Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia memerlukan sumberdaya manusia dalam jumlah dan mutu yang memadai
sebagai pendukung utama dalam pembangunan. Untuk memenuhi sumberdaya manusia tersebut,
pendidikan memiliki peran yang sangat penting.
Hal ini sesuai dengan UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada
Pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan
dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.
Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, jelas bahwa pendidikan di setiap
jenjang, termasuk di sekolah harus diselenggarakan secara sistematis guna mencapai tujuan
tersebut.
Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, jelas bahwa pendidikan di setiap
jenjang, termasuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) harus diselenggarakan secara sistematis
guna mencapai tujuan tersebut. Hal tersebut berkaitan dengan pembentukan karakter peserta didik
sehingga mampu bersaing, beretika, bermoral, sopan santun dan berinteraksi dengan masyarakat.
Ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan
teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill).
Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen oleh hard skill dan
sisanya 80 persen olehsoft skill. Bahkan orang-orang tersukses di dunia bisa berhasil dikarenakan
lebih banyak didukung kemampuan soft skill daripada hard skill. Hal ini mengisyaratkan bahwa mutu
pendidikan karakter peserta didik sangat penting untuk ditingkatkan.
Pendidikan karakter tidak akan tampak hasil nyatanya jika ia ada hanya sebatas tentang
proses pemahaman karakter tanpa adanya tindakan. Konsep karakter menurut saya tidak cukup jika
hanya dijadikan satu poin dalam silabus dan pelaksanaan pembelajaran di sekolah melainkan harus
dijalankan dan dipraktikan. Menurut Gunawan, H. (2012) kunci dari pendidikan karakter adalah
disiplin, komitmen dan penerapan. Ketiga hal ini yang menjadikan penerapan atau pelaksanaan
pendidikan karakter di sebuah institusi akan berlangsung secara baik.
Pelaksanaan pendidkan karakter dimulai dengan pemahaman yang sama
diantara stakeholders setelah itu barulah dapat di sisipkan dalam kegiatan-kegiatan seperti integrasi
dalam silabus dan rencana program pembelajaran, juga bisa melalui kegiatan rutin, kegiatan
esktrakurikuler serta kegiatan bimbingan konseling yang berkelanjutan.

B. Rumusan Masalah
Dengan latar belakang diatas penulis merumuskan beberapa masalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian Pendidikan karakter?
2. Apa fungsi dan tujuan Pendidikan Karakter?
3. Bagaimana penerapan Pendidikan karakter di Era Milenial ?

C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah yang disusun oleh penulis di atas, maka tujuan dalam
penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apa itu pendidikan karakter.
2. Untuk mengetahui fungsi dan Tujuan pendidikan karakter.
3. Untuk mengetahui bagaimana penerapan pendidikan karakter di era milenial

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian pendidikan Karakter


Karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah, bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi
pekerti, perilaku, personalitas, sifat tabiat, temperamen dan watak, sementara itu, yang disebut
dengan berkarakter ialah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat dan berwatak sedangkan
pendidikan dalam arti sederhana sering diartikan sebagai usaha manusia untuk membina,
kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan.
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
Pendidikan karakter menurut Thomas Lickona (1991) adalah pendidikan untuk membentuk
kepribadian seseorang melalui pendidikan budi pekerti, yang hasilnya terlihat dalam tindakan nyata
seserorang yaitu tingkah laku yang baik, jujur, bertanggung jawab, menghormati hak orang lain,
kerja keras, dan sebagainya.
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga
sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk
melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama,
lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil. Dalam pendidikan
karakter di sekolah, semua komponen (stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen-
komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas
hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan
aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana, prasarana ,dan, pembiayaan, dan, ethos
kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan
guru, yang mampu memperngaruhi karakter peserta didik. Guru membantu membentuk watak
peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru bebicara atau
menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya.
Dengan demikian, pendidikan yang sangat dibutuhkan saat ini adalah pendidikan yang dapat
mengintegrasikan pendidikan karakter dengan pendidikan yang dapat mengoptimalkan
perkembangan seluruh dimensi anak (kognitif, fisik, sosial-emosi, kreativitas, dan spiritual).
Pendidikan dengan model pendidikan seperti ini berorientasi pada pembentukan anak sebagai
manusia yang utuh. Kualitas anak didik menjadi unggul tidak hanya dalam aspek kognitif, namun
juga dalam karakternya. Anak yang unggul dalam karakter akan mampu menghadapi segala
persoalan dan tantangan dalam hidupnya. Ia juga akan menjadi seseorang yang lifelong learner.
Pada saat menentukan metode pembelajaran yang utama adalah menetukan kemampuan apa yang
akan diubah dari anak setelah menjalani pembelajaran tersebut dari sisi karakterya. Apabila kita
ingin mewujudkan karakter tersebut dalam kehidupan sehari-hari, maka sudah menjadikan
kewajiban bagi kita untuk membentuk pendidik sukses dalam pendidikan dan pengajarannya

B. Fungsi dan Tujuan Pendidikan Karakter


Dalam TAP MPR No. II/MPR/1993, disebutkan bahwa pendidikan bertujuan meningkatkan
kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha
Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian mandiri, maju, tanggunh, cerdas, kreatif, terampil,
berdisiplin, beretos kerja profesional, serta sehat jasmani rohani
Pendidikan karakter pada intinya bertujuan membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif,
berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis,
berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada
Tuhan yang Maha Esa berdasarkan Pancasila.
Pendidikan karakter berfungsi untuk:
1. mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik
2. memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang multikultur
3. meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia.
Pendidikan karakter dilakukan melalui berbagai media yang mencakup keluarga, satuan
pendidikan, masyarakat sipil, masyarakat politik, pemerintah, dunia usaha, dan media massa.
Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil
pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia
peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan. Melalui
pendidikan karakter diharapkan peserta didik SMP mampu secara mandiri meningkatkan dan
menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai
karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari. Pendidikan karakter pada
tingkatan institusi mengarah pada pembentukan budaya sekolah, yaitu nilai-nilai yang melandasi
perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua warga
sekolah, dan masyarakat sekitar sekolah. Budaya sekolah merupakan ciri khas, karakter atau watak,
dan citra sekolah tersebut di mata masyarakat luas.

C. Penerapan Pendidikan Karakter di Era Milenial


Pendidikan karakter Bukanlah paradigma baru. Pada sejarahnya pendidikan karakter sudah
ada sejak era Yunani dan era Romawi pada abad ke- 7 M. Namun setiap era pastinya memiliki fase
yang berbeda-beda dalam menerapkan pendidikan karakter.
Pada era Yunani paradigma yang berkembang menurut socrates bahwa manusia dapat
mencapai taraf karakternya ketika ia mengenali jiwa dalam dirinya. Sedangkan pada era Romawi
manusia berkarakter dibentuk dalam lingkungan keluarga atau bisa disebut pater familias. Peter
familias yakni menjadikan keluarga sebagai tempat utama dalam pendidikan anak.
Meski paradigma pendidikan karakter telah ada sejak abad ke-7 M, namun kiranya masih
relevan jika diterapkan pada era milenial saaat ini; tentu dengan fase yang berbeda.
Jika pada era Yunani dan era Romawi berkembang fase pengenalan jiwa dan pater familias
untuk menjadi manusia berkarakter, maka pada era milenial sejatinya pendidikan karakter terdapat
pada fase teknologi informasi sebagai sarana untuk mencapai manusia berkarakter .
Generasi milenial adalah generasi yang identik dengan pengguna media sosial atau bisa
juga disebut netizen. Kita tahu bahwa dalam media sosial semua informasi bisa didapatkan, mulai
yang positif hingga yang negatif, dari yang sangat baik hingga yang sangat berbahaya. Generasi
milenial sangat butuh adanya pendidikan moral atau karakter yang diberikan di pendidikan formal
maupun non formal.
Di pendidikan formal, siswa sejak SD sudah harus diberikan pemahaman dan contoh yang
baik dari gurunya, khususnya Guru Agama dan Guru PPKn. Yang lebih penting sebenarnya adalah
di pendidikan non formal, yaitu keluarga dan lingungan masyarakat. Keluarga sebagai pondasi
akhlak dan karakter bagi anak-anak, kemudian lingkungan masyarakat sebagai laboratorium
kehidupan yang sesungguahnya bagi anak tersebut.
Saat ini banyak dari generasi yang menjadi korban dari "keganasan" media
sosial. Smartphone sebagai pintu gerbang menuju dunia tanpa batas internet, telah disalahgunakan
sebagai alat untuk melakukan tindakan-tindakan yang melanggar norma. Bagi generasi milenial,
media sosial sudah seperti buku diarinya.
Pijakan utama yang harus dijadikan sebagai landasan dalam menerapkan pendidikan
karakter ialah nilai moral universal yang dapat digali dari agama. Meskipun demikian, ada beberapa
nilai karakter dasar yang disepakati oleh para pakar untuk diajarkan kepada peserta didik. Yakni
rasa cinta kepada Tuhan Yang Maha Esa dan ciptaany-Nya, tanggung jawab, jujur, hormat dan
santun, kasih sayang, peduli, mampu bekerjasama, percaya diri, kreatif,mau bekerja keras, pantang
menyerah, adil, serta memiliki sikap kepemimpinan, baik, rendah hati, toleransi, cinta damai dan
cinta persatuan. Dengan ungkapan lain dalam upaya menerapkan pendidikan karakter guru harus
berusaha menumbuhkan nilai-nilai tersebut melalui spirit keteladanan yang nyata, bukan sekedar
pengajaran dan wacana.
Oleh karena itu, dalam penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah hendaknya berpijak
pada nilai-nilai karakter tersebut, yang selanjutnya dikembangkan menjadi nilai-nilai yang lebih
banyak atau tinggi (yang bersifat tidak absolute atau relative), yang sesuai dengan kebutuhan,
kondisi, dan lingkungan sekolah itu sendiri.
Pembentukan karakter dikembangkan melalui tahap pengetahuan (knowing), pelaksanaan
(acting), dan kebiasaan (habit). Karakter tidak terbatas pada pengetahuan saja. Seseorang yang
memiliki pengetahuan kebaikan belum tentu mampu bertindak sesuai dengan pengetahuaanya., jika
tidak terlatih(menjadi kebiasaan) untuk melakukan kebaikan tersebut, karakter juga menjangkau
wilayah emosi dan kebiasan diri. Dengan demikian diperlukan tiga komponen yang baik (component
og good character) yaitu moral knowing(pengetahuan tentang moral), moral feeling atau perasaan
(penguatan emosi) tentang moral, dan moral action, atau perbuatan bermoral. Hal ini diperlukan
agar peserta didik dan atau warga sekolah lain yang terlibat dalam system pendidikan tersebut
sekaligus dapat memahami, merasakan, menghayati, dan mengamalkan (mengerjakan) nilai-nilai
kebajikan.
Dimensi-dimensi yang termasuk dalam moral knowing yang akan mengisi ranah kognitif
adalah kesadaran moral ( moral awareness), pengetahuan tentang nilai-nilai moral (knowing moral
values), penentuan sudut pandang (perspective taking), logika moral (moral reasoning), keberanian
mengambil sikap (decision making), dan pengenalan diri (self knowledge). Moral feeling merupakan
penguatan aspek emosi peserta didik untuk menjadi manusia berkarakter. Penguatan ini berkaitan
dengan bentuk-bentuk sikap yang harus dirasakan oleh peserta didik, yaitu kesadaran akan jati diri (
Conscience), percaya diri (self asteem), kepekaan terhadap derita orang lain (empathy), kerendahan
hati (humility), cinta kebenaran (Loving the good), pengendalian diri (self control). Moral action
merupakan perbuatan atau tindakan moral yang merupakan hasil (outcome) dari dua komponen
karakter lainnya. Untuk memahami apa yang mendorong seseorang dalam perbuatan yang baik
(act Morally) maka harus dilihat tiga aspek lain dari karakter yaitu kompetensi
(competence), keinginan (will), dan kebiasaan (habit).
Pengembangan karakter dalam suatu system pendidikan adalah keterkaitan antara
komponen-komponen karakter yang mengandung nilai-nilai perilaku, yang dapat dilakukan atau
bertindakn secara bertahap dan saling berhubungan antara pengetahuan nilai-nilai perilaku dengan
sikap atau emosi yang kuat untuk melaksanakannya, baik terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama,
lingkungan, bangsa dan Negara serta dunia internasional.

BAB III
PENUTUP

A. A. Kesimpulan
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga
sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk
melaksanakan nilai-nilai tersebut. Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai “the deliberate use of
all dimensions of school life to foster optimal character development”. Dalam pendidikan karakter di
sekolah, semua komponen (pemangku pendidikan) harus dilibatkan, termasuk komponen-
komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian,
penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau
kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga
sekolah/lingkungan.
Pendidikan karakter menurut pemerintah yakni; Membentuk Manusia Indonesia yang
Bermoral,Membentuk Manusia Indonesi yang Cerdas dan Rasional,Membentuk Manusia Indonesia
yang Inovatif dan Suka Bekerja Keras, Membentuk Manusia Indonesia yang optimis dan Percaya
Diri serta Membentuk Manusia Indonesia yang Berjiwa Patriot sedangkan menurut para ahli
pendidikan karakter bertujuan membentuk masyarakat yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia,
bermoral, bertoleran, bergorong royong, berjiwa patriotic, berkembang dinamis, serta berorientasi
ilmu pengetahuan dan teknologi, yang semuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan yang
Maha Esa sekaligus berdasarkan Pancasila. Sedangkan funsinya antara lain; Mengembanbangkan
potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan beperilaku baik, Memperkuat dan membangun
perilaku bangsa yang multicultural, dan Meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif.
Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil
pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia
peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang.
Bila pendidikan karakter telah mencapai keberhasilan, tidak diragukan lagi kalau masa
depan bangsa Indonesia ini akan mengalami perubahan menuju kejayaan. Dan bila pendidikan
karakter ini mengalami kegagalan sudah pasti dampaknya akan sangat besar bagi bangsa ini,
negara kita akan semakin ketinggalan dari negara-negara lain.
Pijakan utama yang harus dijadikan sebagai landasan dalam menerapkan pendidikan
karakter ialah nilai moral universal yang dapat digali dari agama. Meskipun demikian, ada beberapa
nilai karakter dasar yang disepakati oleh para pakar untuk diajarkan kepada peserta didik.
Komponen pendukung dalam pendidikan karakter meliputi; partispasi masyarakat, kebijakan
pendidikan, kesepakatan, kurikulum terpadu, pengalaman pembelajaran, evaluasi, bantuan
orangtua, pengembangan staf dan program.

B. B. Saran
Dengan berbagai uraian di atas, tentunya tidak lepas dari berbagai kekurangan baik dari
segi isi materi, teknik penulisan dan sebagainya, untuk itu sangat diharapkan saran maupun kritikan
yang membangun dalam perbaikan makalah selanjutnya. Baik dari dosen pembimbing maupun
rekan-rekan mahasiswa.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, Pendidikan di Era Milenial, diakses 10 Desember


2018. https://informasikita2017.wordpress.com/pendidikan-karakter-era-milenial/
Anonim, Pendidikan Karakter, diakses tanggal 10 Desember
2018. https://pndkarakter.wordpress.com/category/tujuan-dan-fungsi-pendidikan-karakter/
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Pembinaan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah
Pertama . Jakarta: Kemendiknas 2010
Hasan, S. Hamid, Pendekatan Multikultural untuk Penyempurnaan Kurikulum, Bandung: Remaja Rosdakarya ,
2000.
Heri Gunawan, Pendidikan Karakter, (Konsep dan Implementasi), Bandung : Alfabeta, 2012.
Jubaida Kidam, Pentingnya Pendidikan Karakter, diakses tanggal 10 Desember
2018. https://edhakidam.blogspot.com/2015/01/makalah-pentingnya-pendidikan-karakter.html
Munir Abdullah, Pendidikan Karakter, Yogyakarta: Pedagogia, 2010.
Nodi Herdana, Pentingnya Pendidikan Karakter Bagi Generasi Milenial, diakses 10 Desember
2018. https://www.kompasiana.com/herhana/5b616ac25e13735c076dc2d3/pentingnya-pendidikan-karakter-
bagi-generasi-milenial
Shentia, Pendidikan Karakter, diakses tanggal 10 Desember 2018. http://shentiald.blogspot.com/2013/10/makalah-
pendidikan-karakter.html

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat berdampak signifikan terhadap
berbagai bidang kehidupan, tak terkecuali bidang pendidikan. Setiap komponen pendidikan tidak
akan bisa lepas dari pengaruh dahsyat majunya teknologi. Tugas pendidik pada masa kini tentu
akan semakin berat, terkhusus guru mata pelajaran berbasis karakter yaitu mata pelajaran
Agama dan PPKn.

Guru dituntut agar bisa menjadi fasilitator dan teladan bagi siswanya. Sedangkan siswa masa kini
yang dikenal dengan sebutan generasi milenial sangat dekat dengan smartphone sebagai salah
satu produk kemajuan teknologi. Siswa sangat rawan terbawa arus informasi yang tidak jelas
atau hoax jika tak mampu membedakan mana berita asli mana berita hoax.

Suyitno (2012) menjelaskan bahwa karakter dapat diartikan sebagai bawaan, hati, jiwa,
kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat,temperamen, dan watak. Karakter
dalam pengertian ini menandai dan memfokuskan pengaplikasian nilai kebaikan dalam bentuk
tindakan atau tingkah-laku. Orang yang tidak mengaplikasikan nilai-nilai kebaikan, misalnya
tidak jujur, kejam, rakus, dan perilaku jelek lainnya dikatakan orang yang berkarakter jelek,
tetapi orang yang perilakunya sesuai dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia.

Franz Magnis Suseno (dalam Suyitno,2012), dalam acara Sarasehan Nasional Pengembangan
Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa mengatakan bahwa pada era sekarang ini yang
dibutuhkan bukan hanya generasi muda yang berkarakter kuat,tetapi juga benar, positif, dan
konstruktif. Pernyataan itu disampaikan lebih dari 10 tahun yang lalu, artinya memang untuk saat
ini pendidikan karakter menjadi suatu hal yang teramat penting untuk ditransformasikan ke anak
didik.
Lyons (dalam Putra, 2016) menjelaskan tentang generasi milenial, Dia menyatakan generasi Y
dikenal dengan sebutan generasi millenial atau milenium. Ungkapan generasi Y mulai dipakai
pada editorial koran besar Amerika Serikat pada Agustus 1993. Generasi ini banyak
menggunakan teknologi komunikasi instan seperti email, SMS, instant messaging dan media
sosial seperti facebook dan twitter, dengan kata lain generasi Y adalah generasi yang tumbuh
pada era internet booming.

Lebih lanjut Lyons (dalam Putra, 2016) mengungkapkan ciri -- ciri dari generasi Y adalah:
karakteristik masing-masing individu berbeda, tergantung dimana ia dibesarkan, strata ekonomi,
dan sosial keluarganya, pola komunikasinya sangat terbuka dibanding generasi-generasi
sebelumnya, pemakai media sosial yang fanatik dan kehidupannya sangat terpengaruh dengan
perkembangan teknologi, lebih terbuka dengan pandangan politik dan ekonomi, sehingga mereka
terlihat sangat reaktif terhadap perubahan lingkungan yang terjadi di sekelilingnya, memiliki
perhatian yang lebih terhadap kekayaan.

Generasi milenial adalah generasi yang identik dengan pengguna media sosial atau bisa juga
disebut netizen. Kita tahu bahwa dalam media sosial semua informasi bisa didapatkan, mulai
yang positif hingga yang negatif, dari yang sangat baik hingga yang sangat berbahaya. Generasi
milenial sangat butuh adanya pendidikan moral atau karakter yang diberikan di pendidikan
formal maupun non formal.

Di pendidikan formal, siswa sejak SD sudah harus diberikan pemahaman dan contoh yang baik
dari gurunya, khususnya Guru Agama dan Guru PPKn. Yang lebih penting sebenarnya adalah di
pendidikan non formal, yaitu keluarga dan lingungan masyarakat. Keluarga sebagai pondasi
akhlak dan karakter bagi anak-anak, kemudian lingkungan masyarakat sebagai laboratorium
kehidupan yang sesungguahnya bagi anak tersebut.

Saat ini banyak dari generasi yang menjadi korban dari "keganasan" media
sosial. Smartphone sebagai pintu gerbang menuju dunia tanpa batas internet, telah
disalahgunakan sebagai alat untuk melakukan tindakan-tindakan yang melanggar norma. Bagi
generasi milenial, media sosial sudah seperti buku diarinya.

Tiada lagi rasa malu untuk mengunggah foto-foto atau tulisan yang privasi sekalipun. Hal
buruknya adalah keadaan itu akan dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Maka
tak heran terjadi kasus pelecehan seksual yang bermula dari media sosial, penculikan yang
berkedok hubungan asmara, hingga peredaran narkoba melalui jejaring media sosial, dan masih
ada kasus-kasus yang lainnya.

Untuk meminimalisasi dan memperkecil, bahkan menghilangkan krisis multidimensional,


terutama perilaku tak bermoral yang meluas di masyarakat, kita perlu menata konsep dan
implementasi pendidikan nasional. Dalam menjamin pendidikan nasional yang mantap, perlu
dijaga konsistensi pendidikan karakter sejak dari landasan filosofis, sistem pendidikan, sampai
dengan praktik pendidikan. Tujuan pendidikan tidak hanya menjadikan insan berakal, insan
kompeten dan berguna, insan well-addaptive, insan agent of change, dan insan yang bertakwa,
melainkan insan yang utuh (Wahab dalam Suyitno, 2012).

Pendidikan yang baik akan menghasilkan sumber daya manusia yang baik pula. Apabila sumber
daya manusia telah baik, maka masa depan generasi milenial khususnya, dan negara Indonesia
pada umumnya, akan cerah dan bisa bersaing dengan negara-negara maju lainnya.

Sudah seharusnya kita sebagai bagian atau yang berkenaan langsung dengan generasi milenial
menjaga diri dan menjaga tingkah laku di dunia maya. Apalagi sudah ada Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 tentang Infromasi dan Transaksi Elektronik (ITE) sehingga segala
tindakan kita di media sosial yang tidak sesuai dengan norma hukun dapat dipidanakan.
Pendidikan karakter bukan hanya tugas Guru Agama dan Guru PPKn disekolah, namun
tanggung jawab kita bersama di keluarga dan di pergaulan masyarakat. Pentingnya pendidikan
karakter saat ini untuk masa depan yang cemerlang generasi muda, bangsa, dan negara
Indonesia.

Daftar Pustaka

Putra, Yanuar Surya. (2016). Theoritical Review: Teori Perbedaan Generasi. Among Makarti,
Vol 9 No.18, 123-134.

Suyitno, Imam. (2012). Pengembangan Pendidikan Karakter dan Budaya Bangsa Berwawasan
Kearifan Lokal. Jurnal Pendidikan Karakter, Tahun II Nomor 1, 1-13.

Anda mungkin juga menyukai