Anda di halaman 1dari 20

BAB I

STATUS PASIEN

I. Identitas Pasien
a. Nama : Ny.S
b. Jenis Kelamin : Perempuan
c. Umur : 62 tahun
d. Pekerjaan/Pendidikan : IRT
e. Alamat : RT.17 PL

II. Latar Belakang Sosio-ekonomi-demografi-lingkungan-keluarga


a. Status Perkawinan : Menikah
b. Biaya Kesehatan : BPJS
d. Kondisi Rumah :
Pasien tinggal disebuah rumah permanen, mempunyai 2 kamar, masing-
masing kamar mempunyai ventilasi yang cukup untuk pencahayaan dan
pertukaran udara, 1 ruang tamu bergabung dengan ruang keluarga, 1
dapur, 1 kamar mandi dengan WC jongkok, sumber air di rumah pasien
berasal dari PDAM.
e. Kondisi Lingkungan Keluarga :
Pasien tinggal dirumah bersama ke 2 orang anaknya.

III. Aspek Psikologis di Keluarga


Hubungan pasien dengan keluarganya baik

IV. Keluhan Utama


Rasa kesemutan dan nyeri pada pergelangan tangan dan tangan sebelah
kanan sejak  1 bulan yang lalu.
V. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan rasa kesemutan dan nyeri pada
pergelangan tangan dan tangan sebelah kanan.

1
 1 bulan yang lalu, pasien mengatakan timbul rasa kesemutan pada
telapak tangan kanan terutama pada ibu jari, jari telunjuk dan jari tengah.
Kesemutan hilang timbul dan dirasakan terutama pada malam hari dan
berkurang bila dikibas-kibaskan. Selain itu pasien mengaku terasa sedikit
tebal pada ibu jari, jari telunjuk dan jari tengah tersebut.
 3 hari ini, pasien mengeluh rasa kesemutan dan nyeri pada
pergelangan tangan dan tangan sebelah kanan, nyeri tidak menjalar, nyeri
berkurang bila tangan dipijat atau dikibas-kibaskan. Nyeri dirasakan pada
pagi hari disangkal. Kadang-kadang pasien juga merasa tangannya terasa
pegal saat menggenggam sesuatu terlalu lama.
Pasien belum pernah memeriksakan keluhan tersebut sebelumnya.
Pasien mempunyai kebiasaan mencuci dan memeras pakaian dengan tangan
setiap pagi sebagai ibu rumah tangga. Riwayat bengkak dan rasa panas pada
tangan disangkal. Riwayat jatuh menumpu pada tangan disangkal, Riwayat
kelemahan anggota gerak disangkal.

VI. Riwayat Penyakit Dahulu/Keluarga


Riwayat sakit dengan keluhan yang sama disangkal
Riwayat trauma disangkal
Riwayat DM disangkal
Riwayat asam urat disangkal
Riwayat Kolesterol disangkal
Tidak ada keluarga yang mengalami penyakit yang sama
VII.Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : tampak sakit ringan
Kesadaran : compos mentis
Tekanan Darah :110/80 mmHg
Nadi : 80x/menit
Pernafasan : 20x/menit
Suhu : 36,5°C

2
Status Generalisata
1. Kepala Bentuk : normocephal
2. Mata Exopthalmus/enophtal: (-)
Kelopak : normal
Conjungtiva : anemis (-/-)
Sklera : ikterik (-/-)
Pupil : bulat, isokor, reflex cahaya +/+
Lensa : normal, keruh (-)
3. THT : otorhea (-), rinorhea (-)
4. Leher : pembesaran KGB (-), struma (-), JVP tidak meningkat
5. Thorak
Jantung : BJ I/II reguler normal, bising jantung (-)
Paru : simetris kanan=kiri, vesikuler, wheezing (-), ronki (-)
5. Abdomen : Supel, Nyeri tekan (-), Bising usus normal
6. Ekstremitas : akral hangat, udem (-/-)

Status lokalis
Pemeriksaan nyeri
Tinel’s sign : (+/-)
Phalen’s test : (+/-)
Flick’s sign : (+/-)
Pressure test : (+/-)
Wrist extension test : (+/-)
Thenar wasting : (-/-)

VIII. Pemeriksaan Penunjang


Foto rontgen manus dextra

IX. Diagnosis Kerja


Carpal tunnel syndrom manus dextra

3
X. Diagnosis Banding
Cervical radiculopathy
Pronator teres syndrom

XI. Manajemen
a. Preventif :
 Menjaga kesehatan dengan mengkonsumsi makanan yang bergizi
 Rajin olahraga serta mengkonsumsi vitamin
 Mengistirahatkan tangan dari aktifitas yang berulang

b. Promotif :
 Menjelaskan pada pasien mengenai carpal tunnel syndrome serta
penanggulangannya.
 Menjelaskan cara penggunaan obat yang benar.

c. Kuratif :
Non Farmakologi
 Tidak melakukan pekerjaan yang menoton pada tangan sebelah kanan
 Mengibas dan memijit tangan bila timbul nyeri dan kesemutan.
Farmakologi
 Piroxicam 10 mg 3x1
 Dexamethason 0,5 mg 3x1
 Vitamin B6 3x1
d. Rehabilitatif
 Pasien disarankan untuk kontrol ulang ke puskesmas atau rumah sakit
bila keluhan timbul kembali.
XII. Prognosis
Dubia ad bonam

4
Dinas Kesehatan Kota Jambi
Puskesmas Simpang Kawat

dr. Dwi Patimahhyen


SIP : G1A216010

Tanggal: Januari 2018

R/ Piroxicam tab 10 mg No. IX


ʃ 3 dd tab 1 pc

R/ Dexametason tab 0,5 mg No.IX


ʃ 3 dd tab 1 pc

R/ Vit B6 tab No.IX


ʃ 3 dd tab 1 pc

Pro : Ny.S
Umur: 62 tahun

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Carpal tunnel syndrome (CTS) atau sindroma terowongan karpal (STK)
adalah salah satu gangguan pada lengan tangan karena terjadi penyempitan pada
terowongan karpal, baik akibat edema fasia pada terowongan tersebut maupun
akibat kelainan pada tulang-tulang kecil tangan sehingga terjadi penekanan
terhadap nervus medianus di pergelangan tangan. Carpal Tunnel Syndrome
diartikan sebagai kelemahan pada tangan yang disertai nyeri pada daerah
distribusi nervus medianus.1,2
Carpal tunnel syndrome (CTS) merupakan neuropati tekanan saraf
medianus dalam terowongan karpal di pergelangan tangan dengan kejadian yang
paling sering, bersifat kronik, dan ditandai dengan nyeri tangan pada malam hari,
parestesia jari-jari yang mendapat innervasi dari saraf medianus, kelemahan dan
atrofi otot thenar.3,4,5
Dulu, sindroma ini juga disebut dengan nama acroparesthesia, median
thenar neuritis atau partial thenar atrophy.6

6
Gambar 2.1 Nervus Medianus: Anatomi Terowongan Karpal7

Gambar 2.2 Nervus Medianus: Distribusi Sensorik7

2.2 Epidemiologi
National Health Interview Study (NIHS) memperkirakan bahwa prevalensi
CTS yang dilaporkan sendiri diantara populasi dewasa adalah sebesar 1.55% (2,6
juta). CTS lebih sering mengenai wanita Daripada pria dengan usia berkisar 25-64
tahun, prevalensi tertinggi pada wanita usia > 55 tahun, biasanya antara 40-60
tahun.7,8 Prevalensi CTS dalam populasi umum telah diperkirakan 5% untuk
wanita dan 0,6% untuk laki-laki CTS adalah jenis neuropati jebakan yang paling
sering ditemui. Sindroma tersebut unilateral pada 42% kasus (29% kanan,13%
kiri) dan 58% bilateral.5,9 Di Indonesia, prevalensi CTS karena faktor pekerjaan
masih belum diketahui dengan pasti.10

2.3 Etiologi
Carpal tunnel syndrome (CTS) memiliki beberapa etiologi, antara lain: 7,11,12,13
1. Herediter: neuropati herediter yang cenderung menjadi pressure palsy.

7
2. Trauma: dislokasi, fraktur atau hematom pada lengan bawah, pergelangan
tangan dan tangan.
3. Infeksi: tenosinovitis, tuberkulosis, dan sarkoidosis.
4. Metabolik: amiloidosis, gout.
5. Endokrin: akromegali, terapi estrogen atau androgen, diabetes mellitus,
hipotiroidisme, kehamilan.

2.4 Patogenesis
Ada beberapa hipotesa mengenai patogenesis dari CTS. Sebagian besar
penulis berpendapat bahwa faktor mekanik dan vaskular memegang peranan
penting dalam terjadinya CTS. Umumnya CTS terjadi secara kronis dimana
terjadi penebalan fleksor retinakulum yang menyebabkan tekanan terhadap nervus
medianus. Tekanan yang berulang-ulang dan lama akan mengakibatkan
peninggian tekanan intrafasikuler. Akibatnya aliran darah vena intrafasikuler
melambat. Kongesti yang terjadi ini akan mengganggu nutrisi intrafasikuler lalu
diikuti oleh anoksia yang akan merusak endotel. Kerusakan endotel ini akan
mengakibatkan kebocoran protein sehingga terjadi edema epineural. Hipotesa ini
menerangkan bagaimana keluhan nyeri dan sembab yang timbul terutama pada
malam atau pagi hari akan berkurang setelah tangan yang terlibat digerak-
gerakkan atau diurut, mungkin akibat terjadinya perbaikan sementara pada aliran
darah. Apabila kondisi ini terus berlanjut akan terjadi fibrosis epineural yang
merusak serabut saraf. Lama-kelamaan safar menjadi atrofi dan digantikan oleh
jaringan ikat yang mengakibatkan fungsi nervus medianus terganggu secara
menyeluruh.7,14
Selain akibat adanya penekanan yang melebihi tekanan perfusi kapiler
akan menyebabkan gangguan mikrosirkulasi dan timbul iskemik saraf. Keadaan
iskemik ini diperberat lagi oleh peninggian tekanan intrafasikuler yang
menyebabkan berlanjutnya gangguan aliran darah. Selanjutnya terjadi vasodilatasi
yang menyebabkan edema sehingga sawar darah-saraf terganggu yang berkibat
terjadi kerusakan pada saraf tersebut.13,14

8
Penelitian yang telah dilakukan Kouyoumdjian (2000) menyatakan CTS
terjadi karena kompresi saraf median di bawah ligamentum karpal transversal
berhubungan dengan naiknya berat badan dan IMT. IMT yang rendah merupakan
kondisi kesehatan yang baik untuk proteksi fungsi nervus medianus.15 Pekerja
dengan IMT minimal ≥ 25 lebih mungkin untuk terkena CTS dibandingkan
dengan pekerjaan yang mempunyai berat badan ramping. American Obesity
Association menemukan bahwa 70% dari penderita CTS memiliki kelebihan berat
badan.8

2.5 Gejala Klinis


Pada tahap awal gejala umumnya berupa gangguan sensorik saja.
Gangguan motorik hanya terjadi pada keadaan yang berat. Gejala awal biasanya
berupa parestesia, kurang merasa (numbness) atau rasa seperti terkena aliran
listrik (tingling) pada jari dan setengah sisi radial jari sesuai dengan distribusi
sensorik nervus medianus.7,12
Keluhan parestesia biasanya lebih menonjol di malam hari. Gejala lainnya
adalah nyeri di tangan yang juga dirasakan lebih berat pada malam hari sehingga
sering membangunkan penderita dari tidurnya. Rasa nyeri ini umumnya agak
berkurang bila penderita memijat atau menggerak-gerakkan tangannya atau
dengan meletakkan tangannya pada posisi yang lebih tinggi. Nyeri juga akan
berkurang bila penderita lebih banyak mengistirahatkan tangannya.7,11,12
Apabila tidak segera ditagani dengan baik maka jari-jari menjadi kurang
terampil misalnya saat memungut benda-benda kecil. Kelemahan pada tangan
juga sering dinyatakan dengan keluhan adanya kesulitan yang penderita sewaktu
menggenggam. Pada tahap lanjut dapat dijumpai atrofi otot-otot thenar (oppones
pollicis dan abductor pollicis brevis) dan otot-otot lainya yang diinervasi oleh
nervus medianus.7,14

Gejala klinis CTS menurut Grafton (2009) adalah sebagai berikut: 16


1. Mati rasa, rasa terbakar, atau kesemutan di jari-jari dan telapak tangan.

9
2. Nyeri di telapak, pergelangan tangan, atau lengan bawah, khususnya selama
penggunaan.
3. Penurunan cengkeraman kekuatan.
4. Kelemahan dalam ibu jari
5. Sensasi jari bengkak (baik ada atau tidak terlihat bengkak)
6. Kesulitan membedakan antara panas dan dingin.

Gambar 2.3 Atropi Otot Thenar pada Pasien CTS

2.6 Diagnosis
Diagnosa CTS ditegakkan selain berdasarkan gejala klinis, dapat diperkuat
dengan pemeriksaan yaitu :
1. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan harus dilakukan pemeriksaan menyeluruh pada penderita dengan
perhatian khusus pada fungsi, motorik, sensorik dan otonom tangan.
Beberapa pemeriksaan dan tes provokasi yang dapat membantu menegakkan
diagnosa CTS adalah: 17
a. Phalen's test : Penderita diminta melakukan fleksi tangan secara maksimal.
Bila dalam waktu 60 detik timbul gejala seperti CTS, tes ini menyokong
diagnosa. Beberapa penulis berpendapat bahwa tes ini sangat sensitif untuk
menegakkan diagnosa CTS.

10
Gambar 2.4 Phalen’s test

b. Tinel's sign : Tes ini mendukung diagnosa bila timbul parestesia atau nyeri
pada daerah distribusi nervus medianus jika dilakukan perkusi pada
terowongan karpal dengan posisi tangan sedikit dorsofleksi.

Gambar 2.5 Tinel’s sign

c. Flick's sign : Penderita diminta mengibas-ibaskan tangan atau menggerak-


gerakkan jari-jarinya. Bila keluhan berkurang atau menghilang akan
menyokong diagnosa CTS. Harus diingat bahwa tanda ini juga dapat
dijumpai pada penyakit Raynaud.
d. Thenar wasting : Pada inspeksi dan palpasi dapat ditemukan adanya atrofi
otot-otot thenar.
e. Torniquet test : Pada pemeriksaan ini dilakukan pemasangan tomiquet
dengan menggunakan tensimeter di atas siku dengan tekanan sedikit di atas

11
tekanan sistolik. Bila dalam 1 menit timbul gejala seperti CTS, tes ini
menyokong diagnosa.
f. Menilai kekuatan dan ketrampilan serta kekuatan otot secara manual
maupun dengan alat dynamometer.
g. Wrist extension test : Penderita diminta melakukan ekstensi tangan secara
maksimal, sebaiknya dilakukan serentak pada kedua tangan sehingga dapat
dibandingkan. Bila dalam 60 detik timbul gejala-gejala seperti CTS, maka
tes ini menyokong diagnosa CTS.
h. Pressure test : Nervus medianus ditekan di terowongan karpal dengan
menggunakan ibu jari. Bila dalam waktu kurang dari 120 detik timbul gejala
seperti CTS, tes ini menyokong diagnosa.
i. Luthy's sign (bottle's sign) : Penderita diminta melingkarkan ibu jari dan jari
telunjuknya pada botol atau gelas. Bila kulit tangan penderita tidak dapat
menyentuh dindingnya dengan rapat, tes dinyatakan positif dan mendukung
diagnosa.
j. Pemeriksaan sensibilitas : Bila penderita tidak dapat membedakan dua titik
(two-point discrimination) pada jarak lebih dari 6 mm di daerah nervus
medianus, tes dianggap positif dan menyokong diagnose
k. Pemeriksaan fungsi otonom : Pada penderita diperhatikan apakah ada
perbedaan keringat, kulit yang kering atau licin yang terbatas pada daerah
innervasi nervus medianus. Bila ada akan mendukung diagnose CTS.

Dari pemeriksaan provokasi diatas, Phalen test dan Tinel test adalah
sangat patognomonis untuk CTS.5,7,13
2. Pemeriksaan neurofisiologi (elektrodiagnostik)
Pemeriksaan EMG dapat menunjukkan adanya fibrilasi, polifasik, gelombang
positif dan berkurangnya jumlah motor unit pada otot-otot thenar. Pada
beberapa kasus tidak dijumpai kelainan pada otot-otot lumbrikal. EMG bisa
normal pada 31 % kasus CTS. Kecepatan Hantar Saraf (KHS). Pada 15-25%
kasus, KHS bisa normal. Pada yang lainnya KHS akan menurun dan masa laten
distal (distal latency) memanjang, menunjukkan adanya gangguan pada

12
konduksi safar di pergelangan tangan. Masa laten sensorik lebih sensitif dari
masa laten motorik.14
3. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan sinar-X terhadap pergelangan tangan dapat membantu melihat
apakah ada penyebab lain seperti fraktur atau artritis. Foto polos leher berguna
untuk menyingkirkan adanya penyakit lain pada vertebra. USG, CT-scan dan
MRI dilakukan pada kasus yang selektif terutama yang akan dioperasi.11
4. Pemeriksaan Laboratorium
Bila etiologi CTS belum jelas, misalnya pada penderita usia muda tanpa
adanya gerakan tangan yang repetitif, dapat dilakukan beberapa pemeriksaan
seperti kadar gula darah , kadar hormon tiroid ataupun darah lengkap.11

2.7 Terapi
Terapi yang dilakukan selain ditujukan langsung terhadap CTS, terapi juga
harus diberikan terhadap keadaan atau penyakit lain yang mendasari terjadinya
CTS. Oleh karena itu sebaiknya terapi CTS dibagi atas 2 kelompok, yaitu :
1. Terapi langsung terhadap CTS
a. Terapi konservatif 5,11,14,17
 Istirahatkan pergelangan tangan.
 Obat anti inflamasi non steroid.
 Pemasangan bidai pada posisi netral pergelangan tangan. Bidai dapat
dipasang terus-menerus atau hanya pada malam hari selama 2-3 minggu.
 Injeksi steroid. Deksametason 1-4 mg 1 atau hidrokortison 10-25 mg atau
metilprednisolon 20 mg atau 40 mg diinjeksikan ke dalam terowongan
karpal dengan menggunakan jarum no.23 atau 25 pada lokasi 1 cm ke
arah proksimal lipat pergelangan tangan di sebelah medial tendon
musculus palmaris longus. Bila belum berhasil, suntikan dapat diulangi
setelah 2 minggu atau lebih. Tindakan operasi dapat dipertimbangkan
bila hasil terapi belum memuaskan setelah diberi 3 kali suntikan.

13
 Vitamin B6 (piridoksin). Salah satu penyebab CTS adalah defisiensi
piridoksin sehingga pemberian piridoksin dapat diberikan dengan dosis
100-300 mg/hari selama 3 bulan.
 Fisioterapi. Ditujukan pada perbaikan vaskularisasi pergelangan tangan.

b. Terapi operatif
Operasi hanya dilakukan pada kasus yang tidak mengalami perbaikan
dengan terapi konservatif atau bila terjadi gangguan sensorik yang berat
atau adanya atrofi otot-otot thenar. Pada CTS bilateral biasanya operasi
pertama dilakukan pada tangan yang paling nyeri walaupun dapat sekaligus
dilakukan operasi bilateral. Penulis lain menyatakan bahwa tindakan operasi
mutlak dilakukan bila terapi konservatif gagal atau bila ada atrofi otot-otot
thenar,sedangkan indikasi relatif tindakan operasi adalah hilangnya
sensibilitas yang persisten.11,13
Biasanya tindakan operasi CTS dilakukan secara terbuka dengan anestesi
lokal, tetapi sekarang telah dikembangkan teknik operasi secara endoskopik.
Operasi endoskopik memungkinkan mobilisasi penderita secara dini dengan
jaringan parut yang minimal, tetapi karena terbatasnya lapangan operasi
tindakan ini lebih sering menimbulkan komplikasi operasi seperti cedera
pada saraf. Beberapa penyebab CTS seperti adanya massa atau anomali
maupun tenosinovitis pada terowongan karpal lebih baik dioperasi secara
terbuka.17

2. Terapi terhadap keadaan atau penyakit yang mendasari CTS


Keadaan atau penyakit yang mendasari terjadinya CTS harus ditanggulangi,
sebab bila tidak dapat menimbulkan kekambuhan CTS kembali. Pada keadaan
dimana CTS terjadi akibat gerakan tangan yang repetitif harus dilakukan
penyesuaian ataupun pencegahan.13,14

14
Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya CTS atau
mencegah kekambuhannya antara lain: 13,14
a. Mengurangi posisi kaku pada pergelangan tangan, gerakan repetitif, getaran
peralatan tangan pada saat bekerja.
b. Desain peralatan kerja supaya tangan dalam posisi natural saat kerja.
c. Modifikasi tata ruang kerja untuk memudahkan variasi gerakan.
d. Mengubah metode kerja untuk sesekali istirahat pendek serta
mengupayakan rotasi kerja.
e. Meningkatkan pengetahuan pekerja tentang gejala-gejala dini CTS sehingga
pekerja dapat mengenali gejala-gejala CTS lebih dini.

Di samping itu perlu pula diperhatikan beberapa penyakit yang sering


mendasari terjadinya CTS seperti trauma akut maupun kronik pada
pergelangan tangan dan daerah sekitarnya, gagal ginjal, penderita yang sering
dihemodialisa, myxedema akibat hipotiroidi, akromegali akibat tumor hipofise,
kehamilan atau penggunaan pil kontrasepsi, penyakit kolagen vaskular, artritis,
tenosinovitis, infeksi pergelangan tangan, obesitas dan penyakit lain yang dapat
menyebabkan retensi cairan atau menyebabkan bertambahnya isi terowongan
karpal.13,14

2.8 Prognosis
Pada kasus CTS ringan, dengan terapi konservatif umumnya prognosa
baik. Bila keadaan tidak membaik dengan terapi konservatif maka tindakan
operasi harus dilakukan. Secara umum prognosa operasi juga baik, tetapi karena
operasi hanya dilakukan pada penderita yang sudah lama menderita CTS
penyembuhan post opratifnya bertahap.11,13

Bila setelah dilakukan tindakan operasi, tidak juga diperoleh perbaikan maka
dipertimbangkan kembali kemungkinan berikut ini:
1. Kesalahan menegakkan diagnosa, mungkin jebakan/tekanan terhadap nervus
medianus terletak di tempat yang lebih proksimal.

15
2. Telah terjadi kerusakan total pada nervus medianus.
3. Terjadi CTS yang baru sebagai akibat komplikasi operasi seperti akibat edema,
perlengketan, infeksi, hematoma atau jaringan parut hipertrofik.

Sekalipun prognosa CTS dengan terapi konservatif maupun operatif cukup


baik, tetapi resiko untuk kambuh kembali masih tetap ada. Bila terjadi
kekambuhan, prosedur terapi baik konservatif atau operatif dapat diulangi
kembali.13

16
BAB III
ANALISA KASUS

a. Hubungan diagnosis dengan rumah dan lingkungan sekitar


Pasien tinggal disebuah rumah permanen, mempunyai 2 kamar, masing-
masing kamar mempunyai ventilasi yang cukup untuk pencahayaan dan
pertukaran udara, 1 ruang tamu bergabung dengan ruang keluarga, 1
dapur, 1 kamar mandi dengan WC jongkok, sumber air di rumah pasien
berasal dari PDAM.
 Tidak ada hubungan antara penyakit pasien dengann lingkungan sekitar
rumah.

b. Hubungan diagnosis dengan keadaan keluarga dan hubungan keluarga


Pasien tinggal dirumah bersama ke 2 orang anaknya, hubungan dengan
istri dan anak serta dengan keluarga besar baik.
 Tidak ada hubungan antara keadaan keluarga dengan penyakit yang
diderita pasien.

c. Hubungan diagnosis dengan perilaku kesehatan dalam keluarga dan


lingkungan sekitar
Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga. Pasien mempunyai kebiasaan
mencuci dan memeras pakaian dengan tangan setiap pagi sebagai ibu
rumah tangga.
 Penyakit yang diderita pasien mempunyai hubungan dengan perilaku
kesehatan dalam keluarga dan lingkungan sekitar namun tidak spesifik.

d. Analisis kemungkinan berbagai faktor resiko atau etiologi penyakit pada


pasien ini
Pasien mempunyai kebiasaan mencuci dan memeras pakaian dengan tangan
setiap pagi sebagai ibu rumah tangga.

17
Tekanan yang berulang-ulang dan penggunaan otot tangan secara berlebihan
pada saat mencuci dan memeras pakaian akan mengakibatkan peningkatan
tekanan intrafasikuler. Akibatnya aliran darah vena intrafasikuler melambat.
Kongesti yang terjadi ini akan mengganggu nutrisi intrafasikuler lalu diikuti
oleh anoksia yang akan merusak endotel. Kerusakan endotel ini akan
mengakibatkan kebocoran protein sehingga terjadi edema epineural. Hal ini
yang menjelaskan timbulnya keluhan nyeri dan sembab terutama pada malam
atau pagi hari. Berkurang setelah tangan yang terlibat digerak-gerakkan atau
diurut, mungkin akibat terjadinya perbaikan sementara pada aliran darah.
Apabila kondisi ini terus berlanjut akan terjadi fibrosis epineural yang merusak
serabut saraf. Lama-kelamaan saraf menjadi atrofi dan digantikan oleh jaringan
ikat yang mengakibatkan fungsi nervus medianus terganggu secara menyeluruh.

 Analisis untuk mengurangi paparan atau memutuskan rantai penularan


dengan factor resiko atau etiologi pada pasien ini
- Menjaga kesehatan dengan mengkonsumsi makanan yang bergizi
- Rajin olahraga serta mengkonsumsi vitamin
- Mengistirahatkan tangan dari aktifitas yang berulang seperti menulis,
mengetik, mencuci dan memeras pakaian.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Sidharta, Priguna. Neurologi Dasar Klinis. Jakarta: Dian Rakyat, 2004.


2. Viera. Management of Carpal Tunnel Syndrome. American Academy of
Family Physicians, 2003;68(2):265-272.
3. Kao, SY. Carpal Tunnel Syndrome as Occupational Disease. J Am Broard
Fam Pract, 2003;84:85-103
4. Susanto, TS. Kisi-Kisi Neurologi revised 2004. Jakarta: Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2004.
5. Aroori S, Spence Roy AJ. Carpal tunnel syndrome. Ulster Med J,
2008;77(1):6-17
6. De Jong, RN. The Neurologic Examination 5th ed. revised by A.F. Haerer.
Philadelphia: J.B. Lippincott, 1992.
7. Davis LE, Molly KK, Jessica LS. Carpal tunnel syndrome in Fundamentals
of Neurologic Disease. New York: Demos Medical Publishing, 2005. Hal.61-
63
8. Astroshi I, Gummeneson C, Johnsson R, Ornstein E, Rosem I. Prevalence of
Carpal Tunnel Syndrome in a general population. JAMA. 1999;282(2):153-
158.
9. Gorsché, R. Carpal Tunnel Syndrome. The Canadian Journal of CME,
2001:101-117.
10. Tana, Lusyanawati. Carpal Tunnel Syndrome pada Pekerja Garmen di
Jakarta. Puslitbang Pemberantasan Penyakit, 2004;32(2):73-82.
11. Rambe, Aldi S. 2004. Sindroma Terowongan Karpal. Bagian Neurologi FK
USU. http://library.usu.ac.id (diunduh tanggal 18 Mei 2015)
12. Gilroy, J. Basic Neurology 3rd ed. New York: Mc Graw Hill, 2000.
13. Barnardo, Jonathan. Carpal Tunnel Sydrome in Hands On Practical advise on
management of rheumatic disease. June 2004;3:1-3.
14. Moeliono F. Etiologi, Diagnosis dan Terapi Sindroma Terowongan Karpal
(S.T.K.) atau (Carpal Tunnel Syndrome/CTS). Neurona, 1993.
15. Werner RA, Jacobson JA, Jumadar DA. Influence of Body Mass Index in
Median Nerve Function Capar Cannal Pressure and Crossectional area of
The Median Nerve. Muscul Nerve, 2004;30:451-485.
16. Grafton CH. Carpal Tunnel Syndrome. CME Resources, 2009;17(3):1-22.
17. Greenberg MS. Handbook of Neurosurgery. 3rd ed. Florida: Greenberg
Graphics, 1994. Hal.414-419.

19
20

Anda mungkin juga menyukai