Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Campuran zat-zat yang homogen disebut larutan, yang memiliki


komposisi merata atau serba sama diseluruh bagian volumenya. Suatu larutan
mengandung suatu zat larutan atau lebih dari satu pelarut.Zat terlarut
merupakan komponen yang jumlahnya sedikit sedangkan pelarut adalah
komponen yang terdapat dalam jumlah banyak.

Pengetahuan tentang partisipentinguntukseorangahlidalambidangfarmasi,


karenaprinsipinimelibatkanbeberapabidangfarmasi

termasukdisinipengawetan sistem minyak – air, kerjaobat keseluruh


tubuh.Secarakuantitatif,kelarutansuatuzatdinyatakansebagai
konsentrasizatterlarutdidalam

larutanjenuhnyapadasuhudantekanantertentu.Kelarutandinyatakandalam
millimeter pelarutpersatuan gram zat.
Alasankelarutandimasukkandalamsalahsatupercobaanfarmasifisikaadalah
karenakelarutansangatdibutuhkandalambidangfarmasi,
terutamadalammenelitikestabilansuatusediaanobat,
jugamembantudidalammengatasikesulitantertentu yang
timbulpadasaatkitamembuatsediaanfarmasetik, jugadalammembuatsuatu
formula, data kelarutansuatuzatsangatdibutuhkan.
Pelepasanzat
daribentuksediaannyasangatdipengaruhiolehsifatkimiadanfisika zat
tersebutsertaformulanya.Prinsipnyaobatbaruakandiabsorbsisetelahzataktifnyal
arutdalamcairantubuh.
Sehinggadalamsuatuusahauntukmeningkatkanefekfarmakologinyasuatusediaa
nadalah denganmenaikkankelarutandarizataktifnya.

1
Kelarutansuatuzatdidefinisikansebagaijumlahzat terlarut yang
dibutuhkanuntukmenghasilkansuatularutanjenuhdalamjumlahpelarutnya.Kela
rutanzat-zatberbeda-bedakadang-kadangdijumpaisuatukeadaandenganzat
terlarut yang seharusnyamelarutpada
temperaturtersebut.Kelarutansuatuzatjugadipengaruhiolehsifatzatitu,
molekulpelarut, temperatur dantekanan.
Teoridanpenerapandarigejalakelarutanmerupakanpengetahuan yang
pentinguntukahlifarmasisebabdapatmembantunyamemilih medium pelarut
yang baikuntukobatataukombinasiobat, membantuuntukmengetahuikesulitan
– kesuliatantertentu yang timbulpadawaktupembuatandarilarutan
farmasetikdanlebihjauhlagi, dapatbertindak sebagai standar ujikemurnian.
Menurutmetodekalarutan, sejumlahbesarobatditempatkandalamwadah
yangtertutupbaik, bersama-
samadenganlarutanzatpengompleksdalamberbagaikonsentrasidanbotoldikoco
kdalambakpadatemperatur konstansampaitercapaikeseimbangan.Cairan
dalamporsi yang cukupdiambildandianalisis.
Untukmenyatakankelarutanzatkimia,
istilahkelarutandalampengertianumumkadang-
kadangperludigunakantanpamengindahkanperubahankimia yang
mungkinterjadipadapelarutantersebut.Pernyataankelarutanzatdalambagiantert
entupelarutadalahkelarutanpadasuhu 200C dankecualidinyatakan
lainmenunjukkan bahwa 1 bagianbobotzatpadatatau 1 bagian volume
zatcairlarutdalambagian volume tertentupelarut, pernyataankelarutan yang
tidakdisertaiangkaadalahkelarutanpadasuhukamar, kecualidinyatakan lain,
zatjikadilarutkanbolehmenunjukkansedikitkotoranmekaniksepertibagiankertas
saring, seratdanbutirandebu.Pernyataanbagiandalamkelarutanberartibahwa 1 g
zatpadatatau 1 ml zatcair dalamsejumlah ml pelarut.
Aplikasipercobaankelarutandalambidangfarmasiadalahkitadapatmengeta
hui waktularutsuatusediaanobatsertapengaruhkelarutannyaterhadap beberapa
faktor contohnya adalahpengaruhsuhu.

2
2. TujuanPraktikum

Tujuandaripercobaaniniadalah :

1) Menentukankelarutansuatuzatsecarakuantitatif
2) Menerangkan faktor-faktor yang mempengaruhikelerutansuatuzat
3) Menjelaskan usaha-usaha yang
digunakanuntukmeningkatkankelarutansuatuzataktifdalam
pembuatansediaancair.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Dasar Teori

Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat kimia tertentu,


zat terlarut (solute), untuk larut dalam suatu pelarut (solvent). Kelarutan
dinyatakan dalam jumlah maksimum zat terlarut yang larut dalam suatu
pelarut pada kesetimbangan. Larutan hasil disebut larutan jenuh. Zat-zat
tertentu dapat larut dengan perbandingan apapun terhadap suatu pelarut
(Effendi, 2003).
Kelarutan adalah fungsi sebuah parameter molekul. Pengionan
struktur dan ukuran molekul stereokimia dan struktur elektronik. Semuanya
akan mempengaruhi antar aksi pelarut dan terlarut, seperti pada bagian
terdahulu, air membentuk ikatan hydrogen dengan ion atau dengan senyawa
non ionik, sedangkan polar melalui gugus –OH, -NH, atau dengan pasangan
elektron tak mengikat pada atom oksigen atau nitrogen. Ion atau molekul
akan memperoleh sampel hidrat dan akan memisah dari bongkahan zat
padat dan artinya melarut(Thomas, 1992).
Secara kuantitatif, kelarutan suatu zat dinyatakan sebagai konsentrasi
zat terlarut di dalam larutan jenuhnya pada suhu dan tekanan tertentu.
Kelarutan dinyatakan dalam milliliter pelarut yang bdapat melarutkan satu
gram zat. Misalnya 1 gram asam salisilat akan larut dalam 500 ml air.
Kelarutan dapat juga dinyatakan dalam satuan molalitas, molaritas dan
persen (Martin, 1990).
Kelarutan suatu senyawa dinyatakan dalam girl per liter. Dalam
girl/100g. Pelarut atau dalam jumlah kandungan massa. Besarnya kelarutan

4
suatu senyawa adalah jumlah maksimal senyawa bersangkutan yang larut
dalam sejumlah pelarut tertentu dan merupakan larutan jenuh yang ada
dalam kesetimbangan dengan bentuk padatnya (Herman,1988).
Hasil kali kelarutan adalah suatu tetapan yang menghantarkan
kelarutan suatu ion zat padat dan memberikan harga hasil kali konsentrasi
ionnya (aktivita ion) dalam larutan jenuh. Jika hasil kelarutan di capai, maka
senyawayang terbentuk dari ion-ion ini akan mengendap (Herman,1988).
Larutan adalah campuran yang homogen yang terdiri dari dua zat atau
lebih yaitu pelarut (solven) dan zat terlarut (solute). Larutan bermacam-
macam diantaranya (Sukarjo, 1997) :
a. Larutan jenuh yaitu larutan dimana zat terlarut berada dalam
kesetimbangan dengan fase padat (zat terlarut).
b. Larutan tidak jenuh yaitu larutan yang mengandung jumlah solute yang
kurang dari larutan jenuh.
c. Larutan lewat jenuh yaitu suatu larutan yang mengandung zat terlarut
dalam konsentrasi lebih banyak dari pada yang seharusnya ada pula
yang temperatur tertentu.

Dalam satuan kimia, konsentrasi larutan dinyatakan dalam : (Rosenberg,


1992).
1. Konsentrasi molar
Yaitu jumlah mol zat terlarut yang terkandung didalam satu liter larutan.
2. Normalitas
Adalah jumlah gram-ekivalen zat terlarut yang terkadung didalam satu
liter larutan.
3. Molalitas
Banyaknya mol zat terlarut per kilogram pelarut yang terkandung dalam
suatu larutan.
4. Fraksi mol

5
Adalah suatu komponen dalam laruan, didefenisikan sebgai banyaknya
mol (n) kompone itu sendiri dibagi denan jumlah mol keseluruhan
komponen dalam larutan itu.
Kelarutan diartikan sebagai konsentrasi bahan terlarut dalam suatu larutan
jenuh pada suatu suhu tertentu. Larutan sebagai campuran homogen bahan yang
berlainan. Untuk dibedakan antara larutan dari gas, cairan dan bahan padat dalam
cairan. Disamping itu terdapat larutan dalam keadaan padat (misalnya gelas,
pembentukan kristal campuran) (Voight, 1994).
Suatu zat dapat larut dalam pelarut tertentu, tetapi jumlahnya selalu
terbatas. Batas itu disebut kelarutan. Kelarutan adalah jumlah zat terlarut yang
dapat larut dalam sejumlah pelarut pada suhu tertentu sampai membentuk larutan
jenuh (Yazid, 2005).
Kelarutan bergantung juga pada sifat dan konsentrasi zat-zat lain,
terutama ion-ion dalam campuran itu (Hardjaji, 1993).
Kelarutan suatu bahan dalam suatu pelarut tertentu menunjukkan
konsentrasi maksimum larutan yang dapat dibuat dari bahan dan pelarut
tersebut.Bila suatu pelarut pada suhu tertentu melarutkan semua zat terlarut
sampai batas daya melarutnya, larutan ini disebut larutan jenuh. Agar supaya
diperhatikan berbagai kemungkinan kelarutan diantara dua macam bahan kimia
yang menentukan jumlah masing-masing yang diperlukan untuk membuat
larutan jenuh, disebutkan dua contoh sediaan resmi larutan jenuh dalam air, yaitu
larutan Topical Kalsium HIdroksida, USP (Calcium Hydroxide Topical Solution,
USP), dan larutan oral Kalium Iodida, USP (Potassium Iodida Oral Solution,
USP). Larutan yang pertama dibuat dengan mencampur kalisihidroksida dalam
jumlah yang tepat dengan air murni, mengandung hanya 140 mg zat terlarut
yang larut per 100 ml. Lrutan pada suhu 250 C, sedangkan larutan yang
berikutnya mengandung kira-kira 100 g zat terlarut per 100 ml larutan, lebih dari
700 kali sebanyak zat terlarut yang terdapat dalam larutan topikal kalsium
hidroksida (Ansel, 1989).
Suatu sifat fisika dan kimia yang penting dari suatu zat obat adalah
kelarutan, terutama kelarutan sistem dalam air. Suatu obat harus mempunyai

6
kelarutan dalam air agar manjur secara terapi, agar suatu obat masuk ke sistem
sirkulasi dan menghasilkan suatu efek terapeutik, ia pertama-tama harus berada
dalam larutan. Senyawa-senyawa yang relatif tidak larut seringkali menunjukkan
absorpsi yang tidak sempurna atau tidak menentu. Jika kelarutan dari zat obat
kurang dari yang diinginkan, pertimbangan harus diberikan untuk memperbaiki
kelarutannya. Metode untuk membantu ini tergantung pada sifat kimia dari obat
tersebut dan tipe produk obat dibawah pertimbangan. Sebagai contoh, jika zat
obat adalah asam atau basa, kelarutan dapat dipengaruhi oleh perubahan-
perubahan dalam pH. Tetapi, untuk banyak zat penyesuaian pH bukan
merupakan suatu cara efektif dalam memperbaiki kelarutan. Obat asam lemah
atau basa lemah mungkin membutuhkan pH yang ekstrem yang diterima diluar
batas-batas fisiologis atau mungkin menyebabkan masalah-masalah kestabilan
dengan bahan-bahan formulasi. Penyesuaian pH biasanya mempunyai efek kecil
terhadap kelarutan nonelektrolit. Dalam banyak hal, dikehendaki untuk
menggunakan konsolven atau teknik-teknik lain seperti kompleksasi,
mikronisasi, atau dispersi padatan untuk memperbaiki kelarutan dalam air.
Kelarutan obat biasanya ditentukan dengan metode kelarutan kesetimbangan,
dengan mana kelebihan obat ditempatkan dalam suatu pelarut dan diaduk pada
suatu temperatur konstan selama periode waktu yang diperpanjang sampai
kesetimbangan diperoleh (Ansel, 1989).
Larutan jenuh yang berhubungan dengan kelebihan solut membentuk
kesetimbangan dinamik, maka bilamana sistem tersebut diganggu, efek gangguan
tersebut dapat diramalkan berdasarkan kaidah le chatelier. Kita tahu bahwa
kenaikan temperatur menyebabkan posisi kesetimbangan bergeser ke arah yang
akan mengabsorbsi panas. Karena kalau solut tambahan yang ingin melarut
dalam larutan jenuh harus mengabsorbsi energi., maka larutan zat tersebut akan
bertambah jika temperatur dinaikkan. Sebaliknya, jika solut tambahan yang
dimasukkan ke dalam larutan jenuh menimbulkan panas eksotermik maka solut
akan menjadi kurang larut jika temperatur dinaikkan (Mochtar,1989).
Kelarutan untuk menyatakan kelarutan zat kimia, istilah kelarutan dalam
pengertian umumkadang-kadang perlu digunakan tanpa mengindahkan

7
perubahan kimia yang mungkin terjadi pada pelarutan tersebut. Pernyataan
kelarutan zat dalam bagian tertentu pelarut adalah kelarutan pada suhu 200 dan
kecuali dinyatakan lain menunjukkan bahwa, 1 bagian bobot zat padat atau satu
bagian volume zat cair larut dalam bagian tertentu volume pelarut. Pernyataan
kelarutan yang tidak disertai angka adalah kelarutan pada suhu kamar. Kecuali
dinyatakan lain, zat jika dilarutkan boleh menunjukkan sedikit kotoran mekanik
seperti bagian kertas saring , serat dan butiran debu. Pernyataan bagian dalam
kelarutan berarti bahwa 1 g zat padat atau 1ml zat cair dalam sejumlah ml
pelarut.Jika kelarutan suatu zaat tidak diketahui dengan pasti, kelarutannya dapat
ditunjukkan dengan istilah(Lund, 1994).

Jumlah bagian pelarut diperlukan


Istilah kelarutan
untuk melarutkan 1 bagian zat

Sangat mudah larut Kurang dari 1

Mudah larut 1 sampai 10

Larut 10 sampai 30

Agak sukar larut 30 sampai 100

Sukar larut 100 sampai 1000

Sangat sukar larut 1000 sampai10.000

Praktis tidak larut Lebih dari 10.000

Larutan yang mengandung zat terlarut dengan konsentrasi maksimum sama


dengan kelarutan yang disebut larutan jenuh. Pada suatu larutan jenuh, zat terlarut
berada dalamkesetimbangan antara fase padat dengan ion-ionnya.

MX(s) M+(aq) + X-(aq)

8
Karena reaksi merupakan kesetimbangan, maka dalam suatu larutan jenuh
terdapat suatu tetapan kesetimbangan yang disebut tetapan hasil kali
kesetimbangan (Ksp) (Budiman, 2004).
Penetapan blanko, jika dalam pengujian dikehendaki penetapan blanko ,
dimadsudkan bahwa pengujian dilakukan dengan cara sama menggunakan
pereaksi yang sama dan jumlah sama (Lund, 1994).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan antara lain :
- Sifat dari solute (terlarut) dan solvent (pelarut)
Substansi polar cenderung lebih miscible atau soluble dengan substansi
polar lainnya. Substansi nonpolar cenderung untuk miscible dengan
substansinonpolar lainnya, dan tidak miscible dengan substansi polar
lainnyaSifat pelarut (Sukardjo, 1977).
- pH
Suatu zat asam lemah atau basa lemah akan sukar terlarut, karena tidak
mudah terionisasi. Semakin kecil pKanya maka suatu zat semakin sukar
larut, sedangkan semakin besar pKa maka suatu zat akan akan mudah
larut(Lund, 1994).
- Suhu
Kenaikan temperatur akan meningkatkan kelarutan zat yang proses
melarutnya melalui penyerapan panas/kalor (reaksi endotermik) dan akan
menurunkan kelarutan zat yang proses melarutnya dengan pengeluaran
panas/kalor (reaksi eksotermik) (Lund, 1994).
- Solution aditif
Additivies baik dapat meningkatkan atau mengurangi kelarutan zat
terlarut dalam pelarut tertentu(Lund, 1994).
- Pengaruh konstanta dielektrik
Kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi oleh polaritas pelarut. Pelarut
polar mempunyai konstanta dielektrik yang tinggi dapat melarutkan zat-
zat non polar sukar larut di dalamnya, begitu pula sebaliknya. Besarnya
tetapan dielektrik ini menurut Moore dapat diatur dengan penambahan
pelarut lain. Tetapan dielektrik suatu campuran pelarut merupakan hasil

9
penjumlahan dari tetapan dielektrik masing-masing yang sudah dikalikan
dengan % volume masing-masing komponen pelarut. Adakalanya suatu
zat lebih mudah larut dalam pelarut campuran dibandingkan pelarut
tunggalnya. Fenomena ini dikenal dengan istilah pelarut campur dan
pelarut yang mana dalam bentuk campuran dapat menaikkan kelarutan
suatu zat disebut pelarut campur. Etanol, gliserin dan propilen glikol
adalah pelarut campur yang umum digunakan dalam bidang farmasi untuk
pembuatan eliksir(Sukardjo, 1977).
- Pengaruh penambahan zat-zat lain
Surfaktan adalah suatu zat yang sering digunakan untuk menaikan
kelarutan suatu zat. Molekul surfaktan terdiri atas dua bagian yaitu bagian
polar dan non polar apabila didispersikan dalam air pada konsentrasi yang
rendah, akan berkumpul pada permukaan dengan mengorientasikan
bagian polar ke arah air dan bagian non polar kearah udara, surfaktan
mempunyai kecenderungan berasosiasi membentuk agregat yang dikenal
sebagai misel. Konsentrasi pada saat misel mulai terbentuk disebut
konsentrasi misel kritik (KMK)(Sukardjo, 1977).
Suhu merupakan faktor yang penting dalam menentukan kelarutan suatu
obat dan dalam mempersiapkan larutannya. Kebanyakan bahan kimia menyerap
panas bila dilarutkan dan dikatakan mempunyai panas larutan negative, yang
menyebabkan meningkatnya kelarutan dengan menaikkan suhu . Segolongan
kecil bahan kimia mempunyai panas larutan positif dan menunjukkan
berkurangnya kelarutan dengan suatu kenaikan suhu. Disamping suhu, faktor-
faktor lain juga mempengaruhi kelarutan. Ini meliputi bermacam-macam bahan
kimia dan sifat-sifat fisika lainnya dari zat terlarut dan pelarut, faktor tekanan,
keasaman atau kebasaan dari larutan, keadaan bagian dari zat terlarut, dan
pengadukan secara fisik yang dilakukan terhadap larutan selama berlangsungnya
proses melarut. Kelarutan suatu zat kimia murni pada suhu dan tekanan tertentu
adalah tetap; tetapi, laju larutnya yaitu kecepatan zat itu melarut, tergantung pada
ukuran partikel dari zat dan tingkat pengadukan. Makin halus bubuk makin luas
permukaan kontak dengan pelarut, makin cepat proses melarut. Juga makin kuat

10
pengadukan, makin banyak pelarut yang tidak jenuh bersentuhan dengan obat,
makin cepat terbentuknya larutan(Ansel, 1989).
Menurut metode kelarutan, sejumlah besar obat ditempatkan dalam
wadah yang tertutup baik, bersama-sama dengan larutan zat pengompleks dalam
berbagai konsentrasi dan botol dikocok dalam bak pada temperatur konstan
sampai tercapai kesetimbangan. Cairan supernatan dalam porsi yang cukup
diambil dan dianalisis. Higuchi dan Lach menggunakan metode kelarutan untuk
menyelidiki kompleksasi dari p-amino asam benzoat (PABA) oleh kafeina. Hasil
diplot seperti pada gamar dimana titik A garis memotong sumbu tegak adalah
kelarutan obat dalam air. Dengan penambahan kafeina, kelarutan p-amino asam
benzoat naik secara linear disebabkan karena kompleksasi. Pada titik B, larutan
dijenuhkan terhadap kompleks dan obat itu sendiri. Kompleks terus terbentuk
dan mengendap dari sistem jenuh apabila semakin banyak kafeina ditambahkan.
Pada titik C, semua kelebihan zat padat PABA telah masuk dalam larutan dan
telah diubah menjadi kompleks (Martin, 1993).
Kekuatan tarik menarik antara atom-atom menyebabkan pembentukan
molekul ion. Kekuatan dari suatu intramolekuler yang berkembang diantara
molekul-molekul seperti itu, menentukan keadaan fisik bahan (yaitu padat, cair
atau gas) pada kondisi tertentu seperti suhu dan tekanan. Pada kondisi biasa
kebanyakan senyawa organik, jadi juga kebanyakan zat obat, berbentuk molekul
suatu zat padat (Ansel, 1990).
Apabila molekul-molekul saling mempengaruhi maka terjadi gaya tarik
menarik. Menyebabkan molekul-molekul bersatu, sedangkan gaya tolak menolak
mencegah terjadinya interpenetrasi dan dekstruksi molekuler. Bila gaya tarik
menarik dan tolak menolak sama maka energi potensial diantara dua molekul
adalah minimum dan sistem itu paling stabil (Ansel, 1990).

11
2. Uraian Bahan
1. Air suling/Aquades (Ditjen POM, 1979 ; 96)
Nama resmi : AQUA DESTILLATA
Nama lain : Air suling
RM/BM : H2O / 18,02
Rumus struktur : H-O-H
Pemberian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau,
tidak mempunyai rasa.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai sampel (pelarut campur)
2. Alkohol (Ditjen POM, 1979 ; 63)
Nama resmi : AETHANOLUM
Nama lain : Etanol, Alkohol
RM : CH3OH/
H H
| |
Rumus struktur :H–C– C – OH
| |
H H
Pemberian : Cairan tidak berwarna, jernih, mudah menguap dan
mudah bergerak, bau khas, rasa panas. Mudah
terbakar dengan memberikan nyala biru yang tidak
berasap.

12
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform dan
eter P.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari
cahaya, di tempat sejuk, jauh dari nyala api.
Kegunaan : Sebagai sampel (pelarut campur)

3. Asam salisilat (Ditjen POM, 1995 ; 50)


Nama resmi : ACIDUM SALICYLICUM
Nama lain : Asam salisilat
RM/BM : C2H6O3 / 138,12
Rumus struktur : COOH
OH

Pemberian : Hablur putih, biasanya berbentuk jarum halus atau


serbuk hablur halus putih, rasa agak manis, tajam
dan stabil di udara. Bentuk sintesis warna putih dan
tidak berbau. Jika dibuat dari metil salisilat alami
dapat berwarna kekuningan atau merah jambu dan
berbau lemah mirip.
Kelarutan : Sukar larut dalam air dan dalam benzena, mudah
larut dalam etanol dan dalam eter, larut dalam air
mendidih, agak sukar larutdalam kloroform.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai sampel zat terlarut
4. Kalium dihidrogen fosfat (Ditjen POM ;687)
Nama resmi : Kalium dihidrogen fosfat

13
Nama lain :kalium fosfat mono basa
RM/BM : KH2PO4/122,08
OH
|
Rumus struktur : K – O – P – OH
||
O
Pemerian : serbuk hablur, putih
Kelarutan : mudah larut dalam air
Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : sebagai komponen dapar
5. NaOH (Ditjen POM, 1979; 412)
Nama resmi : NATRII HIDROXYDUM
Nama lain : Natrium Hidroksida
RM/BM : NaOH/40,00
Rumus struktur : Na-OH
Pemerian : bentuk batang, butiran, massa hablur, kering dan
Keras
Kelarutan : larut dalam air
Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : sebagai komponen dapar
6. Propilenglikol (Ditjen POM, 1979; 534)
Nama resmi : PROPYLENGLYCOLUM
Nama lain : Propilenglikol
RM/BM : C3H8O2 / 76,10
H OH OH
| | |
Rumus struktur :H–C–C–C–H
| | |
H H H

14
Pemberian : Cairan kental, jernih, tidak berwarna, tidak
berbau, rasa agak manis, higroskopik.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai sampel pelarut campur
7. Polisorbat 80(Ditjen POM, 1995 ;509)
Nama Resmi : POLYSORBATUM 80
Nama Lain : Polisorbat 80
Pemerian : Cairan seperti minyak, jernih berwarna kuning
muda hingga coklat muda, bau khas lemah, rasa
pahit, dan hangat.
Kelarutan : Mudah larut dalam air, lautan tidak berbau
danpraktis tidak berwarna, larut dalametanol,
dalam etil asetat, tidak larut dalam minyak mineral.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai sampel (terlarut)

3. PROSEDUR KERJA (Anonim, 2013)


A. Menentukan kelarutan suatu zat secara kuantitatif
a. Masukkan 1 g asam salisilat dalam 50 ml air dan kocok selama 1,5
jam dengan stirrer, jika ada endapan yang larut selama pengocokan
tambahkan lagi sejumlah tertentu asam salisilat sampai diperoleh
larutan lewat jenuh
b. Saring dan tentukan kadar asam salisilat yang terlarut dalam masing-
masing larutan.
B. Pengaruh pelarut campur terhadap kelarutan zat
a. Buatlah 100 ml campuran bahan pelarut yang tertera pada tabel di
bawah ini

Pelarut Air % Alkohol % (v/v) Propilen glikol %v/v)

(v/v)

15
A 60 0 40

B 60 5 35

C 60 10 30

D 60 15 25

E 60 20 20

F 60 30 10

G 60 35 5

H 60 40 0

b. Ambil 50 ml campuran pelarut, larutkan asam salisilat sebanyak 1 g ke


dalam masing-masing campuran pelarut A, B, C,D,E,F,G,H
c. Kocok larutan dengan strirrer selama 1,5 jam. Jika ada endapan yang
larut selama pengocokan tambahkan lagi sejumlah tertentu asam
salisilat sampai diperoleh larutan yang jenuh kembali
d. Saring larutan dan tentukan kadar asam salisilat dengan harga konstanta
dilelektrik bahan pelarut campur yang ditambahkan
C. Pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat
1. Buatlah 50 ml larutan tween 80 dengan konsentrasi 1%, 2%, 3%, 4%,
5%, 6%, 7%, 8%, 9%, dan 10%
2. Tambahkan 1 gram asam salisilat ke dalam masing-masing larutan
3. Kocok larutan dengan stirrer selama 1,5 jam. Jika ada endapan yang
larut selama pengocokan tambahkan lagi sejumlah tertentu asam
salisilat sampai diperoleh larutan yang jenuh kembali
4. Saring larutan dan tentukan kadar asam salisilat yang larut

16
5. Buatlah kurva antara kelarutan asam salisilat dengan konsentrasi
tween 80 yang digunakan
6. Tentukan konsentrasi misel kritik (KMK) tween 80
D. Pengaruh pH terhadap kelarutan suatu zat
1. Buat 100 ml larutan dapar fosfat dengan pH 5,6,7,8
2. Ambil 25 ml masing-masing larutan lalu tambahkan 0,5 g asam
salisilat ke dalamnya
3. Kocok larutan dengan stirrer selama 1,5 jam. Jika ada endapan yang
larut selama pengocokan tambahkan lagi sejumlah tertentu asam
salisilat sampai diperoleh larutan yang jenuh kembali
4. Buat kurva hubungan antara konsentrasi zat yang diperoleh dengan
pH larutan

17
BAB III

METODE KERJA

A. Alat dan Bahan

a. Alat yang di gunakan

Batang pengaduk, botol sermprot, cawan porselin, corong kaca,


erlenmeyer 250 ml,gegep kayu, gelas kimia 300 ml, gelas kimia 600 ml,
gelas ukur 100 ml, gunting, magnetic stirrer, penangas air, pipet tetes,
sendok tanduk, Stirrer, termometer, timbangan analitik, dan stopwatch.

b. Bahan yang di gunakan

Alkohol, aluminium foil, aquades, asam salisilat, dapar fosfat


(pH 4-8), kertas saring, kertas lebel, KH2PO4, NaOH, propilen glikol,
tissue, tween 8o.

B. Cara Kerja
1. Ditentukan kelarutan suatu zat secara kuantitatif
a. Dimasukkan 1 g asam salisilat dalam 50 ml air dan dikocok
selama 1,5 jam dengan stirrer, jika ada endapan yang larut selama
pengocokan ditambahkan lagi sejumlah tertentu asam salisilat
sampai diperoleh larutan lewat jenuh
b. Disaring dan tentukan kadar asam salisilat yang terlarut dalam
masing-masing larutan.
2. Pengaruh Pelarut Campuran
a. Disiapkan alat dan bahan
b. Disiapkan 2 buah gelas kimia untuk pelarut A, B, C, D, E, F, G
c. Dilarutkan 1 gram Asam salisilat untuk masing-masing jenis
pelarut

18
d. Dikocokdengan stirer selama 1,5 jam
e. Ditambahkan lagi 1 gram Asam salisilat saat pengocokan masih
berlangsung. (jika tidak terdapat endapan)
f. Saat pengocokan berlangsung selama kurang lebih satu jam di
tambahkan lagi asam asam salisilat 1 gram ke dalam larutan dan
dilakukan pengocokan kembali.
g. Disaring endapan yang terbentuk untuk masing-masing pelarut
h. Dikeringkan endapannya selama 24 jam
i. Ditimbang massa asam salisilat yang telah kering
3. Pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat
a. Dibuat 50 ml larutan tween 80 dengan konsentrasi 1%; 2%; 3%;
4%; 5%; 6%; 7%; 8%; 9% dan 10 %
b. Ditambahkan 1 gram asam salisilat ke dalam masing-masing
larutan
c. Dikocok larutan dengan stirrer selama 1,5 jam. Jika ada endapan
yang larut selama pengocokan ditambahkan lagi sejumlah tertentu
asam salisilat sampai diperoleh larutan yang jenuh kembali
d. Disaring larutan dan ditentukan kadar asam salisilat yang larut
e. Dibuat kurva antara kelarutan asam salisilat dengan konsentrasi
tween 80 yang digunakan
f. Ditentukan konsentrasi misel kritik (KMK) tween 80
4. Pengaruh pH terhadap kelarutan suatu zat
a. Dibuat 100 ml larutan dapar fosfat dengan pH 5,6,7,8
b. Diambil 50 ml masing-masing larutan lalu ditambahkan 0,5 g
asam salisilat ke dalamnya
c. Dikocok larutan dengan stirrer selama 1,5 jam. Jika ada endapan
yang larut selama pengdiocokan tambahkan lagi sejumlah tertentu
asam salisilat sampai diperoleh larutan yang jenuh kembali
d. Dibuat kurva hubungan antara konsentrasi zat yang diperoleh
dengan pH larutan

19
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Data pengamatan
a. Menentukan kelarutan suatu zat secara kuantitatif

Berat sampel Berat kertas Sampel dan Residu Sampel


saring kertas saring sampel yang larut
1g 0,82 g 1,54 g 0,72 0,28 g

b. pengaruh pelarut campur terhadap kelarutan zat

pelarut Berat Berat kertas Sampel dan Residu Sampel


sampel saring kertas saring sampel yang larut
A 1,5 g 0,81 g 1,6512 g 0.8412 g 0,6588 g

B 2g 0,81 g 1,41 g 0,6 g 1,4 g

C 1,5 g 0,80 g 0,9646 g 0,1646 g 1, 3354 g

D 2g 0,81 g 0,9620 g 0,152 g 1,848 g

E 2g 0,81 g 0,9583 g 0,1483 g 1,8517 g

F 2g 1g 2,06 g 1,06 g 0,94 g

G 2g 1g 2,05 g 1,05 g 0,95 g

H 2g 1g 1,79 g 0,79 g 1,21 g

20
c. pengaruh penambahan surfaktan terhadap suatu zat

% tween Berat Berat Sampel Residu Sampel


sampel kertas dan kertas sampel yang
saring saring larut

Tween 1 1 gr 1,05 gr 3,17 gr 2,12 gr 0,38 gr


%
Tween 2 1 gr 1,05 gr 3,19 gr 2,14 gr 0,36 gr
%
Tween 3 1 gr 1,05 gr 2,86 gr 1,81 gr 0,69
%
Tween 4 1,5 gr 0,4340 gr 0,8882 gr 0,4542 1,0458
%
Tween 5 1 gr 1,29 gr 2,19 gr 0,9 gr 1,1 gr
%
Tween 6 1 gr 1,29 gr 2,59 gr 1,3 gr 1,2 gr
%
Tween 7 1 gr 1,35 gr 2,78 gr 1,43 gr 1,07 gr
%
Tween 8 1 gr 1,08 gr 2,64 gr 1,56 gr 0,44 gr
%
Tween 9 1 gr 1,03 gr 2,51 gr 1,48 gr 0,52 gr
%
Tween 2,5 gr 0,43 gr 0,60 gr 0,71 gr 2,5 gr
10 %

21
d. pengaruh pH terhadap kelarutan suatu zat

pH Berat Beras Sampel dan Residu Sampel


larutan sampel kertas kertas saring sampel yang larut
saring

5 1g 0,42 g 1,04 g 0,62 g 0,38 g

6 1,5 g 0,40 g 1,35 g 0,95 g 0,55 g

7 2g 0,36 g 1,63 g 1,27 g 0,73 g

8 1,5 g 0,33 g 1,07 g 0,74 g 0,76 g

B. Perhitungan

Keterangan:

 residu sampel = sampel dan kertas saring - berat kertas saring


 Sampel larut = berat sampel - residu sampel

a. menentukan kelarutan secara kuantitatif


 Residu sampel = 1,54 - 0,82
= 0,72 g
 Sampel larut = 1 – 0,72
= 0,28 g
50
 Kelarutan = 0,28

= 178,57 (sukar larut)

22
b. pengaruh pelarut campur terhadap kelarutan suatu zat
 Pelarut A
 Residu sampel = 1,6512 - 0,81
= 0,8412 g
 Sampel larut = 1,5 – 0,8412
= 0,6588 g
100
 Kelarutan = 0,6588 = 151,79 (sukar larut )

 Pelarut B
 Residu sampel = 1,41 - 0,81

= 0,6 g

 Sampel larut = 2 – 0,6

= 1,4 g

100
 Kelarutan = = 71,42 ( agak sukar larut )
1,4

 Pelarut C
 Residu sampel = 10,9646 - 0,80
= 0,1646 g
 Sampel larut = 1,5 – 0,1646
= 1,3354 g
100
 Kelarutan = 1,3354= 74,88( agak sukar larut )

 Pelarut D
 Residu sampel = 10,9620 - 0,81
= 0,152 g
 Sampel larut = 2 – 0,152
= 1,848 g
100
 Kelarutan = 1,848= 54,11( agak sukar larut )

23
 Pelarut E
 Residu sampel = 0,9583 - 0,81
= 1,483 g
 Sampel larut = 2 – 0,1483
= 1, 8517 g
100
 Kelarutan = 1,8517= 54,00( agak sukar larut )

 Pelarut F
 Residu sampel = 2,06 - 1
= 1,06 g
 Sampel larut = 2 – 1,06
= 0,94 g
100
 Kelarutan = 0,94= 106,38 (sukar larut )

 Pelarut G
 Residu sampel = 2,05 - 1
= 1,05 g
 Sampel larut = 2 – 1,05
= 0,95 g
100
 Kelarutan = 0,95= 105,26 (sukar larut )

 Pelarut H
 Residu sampel = 1,79 - 1
= 0,79 g
 Sampel larut = 2 – 0,79
= 1,21 g
100
 Kelarutan = 1,21= 82,64 ( agak sukar larut )

24
c. Pengaruh surfaktan terhadap kelarutan suatu zat
a. Residu sampel = sampel dan kertas saring – berat kertas

saring

b. Sampel yang larut = berat sampel – residu sampel

 Tween 1 %

 Residu sampel = 3,17 g – 1,0 g

= 2,12 g

 Sampel larut = 2,5 g – 2,12 g

= 0,38 g

100 𝑚𝑙
 Kelarutan = 0,38 𝑔𝑟

= 263,15 ml/gr ( sukar larut).

 Tween 2 %

 Residu sampel = 3,19 g – 1,05 g

= 2,14 g

 Sampel larut = 2,5 g – 2,14 g

= 0,36g ( sangat mudah larut)

100 𝑚𝑙
 Kelarutan = 0,36 𝑔𝑟

= 277,77 ml/gr (sukar larut).

 Tween 3 %

 Residu sampel = 2,86 g – 1,05 g

= 1,81 g

 Sampel larut = 2,5 g – 1,81 g

25
= 0,69 g

100 𝑚𝑙
 Kelarutan = 0,69 𝑔𝑟

= 144,92 ml/gr (sukar larut).

 Tween 4 %

 Residu sampel = 0,88882 g – 0,4340 g

= 0,4542 g

 Sampel larut = 1,5 g – 0,4542 g

= 1,0458 g

100 𝑚𝑙
 Kelarutan = 1,0458 𝑔𝑟

= 95,62 (agak sukar larut)

 Tween 5 %

 Residu sampel = 2,19 g – 1,29 g

= 0,9 g

 Sampel larut = 2 g – 0,9 g

= 1,1 g

100 𝑚𝑙
 Kelarutan = 1,1 𝑔𝑟

= 90,90 ml/gr ( agak sukar larut).

 Tween 6 %

 Residu sampel = 0,607 – 0,434

26
= 0,713 g

 Sampel larut = 2,5 – 0,713

= 2,327 g

100 𝑚𝑙
 Kelarutan = 2,327 𝑔𝑟

= 42,973 ml/gr (agak sukar larut)

 Tween 7 %

 Residu sampel = 2,78 gr – 1,35 gr

= 1,43 gr

 Sampel larut = 2,5 gr – 1,43 gr

=1,07 gr

100 𝑚𝑙
 Kelarutan = 1,07 𝑔𝑟

= 93,45 ml/gr (agak sukar larut)

 Tween 8 %

 Residu sampel = 2,64 gr – 1,08 gr

= 1,56 gr

 Sampel larut = 2 gr – 1,56 gr

= 0,44 gr

100 𝑚𝑙
 Kelarutan = 0,44 𝑔𝑟

= 227,27 ml/gr (sukar larut)

27
 Tween 9 %

 Residu sampel = 2,51 gr – 1,03 gr

= 1,48 gr

 Sampel larut = 2 gr – 1,48 gr

= 052 gr

100 𝑚𝑙
 Kelarutan = 0,52 𝑔𝑟

= 192,30 ml/gr (sukar larut)

 Twen 10 %

 Residu sampel = 0,607 – 0,434

= 0,713 g

 Sampel larut = 2,5 – 0,713

= 2,327 g

100 𝑚𝑙
 Kelarutan = 2,327 𝑔𝑟

= 42,97 ml/gr ( agak sukar larut).

d. Pengaruh pH terhadap kelarutan suatu zat


 pH 5
 Residu sampel = 1,04 - 0,42
= 0,62 g
 Sampel larut = 1 – 0,62
= 0,38 g
50
 Kelarutan = 0,38= 131,57 ( sukar larut )

28
 pH 6
 Residu sampel = 1,35 - 0,40
= 0,95 g
 Sampel larut = 1,5 – 0,95
= 0,55 g
50
 Kelarutan = 0,55= 90,90 ( agak sukar larut )

 pH 7
 Residu sampel = 1,63 - 0,36
= 1,27 g
 Sampel larut = 2 – 1,27
= 0,73 g
50
 Kelarutan = 0,73= 68,49 ( agak sukar larut )

 pH 8
 Residu sampel = 1,07 - 0,33
= 0,74 g
 Sampel larut = 1,5 – 0,74
= 0,76 g
50
 Kelarutan = 0,76= 65,78 ( agak sukar larut )

 Perhitungan pelarut campur antara konstanta dielektrik dengan zat yang


terlarut
Diketahui:
- konstanta dielektrik alcohol : 23,3
- konstanta dielektrik propolen glikol : 32,0
- konstanta dielektrik air : 80,4

29
Penyelesaian :
a. untuk pelarut A
60
 air 60 % = 100 x 80,4 = 48,24

 alcohol 0 % =0 =0
40
 propilenglikol 40% = 100 x 32,0 = 12,8

+
Jumlah = 61

b. untuk pelarut B
60
 air 60 % = 100 x 80,4 = 48,24
5
 alcohol 5 % = 100 x 24,3 = 1,215
35
 propilenglikol 35%= 100 x 32,0 = 11,2

Jumlah = 60,655

c. untuk pelarut C
60
 air 60 % = 100 x 80,4 = 48,24
10
 alcohol10 % = 100 x 24,3 = 2,43
30
 propilenglikol 30% = 100 x 32,0 = 9,6

+
Jumlah = 60,27

d. untuk pelarut D
60
 air 60 % = 100 x 80,4 = 48,24
15
 alcohol15 % = 100 x 24,3 = 3,645
25
 propilenglikol 25 % = 100 x 32,0 =8

30
Jumlah = 59,885

e. untuk pelarut E
60
 air 60 % = 100 x 80,4 = 48,24
20
 alcohol20 % = 100 x 24,3 = 4,86
20
 propilenglikol 20 % = 100 x 32,0 = 6,4

+
Jumlah = 59,5

f. untuk pelarut F
60
 air 60 % = 100 x 80,4 = 48,24
30
 alcohol30 % = 100 x 24,3 = 7,29

10
 propilenglikol 10% = 100 x 32,0 = 3,2

+
Jumlah = 58,73

g. untuk pelarut G
60
 air 60 % = x 80,4 = 48,24
100

31
35
 alkohol35 % = 100 x 24,3 = 8,505
5
 propilenglikol 5%= 100 x 32,0 = 1,6

+
Jumlah =58,345

h. untuk pelarut H
60
 air 60 % = 100 x 80,4 = 48,24
40
 alkohol40 % = 100 x 24,3 = 9,72
0
 propilenglikol 0 % = 100 x 32,0 =0

+
Jumlah = 57,96

Kurva
a) Pengaruh pelarut campur terhadap kelarutan zat

PELARUT CAMPUR
2 E D
1.8

1.6
CB
1.4
H
ZAT YANG TERLARUT

1.2

1
GF
0.8 A
0.6

0.4

0.2

0
57.5 58 58.5KONSTANTA
59 59.5
DIALEKTRIK
60 60.5 61 61.5
b) Pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat

32
3
SOLUBILISASI 10 %
2.5
ZAT YANG TERLARUT

1.5
6%
4%5% 7%
1 3%
1%2% 8 %9 %
0.5

0
0 2 4 6 8 10 12
TWEEN 80

C. Pembahasan

33
Dalam istilah farmasi, larutan didefinisikan sebagai sediaan cair yang
mengandung satu atau lebih zat kimia yang dapat larut, biasanya dilarutkan
dalam air, yang karena bahan-bahannya, cara peracikan atau penggunaanya,
tidak dimasukkan kedalam golongan produk lainnya
Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat kimia tertentu, zat
terlarut (solute), untuk larut dalam suatu pelarut (solvent). Kelarutan
dinyatakan dalam jumlah maksimum zat terlarut yang larut dalam suatu
pelarut pada kesetimbangan. Larutan hasil disebut larutan jenuh. Zat-zat
tertentu dapat larut dengan perbandingan apapun terhadap suatu pelarut.
Zat terlarut (solute) adalah komponen yang mengandung jumlah zat
sedikit dalam larutan yang disebut zat terlarut. Solvent adalah komponen
yang mengandung jumlah zat terbanyak dalam larutan yang disebut sebagai
pelarut.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan antara lain adalah
suhu, pH, ukuran partikel, tetapan dialektrik, dan penambahan zat-zat tertentu
misalnya surfaktan.
Dalam praktikum ini, maksud dan tujuannya adalah menentukan
kelarutan suatu zat secara kuantitatif, pengaruh pelarut campur terhadap
kelarutan zat, pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat
dan pengaruh pH terhadap kelarutan suatu zat.
Penentuan kelarutan suatu zat secara kuantitatif dilakukan dengan cara
dimasukkan 1 g asam salisilat dalam 50 ml air dan dikocok selama 1,5 jam
dengan menggunakan stirrer, Jika setelah dikocok masih ada endapan larut
maka ditambahkan lagi asam salisilat hingga terbentuk endapan. Kemudian
difiltrate lalu hasil filtratnya di keringkan dan tentukan kemudian disaring
dengan menggunakan kertas saring dan ditentukan kadarnya.
Dengan persen kadar 4,46 %. Pada cuplikan menit ke- 30 didapatkan
dengan persen kadar 4,97 %. Pada cuplikan menit ke-45 didapatkan dengan
persen kadar 4,97 %. Pada menit ke-60 didapatkan dengan persen kadar 6,90
% dan pada menit ke-75 didapatkan dengan persen kadar 6,90 %. Dari

34
percobaan ini didapatkan bahwa semakin lama terjadi pengocokan maka
kelarutan suatu zat pun akan semakin meningkat.
Untuk mengetahui pengaruh pelarut campur terhadap kelarutan,
dilakukan uji kelarutan terhadap asam salisilat dalam pelarut aquadest,
alkohol, dan campuran antara propilen glikol dengan volume masing-masing
pelarut sebanyak 100 ml, divariasikan yang dimasukkan dalam delapan
buah botol yang berbeda.
Pada penentuan pengaruh pelarut terhadap kelarutan suatu zat,
dilakukan dengan mengambil 50 ml pelarut campur yaitu pelarut
A,B,C,D,E,F,G,dan H yang telah ditentukan terlebih dahulu konstanta
dialektriknya kemudian dimasukkan 1 gram asam salisilat. Dikocok dengan
menggunakan strirer selama 1,5 jam. Jika setelah dikocok masih ada
endapan larut maka ditambahkan lagi asam salisilat hingga terbentuk
endapan. Kemudian difiltrate lalu hasil filtratnya di keringkan dan tentukan
kadar asam salisilat yang larut, setelah itu dibuatlah kurva antara kelarutan
asam salisilat dengan harga konstanta dielektrik.
Untuk pelarut campur A didapatkan volume titran sebanyak 3,8 ml
dengan persen kadar 52,478 %. Untuk pelarut campur B didapatkan volume
titran sebanyak 2,5 ml dengan persen kadar 34,525 %. Untuk pelarut campur
C didapatkan volume titran sebanyak 2,8 ml dengan persen kadar 38,668 %.
Untuk pelarut D didapatkan volume titran sebanyak 5 ml dengan persen
kadar 69,05 %. Untuk pelarut E didapatkan volume titran sebanyak 3,9 ml
dengan persen kadar 53,8 %. Untuk pelarut F didapatkan volume titran
sebanyak 2,2 ml dengan persen kadar 30,3 %. Untuk pelarut G didapatkan
volume titran sebanyak 2,2 ml dengan persen kadar 30,3 %. Untuk pelarut H
didapatkan volume titran sebbanyak 1,9 ml dengan persen kadar 26,2 %. Hal
ini membuktikan makin besar ttetapan dialektrik suatu zat maka makin
tinggi pula kelarutannya.
Penentuan pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu
zat dilalukan dengan pembuatan larutan tween 80 dengan variasi konsentrasi
(1%, 2%, 3%, 4%, 5%, 6%, 7%, 8%, 9% dan 10%).Kemudian ditambahkan

35
1 g asam salisilat ke dalam masing-masing larutan tween tersebut.
Kemudian dikocok dengan menggunakan stirrer selama 1,5 jam. Jika
endapannya larut maka tambahkan asam salisilat berlebih kemudian
difiltrate dengan menggunakan kertas saring.Setelah itu ditentukan
kadarnya.
Pada larutan tween 1 % ppm dengan persen kadar 12,4 %. Pada larutan
tween 5% ppm dengan persen kadar 15,1 %. Pada larutan tween 10 % ppm
ml dengan persen kadar 15,1%. Pada larutan tween 50 % ppm dengan
persen kadar 19,1 %. Pada larutan tween 100 % ppm dengan persen kadar
31,7 %. Pada larutan tween 500 % ppm dengan pesen kadar 33,1 %. Pada
larutan tween 1000 % ppm dengan persen kadar 33,1 %. Hal ini
membuktikan makin tinggi konsentrasi surfaktan yang ditambahkan maka
makin tinggi pula kelarutannya dimana KMK terbentuk pada larutan tween
5,0 % ppm hingga larutan tween 10 % ppm.
Pada penentuan pH di buat larutan dapar posfat dengan Ph 5,6,7, dan
8, kemudian di ambil masing-masing larutan dan di tambahkan 0,5 natrium
diklofenak di kocok dengan stirrer Jika setelah dikocok masih ada endapan
larut maka ditambahkan lagi asam salisilat hingga terbentuk endapan.
Kemudian difiltrate lalu hasil filtratnya di keringkan dan tentukan kadarnya.
Pada Ph 5 dapar posfatnya 131,57 (sukar larut), pada Ph 6 diperoleh 90,90
(agak sukar larut), pada Ph 7 diperoleh 68,49 (agak sukar larut) dan pada Ph
8 diperoleh 59,52 (agak sukar larut)
Aplikasi kelarutan dalam bidang farmasi antara lain digunakan dalam
pembuatan larutan farmaseutika, dapat membantu dalam menentukan
pelarut yang tepat untuk sediaan obat, serta dapat digunakan untuk uji
kemurnian.
Adapun faktor kesalahan yang menyebabkan hasil praktikum tidak
sesuai dengan literatur adalah
1. Kecepatan stirrer yang tidak beragam, sehingga jumlah kelarutan setiap
pelarut berbeda.
2. Penimbangan massa asam salisilat yang tidak sama untuk setiap pelarut

36
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari hasil praktikum diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
a. Semakin lama pengocokan maka kelarutan suatu zat semakin besar.
b. Semakin tinggi konstanta dialektrik suatu zat maka semakin tinggipula
kelarutan suatu zat.
c. Semakin besar konsentrasi surfaktan yang ditambahkan maka semakin
tinggi pula kelarutan suatu zat.
d. Semakin tinggi pH suatu zat maka semakin cepat pula kelarutan suatu
zat.

B. Saran
Diharapkan kerja sama yang baik antara praktikan dan asisten
pendamping agar praktikum dapat berjalan lebih baik lagi.

37
DAFTAR PUSTAKA

Ansel C. Howard. 1989. “Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi”. Universitas


Indonesia Press : Jakarta
Ditjen. POM. 1979. “Farmakope Indonesia Edisi III”. Departemen Kesehatan
RI : Jakarta
Ditjen. POM. 1995. “Farmakope Indonesia Edisi IV”. Departemen Kesehatan
RI : Jakarta
Effendi, Idris. 2003. “Materi Kuliah Farmasi Fisika”.UNHAS : Makassar.

Estien, Yazid , 2005. “Kimia Fisika Untuk Paramedis”.Hipokrates : Jakarta.

Gennaro.A.R. 1990. ”Remington Pharmaceutical Edisi 18th. Mark Publing

Hardjadi. 1993.’’Ilmu Kimia Analitik Dasar’’. PT Gramedia Pestaka : Jakarta

Lund, Walter. 1994. “The Pharmaceutical Codex”. The Pharmaceutical Press :


London.
Martin, Alfred, 1993. “Farmasi Fisika”. Universitas Indonesia : Jakarta

R. Voight., 1994, “Buku Pelajaran Teknologi Farmasi”, Edisi Kelima, Penerbit


Gadjah Mada University Press : Yogyakarta.
Rosenberg. 1992. “Kimia Fisika”. Penerbit Intan pariwara. Jakata.

Sukardjo. 1997.’’ Kimia Fisika I’’. Universitas Indonesia : Jakarta

38

Anda mungkin juga menyukai