Anda di halaman 1dari 15

PENYUSUNAN MAKALAH

PELAKSANAAN MANAJEMEN MUTU


DI KONSULTAN MANAJEMEN KONSTRUKSI (MK)

OLEH:

A.A. AYU SARA KUSUMANINGSIH (1881511050)


I MADE KRISNA UDIANA (1981511025)

PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
TAHUN 2019
PELAKSANAAN MANAJEMEN MUTU
DI KONSULTAN MANAJEMEN KONSTRUKSI (MK)

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan globalisasi ekonomi akibat AFTA, APEC, dan lain sebagainya, telah
menciptakan kancah kompetisi yang semakin bebas dan ketat. Proteksi yang sebelumnya
menjadi benteng bagi produk barang dan jasa dalam negeri, akan hilang diterjang arus
liberalisasi. Produk barang dan jasa luar negeri akan bebas masuk ke pasar domestik. Dalam
menghadapi situasi seperti ini, terdapat dua pilihan bagi para pelaku usaha jasa konstruksi
dan jasa konsultansi yaitu masuk dalam arena kompetisi atau keluar arena kompetisi. Kedua
keputusan tersebut memiliki konsekuensi yang sama beratnya. Memasuki arena kompetisi
tanpa kekuatan dan strategis sama saja dengan bunuh diri. Keluar dari arena kompetisi tidak
berarti luput dari hempasan gelombang globalisasi, malahan boleh jadi dampaknya lebih
dahsyat dari pada ikut bertarung pada era kompetisi tersebut.

Strategi kompetisi yang paling dapat diandalkan oleh pelaku usaha jasa konstruksi dan jasa
konsultansi adalah “strategi kualitas”. Oleh karena itu, para pelaku usaha jasa konstruksi dan
konsultansi harus terus berusaha untuk mengembangkan konsepsi dan teknologi kualitas,
sejalan dengan kecenderungan globalisasi. Konsultan Manajemen Konstruksi merupakan
salah satu lembaga dalam jasa konstruksi yang berperan dalam proses perencanaan hingga
pengoperasian proyek. Penerapan manajemen mutu sangat perlu diterapkan agar tujuan
proyek mencapai hasil yang optimal dalam aspek biaya, memanfaatkan waktu dan
mempertahankan kualitas proyek. Sehingga akan bermunculan lembaga-lembaga yang
memiliki akreditasi secara nasional maupun internasional khususnya di bidang penerapan
mutu. Hal itu akan memberikan jaminan kepada pihak global mengenai kepuasan terhadap
kualitas barang dan jasa.

2. LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Manajemen Konstruksi


Manajemen konstruksi adalah suatu proses pengelolaan pekerjaan pelaksanaan
pembangunan fisik yang ditangani secara multi disiplin profesional, dimana tahapan-tahapan
persiapan perencanaan, perancangan, pelelangan pekerjaan, pelaksanaan pekerjaan, dan

1
penyerahan/pengoperasiannya diperlukan sebagai suatu sistem yang menyeluruh dan
terpadu dengan tujuan untuk mencapai hasil yang optimal dalam aspek memperkecil biaya,
memanfaatkan waktu dan mempertahankan kualitas proyek. Tujuan pokok dari manajemen
konstruksi ialah mengelola atau mengatur pelaksanaan pembangunan sedemikian rupa
sehingga diperoleh hasil sesuai dengan persyaratan. Untuk itu perlu diperhatikan mengenai
mutu bangunan, biaya yang digunakan, dan waktu pelaksanaan.

Gambar 1. Triple Constrain in Project Management

2.2 Pengertian Konsultan Manajemen Konstruksi


Konsultan manajemen konstruksi adalah suatu badan/lembaga multidisiplin profesional,
tangguh dan independen yang bekerja untuk pemilik proyek dari saat awal perencanaan
sampai pengoperasian proyek, mampu bekerjasama dengan konsultan perencana (architect
engineer) guna mencapai hasil yang optimal dalam aspek waktu, biaya serta kualitas seperti
yang sudah ditentukan atau diinginkan sebelumnya (Tarore H, 2006).

Manajemen konstruksi adalah suatu metode dimana pemilik proyek menunjuk wakilnya
yang disebut konsultan manajemen konstruksi untuk mengkoordinasikan,
mengkomunikasikan, dan juga memproses semua tahapan proyek, mulai dari tahap
perencanaan, perancangan, pelelangan, pelaksanaan dan sesudah pelaksanaan.

2.3 Maksud Keberadaan Konsultan Manajemen Konstruksi


Maksud diadakannya Konsultan Manajemen Konstruksi adalah secara garis besar sebagai
berikut :

1. Untuk mencapai penyelesaian pelaksanaan kegiatan pembangunan mulai dari


Perencanaan, Pembangunan dan Pemeliharaan dalam waktu yang telah disepakati
dalam rangka penghematan waktu, dengan biaya yang serendah– rendahnya dalam
rangka penghematan biaya dengan mutu yang setinggi– tingginya.

2
2. Membentuk faktor – faktor sistem agar terbentuk pengelolaan kegiatan yang dapat
melaksanakan fungsinya dengan baik.

3. Mengendalikan aliran informasi antara berbagai tahap pelaksanaan untuk


mendapatkan kesatuan bahasa dan gerak serta kelancaran pelaksanaan.

4. Mengendalikan pengaruh timbal balik antara proyek/kegiatan dengan


lingkungannya agar didapat :

a. koordinasi yang baik dengan instansi yang terkait,

b. arah perkembangan proyek yang lebih baik,

c. penerapan teknologi yang tepat

d. pendokumentasian dan administrasi proyek yang baik.

5. Menyelaraskan disain produk dan pelaksanaannya sesuai dengan yang diharapkan.

2.4 Tujuan Keberadaan Konsultan Manajemen Konstruksi


Tujuan akhir dari diadakannya Konsultan Manajemen Konstruksi adalah untuk
mendapatkan hasil akhir pembangunan dengan mutu yang maksimal, hemat biaya, hemat
waktu dan tertib administrasi, untuk itu tujuan diadakannya Konsultan Manajemen
Konstruksi adalah untuk melakukan pengendalian sebagai berikut :

1. Pengendalian Mutu.

a. Menyediakan dan memberikan layanan konsultasi pada tahap perencanaan


sehingga hasil perencanaan bisa mencapai sasaran mutu yang diinginkan.

b. Mengawasi dan menyetujui pemakaian bahan , peralatan dan metode


pelaksanaan konstruksi termasuk merekomendasi perubahan / subsitusi material
apabila diperlukan tanpa merubah inlai kontrak pemborongan.

c. Menyelenggarakan dan memimpin rapat persiapan pelaksanaan pekerjaan ( pre


– operation meeting / kick off meeting ). rapat berkala dan rapat – rapat khusus
dalam rangka pengendalian mutu pelaksanaan konstruksi di lapangan.

d. Meneliti, memeriksa dan menyetujui gambar kerja / shop drawing yang dibuat
oleh kontraktor sebelum pekerjaan mulai dilaksanakan di lapangan.

3
e. Menyusun daftar cacat ( defect list ) sebelum serah terima pertama pekerjaan
dan mengawasi / mengontrol pelaksanaan perbaikannya selama masa
pemeliharaan.

f. Meneliti dan memeriksa gambar (as built drawing ) yang dibuat oleh kontraktor
sebelum serah terima pertama.

2. Pengendalian Waktu.

a. Mengawasi pelaksanaan konstruksi dari segi kualitas , kuantitas dan laju


pencapaian volume/realita fisik berdasarkan jadwal yang sudah disepakati
sebelum pelaksanaan pekerjaan konstruksi dimulai.

b. Menyusun updating time schedule pelaksanaan apabila terjadi penyimpangan


pelaksanaan di lapangan terhadap master schedule dalam rangka pencapaian
target yang sudah disepakati sebelumnya.

3. Pengendalian Biaya.

a. Menyetujui dan merekomendasikan pekerjaan tambah kurang disertai dengan


pertimbangan teknis dan harga kepada Pengguna Anggaran sebelum
dilaksanakan di lapangan.

b. Menyusun Berita Acara persetujuan kemajuan/progres prestasi pekerjaan untuk


pembayaran angsuran/termijn.

4. Administrasi Pelaksanaan Pekerjaan.

a. Membantu kontraktor dalam menyusun laporan Harian, mingguan , bulanan dan


laporan pekerjaan berdasarkan pemantauan progres pelaksanaan konstruksi.

b. Menyusun Berita Acara persetujuan kemajuan pekerjaan ntuk pembayaran


angsuran , pemeliharaan pekerjaan serta serah terima pertama dan kedua
pekerjaan konstruksi.

c. Membantu Konsultan Perencana menyusun Manual Petunjuk Operasional dan


Pemeliharaan/Perawatan Bangunan Gedung termasuk fasilitas pendukungnya
serta petunjuk yang menyangkut peralatan dan perlengkapan Mekanikal -
Elektrikalnya.

4
d. Membantu Pengelola Proyek mempersiapkan dan menyusun dokumen
pendaftaran Gedung.

e. Membantu Pengelola Proyek mengurus sampai mendapatkan Ijin Penggunaan


Bangunan ( IPB ) dari Dinas / Instansi yang berwenang.

2.5 Pengertian Mutu ( Kualitas )


Definisi mutu menurut ISO 8402 (1994) adalah sifat dan karakteristik produk atau jasa yang
membuatnya memenuhi kebutuhan pelanggan atau pemakai (Soeharto, 1999). Secara
subyektif mutu adalah fitnes for use, yaitu sesuatu yang cocok dengan selera. Secara obyektif
Joseph M. Juran mendefinisikan mutu adalah standar khusus dimana kemampuannya,
kinerjanya, keandalannya, kemudahan pemeliharaan dan karakteristiknya dapat diukur
(Juran, 1995). Pengertian mutu dalam konteks industri jasa konstruksi pada prinsipnya
adalah tercapainya kesesuaian antara hasil kerja yang akan diserahkan oleh kontraktor dan
keinginan pemilik proyek (Wiryodiningrat, 1997).

Untuk mencapai tujuan seperti apa yang ada pada definisi mutu tersebut maka perlu adanya
pengelolaan mutu. Dengan adanya pengelolaan mutu proyek ini diharapkan tidak ada
pekerjaan yang harus diulang karena ada kerusakan atau pekerjaan yang cacat, sehingga
tidak menimbulkan kerugian.

2.6 Pengertian Sistem Manajemen Mutu


Sistem Manajemen Mutu (Quality Management System) adalah bagian sistem manajemen
organisasi yang memfokuskan perhatian (mengarahkan dan mengendalikan) pada
pencapaian hasil berkaitan dengan sasaran mutu dalam rangka memenuhi persyaratan
pelanggan/penerima manfaat. Selama pelaksanaan Sistem Mananajeman Mutu, prosedur-
prosedur yang akan dikembangkan, antara lain; Panduan Mutu, Rencana Mutu, Prosedur
Pengendalian Dokumen, Pengendalian Bukti Kerja, Audit Mutu Internal, Produk Tidak
Sesuai (PTS), Tindakan Koreksi (TK), Tindakan Pencegahan (TP), Pemantauan dan
Pengukuran Proses dan Produk, Pengadaan Barang dan Jasa, Pemeliharaan Sarana dan
Prasarana dan Tinjauan (Review) Desain.

Sedangkan sasaran mutu Perencanaan dan Pengawasan adalah:

5
1. Tersedianya detail engineering desain yang lengkap dan bermanfaat bagi pelaksana
fisik/konstruksi sesuai dengan kebutuhan program.

2. Terjaminnya pelaksanaan pengawasan/supervisi konstruksi yang sesuai dengan


prosedur sistem manajemen mutu dan terlaksananya Quality Assurance secara
keseluruhan.

3. Manajemen Mutu untuk meraih kinerja yang memuaskan pada ruang lingkup
Perencanaan dan Pengawasan.

4. Terpenuhinya Persyaratan atau spesifikasi produk yang telah ditetapkan.

Sistem Manajemen Mutu, khususnya ISO 9001:2008, merupakan sistem manajemen dengan
pendekatan kepada pelanggan. Pelanggan pada Sistem Manajemen Mutu adalah pelanggan
internal, pelanggan eksternal, pihak yang berkepetingan (interested partied). Menurut ISO,
SMM diartikan sebagai sistem penetapan kebijakan, sasaran, dan pencapaian sasaran secara
langsung dan terkendali dalam sebuah organisasi yang berpengaruh terhadap mutu. Menurut
standar tersebut, inti dari sistem manajemen mutu meliputi:

1. Adanya kebijakan mutu, perencanaan mutu, sasaran mutu, prosedur kerja, instruksi
kerja, dan rekaman mutu.

2. Adanya jaminan bahwa standar manajemen mutu dilaksanakan, dipantau, dievaluasi,


dan diperbaiki.

3. Adanya jaminan bahwa terjadi peningkatan kualitas yang berkesinambungan baik


dalam proses pelayanan dan proses produksi, maupun terhadap standar manajemen
mutu itu sendiri.

Sementara itu, standar manajemen mutu yang baik didasarkan pada penerapan delapan
prinsip manajemen mutu yang merupakan dasar penerapan sistem manajemen mutu ISO
9001:2008, yaitu:

1. Fokus pada pelanggan (customer focus).


Organisasi bergantung pada pelanggannya dan oleh sebab itu hendaknya memahami
kebutuhan saat ini dan masa yang akan datang dari pelangganya, dan selalu berusaha
untuk dapat melampaui harapan pelanggan. Pegawai instansi pemerintah juga harus
memahami kebutuhan pelanggan pada saat ini dan masa datang, sehingga mampu
memuaskan ekspektasi pelanggan. Hal ini bermanfaat agar terdapat peningkatan

6
kepuasan pelanggan, respon yang cepat terhadap perubahan, dan meningkatkan
efektivitas.

2. Kepemimpinan (leadership).
Pemimpin menetapkan kesatuan tujuan dan arah organisasi. Mereka hendaknya
menciptakan dan memelihara lingkungan internal tempat orang dapat melibatkan
dirinya secara penuh dalam pencapaian tujuan organisasi.
Dengan kata lain, kepemimpinan yang mampu mengarahkan organisasi dalam
kesatuan gerak untuk mencapai tujuan organisasi sangat dibutuhkan agar pegawai
terinternalisasi tujuan organisasi, mengurangi miskomunikasi, sehingga tindakan yang
dilakukan searah dengan tujuan organisasi.

3. Pelibatan orang (involvement of people).


Orang pada semua tingkatan adalah inti sebuah organisasi dan pelibatan penuh mereka
memungkinkan kemampuannya dipakai untuk kemanfaatan organisasi.
Pelibatan seluruh pegawai pada semua tingkatan memungkinkan seluruh potensinya
untuk dimanfaatkan bagi keuntungan organisasi. Hal ini berguna agar pegawai
termotivasi dalam inovasi dan kreativitas organisasi, sehingga berkontribusi bagi
perbaikan yang berkelanjutan.

4. Pendekatan proses (process approach).


Hasil yang dikehendaki tercapai lebih efisien bila kegiatan dan sumber daya terkait
dikelola sebagai suatu proses. Penilaian atas prinsip ini akan meningkatkan efisiensi
penggunaan sumberdaya finansial, dan lebih fokus kepada prioritas yang memberikan
nilai tambah.

5. Pendekatan sistem pada manajemen (system approach to management).


Mengetahui, memahami, dan mengelola permasalahan atau proses yang saling terkait
sebagai sistem sehingga memberikan sumbangan pada efektivitas dan efisiensi
organisasi dalam mencapai tujuannya. Hal ini bermanfaat bagi penyelarasan proses
yang memberikan hasil terbaik dan menjamin konsistensi.

6. Perbaikan berkelanjutan (continual improvement).


Perbaikan berkelanjutan terhadap organisasi secara menyeluruh hendaknya dijadikan
tujuan tetap dari organisasi. Hal ini terutama bermanfaat bagi peningkatan kinerja

7
seiring peningkatan kapasitas organisasi, dan memberikan fleksibilitas dalam
merespon peluang dengan cepat.

7. Pengambilan keputusan berdasarkan fakta (factual approach to decision making).


Keputusan yang efektif didasarkan pada analisis data dan informasi. Pendekatan ini
bermanfaat untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan, efektivitas
keputusan, dan pertanggungjawaban/evaluasi.

8. Hubungan pemasok yang saling menguntungkan (mutually beneficial supplier


relationships).
Sebuah organisasi dan pemasoknya saling bergantung dan suatu hubungan yang saling
menguntungkan untuk meningkatkan kemampuan keduanya dalam menciptakan nilai.
Jika hubungan antarorganisasi saling menguntungkan, maka akan tercipta sinergi
untuk meningkatkan manfaat yang lebih optimal. Hal ini berguna dalam meningkatkan
kerjasama yang saling menguntungkan, dan meningkatkan fleksibilitas dalam
merespon setiap perubahan.

2.7 Tahapan Manajemen Mutu Proyek


Manajemen mutu proyek (Project Quality Management) melibatkan proses yang
mensyaratkan dan menjamin bahwa proyek tersebut akan memenuhi kebutuhan yang
disyaratkan termasuk di dalamnya semua aktivitas yang melibatkan fungsi manajemen
secara keseluruhan, antara lain kebijakan mutu, obyektifitas dan tanggung jawab dan
implementasinya terhadap perencanaan mutu/kualitas, penjaminan mutu, kontrol
mutu/kualitas, dan peningkatan mutu/kualitas. Jadi manajemen mutu proyek terdiri dari :

1. Perencanaan Kualitas (Quality Planning) yaitu untuk mengidentifikasi standar


kualitas mana yang relevan untuk proyek tersebut dan menentukan apakah sudah
memenuhi syarat.
2. Penjaminan Mutu (Quality Assurance) yaitu untuk mengevaluasi kinerja proyek
secara keseluruhan berdasarkan keyakinan bahwa produk/proyek akan memenuhi
standar yang relevan.
3. Kontrol Mutu/kualitas (Quality Control) yaitu untuk memonitor hasil-hasil proyek.
Ketiga proses tersebut saling interaksi antara satu proses dengan proses yang lain.

3. PENERAPAN PELAKSANAAN MANAJEMEN MUTU DI KONSULTAN


MANAJEMEN KONSTRUKSI (MK)
Tugas Konsultan Manajemen Konstruksi ini dimulai dari tahap perencanaan yang meliputi
pengumpulan data, penelitian atau penyelidikan studi kelayakan lokasi tempat pembangunan

8
proyek tersebut. Perencanaan fisik yang meliputi gambar denah, pandangan atau dampak,
potongan, detail termasuk perhitungan kontruksi, mencakup peraturan dan persyaratan
teknis administrasi. Kemudian dilanjutkan dengan pelaksanaan konstruksi di lapangan serta
pengawasan terhadap pekerjaan. Berikut ini dijelaskan bagaimana tahapan penerapan
manajemen mutu selama tim konsultan manajamen konstruksi bertugas menurut tahapan
kerja.

3.1 Penyusunan Desain Awal


Desain awal merupakan penyempurnaan elemen-elemen dalam fase desain konseptual.
Desain awal juga dikenal sebagai desain skematik. Selama fase ini, proyek direncanakan ke
tingkat di mana rincian yang cukup tersedia untuk biaya dan jadwal awal. Fase ini juga
mencakup persiapan awal semua dokumen yang diperlukan untuk mengimplementasikan
fasilitas / konstruksi. Aktivitas sentral dari desain pendahuluan adalah konsep arsitek dari
tujuan pemilik, yang dapat membantu membuat detail engineering dan desain untuk fasilitas
yang diperlukan. Desain awal adalah proses subyektif mengubah ide dan informasi menjadi
rencana, gambar, dan spesifikasi fasilitas yang akan dibangun. Konfigurasi komponen /
peralatan, spesifikasi bahan, dan kinerja fungsional ditentukan selama tahap ini. Pada tahap
ini, pemilik dapat mengubah ruang lingkup dan mempertimbangkan alternatif. Pemilik
berusaha untuk mengoptimalkan fitur fasilitas tertentu dalam kendala faktor-faktor lain
seperti biaya, jadwal, kemampuan vendor, dan sebagainya. Desain adalah proses yang
kompleks. Sebelum desain dimulai, ruang lingkup harus mendefinisikan kiriman yang
memadai, yaitu apa yang akan dilengkapi. Hasil ini adalah gambar desain, spesifikasi
kontrak, jenis kontrak, gambar catatan inspeksi konstruksi, dan biaya penggantian. Desain
awal adalah tanggung jawab dasar arsitek (perancang / konsultan). Dalam kasus proyek
konstruksi bangunan, pendahuluan desain menentukan berikut ini:

1. Tata letak umum fasilitas / bangunan / proyek


2. Jumlah bangunan yang diperlukan / jumlah lantai di setiap gedung / luas setiap lantai
3. Berbagai jenis fasilitas fungsional yang diperlukan seperti kantor, toko, bengkel,
rekreasi, pusat pelatihan, parkir, dll.
4. Jenis konstruksi seperti beton bertulang atau struktur baja, pracetak, atau cast in situ
5. Jenis layanan elektrikal yang diperlukan
6. Jenis fasilitas infrastruktur di dalam area fasilitas
7. Jenis lanskap

9
Konsultan perancana harus mempertimbangkan hal-hal berikut sambil mempersiapkan
persiapan desain:
1. Hasil desain konsep
2. Perhitungan untuk mendukung desain
3. Skema sistem untuk sistem elektrikal
4. Koordinasi dengan anggota tim proyek lainnya
5. Persyaratan otoritas
6. Ketersediaan sumber daya
7. Konstrabilitas
8. Kesehatan dan keselamatan
9. Keandalan
10. Masalah konservasi energi
11. Masalah lingkungan
12. Pemilihan sistem dan produk yang mendukung tujuan fungsional dari seluruh
fasilitas
13. Keberlanjutan
14. Persyaratan semua pemangku kepentingan
15. Biaya siklus hidup yang dioptimalkan (rekayasa nilai)

3.2 Penyusunan Desain Dasar


Tujuan dari penyusunan desain dasar adalah untuk memberikan informasi yang cukup untuk
mengidentifikasi pekerjaan yang akan dilakukan dan untuk memungkinkan desain detail
untuk melanjutkan tanpa perubahan signifikan yang dapat mempengaruhi anggaran proyek
dan jadwal. Pada tahap desain awal, ruang lingkup harus menentukan hasil, yaitu apa yang
akan dilengkapi. Ini harus mencakup jadwal tanggal untuk memberikan gambar, spesifikasi,
perhitungan dan informasi lainnya, perkiraan, perkiraan, kontrak, bahan, dan konstruksi.
Perancang mengembangkan konsep desain dengan rencana, ketinggian, dan informasi
terkait lainnya yang memenuhi persyaratan pemilik. Perancang juga mengembangkan
konsep betapa berbedanya sistem seperti sistem pemanas dan pendingin, sistem komunikasi,
dll., akan masuk ke dalam sistem. Bennet (2003) telah memberikan daftar gambar desain
awal yang diperlukan untuk persetujuan awal mengutip satu agen bangunan dari negara
bagian Amerika Serikat seperti berikut ini:

1. Pendekatan desain dasar

10
2. Digambar pada skala yang disepakati
3. Lokasi situs dalam hubungannya dengan lingkungan yang ada
4. Hubungan dengan rencana awal
5. Sirkulasi
6. Organisasi fungsi bangunan
7. Aspek fungsional / estetika dari konsep desain yang diteliti
8. Deskripsi grafis dari detail
9. Hubungan visual dan fungsional
10. Kesesuaian dengan lingkungan sekitarnya
Bennet (2003) lebih lanjut menyatakan bahwa agensi yang sama membutuhkan profesional
desain untuk menyiapkan deskripsi naratif tentang sistem bangunan berikut setelah
menyelesaikan desain skematik:

1. Struktur
2. Tingkat dan sistem lantai
3. Atap
4. Dinding dan partisi eksterior / interior
5. Interior selesai
6. Mengamati garis
7. Tangga dan lift
8. Item khusus
9. Sistem kelistrikan
10. Sistem mekanik
11. Peralatan bawaan
12. Konstruksi situs

3.3 Persetujuan Peraturan


Setelah desain awal disetujui, desain harus diserahkan ke pengawas (Dinas Pekerjaan
Umum) untuk ditinjau dan disetujui untuk kepatuhan dengan peraturan, kode, dan prosedur
perizinan.

3.4 Penyusunan Anggaran Biaya


Berdasarkan desain awal, anggaran disusun dengan memperkirakan biaya kegiatan dan
sumber daya. Penyusunan anggaran adalah kegiatan penting yang menghasilkan rencana
bertahap bertepatan yang meringkas biaya yang diharapkan untuk kontrak dan juga

11
pendapatan atau dana yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Anggaran
untuk proyek konstruksi adalah jumlah maksimum yang bersedia dikeluarkan oleh pemilik
untuk desain dan konstruksi fasilitas yang memenuhi kebutuhan pemilik. Anggaran
ditentukan dengan memperkirakan biaya kegiatan dan sumber daya dan terkait dengan
jadwal proyek. Jika arus kas atau anggaran yang dihasilkan tidak dapat diterima, jadwal
proyek harus dimodifikasi. Diperlukan bahwa saat menyiapkan anggaran, penilaian risiko
proyek juga dilakukan.

3.5 Penyusunan Jadwal Kerja


Setelah lingkup pekerjaan awal, desain awal dan anggaran untuk fasilitas / proyek
diselesaikan, maka program pekerjaan konstruksi dapat direncanakan. Atas dasar rencana
tersebut, jadwal metode jalur kritis (grafik batang) dapat disiapkan untuk menentukan jalur
kritis dan menetapkan durasi kontrak.

3.6 Penyusunan Syarat dan Ketentuan Kontrak


Biasanya tim konsultan perencana yang bertanggung jawab untuk mengembangkan
seperangkat dokumen kontrak yang memenuhi kebutuhan pemilik, dan menentukan tingkat
kualitas, anggaran, dan jadwal yang diperlukan. Pada tahap ini, ada kontrak antara konsultan
dan pemilik proyek untuk pengembangan proyek, dan setiap tes manajemen yang baik akan
menuntut agar kontrak dipahami dengan jelas. Ada banyak kombinasi pengaturan kontrak
untuk menangani proyek konstruksi, namun, desain / penawaran sebagian besar digunakan
dalam sebagian besar kontrak proyek konstruksi. Rekayasa terperinci dilakukan oleh
konsultan perencana untuk menjadikan proyek kualitatif dan ekonomis. Berdasarkan jenis
pengaturan kontrak dengan yang pemilik, dokumen yang diperlukan disiapkan dengan
kerangka kerja untuk pelaksanaan proyek.

3.7 Penyusunan Value Engineering (Rekayasa Nilai)


Studi Value Engineering (VE) dapat dilakukan pada berbagai fase proyek konstruksi.
Namun studi ini dilakukan pada tahap awal suatu proyek cenderung memberikan manfaat
terbesar. Dalam sebagian besar proyek, studi VE dilakukan selama fase skematis proyek.
Pada tahap ini profesional desain memiliki fleksibilitas yang cukup besar untuk
mengimplementasikan rekomendasi dibuat oleh tim VE, tanpa dampak signifikan pada
proyek jadwal atau anggaran desain. Di negara tertentu untuk proyek lebih dari US $ 5 juta,
studi VE harus dilakukan sebagai bagian dari proses desain skematik. Anggota tim yang

12
melakukan studi VE bergantung pada klien / persyaratan pemilik. Disarankan bahwa
SIMPAN internasional yang terdaftar bersertifikat nilai spesialis ditugaskan untuk
memimpin penelitian ini.

13
DAFTAR PUSTAKA

ISO 8402. Quality Management and Quality Assurance — Vocabulary. , (1994).


Juran, J.. 1995. Merancang Mutu. P. B. Pressindo, ed. Jakarta.
Soeharto, I.I. 1999. Manajemen Proyek (Dari Konseptual Sampai Operasional). In Erlangga
(2nd Ed.). Erlangga.
Tarore H, M.M. 2006. Sistem Manajemen Proyek dan Konstruksi (SIMPROKON). Manado:
TS Fakultas Teknik UNSRAT.
Wiryodiningrat, P. 1997. ISO 9000 Untuk Kontraktor. Gramedia, ed. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai