retensi natrium terjadi bila eksresi natrium dalam

kemih lebih kecil dari pada yang masuk (intake). Karena konsentrasi natrium

meninggi maka akan terjadi hipertoni. Hipertoni menyebabkan air ditahan,

sehingga jumlah cairan ekstraseluler dan ekstravaskuler (cairan interstitium)

bertambah. Akibatnya terjadi edema. Retensi natrium dan air dapat

diakibatkan oleh factor hormonal (penigkatan aldosteron pada cirrhosis

hepatis dan sindrom nefrotik dan pada penderita yang mendapat pengobatan

dengan ACTH, testosteron, progesteron atau estrogen).

Penatalaksanaan :
a. Hindari posisi berbaring terlentang

b. Hindari posisi berdiri untuk waktu yang lama, istirahat dengan berbaring

ke kiri dengan kaki agak ditinggikan.

c. Jika perlu sering melatih kaki untuk ditekuk ketika duduk atau berdiri.

d. Angkat kaki ketika duduk atau beristirahat.

e. Hindari kaos kaki yang ketat.

f. Lakukan senam secara teratur.

2.10.4.8 Perubahan Psikologis

Beberapa penyesuaian dibutuhkan oleh wanita untuk melakukan

aktivitas dan peran barunya sebagai ibu pada minggu-minggu atau bulan-bulan

pertama setelah melahirkan, baik dari segi fisik mapun psikologis. Sebagian

wanita berhasil menyesuaikan diri dengan baik, tetapi sebagian lainnya tidak

berhasil menyesuaikan diri bahkan mengalami gangguan-gangguan psikologis,

antara lain sebagai berikut :

a. Postpartum Blues (Baby Blues)

Postpartum blues menurut Ambarwati (2009) adalah perasaan sedih

yang dialami oleh ibu setelah melahirkan, hal ini berkaitan dengan bayinya.

Menurut Cunningham (2006), postpartum blues adalah gangguan suasana hati

yang berlangsung selama 3-6 hari pasca melahirkan. Postpartum blues sering

disebut juga dengan maternity blues atau baby syndrome, yaitu kondisi yang

sering terjadi dalam 14 hari pertama setelah melahirkan, dan cenderung lebih

buruk pada hari ketiga dan keempat (Suririnah, 2008).

Berdasarkan pengertian dari beberapa sumber tersebut maka dapat

disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan postpartum blues adalah suasana hati
yang dirasakan oleh wanita setelah melahirkan yang berlangsung selama 3-6 hari

dalam 14 hari pertama pascamelahirkan, di mana perasaan ini berkaitan dengan

bayinya.

Gejala postpartum blues menurut Ambarwati (2009) :

a. Menangis

b. Mengalami perubahan perasaan

c. Cemas

d. Khawatir

e. Kesepian

f. Penurunan gairah seksual

g. Kurang percaya diri terhadap kemampuannya menjadi seorang ibu

Penyebab postpartum blues :

a. Factor hormonal, berupa perubahan kadar estrogen, progesterone, prolactin,

dan estriol yang terlalu rendah atau terlalu tinggi. Kadar estrogen turun secara

bermakna setelah melahirkan. Ternyata estrogen memiliki efek supresi

terhadap aktivitas enxim monoamine oksidase, yaitu suatu enzim otak yang

bekerja menginaktivasi, baik nonadrenalin maupun serotonin yang berperan

dalam suasana hati dan kejadian depresi.

b. Factor demografik, yaitu umut dan paritas. Umur yang terlalu muda untuk

melahirkan, sehingga dia memikirkan tanggung jawabnya sebagai seorang

ibu untuk mengurus anaknya. Sedangkan postpartum blues banyak terjadi

pada ibu primipara, mengingat dia baru memasuki perannya sebagai seorang

ibu, tetapi tidak menutup kemungkinan juga terjadi pada ibu yang pernah

melahirkan, yaitu jika ibu mempunyai riwayat postpartum blues sebelumnya.


c. Pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinan. Kesulitan-kesulitan

yang dialami ibu selama kehamilannya akan turut memperburuk kondisi ibu

yang tidak menyenangkan bagi ibu mencakup lamanya persalinan serta

intervensi medis yang digunakan selama proses persalinan, seperti ibu yang

melahirkan dengan cara operasi Caesar (Sectio Caesarea) akan dapat

menimbulkan perasaan takut terhadap peralatan operasi dan jarum. Ada

dugaan bahwa semakin besar trauma fisik yang terjadi selama proses

persalinan, akan semakin besar pula trauma psikis yang muncul.

d. Latar belakang psikososial wanita yang bersangkutan, seperti tingkat

pendidikan, status perkawinan, kehamilan yang tidak diinginkan, riwayat

gangguan kejiwaan sebelumnya, status social ekonomi, serta keadekuatan

dukungan social dari lingkungannya (suami, keluarga dan teman). Apakah

suami, keluarga dan teman memberi dukungan moril (misalnya dengan

membantu dalam menyelesaikan pekerjaan rumah tangga atau beperan

sebagai tempat ibu mengadu/berkeluh kesah) selama ibu menjalani masa

kehamilannya.

e. Fisik. Kelelahan fisik karena aktivitas mengasuh bayi, menyusui,

memandikan, mengganti popok, dan menimang sepanjang hari bahkan tak

jarang di malam buta sangatlah mengurus tenaga. Apalagi jika tidak ada

bantuan dari suami atau anggota keluarga yang lain

Penatalaksanaan postpartum blues

Tindakan yang dapat dilakukan untuk mengatasi postpartum blues pada

ibu adalah :
a. Dengan meminta bantuan suami atau keluarga jika ibu membutuhkan istirahat

untuk menghilangkan kelelahan

b. Beritahu suami mengenai apa yang sedang ibu rasakan, mintalah dukungan

dan pertolongannya

c. Buang rasa cemas dan kekhawatiran ibu akan kemampuan merawat bayi

d. Carilah hiburan dan luangkan waktu untuk diri sendiri

2.10.4.9 Depresi Postpartum

Depresi postpartum hampir sama dengan baby blues syndrome,

perbedaan keduanya terletak pada frekwensi, intensitas serta durasi

berlangsungnya gejala-gejala yang timbul. Pada postpartum depression, ibu akan

merasakan berbagai gejala yang ada pada baby blues syndrome, tetapi dengan

intensitas yang lebih sering, lebih hebat serta lebih lama.

Depresi postpartum dialami seorang ibu palinglambat 8 minggu setelah

melahirkan, dan dalam kasus yang lebih parah, bisa berlanjut selama setahun.

Wanita yang menderita depresi postpartum mempunyai kesulitan untuk menjalin

ikatan batin dengan buah hati yang baru dilahirkannya, sehingga ia pun

membutuhkan terapi pengobatan dari seorang ahli kejiwaan atau psikiater, dengan

dukungan orang-orang terdekat.

Gejala depresi postpartum

a. Dipenuhi rasa sedih dan depresi yang disertai dengan menangis tanpa sebab

b. Tidak memiliki tenaga atau hanya sedikit saja

c. Tidak dapat berkonsentrasi

d. Ada perasaan bersalah dan tidak berharga


e. Menjadi tidak tertarik dengan bayi atau terlalu memperhatikan dan

mengkhawatirkan bayinya

f. Gangguan nafsu makan

g. Ada perasaaan takut untuk menyakiti diri sendiri atau bayinya

h. Gangguan tidur

Penyebab depresi postpartum

Pada intinya penyebab depresi postpartum sama dengan penyebab baby

blues syndrome yang membedakan hanyalah karakteristik wanita yang beresiko

mengalami depresi postpartum. Berikut adalah karakteristik yang dimaksud :

a. Wanita yang mempunyai riwayat depresi

b. Wanita yang berasal dari keluarga yang kurang harmonis

c. Wanita yng kurang mendapatkan dukungan dari suami atau orang-orang

terdekatnya selama hamil dan setelah melahirkan

d. Wanita yang jarang berkonsultasi dengan dokter selama masa kehamilannya,

misalnya kurang komunikasi dan informasi

e. Wanita yang mengalami komplikasi selama kehamilan

Penatalaksanaan depresi postpartum

a. Screening test, di luar negeri seperti di Belanda digunakan Endinburgh

Postnatal Depression Scale (EPDS) yang merupakan kuesioner dengan

validitas teruji yang mampu mengukur intensitas perubahan perasaan depresi

selama 7 hari pascasalin. Pertanyaan-pertanyaannya berhubungan dengan

labilitas perasaan, kecemasan, perasaan bersalah, serta mencakup hal-hal lain

yang terdapat pada postpartum blues.


b. Dukungan psikologis dari suami dan keluarga serta bidan atau petugas

kesehatan lainnya

c. Istirahat yang cukup untuk mencegah dan mengurangi perubahan perasaan

d. Dukungan dari tenaga kesehatan, seperti dokter obstetric dan bidan/perawat

sangat diperlukan, misalnya dengan cara memberikan informasi yang

memadai/adekuat tentang proses kehamilan dan persalinan, termasuk

penyulit-penyulit yang mungkin timbul pada masa-masa tersebut berserta

penanganannya

e. Diperlukan dukungan psikolog atau konselor jika keadaan ibu tanpak sangat

menganggu. Dukungan bisa diberikan melalui keprihatinan dan perhatian

pada ibu. Selain itu ibu dapat mencari psikiater, psikolog atau ahli kesehatan

mental lainnya untuk melakukan konseling agar dapat menemukan cara

dalam menanggulangi dan memecahkan masalah serta menetapkan tujaun

realistis

2.10.4.10 Postpartum Psikosis/Postpartum Kejiwaan

Postpartum psikosis adalah masalah kejiwaan serius yang dialami ibu

selepas bersalin dan ditandai dengan agitasi yang hebat, pergantian perasaan yang

cepat, depresi, dan delusi. Wanita yang mengalami postpartum psikosis

membuthkan perawatan segera dan pengobatan dari psikiater. Pada tahap awal

penyakitnya dan untuk meredakan gejala sering kali ibu dengan postpartum

psikosis harus dirawat inap di rumah sakit.

Gejala postpartum psikosis


a. Perasaan yang diperintahkan oleh Tuhan atau kekuatan di luar diri untuk

melakukan hal-hal yang tidak biasa dilakukan, seperti merugikan diri sendiri

atau bayi.

b. Perasaan kebingungan yang intens

c. Melihat atau mendegar hal-hal yang lain yang tidak nyata.

d. Perubahan mood atau tenaga yang ekstrem.

e. Ketidakmampuan untuk merawat bayinya.

f. Memory lapses (periode kebingungan yang serupa dengan amnesia).

g. Serangan kegelisahan yang tak terkendali

h. Pembicaraanya tidak dapat dipahami atau mengalami gangguan komunikasi

Penyebab postpartum psikosis :

Para ahli tidak benar-benar yakin mengapa postpartum psikosis terjadi.

Namun, mereka menawarkan berbagai penjelasan mengenai terjadinya disorder,

dengan perubahan hormone. Alas an lain yang dapat dikemukakan atau factor

yang turut berkontribusi termasuk kurangnya dukungan social dan emosional, rasa

rendah diri karena perempuan postpartum memiliki rasa kurang memadai sebagai

seorang ibu, merasa terpencil dan sendiri, mengalami maslaah keuangan, serta

terjadi perubahan yang besar dalam kehidupan, seperti pindah rumah atau

memulai pekerjaan baru.

Penatalaksanaan postpartum psikosis :

Postpartum kejiwaan dianggap menjadi darurat kesehatan mental. Oleh

karena itu memerlukan perhatiansegera. Hal ini dikarenakan wanita yang

menderita penyakit kejiwaan tidak sellau mampu atau bersedia untuk berbicara

dengan seseorang tentang disorder-nya, mereka kadang-kadang membutuhkan


pasangan atau anggota keluarga yang lain ntuk membantu mereka mendapatkan

penanganan medis yang mereka butuhkan. Kondisi ini biasanya diatasi dengan

pemberian obat, biasanya obat antipsikosis dan terkadang antidepresan dan/atau

antiansietas. Banyak wanita yang juga dapat merasakan manfaat dari konseling

dan dukungan psikologis kelompok. Dengan perawatan dengan baik, sebagian

besar perempuan dapat pulih dari kekacauan.


DAFTAR PUSTAKA

Bahiyatun, 2009. Asuhan Kebidanan Nifas Normal. Jakarta : EGC.


Depkes RI, Penyelenggaraan Puskesmas di EraDesentralisasi.Jakarta,2001
Depkes RI, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.28/MENKES/SK/II/2004 Tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan
Masyarakat, Jakarta, 2004.
Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 27 Tahun 2004 Tentang Standar
Pelayanan Minimal (SPM) bidang Kesehatan Kab/Kota di Jawa Timur.
Masalah yang berkaitan dengan evaluasi Program KIA,
internet/http://www.papuaweb.org/ tanggal 26-2-2008
Mansur Herawati & Budiarti Temu. 2014. Psikologis IBU & ANAK. Jakarta.
Salemba Medika.
http://Deteksi dini komplikasi pada masa nifas dan penangannya _ Irena
Theresya.html
Saleha Sitti, 2009. Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas. Jakarta. Salemba Medika
Wijono,Djoko Manajemen Kepemimpinan dan OrganisasiKesehatan,Airlangga
University Press Surabaya, 1999
Djaja, S. and Afifah, T. (2011) ‘Pencapaian Dan Tantangan Status Kesehatan
Maternal Di Indonesia’, Jurnal Ekologi Kesehatan, 10(1 Mar), pp. 10–20.
Available at:
http://bpk.litbang.depkes.go.id/index.php/jek/article/view/1691%5Cnhttp:
//bpk.litbang.depkes.go.id/index.php/jek/article/view/1691/pdf.
Kemenkes RI (2010) ‘Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu
dan Anak (PWS-KIA)’, Kementrian Kesehatan RI, Direktorat Jendral
Bina Kesehatan Masyarakat, Direktorat Bina Kesehatan Ibu, p. 1 of 76.
Ministry of Health Republic of Indonesia (2017) Health Profile of Indonesia
2016, Profil Kesehatan Provinsi Bali. Available at:
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-
indonesia/Profil-Kesehatan-Indonesia-2016.pdf.

Anda mungkin juga menyukai