Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN KASUS Desember 2018

Dyspepsia

Disusun Oleh :
Menik Ayu Nurhayati, S.ked
N 111 17 146

Pembimbing :
Drg. Elli Yane Bangkele, M.kes
dr. Hj. Tenri Sa’na Rifai

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2018
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Dispepsia pada awalnya didefinisikan sebagai gejala yang mengacu pada saluran
gastrointestinal bagian atas. Komite Roma IV telah mengembangkan definisi tentang
dispepsia yang relevan secara klinis sebagai nyeri epigastrik yang paling dominan selama
paling sedikit 1 bulan. Hal ini mungkin berhubungan dengan gejala gastrointestinal bagian
atas lainnya, seperti kepenuhan epigastrium, mual, muntah, mulas, nyeri epigastrium setiap
kali keluhan utama pasien. Dispepsia fungsional mengacu pada pasien dengan dispepsia
dimana endoskopi dan tes lain yang relevan telah mengesampingkan patologi organik yang
menjelaskan gejala pasien.1
Dispepsia merupakan Salah satu penyakit tidak menular yang mempunyai angka
kejadian tinggi di dunia dan sering ditemui pada praktek sehari-hari. Dari data pustaka
Negara Barat didapatkan angka prevalensinya berkisar 7-41%, tapi hanya 10-20% yang
mencari pertolongan.1 Penelitian tahun 2016 pada populasi umum didapatkan bahwa 15%-
40% orang dewasa pernah mengalami dispepsia dalam beberapa hari. Sampai saat ini,
belum ada data epidemiologis di Indonesia.2
Data tahun 2015 ,kasus dispepsia di dunia mencapai 13-40% dari total populasi.
Gangguan yang sering muncul pada penderita penyakit dispepsia salah satunya
adalah mual dan muntah. Penderita dispepsia yang mengalami keluhan mual dan
muntah lebih mendominasi dengan presentase hingga 50%. Mual dan muntah terjadi
karena adanya reaksi inflamasi pada lambung. Mual dan muntah adalah gejala-gejala dari
penyakit yang mendasarinya dan bukan penyakit spesifik. Pada muntah yang terjadi hanya
sesekali saja pengaruhnya tidak ada. Akan tetapi pada muntah yang terus menerus bila
tidak segera ditangani maka akan berakibat fatal seperti kurangnya elektrolit, kesadaran
menurun hingga dapat menyebabkan koma. 3
Data morbiditas (angka kesakitan) di UPTD Puskesmas Mamboro tahun 2017
menunjukan dispepsia merupakan salah satu masalah kesehatan terbanyak dari angka
kunjungan masyarakat dengan jumlah kasus sebanyak 426 kasus dan menempati urutan ke
empat dalam sepuluh penuakit terbesar di Puskesmas Mamboro.
Berikut ini akan dibahas kasus mengenai dispepsia pada pasien yang berkunjung di
Puskesmas Mamboro.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mengetahui gambaran kejadian dispepsia di wilayah kerja Puskesmas Mamboro.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui faktor resiko apa saja yang mempengaruhi masalah dispepsia di wilayah
kerja Puskesmas Mamboro.
2. Mengetahui tatalaksana dispepsia di wilayah kerja Puskesmas Mamboro.
BAB II
PERMASALAHAN

2.1 Menentukan Prioritas Masalah Menggunakan Rumus Hanlon Kuantitatif


Tabel 2.1 prioritas masalah di puskesmas Mabelopura

No Masalah Besar Kegawatdaruratan Kemungkinan Nilai


Kesehatan Masalah Diatasi
1 Pola Makan 3 2 1 6
yang tidak
teratur
2 Minum kopi 3 1 2 6
dan teh
3 Stress 3 2 2 7

4 Usia lanjut 2 2 2 6

Dilihat dari table diatas masalah yang menjadi prioritas pada kasus Dispepsia ini
adalah Pola Makan, Kopi dan teh, dan Stress.

Ket:
- Besar Masalah
1 : Tidak berdampak buruk
2 : berdampak buruk
3 : Menyebabkan dampak buruk
4 : Sangat menyebabkan dampak buruk
- Kegawatdaruratan
1 : Masih bisa ditangani seorang diri
2 : Bisa ditangani
3 : Sulit ditangani
4 :Segera dilakukan penanganan
- Kemungkinan diatasi
1 : Masih bisa diatasi
2 : bisa diatasi tetapi butuh proses
3 : Sulit diatasi
4 : Sangat sulit diatasi

a. KRITERIA A : Besar masalah (SKOR 1-10)


Masalah Besar masalah Nilai
kesehatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

X (Pola Makan) V 8

Y (Kopi dan V 9
Teh)

Z (Stress) V 5

Ket:
- Dilihat dari besarnya insidensi atau prevalensi

b. KRITERIA B :Kegawatan Masalah (SKOR 1-5)


Masalah Keganasan Tingkat Biaya yang Nilai
kesehatan urgency dikeluarkan

X (Pola Makan) 3 3 3 9

Y (Kopi dan 3 4 3 10
Teh)

Z (Stress) 3 3 3 9
c. KRITERIA C : Kemudahan dalam Penanggulangan

Sangat sulit X ,Y Z sangat mudah

1 2 3 4 5

d. KRITERIA D : PEARL factor


Masalah P E A R L Hasil
kesehatan perkalian

X 1 1 1 1 1 1

Y 1 1 1 1 1 1

Z 1 1 1 1 1 1

Ket:
- 0 = Tidak
- 1 = Ya

e. PENETAPAN NILAI
 POLA MAKAN
NPD : (A+B) C = (8+9) 3= 17 x 3 = 51
NPT : (A+B) CxD = (8+9) 3x1 = 17 x 3 = 51
 KOPI DAN TEH
NPD : (A+B) C = (9+10) 3 = 19 x 3 = 57
NPT : (A+B) CxD = (9+10) 3x1 = 19 x 3 = 57
 STRESS
NPD : (A+B) C = (5+9) 3 = 14 x 3= 42
NPT : (A+B) CxD = (5+9) 3x1 = 14 x 3 =42
 KESIMPULAN
Masalah A B C NPD D NPT Prioritas
kesehatan (PEARL)

POLA 8 9 3 51 1 51 1
MAKAN

KOPI & TEH 9 10 3 57 1 57 1

STRESS 5 9 3 42 1 42 1

Kesimpulan dari rumus ini yaitu makanan dari pasien merupakan prioritas masalah utama
yang menempati urutan ke- 1.
BAB III
PEMBAHASAN
A.IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. N
Umur : 56 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku : Kaili
Pendidikan : SMP
Asuransi kesehatan : BPJS
Alamat : Taipa Laga
Tanggal Pemeriksaan : jum’at 07 Desember 2018

B.ANAMNESIS
Keluhan Utama : Nyeri ulu hati
Riwayat Penyakit Sekarang :

Dialami sejak 3 hari yang lalu, tidak terus menerus, nyeri di rasakan memberat jika
terlambat makan, perut terasa kembung dan sering merasa mual. Pasien sering makan tidak
teratur.Demam (-),nyeri kepala (-), mual (+), muntah (+) 2x tadi pagi, nyeri ulu hati (+),
BAB kuning biasa, BAK kuning lancar.

Riwayat Penyakit Dahulu :


 Riwayat penyakit jantung (-), hipertensi (-), asma (-), DM (-), riwayat operasi(-), alergi(-)

Riwayat Penyakit Keluarga :


Tidak ada yang mempunyai keluhan yang sama dengan keluarga.

Riwayat Sosial Ekonmi :


Menengah kebawah
Riwayat Kebiasaan dan Lingkungan :
 Pasien makan 2 kali sehari dengan lauk seadanya, namun terkadang pasien makan tidak
teratur dan menjadi malas makan terutama saat sakit.
 Pasien tinggal bersama kedua anak dan satu menantunya di rumah yang berada di dekat jalan
trans palu. Rumah pasien berukuran luas ± 7x9 m2. Rumah terdiri dari ruang tamu, 2 kamar
tidur, ruang tengah, dapur menjadi satu dengan ruang makan, dan kamar mandi. Lantai rumah
terbuat dari semen, dinding rumah dari dinding beton dan papan, dan atap rumah terbuat dari
seng tanpa plafon. Ruang tamu, kamar dan dapur memiliki jendela dan pencahayaan yang
sedikit kurang.
 Untuk kebiasaan dan pola hidup, pasien mengatakan saat ini pasien mengkonsumsi makanan
seperti biasa, tetapi pasien memiliki kebiasaan dimana harus meminum kopi setiap pagi tanpa
didahului dengan makan pagi terlebih dahulu. Riwayat seringnya waktu makan yang tidak
teratur.
 Sumber air yang dipakai untuk sehari-hari adalah dari PDAM. Sedangkan untuk minum,
pasien menggunakan air galon.
 Sumber listrik dari PLN, sampah dibuang pada tempat sampah di halaman belakang rumah.

Gambar 1.1 Halaman depan rumah


Gambar 1.2 Dapur

Gambar 1.3 Dapur

Gambar 1.4 Dapur


Gambar 1.5 Bumbu-bumbu dapur

Gambar 1.6 Kamar mandi

Gambar 1.7 Halaman Belakang


Anamnesis makanan:
Pasien makan 2 kali sehari. Terkadang juga makan buah-buahan. Porsi sekali makan
pasien, yaitu sepiring nasi berisi 1-2 sendok nasi, lauk yang dikonsumsi berupa ikan, tahu atau
tempe yang digoreng. Sayuran yang biasanya dikonsumsi oleh pasien, yaitu kangkung atau
daun singkong. Buah yang biasanya dikonsumsi oleh pasien, yaitu pisang.

Pemeriksaan Fisis

a. Keadaan umum

 Kesan : Sakit sedang


 Kesadaran : Kompos Mentis
 Gizi : Cukup
 Tensi : 130/80 mmHg
 Nadi : 88 x/menit
 Suhu : 37,1oC
 Pernafasan : 20 x/menit
 Berat badan : 50 kg
 Panjang badan : 154 cm
b. Kepala
 Ekspresi : Biasa
 Simetris muka : Simetris kiri dan kanan
 Rambut : Hitam, sukar dicabut

c. Mata
 Eksoptalmus atau enoptalmus : (-)
 Tekanan bola mata : Tidakdilakukan
 Kelopak mata : Dalam batas normal
 Konjungtiva : Anemi (-)
 Kornea : Jernih
 Sklera : Ikterus (-)
 Pupil : Isokor 2,5 mm
d. Telinga
 Tophi : (-)
 Pendengaran : Dalam batas normal
 Nyeri tekan di prosesus mastoideus: (-)
e. Hidung
 Perdarahan: (-)
 Sekret : (-)
f. Mulut
 Bibir : Kering (-)
 Lidah : Kotor (-)
 Tonsil : Hiperemi
g. Leher
 Kelenjar getah bening : MT (-), NT (-)
 Kelenjar gondok : MT (-), NT (-)
 Kaku kuduk : (-)
 Tumor : (-)
h. Dada
 Inspeksi: Simetris kiri dan kanan
 Bentuk : Normochest
 Sela iga: Tidak ada pelebaran
i. Thorax
 Palpasi
o Fremitus raba : Kiri sama dengan kanan
o Nyeri tekan : (-)
 Perkusi
o Paru kiri : Sonor
o Paru kanan : Sonor
o Batas paru hepar : ICS VI Dextra Anterior
o Batas paru belakang kanan:ICS V Th IX Dextra Posterior
o Batas paru belakang kiri : ICS V Th X Sinistra Posterior
 Auskultasi
o Bunyi pernapasan : Vesikuler
o Bunyi tambahan : Rh -/- Wh -/-

j. Cor
 Inspeksi : Ictus kordis tidak tampak
 Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
 Perkusi : Pekak, batas jantung kesan normal
 Auskultasi : BJ I/II murni regular
 Bunyi tambahan : Bising (-)

k. Abdomen
 Inspeksi : Datar, ikut gerak napas
 Palpasi : MT (-), NT (+) region epigastrium
 Perkusi : Timpani
 Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal

l. Alat Kelamin : Tidak dilakukan pemeriksaan


m. Anus dan rectum : Tidak dilakukan pemeriksaan
n. Ekstremitas : Dalam Batas Normal

Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang

Diagnosis Kerja
Dispepsia Fungsional

Penatalaksanaan
a. Non medikamentosa
1. Tidak menunda makan, mengatur pola makan dengan makan secara teratur dan
sebaiknya mengkonsumsi makanan berserat tinggi, bergizi, serta perbanyak minum
air putih.
2. Kurangi mengkonsumsi makanan pedas, kecut, banyak mengandung gas yang
dapat menimbulkan gas di lambung (kubis, kol, kentang, semangka, melon) dan
berlemak tinggi yang menghambat pengosongan isi lambung.
3. Menghindari konsumsi obat –obat yang dapat mengiritasi lambung seperti obat anti
inflamasi, misalnya yang mengandung ibuprofen, aspirin dan ketoprofen. Sebaiknya
di ganti dengan Acetaminophen karena tidak mengakibatkan iritasi pada lambung.
4. Menghindari stress.

b. Medikamentosa
1. Omeprazole 20mg 2x1
2. Antasida Doen 3x1
BAB III
PEMBAHASAN

Aspek Klinis

Pada kasus ini, pasien perempuan berumur 56 tahun memiliki keluhan utama berupa nyeri
ulu hati Dialami sejak 3 hari yang lalu, tidak terus menerus, nyeri di rasakan memberat jika
terlambat makan, perut terasa kembung dan sering merasa mual. Pasien sering makan tidak
teratur. Demam (-),nyeri kepala (-), mual (+), muntah (+) 2x tadi pagi, nyeri ulu hati (+), BAB
kuning biasa, BAK kuning lancar.

Pada pemeriksaan fisik khususnya pada abdomen didapatkan nyeri tekan yaitu daerah
epigastrium. Pada pemeriksaan fisik lain didapatkan semuanya dalam batas normal.

Dispepsia merupakan salah satu gangguan pada saluran pencernaan, khususnya lambung.
Dispepsia dapat berupa rasa nyeri atau tidak enak di perut bagian tengah ke atas. Rasa nyeri tidak
menentu, kadang menetap atau kambuh. Dispepsia umumnya diderita oleh kaum produktif dan
kebanyakan penyebabnya adalah pola atau gaya hidup tidak sehat. Gejalanya pun bervariasi
mulai dari nyeri ulu hati, mual-muntah, rasa penuh di ulu hati, sebah, sendawa yang berlebihan
bahkan bisa menyebabkan diare dengan segala komplikasinya.

Penatalaksanaan yang perlu dilakukan yaitu seperti modifiaksi pola hidup dan dietik,
dalam hal ini prinsip dasar menghindari makanan pencetus serangan merupakan pegangan yang
lebih bermanfaat. Terapi medikamentosa yang dapat diberikan seperti obat-obatan golongan
antasida, agonis H2 reseptor seperti ranitidin dan simetidin, golongan PPI seperto omeprazole
dan lansoprazole, golongan sitoprotektor seperti misoprostol dan sukralfat, dan juga obat-obatan
golongan prokinetik sepertin domperidon dan metoklopramid.

Dispepsia pada dasarnya dapat disebabkan karena:


- Pola makan yang salah, misalnya: makan terlalu banyak, terlalu cepat, makan makanan
yang terlalu banyak bumbu, atau makanan yang terinfeksi
- Konsumsi kopi atau teh
- Alkohol
- Aspirin
- Refluks empedu
- Usia lanjut
- Stress

Aspek Ilmu Kesehatan Masyarakat


ASPEK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
Menurut H.L Bloom, ada 4 faktor yang bersama-sama mempengaruhi tingkat kesehatan
masyarakat, yaitu kesehatan lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, dan genetik/keturunan.
Keempat faktor tersebut disamping berpengaruh langsung kepada kesehatan, juga saling
berpengaruh satu sama lainnya. Dyspepsia menjadi masalah di masyarakat disebabkan oleh
karena faktor-faktor berikut:

1. Kesehatan Lingkungan
Faktor lingkungan yang mempengaruhi pasien terkena penyakit dispepsia adalah faktor
stress psikososial, Khususnya terkait dengan gangguan cemas dan depresi. Emosional yang
labil memberikan kontribusi terhadap perubahan fungsi gastrointestinal. Stress adalah faktor
yang di duga dapat mengubah gerakan dan aktivitas sekresi traktus gastrointestinal melalui
mekanisme –neuroendrokrin. Salah satu studi menyatakan bahwa pada stress atau kecemasan
dapat mengaktifkan reaksi disfungsi otonomik traktus gastrointestinal sehingga dapat
menyebabkan gejala nyeri perut berulang. Pada kasus ini faktor kesehatan lingkungan yang
paling berperan penting adalah faktor stress, yaitu pasien sering memikirkan anaknya yang
sering pulang larut malam. Hal ini membuat pasien cemas dan tidak ada nafsu makan.

2. Perilaku
Perilaku dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan. Pengetahuan
penderita tentang penyakit dyspepsia yang kurang tentang pengertian, faktor resiko dan
bahaya dyspepsia akan berpengaruh terhadap sikap dan perilaku sebagai orang sakit Adanya
kebiasaan pola makan yang tidak teratur dapat memperburuk terjadinya penyakit ini. Pada
kasus ini faktor perilaku yang berperan penting adalah kebiasaan pola makan yang tidak
teratur dimana pasien sering terlambat makan, dan sering mengonsumsi kopi dan makanan
pedas yang dapat memperburuk keadaan pasien.

3. Pelayanan Kesehatan
Dari segi pelayanan kesehatan terkait kinerja puskesmas untuk menanggulangi penyakit
dispepsia mulai dari pelayanan UKP berbasis pelayanan poli umum melakukan pengukuran
TB, BB, polik umum juga melakukan anamnesis, pemeriksaan tanda-tanda vital,
pemeriksaan fisik dan diagnosa, selanjutnya dokter pemeriksa memberikan terapi sesuai
dengan diagnosa dan penanganan yang benar, apotek sebagai penyedia obat yang sesuai
dengan resep dokter. Dari pelayanan UKM yang dilakukan puskesmas untuk menanggulangi
dispepsia dengan program PTM, alur pelaksanaanya sesuai jadwal posbindu, dimana kita
memberitahu kepada kader di setiap desa yang akan kita lakukan kegiatan, nantinya kader
atau bidan desa akan memberitahukan kepada warga bahwa akan ada kegiatan P2 PTM,
biasanya akan dikabarkan melalui masjid atau secara langsung ke rumah kepala desa atau
kerumah-rumah warga, melakukan pendaftaran di meja pertama, melakukan pengukuran TB
dan BB, melakukan pengukuran tekanan darah, dan dilakukan anamnesis kepada pasien,
memberikan edukasi sesuai dengan keluhan dan penyakit,.

Faktor pelayanan kesehatan yang dapat diambil dari kasus ini adalah masih kurangnya
promosi kesehatan terkait dispepsia pada masyarakat khususnya pada lansia.

4. Keturunan/Genetik

Potensi konstribusi faktor genetik juga mulai dipertimbangkan, seiring dengan


terdapatnya bukti-bukti penelitian yang menemukan adanya interaksi antara polimorfisme
gen-gen terkait respon imun dengan interaksi infeksi Helicobacter Pylori pada pasien
dispepsia. Pada kasus ini genetik bukan merupakan masalah dari kesehatan pasien, di
karenakan tidak ada riwayat penyakit yang jelas pada kedua orang tua pasien.
BAB IV
PENUTUP
A.Kesimpulan
1. Telah ditegakkan diagnosis dispepsia pada Ny. N 56 tahun atas dasar anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang serta telah ditatalaksana dengan
pemberian terapi medikamentosa, edukasi, dan motivasi untuk melakukuan terapi non
farmakologis.
2. Pasiaen dan keluarganya telah mengetahui penyakit yang dialami oleh pasien serta
mengetahui bahwa resiko komplikasi akibat penyakit tersebut dapat diturunkan dengan
melakukan pengelolaan yang baik terhadap penyakit itu sendiri.
3. Pasien telah mencoba menerapkan pola hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari seperti
makan tepat waktu, mengurangi mengkonsumsi teh dan kopi sebelum mkan pagi dan
menghindari makanan yang dapat mengiritasi lambung
4. Keluarga pasien telah ikut berpartisipasi aktif dan mendukung pasien dalam upaya
pengelolaan penyakit dispepsia.

B.Saran

1. Perlu disusun suatu program yang efektif utamanya promosi kesehatan dan penyuluhan
dalam mengelola penyakit dispepsia.
2. Melakukan kerjasama lintas sector dengan bagian gizi maupun promkes dalam mengelola
penyakit dispepsia.

Upaya pencegahan (preventif) terhadap penyakit Dispepsia dapat dilaksanakan dengan


mengaplikasikan lima tingkat pencegahan penyakit (five level prevention), sebagai berikut :
1. Promosi kesehatan (health promotion)
Promosi kesehatan dalam mencegah terjadinya penyakit tersebut dapat dilakukan
dengan cara :
a. Meningkatkan penyuluhan mengenai Dispepsia ditempat-tempat yang terjangkau
oleh masyarakat.
b. Meningkatkan penyuluhan perilaku hidup bersih dan sehat.
2. Perlindungan khusus dan umum (general and specific protection)
Perlindungan khusus dalam mencegah terjadinya dispepsia dapat dilakukan dengan cara
:
a. Menghindari makan makanan yang pedis, asam dan sebagainya.
b. Menghindari meminum kopi atau teh sebelum makan.
c. Menghimbau untuk makan tiga kali sehari dan tepat waktu.
3. Diagnosis dini dan pengobatan segera (early diagnosis and prompt treatment)
Diagnosis dini dan pengobatan segera dengan tujuan untuk mencegah terjadinya
penyakit yang lebih berat. Upaya yang dapat dilakukan, yaitu :
a. Mencari kasus sedini mungkin.
b. Penatalaksanaan yang tepat pada puskesmas melalui MTBS
4. Pembatasan Kecacatan (dissability limitation)
Pembatasan cacat merupakan pencegahan untuk terjadinya kecatatan atau kematian
akibat gizi buruk. Adapun upaya yang dapat dilakukan, yaitu :
a. Melakukan pengobatan dan perawatan sesuai pedoman sehingga penderita sembuh
dan tidak terjadi komplikasi.
b. Meningkatkan fasilitas kesehatan sebagai penunjang untuk memungkinkan
pengobatan dan perawatan yang lebih intensif.
5. Pemulihan kesehatan (rehabilitation)
Pada tingkat ini, pasien diberikan konseling tentang jika munculnya gejala baru atau
bertambah parah agar segera dibawa ke puskesmas.
DAFTAR PUSTAKA
1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009, Buku Kesehatan Ibu dan Anak,
Depkes RI, Jakarta.
2. Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah, 2016, Modul Tatalaksana Standar
Pneumonia,
3. UPTD Puskesmas Mamboro, 2016. Profil Kesehatan Puskesmas Mamboro.
4. Erlien, 2008, Penyakit Saluran Pernapasan, Sunda Kelapa Pustaka, Jakarta.Depkes RI,
Palu.
5. Behrman ER,dkk, 2000, Ilmu kesehatan anak vol.2, 15th edn, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta.
6. Bennett, N, J, et al, 2016, Pediatric Pneumonia, dalam Medscape, diakses 26 desember
2017, dari http://emedicine.medscape.com/article/967822-overview#a3
7. Rahajoe, NN, Supriyatoni B, Setyanto DB, 2008, Buku Ajar Respirologi, Badan Penerbit
IDAI, Jakarta
8. Alsagaff, Hood, dkk. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Bagian Penyakit Paru dan
Saluran Nafas FK UNAIR. Surabaya
9. Shah, S, S, 2009, Pediatric Practice: Infectious Disease, McGraw Hill, Philadelphia.
10. Bradley, J, S, et al, 2011, The Management of Community-Acquired Pneumonia in
Infants and Children Older Than 3 Months of Age: Clinical Practice Guidelines by the
Pediatric Infectious Diseases Society and the Infectious Diseases Society of America,
dalam Oxford Journals: Clinical Infectious Diseases, diakses 26 desember 2017, dari
<cid.oxforjournals.org/content/early/2011/08/30/cid.cir531.full>

Anda mungkin juga menyukai