Anda di halaman 1dari 20

PRECLINICAL

ALZHEIMER




Oleh:
dr. Ketut Widyastuti, Sp.S
dr. Kelvin Yuwanda


PROGRAM STUDI NEUROLOGI
FK UNUD/RSUP SANGLAH DENPASAR
2017



DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ......................................................................................................... i

DAFTAR ISI ..................................................................................................................... ii

DAFTAR GAMBAR........................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................ 2

2.1 Definisi .............................................................................................................. 2


2.2 Stadium PA Preklinis ......................................................................................... 2
2.3 Patofisiologi ...................................................................................................... 5
2.4 Pemeriksaan Penunjang ................................................................................... 10
BAB III KESIMPULAN...................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 16

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Stadium dari PA preklinis …………………………………… 5


Gambar 2.2 Diagram Tebar mengenai antibodi terhadap protein
synapsin-1 dan synaptophysin……………………………………………... 8
Gambar 2.3 Diagram Tebar mengenai antibodi terhadap protein
Drebrin, Sap-97, dan PSD-95………………………………………………. 9
Gambar 2.4 Diagram dari slot-blot untuk protein carbonyls,
4-Hydroxnynonenal dan 3-Nitrotyrosine…………………………………… 10
Gambar 2.5 Biomarker pada PA……………………………………………. 11
Gambar 2.6 Model biomarker dari kaskade patologi pada
penyakit Alzheimer………………………………………………………… 12
Gambar 2.7 Fase “diam” diantara akumulasi plak
sampai terjadinya klinis……………………………………………………... 13

BAB I

PENDAHULUAN

Penambahan dari angka harapan hidup pada populasi bukan hanya merupakan masalah

pada negara yang maju. Penuaan yang cepat dari populasi dan kumpulan dari penyakit

degeneratif kronis telah berkembang pada banyak negara yang sedang berkembang juga. Dari

estimasi 25 juta populasi dunia dengan penyakit alzheimer (PA) pada tahun 2000, 13 juta jiwa

tinggal pada daerah yang kurang berkembang (Wimo A dan kawan-kawan, 2003). Diperlukan

penelitian yang intensif untuk menemukan pengobatan dari penyakit yang umum serta

menghabiskan banyak biaya, dan sejajar dari perkembangan terapi, fokus diagnostik juga telah

berpindah menjadi deteksi dari stadium dini PA (Chong M.S., Sahadevan S., 2005).

Konsep PA preklinis muncul pada abad tahun 20 yang awalnya didefenisikan sebagai

individu yang tidak terdapat gangguan kognitif yang menunjukkan lesi otak PA pada

pemeriksaan post mortem. Dengan perkembangan dari petanda patologis PA, konsep tersebut

berkembang dan PA preklinis dipertimbangan apabila petanda tersebut muncul pada individu

dengan kognisi yang normal (Dubois B dan kawan-kawan, 2016).

Perkembangan akhir-akhir ini mengenai terapi pada PA menunjukkan bahwa intervensi

awal dapat bermanfaat jangka panjang pada penderita PA. Sebagai akibatnya, perlunya

pendeteksian penderita yang beresiko untuk menderita PA atau yang berada dalam fase

prodormal atau preklinis (Dubois B dan kawan-kawan, 2016). Pada referat ini, akan dijabarkan

mengenai definisi, stadium PA preklinis, patofisiologi, dan diagnosis serta penunjang.

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi

Proses dari penyakit alzheimer ini telah dimulai dari beberapa tahun sebelum terjadinya

gejala dan intervensi terapi dapat dimulai pada fase ini di kemudian hari, membuat definisi dari

stadium preklinis menjadi penting. Secara konsep, definisi dari PA preklinis secara teoritis

beranjak dari lesi neuropatologis otak pertama sampai ke onset dari timbulnya gejala pertama

dari PA. Namun, pada praktik, batasan ini sangat susah dipahami (Dubois B dan kawan-kawan,

2016).

Walaupun terdapat batas yang tegas antara stadium dari PA, definisi dari onset klinis dari

penyakit memerlukan perhatian dikarenakan berhubungan paling spesifik dengan strategi dari

pencegahan. Menurut Dubois dkk, direkomendasikan untuk menggunakan istilah AD preklinis

ketika resiko dari penderita adalah tinggi (terdapat penanda Aβ dan Tau yang melebihi angka

normal) dan Asymptomatic Risk-Alzheimer Disease (AR-AD) bila evolusi menjadi PA klinis

kecil kemungkinan atau masih harus dipastikan (hanya satu penada patofisiologi yang dianggap

abnormal) (Buchhave P., dan kawan-kawan, 2012).

2. Stadium dari PA preklinis

Stadium dari PA preklinis terdiri dari tiga stadium :

1. Stadium I : Stadium pada amiolodosis serebral asimptomatik

Individu pada stadium ini mempunyai bukti peningkatan biomarker Aβ pada

cairan serebro spinal (CSS) dan atau pada pencitraan amiloid positron emition

5

tomography (PET), tetapi tidak ditemukan bukti dari perubahan otak yang dicurigai

degeneratif atau perubahan kognisi atau gejala dari perilaku. Sampai saat ini,

pemeriksaan biomarker dan pencitraan PET Aβ memberikan bukti mengenai akumulasi

amiloid dan penumpukan dari bentuk fibrillar dari amiloid. Walaupun masi terbatas, data

akhir-akhir ini menunjukkan bahwa bentuk yang larut atau oligomer dari Aβ

kemungkinan sebanding dengan plak, dimana hal tersebut dapat menjadi reservoir dari

bentuk yang larut, namun masih belum diketahui apakah terdapat stadium pre plak yang

dapat diindetifikasi dimana hanya terdapat bentuk oligomer Aβ yang larut. Selain itu

terdapat data yang mulai dikembangkan pada kohort genetik yang menyatakan bahwa

terdapat perubahan sinaps yang awal sebelum ditemukan akumulasi amiloid (Sperling R.

dan kawan-kawan, 2010).

Sampai saat ini untuk menentukan positif amiloid belum ditentukan. Walaupun

penelitian akhir-akhir ini menunjukkan bahwa mungkin terdapat batasan dari kadar CSF

Aβ42 sebagai prediktif dari perjalanan dari gangguan kognisi ringan (GKR) menjadi

demensia PA. Namun, masih belum diketahui apakah kadar yang serupa akurat untuk

individu dengan nilai kognisi yang normal atau mendekati normal. Hal yang sama juga

pada pencitraan PET, masih belum diketahui apakah kadar rata-rata pada bagian anatomis

spesifik mempunyai nilai prediktif positif yang bermakna. Walapun penelitian

menunjukkan bahwa kadar Aβ42 pada CSS berhubungan terbalik dengan pengukuran

kuantitatif amiloid pada pencitraan PET, terdapat beberapa individu yang menunjukkan

kadar Aβ42 CSS yang menurun namun tidak terdapat amiloid positif pada pencitraan

PET (Fagan A.M. dan kawan-kawan, 2006).

2. Stadium II : Amiloid positif + bukti dari disfungsi sinaptik dan atau awal neurodegenerasi

6

Individu ini mempunyai bukti dari amilodi yang positif dan terdapat satu atau

lebih penanda pada patologis PA. penanda ini termasuk disfungsi sinaps yang terdeteksi

melalui FDG-PET, disfungsi jaringan yang terdeteksi pada MRI fungsional, cedera

neuron yang dimediasi tau pada pengukuran tau atau phospo-tau pada CSS, dan atrofi

korteks atau hippokampus yang terdeteksi melalui MRI volumetrik. Buktu menunjukkan

bahwa biomarker dari akumulasi Aβ sering berhubungan dengan disfungsi dan

neurodegenerasi pada regio otak yang terganggu, termasuk regio korteks posteromedial

(prekuneus, singulus posterior, dan korteks retrospenial), parietal lateral, temporal lateral

dan temporal media (Sperling R. dan kawan-kawan, 2010).

Walaupun studi ini menunjukkan bahwa, rata-rata, individu dengan amiloid

positif menunjukkan peningkatan abnormalitas pada penanda ini dibandingkan dengan

individu dengan amiloid negatif, masih terdapat perbedaan diantara individu. Terdapat

studi menunjukkan bahwa individu dengan amiloid yang positif menunjukkan

abnormalitas yang lebih berat dibandingkan dengan individu dengan amiloid negatif.

Masih belum jelas apakah memungkinkan untuk mendeteksi perbedaan di antara

biomarker PA lainnya, namun ada beberapa bukti bahwa disfungsi sinaps dini, seperti

yang dinilai oleh teknik pencitraan fungsional seperti FDG-PET dan MRI fungsional,

dapat terdeteksi sebelum kehilangan volume (Sperling R. dan kawan-kawan, 2010).

3. Stadium 3 : Amiloid positif + bukti dari neurodegenerasi + penurunan kognitif ringan

Individu dengan bukti biomarker mengenai akumulasi amiloid, neurodegenerasi

dini, dan penurunan kognisi yang ringan berada pada stadium akhir dari PA preklinis dan

mendekati batas dari kriteria GKR. Individu ini menunjukkan bukti dari penurunan

ambang batas mereka sendiri, walaupun mereka masih dapat menujukkan hasil normal

7

pada tes kognitif standar. Terdapat bukti mengenai tes yang lebih sensitif, terutama

dengan memberi tes mengenai memori episodik, dapat mendeteksi gangguan kognisi

yang sangat ringan. Mash belum jelas apakah penurunan memori yang dilaporkan sendiri

oleh penderita dapat menjadi prediktor dari perkembangan, namun terdapat kemungkinan

bahwa kombinasi dari biomarker dan penilaian subjektif terhadap perubahan yang ringan

dapat berguna (Sperling R. dan kawan-kawan, 2010).

Gambar 2.1 Stadium dari PA preklinis (Sperling R. dan kawan-kawan, 2010)

3. Patofisiologi

a. Amiloid dan Patologi Neuro Fibrillary Tangle (NFT)

Peptida Aβ, dimana yang membentuk inti dari plak Aβ parenkim yang dihasilkan

dari Amyloid-beta precursor protein (APP), sebuah holoprotein yang dipotong oleh β dan

γ secretase untuk membentuk Aβ yang toksik. Penyebaran dari plak Aβ berubah dari

waktu ke waktu dan menunjukkan penyebaran dari penumpukan Aβ pada otak pada

penderita (Downing N.M., dan kawan-kawan, 2011). Plak yang difus awalnya timbul

pada neokroteks dan menyebar ke regio otak yang lain. Pada stadium berikutnya, plak Aβ

8

terjadi pada area alokorteks, basal ganglia, talamus, hipotalamus, mesensefalon, medula,

pons dan serebelum. Stadium akhir menunjukkan plak Aβ yang padat di tengahnya.

Gambaran patologis lainya adalah NFT yang terdiri dari bentuk tau protein yang

mengalami hiperfosforilasi. Pembentukan dari NFT dan pematangan berkembang sesuai

dengan rangkaian perubahan molekular dan konformasi dari molekul tau (Mufson E.J.,

dan kawan-kawan, 2016).

Braak dan Braak mendeskripsikan penyebaran topografis NFT dari lobur mesial

temporal ke neokorteks, sesuai dengan enam stadium yang tergantung pada lokasi dari

neuron yang terdapat NFT dan keparahan dari lesi (stadium transentorinal I-II : kasus

yang diam secara klinis; stadium limbik III-IV : PA awal; stadium neokortikal V-VI : PA

yang sudah bekembang) (Braak H., Braak E., 1991).

b. NFT dan kognisi pada PA preklinis

Walaupun tau dan Aβ meningkat sesuai usia, hubungan dengan fungsi

kognisi antemortem masih belum terjamah. Kasus no cognitive imparirment

(NCI) menunjukkan neuropatologi PA pada otopsi walaupun tidak terdapat klinis

pada pemeriksaan kognisi antemortem dapat menunjukkan stadium penyakit

preklinis (Downing N.M., dan kawan-kawan, 2011). Studi menunjukkan

hubungan negatif terhadap plak Aβ dan NFT dengan pemeriksaan kognitif

antemortem yang menunjukkan bahwa individu yang lebih tua pada stadium

preklinis PA menurut patologi otak mereka sewaktu kematian tetap menunjukkan

performa kognitif mereka dalam batas normal (Mufson E.J., dan kawan-kawan,

2016).

9

Penelitian pada subjek NCI dari kohort Rush Religious Orders Study

(RROS) menunjukkan persentase yang hampir sama pada skor Braak yang rendah

(40%) dan tinggi (60%) dibandingkan dengan subjek dengan NCI, GKR dan PA

yang diperiksa menunjukkan hubungan minor antara memori episodik dan

neuropatologi menggunakan kriteria neuropatologi NIA-Reagan Institute untuk

PA, yang mengggabungkan penilaian plak neuritik menggunakan skor CERAD

dan patologi NFT menggunakan skor Braak. Individu dengan skor Braak yang

rendah dan tinggi serta moderat terhadap skor CERAD menunjukkan kehilangan

total volume otak dan hippokampus yang memberi kesan volume otak sebagai

variabel yang berefek pada penurunan kognisi (Bennet D.A, dan kawan-kawan,

2006).

Terdapat penelitian mengenai hubungan antara skor NFT Braak rendah

dan tinggi terhadap domain kognitif (episodik, eksekutif, semantik dan skor

kognitif global) dan patologi plak pada kohort individu tua yang terdiagnosis NCI

pada evaluasi klinis terakhir sebelum meninggal. Pada studi potong lintang ini,

mayoritas dari subjek NCI adalah Braak stadium III. Dijumpai wanita mempunyai

skor Braak yang lebih tinggi (III-V) walaupun masih NCI. Walaupun grup NCI

Braak rendah menujukkan performa yang lebih baik pada kebanyakan domain

kognitif, hanya pada tes memori semantik yang signifikan lebih tinggi namun data

ini tidak tetap ketika data ini disesuaikan untuk umur, jenis kelamin dan lama

pendidikan yang menyarankan bahwa hubungan ini tidak berhubungan secara

langsung dengan stadium Braak (Counts S.E., dan kawan-kawan, 2011). Selain

itu, terdapat korelasi signifikan antara plak neuritik hippocampal CA1 dan

10

memori episodik serta skor kognisi global yang menunjukkan bahwa tipe lesi ini

yang menggabungkan patologi plak Aβ dan tau mempunyai peran lebih krusial

pada penurunan kognisi pada stadium prekilnis demensia (Mufson E.J., dan

kawan-kawan, 2016).

c. Stress Oksidatif dan homeostasis sinaptik pada perjalanan dini PA

Mufson EJ dan kawan-kawan mengevaluasi hubungan antara stress

oksidatif dan homeostasis sinpatik pada perjalanan dini PA menggunakan kasus

NCI yang mungkin merepresentasikan preklinis GKR amnestik atau PA preklinis

dari University of Kentucky Alzheimer’s Disease Brain Bank. Umur dan

hippokampus postmortem dibandingkan dari individu dengan NCI yang

mengalami otopsi dengan patologi PA yang abnormal tinggi, rendah atau normal

dan grup GKR amnestik untuk perubahan di protein presinaptik (mis Synasin-1,

Sunaptophysin) dan post sinaptik (mis Drebrin, PSD-95 dan SAP-97) dan

penanda dari stress oksidatif ( mis karbonil protein, 4-hydroxynonenal dan 3-

nitrotyrosine) (Mufson E.J., dan kawan-kawan, 2016).

11

Gambar 2.2 Diagram Tebar mengenai antibodi terhadap protein synapsin-1 dan

synaptophysin (LPNCI : NCI abnormal rendah, HPNCI : NCI abnormal tinggi,

aMCI : GKR amnestik) (Mufson E.J., dan kawan-kawan, 2016).

Gambar 2.3 Diagram Tebar mengenai antibodi terhadap protein Drebrin, Sap-97,

dan PSD-95(LPNCI : NCI abnormal rendah, HPNCI : NCI abnormal tinggi,

aMCI : GKR amnestik) (Mufson E.J., dan kawan-kawan, 2016).

Secara mengejutkan, kohort kedua NCI abnormal tinggi dan GKR

amnestik menunjukkan penurunan signifikan dari kadar protein sinaptik yang

berbeda dibandingkan NCI abnormal rendah namun GKR amnestik dan NCI

abnormal tinggi tidak berbeda signifikan antara satu dengan yang lain.

Pengukuran dari stress oksidatif juga menunjukkan perbedaan grup yang

signifikan dengan peningkatan tertinggi terluhat pada GKR amnestik dan NCI

abnormal tinggi serta hubungan signifikan antara perubahan pada stress oksidatif

dan protein sinaptik. Penurunan pada kedua protein presinap dan postsinap
12

mengindikasikan kehilangan homeostasis sinaptik pada hipokampus pada proses

PA dini. Peningkatan stress oksidatif pada GKR amnestik sesuai dugaan

dikarenakan telah terdapat beberapa studi pendahuluan mengenai peningkatan

stress oksidatif yang sesuai dengan perkembangan penyakit. Namun yang tidak

diharapkan adalah stress oksidatif yang meningkat pada kohort NCI abnormal

tinggi, yang mendukung ide bahwa grup ini merepresentasikan PA preklinis

(Mufson E.J., dan kawan-kawan, 2016).

Gambar 2.4 Diagram dari slot-blot untuk protein carbonyls, 4-Hydroxnynonenal

dan 3-Nitrotyrosine untuk individu dengan LPNCI, HPNCI, dan aMCI

Selama beberapa tahun terakhir, oligomer Aβ telah diduga sebagai salah

satu pemicu terhadap gangguan sinap dan fosforilasi tau pada PA. Kadar oligomer

Aβ di korteks pada GKR dan PA yang ringan sampai sedang dihubungkan dengan

kontrol tanpa demensia dengan usia yang sama, dikorelasikan dengan keparahan

dari gangguan kognitif, stadium Braak, dan kadar protein presinaptik dan

postsinaptik yang rendah. Oligomer Aβ di dalam terminal sinaptik berhubungan

dengan hiperfosforilasi tau pada PA. Oleh karena itu, agen terapetik yang

13

menarget oligomer Aβ sinaptik pada proses penyakit yang dini dapat

memperlambat onset dan arah penyakit (Mufson E.J., dan kawan-kawan, 2016).

4. Pemeriksaan Penunjang

Terdapat beberapa pemeriksaan penunjang pada PA preklinis, diantaranya adalah :

Gambar 2.5 Biomarker pada PA (Langbaum J.B. dan kawan-kawan, 2013)

Pemeriksaan biomarker ini sejajar dengan patofisiologi secara hipotetikal

pada rangkaian PA, dan relevan dalam mengikuti perjalanan stadium dari PA

preklinis. Biomarker dari amiloidosis Aβ otak termasuk pengurangan dari Aβ42

pada CSS dan peningkatan dari retensi amiloid pada pencitraan PET. Peningkatan

tau CSS tidak spesifik untuk PA dan diduga sebagai biomarker dari cedera

neuronal (Gil-Gregorio P., Yubero-Pancorbo R., 2014).

14

Penurunan ambilan fluorodeoxyglcose 18 F (FDG) pada PET dengan pola

hipometabolisme temporopariteal merupakan biomarker dari disfungsi sinaps

yang berhubungan dengan PA. Atrofi otak pada pencitraan magnetic resonance

imaging (MRI) mempunyai pola karakteristik yang mengenai lobus temporal

media, paralimbik, dan temporoparietal sebagai biomarker dari neurodegenerasi

yang terkait PA (Gil-Gregorio P., Yubero-Pancorbo R., 2014).

Gambar 2.6 Model biomarker dari kaskade patologi pada penyakit Alzheimer

(Jack CR Jr, dan kawan-kawan. 2010)

Perhitungan penumpukan Aβ fibrilar dapat membantu untuk mempelajari

PA dengan cara perhitungan in vivo dari amiloid fibrilar di otak. Pasien yang

terkena PA secara klinis dapat menunjukkan penumpukan Aβ fibrilar di

prekuneus, singulus posterior, parietal, korteks temporal, dan frontal, dimana

kebanyakan terjadi pada stadium dini penyakit, dengan kadar Aβ fibrilar menjadi

stabil pada akhir penyakit. Amiloid fibrilar di korteks yang dilhat dengan

15

pencitraan PET berkorelasi dengan erat pada patologi amiloid saat otopsi

(Langbaum J.B. dan kawan-kawan, 2013).

Akumulasi biomarker Aβ menjadi abnormal awalnya dan terjadi

penumpukan substansial dari Aβ sebelum terjadinya gejala klinis. Terdapat fase

“diam” diantara akumulasi Aβ dan gejala klinis yang masih belum bisa

ditentukan, namun fase ini mungkin lebih dari satu dekade (Gil-Gregorio P.,

Yubero-Pancorbo R., 2014).

Gambar 2.7 Fase “diam” diantara akumulasi plak sampai terjadinya klinis

(Sperling R. dan kawan-kawan, 2010)

Biomarker dari disfungsi sinaptik, termasuk FDG dan MRI fungsional

yang menunjukkan abnormalitas sangat dini, terutama pada pembawa gen

APOEε4, yang dapat bermanifestasi secara klinis bahkan sebelum penumpukan

Aβ terdeteksi (Gil-Gregorio P., Yubero-Pancorbo R., 2014).

MRI struktural diduga menjadi abnormal pada fase lanjutan, sebagai

marker dari kehilangan neuronal, dan MRI berhubungan erat dengan kemampuan

kognitif melalui fase klinis GKR dan demensia. Pada MRI dapat terlihat pasien

16

dengan GKR dan demensia dikarenakan oleh PA mempunyai fase atrofi yang

lebih cepat pada hipokampus, korteks entorinal, subtansia grisea dan otak secara

keseluruhan. Pencitraan ini tampak sebelum onset klinis, dengan volume

hippokampus yang berkurang sampai lebih kurang 10% pada 3 tahun sebelum

diagnosis demensia PA, dan atrofi mulai paling tidak 5 tahun sebelum diagnosis

(Langbaum J.B. dan kawan-kawan, 2013).

17

BAB III

KESIMPULAN

Proses dari penyakit alzheimer ini telah dimulai dari beberapa tahun sebelum terjadinya

gejala dan intervensi terapi dapat dimulai pada fase ini di kemudian hari, membuat defenisi dari

stadium preklinis menjadi penting. Definisi dari PA preklinis secara teoritis beranjak dari lesi

neuropatologis otak pertama sampai ke onset dari timbulnya gejala pertama dari PA. Terdapat 3

stadium PA preklinis yaitu stadium I (Stadium pada amiolodosis serebral asimptomatik), stadium

II (Amiloid positif + bukti dari disfungsi sinaptik dan atau awal neurodegenerasi), dan stadium

III (Amiloid positif + bukti dari neurodegenerasi + penurunan kognitif ringan).

Terdapat beberapa mekanisme yang menyebabkan terjadinya PA preklinis, yaitu Amiloid

dan Patologi Neuro Fibrillary Tangle (NFT) dimana APP membentuk inti dari plak Aβ

parenkim, NFT dan kognisi pada PA preklinis yang menunjukkan hubungan negatif terhadap

plak Aβ dan NFT dengan pemeriksaan kognitif, Stress Oksidatif dan homeostasis sinaptik pada

perjalanan dini PA menujukkan terdapat peningkatan kadar stress oksidatif pada NCI abnormal

tinggi dan GKR amnestik dibandingkan NCI abnormal rendah.

Kaskade patogenik dari PA diperkirakan dimulai dari paling tidak 10-20 tahun sebelum

terjadinya gejala gangguan kognitif, dan biomarker PA mempunyai peran krusial pada deteksi

18

dan monitoring dari stadium preklinis dan klinis dari PA. Peran biomarker PA menjadi lebih

penting belakangan ini, dikarenakan biomarker PA baik sendiri maupun dikombinasikan.

Terdapat beberapa pemeriksaan penunjang yang digunakan, seperti pemeriksaan Aβ42 pada

CSS, 18FDG PET, MRI fungsional maupun MRI struktural.

DAFTAR PUSTAKA

Bennett DA, Schneider JA, Arvanitakis Z, Kelly JF, Aggarwal NT, Shah RC, Wilson RS.

Neuropathology of older persons without cognitive impairment from two community-

based studies. Neurology. 2006; 66(12):1837–44.

Braak H, Braak E. Demonstration of amyloid deposits and neurofibrillary changes in whole brain

sections. Brain Pathol. 1991; 1(3):213–6

Buchhave P.,dan kawan-kawan. Cerebrospinal fluid levels of beta-amyloid 1-42, but not of tau,

are fully changed already 5 to 10 years before the onset of Alzheimer dementia. Arch

Gen Psychiatry 2012;69:98–106.

Chong M.S., Sahadevan S. Preclinical Alzheimer’s disease : diagnosis and prediction of

progression. Lancet Neurology. 2005; 4: 576-579

Counts SE, Che S, Ginsberg SD, Mufson EJ. Gender differences in neurotrophin and glutamate

receptor expression in cholinergic nucleus basalis neurons during the progression of

Alzheimer's disease. J Chem Neuroanat. 2011; 42(2):111–7.

Dowling NM, Tomaszewski Farias S, Reed BR, Sonnen JA, Strauss ME, Schneider JA, Bennett

DA, Mungas D. Neuropathological associates of multiple cognitive functions in two

19

community-based cohorts of older adults. Journal of the International

Neuropsychological Society : JINS. 2011; 17(4):602–14.

Dubois B., dan kawan-kawan. Preclinical Alzheimer’s Disease : definition, natural history, and

diagnostic criteria. Alzheimer’s & Dementia. 2016; 12: 292-323

Fagan AM, Mintun MA, Mach RH, Lee SY, Dence CS, Shah AR, et al. Inverse relation between

in vivo amyloid imaging load and cerebrospinal fluid Abeta42 in humans. Ann Neurol

2006;59:512–9.

Gil-Gregorio P., Yubero-Pancorbo R. Preclinical Alzheimer’s Disease. 2014. Review in Clinical

Gerontology. 24: 117-121

Jack CR Jr, Knopman DS, Jagust WJ, ShawLM, Aisen PS,WeinerMW, et al. Hypothetical model

of dynamic biomarkers of the Alzheimer’s pathological cascade. Lancet Neurol

2010;9:119–28.

Langbaum J.B., dan kawan-kawan. Ushering in the study and treatment of preclinical Alzheimer

Disease. Nat Rev Neurol. 9: 371-381

Mufson E.J., dan kawan-kawan. 2016. Molecular and Cellular Pathophysiology of Preclinical

Alzheimer’s Disease. Behav Brain Res. 311: 54-69

Wimo A, Winbald B, Aguero-Torres H, von Strauss E. The magnitude of dementia occurrence in

the world. Alz Dis Assoc Disord 2003; 17: 63–67.

20

Anda mungkin juga menyukai