Anda di halaman 1dari 19

BAB I

KONSEP MEDIS

ASKEP HEMOROID

A. Pengertian

Hemoroid adalah bagian vena verikosa pada kanalis ani, hemoroid timbul akibat kongesti vena
yang disebabkan oleh gangguan aliran balik, banyak terjadi pada usia diatas 25 tahun.
( Price dan Wilson, 2006 )

Hemoroid adalah bagian vena yang berdilatasi dalam kanal anal. Hemoroid internal yaitu
hemoroid yang terjadi diatas spingter anal sedangkan yang muncul di spingter anal disebut
hemoroid eksternal.
( Suzanne C. Smeltzer, 2006 )

Hemoroid adalah pelebaran pembuluh darah vena di daerah anus yang berasal dari fleksus
hemoroidalis yang merupakan keadaan patologik.
( Sjamsuhidayat, R. – Wim de Jong, 2010 )

B. Etiologi

Ada beberapa penyebab diantaranya herediter merupakan penyebab hemoroid yang


merupakan kelemahan dinding pembuluh darah. Banyak anatomi antar pleksus terhambatnya
aliran vena fleksus hemoroidalis superior yang menuju ke vena portal. Pekerjaan juga merupakan
salah satu penyebab terjadinya hemoroid, misalnya terlalu lama duduk atau berdiri, dan beberapa
faktor resiko lainnya seperti mengedan saat buang air besar yang sulit, pola BAB yang salah (
lebih banyak memakai jamban duduk, merokok), peningkatan tekanan intra abdomen karena
tumor (tumor usus, abdomen), kehamilan, faktor usia, konstipasi kronik, diare kronik atau diare
akut yang berlebihan, kurang asupan cairan, makanan berserat (sayur dan buah), kurang olahraga
dan penyakit lain yang menyebabkan hemoroid seperti hipertensi portal.
C. Patofisiologi

Hemoroid timbul karena dilatasi, pembengkakan atau inflamasi vena hemoroidialis yang
disebabkan oleh faktor-faktor pencetus. Yang diawali karena sering terjadinya peningkatan intra
abdomen dan penekanan vena hemoroid, penekanan tersebut terjadi ketika rectum melebar, lalu
terisi oleh suatu yang keras seperti feses yang keras yang disebabkan oleh kurang nya konsumsi
serat. Hal inilah yang dapat menjadikan sumbatan. Jika sumbatan tersebut berlangsung terus
menerus, dapat menyebabkan terjadi pelebaran pada vena hemoroid yang permanen. Akibat dari
sumbatan tersebut maka akan terjadi trombosis, distensi, dan perdarahan yang akan terjadi.

Hemoroid dapat diklasifikasikan atas hemoroid eksterna dan interna. Adapun hemoroid
interna dapat dibagi berdasarkan gambaran klinis yaitu derajat 1 apabila terjadi pembesan
hemoroid yang tidak prolaps keluar anus. Hanya dapat dilihat dengan anorektoskop, derajat ke
dua pembesaran hemoroid yang prolaps dan menghilang atau masuk sendiri kedalam anus secara
spontan, derajat ke tiga pembesaran hemoroid yang prolaps dapat masuk lagi kedalam anus
dengan bantuan dorongan jari dan derajat ke empat prolaps hemoroid yang permanen. Rentang
dan cenderung mengalami trombosis dan infrak.
( Marcellus Simardibrata K. 2009)

Manisfestasi dari hemoroid yaitu dapat menyebabkan rasa gatal dan nyeri, dan sering
menyebabkan perdarahan berwarna merah terang pada saat defekasi. Hemoroid eksternal
dihubungkan dengan nyeri hebat akibat inflamasi dan edema yang sering disebabkan oleh
trombosis. Juga dapat menimbulkan iskemia pada area tersebut dan nekrosis. Dapat juga terjadi
konstipasi serta dapat terjadi prolaps setelah banyak duduk atau berdiri lama.

Adapun komplikasi dari hemoroid antara lain terjadinya perdaharan, pada derajat satu
darah keluar menetes dan memancar, terjadi trombosis karena hemoroid keluar sehingga lama-
lama darah akan membeku dan terjadi trombosis, dan peradangan kalau terjadi lecet karena
tekanan vena hemoroid dapat terjadi infeksi dan meradang karena disana banyak kotoran yang
ada kuman.
D. Penatalaksanaan Medis

Pasien yang dirawat dengan diagnosa post operasi hemoroidektomi harus diperlakuakn
langsung sebagai pasien, dan berikan pengobatan sebagai berikut :
1. Konservatif
a. Farmakoterapi
Obat-obat farmakoterapi dibagi atas 4 yaitu :
1) Obat memperbaiki defekasi
Suplemen serat (fiber supplement), pelincir atau pelicin tinja (stool softener)
2) Obat simtomatik
Bertujuan menghilangkan atau mengurangi keluhan rasa gatal, nyeri, pengurangan
keluhan sering dicampur pelumas (lubricant) vasokontriktor, dan antiseptik lemah.
Anastesi lokal digunakan untuk menghilangkan nyeri serta diberikan kortikosteroid.
3) Obat menghentikan perdarahan
Dapat diberikan psylium yang digunakan untuk menghentikan perdarahan pre dan post op
hemoroidektomi.
4) Obat penyembuh dan pencegah serangan hemoroid
Diberikan diosminthesperidin untuk memperbaiki gejala inflamasi, kongesti, edema dan
prolaps.

b. Non Farmakoterapi
Penatalaksanaan ini berupa perbaikan pola hidup, perbaikan pola makan dan minum,
perbaikan pola / cara defekasi dengan mengusahakan buang air besar tiap hari ( bowel
manajemen program ) terdiri dari diet atau pemberian diet tinggi serat jika di indikasikan (
makanan berserat ), cairan ( minimal 30-40 ml/kgBB/hari ), serat tambahan ( suplemen serat ),
pelicin feses serta perubahan perilaku buang air besar seperti mengejan yang berlebihan,
rendam duduk dengan PK dapat dilakukan serta mobilisasi guna mempercepat penyembuhan.

2. Operatif
a. Sclero terapi dilakukan dengan agen sclerosing diantara sekitar vena yang akan
memproduksi reaksi inflamasi dan menimbulkan fibrosis. Prosedur ini dapat dilakukan
dengan pasien rawat jalan dengan anjuran 1-4 x injeksi pada pasien selama 5-7 hari , dan
kemudian agen tersebut dapat menimbulakan jaringan parut pada kanal anus.
b. Hemoroidektomi dapat dilakukan untuk mengangkat semua jaringan sisa vena
hemoroidalis yang melebar yang terlihat dalam proses ini. Selama pembedahan, spingter
rectal biasaya didilatasi secara digital dan hemorid diangkat dengan klem dan kauter atau
dengan ligasi dan kemudian dieksisi.
c. Laser Nd : YAG digunakan dalam mengeksisi hemoroid, terutama hemoroid eksterna.
Tindakan ini cepat dan kurang menimbulkan nyeri, hemoragi dan abses jaringan serta
jarang menjadi komplikasi pada periode pasca-operatif.

E. Pengkajian Keperawatan

1. Aktivitas/ Istirahat
Gejala : Kelemahan, Kelelahan, Malaise, cepat lelah. Imsomnia, tidak teratur karena diare.
Merasa gelisah dan ansietas. Pembatasan aktivitas / kerja sehubungan dengan efek proses
penyakit.
2. Sirkulasi
Tanda : Takikardia, Kemerahan, area ekimosis, TD hipotensi.
3. Integritas Ego
Gejala : Ansietas, ketakutan, emosi kesal. Faktor stress akut/ kronis. Faktor budaya.
Peningkatan prevelensi pada populasi yahudi.
Tanda : Menolak, perhatian menyembpit, depresi.
4. Eliminasi
Gejala : Tekstur feses berfariasi dari bentuk lunak sampai bau atau berair.
Tanda : Menurunya bising usus, tak ada peristaltik yang dapat dilihat.
5. Makanan/ Cairan
Gejala : Anoreksia, mual/ muntah, penurunan berat badan, tidak toleran terhadap diet/
sensitif.
Tanda : Penurunan lemak subkutan/ massa otot. Kelemahan tonus otot dan turgor kulit
buruk, membran mukosa pucat, luka, inflamasi rongga mulut.

6. Hygiene
Tanda : Ketidak mampuan mempertahankan perawatan diri, stomatitis menunjukkan
kekurangan vitamin, bau badan.
7. Nyeri/ Kenyamanan
Gejala : Nyeri/ nyeri tekan pada kuadran kiri bawah. Titik nyeri berpindah, nyeri tekan
(artritis). Nyeri mata, foto fobia (iritis).
Tanda : Nyeri tekan abdomen/ distensi.
8. Keamanan
Gejala : Riwayat lupus eritematosus, anemia hemolitik, vaskulitis, artritis, peningkatan
suhu 39,6-40oC.
Tanda : Lesi kulit mungkin ada. Ankilosa spondilitis. Ureitis, konjungtivitis.
9. Seksualitas
Gejala : Frekuensi menurun/ menghindari aktivitas sosial.
10. Interaksi Sosial
Gejala : Masalah hubungan/ peran sehubungan dengan kondisi. Ketidakmampuan
aktivitas dalam sosial.
11. Penyuluhan/ Pembelajaran
Gejala : Riwayat keluarga berpenyakit
12. Pemeriksaan Diagnostik
a. Contoh feses (pemeriksaan digunakan dalam diagnosa awal dan selama kemajuan
penyakit) : terutama yang mengandung mukosa, darah, pus, dan organisme usus,
khususnya entamoba histolitika.
b. Darah lengkap : dapat menunjukkan anemia hiperkronik
c. Kadar besi serum : rendah karena kehilangan darah.
d. Masa protombin : memanjan pada kasus yang berat karena gangguan faktor VII dan X
disebabkan karena kekurangan vitamin K.
e. Prostagsimoidoskopi : memperlihatkan ulkus, edema, hiperemia, dan inflamasi (akibat
infeksi sekunder mukosa dan submukosa). Area yang menurun fungsinya dan perdarahan
karena nekrosis dan ulkus terjadi pada 85% bagian pada pasien ini.
f. Elektrolit : penurunan kalium dan magnesium umum pada penyakit berat.
g. Kadar albumin : penurunan karena kehilangan protein plasma/ gangguan fungsi hati.
h. Alkali fosfatase : meningkat, juga dengan kolesterol serum dan hipoproteinemia,
menunjukkan gangguan fungsi hati.
i. Trombositosis : dapat terjadi karena proses penyakit inflamasi.
j. Sitologi dan biopsi rektal : membedakan antara proses infeksi dan karsinoma.
k. Enema barium : dapat dilakukan setelah pemeriksaan visualisasi dapat dilakukan
meskipun jarang dilakukan selama akut, tahap kambuh, karena dapat membuat kondisi
eksorsibasi.
l. Kolonoskopi : mengidentifikasi adesi, perubahan lumen dinding.
m. ESR (Erythrocyte Sedimentation Rate) atau LED (Laju Endap Darah ) : meningkat
karena beratnya penyakit.
n. Sumsum tulang : menurun secara umum pada tipe berat/ setelah inflamasi panjang.

F. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa Pre Operatif


1. Ansietas berhubungan dnegan faktor psikologi dan dilakukan tindakan pembedahan.
2. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama
perforasi.
3. Nyeri akut berhubungan dengan iritasi kulit/ jaringan, eksoriasi fisura perirektal, pelebaran
vena hemoroidalis.

Diagnosa Post Operatif


1. Nyeri berhubungan dengan intervensi pembedahan.
2. Resiko infeksi yang berhubungan dengan ketidak adekuatan pertahanan primer.
3. Resiko konstipasi yang berhubungan dengan status puasa dan defekasi yang snagat nyeri.
4. Gangguan eliminasi urine yang berhubungan dnegan dekatnya lokasi pembedahan dengan
lokasi kandung kemih serta efek dari anestesi.
5. Intoleran aktifitas berhungan dengan kelemahan umum, penurunan kekuatan/ ketahanan
nyeri, mengalami keterbatasan aktivitas, depresi.

G. Perencanaan Keperawatan

Pre Operatif
1. Ansietas berhubungan dnegan faktor psikologi dan dilakukan tindakan pembedahan.
Tujuan : Ansietas dapat berkurang
Kriteria Hasil : Menunjukkan rileks dan melaporkan penurunan ansietas sampai tak dapat
ditangani. Menyatakan kesadaran perasaan ansietas dan cara sehat
menerimanya.
Perencanaan
Mandiri
a. Catat petunjuk perilaku mis., gelisah, peka rangsang, menolak, kurang kontak mata,
perilaku menarik diri.
b. Dorong menyatakan perasaan dan beri perhatian
c. Akui bahwa ansietas dan masalah mirip dengan yang diekspresikan orang lain
d. Berikan informasi yang akurat dan nyata tentang apa yang dilakukan mis., tirah baring,
pembatasan masukan peroral dan prosedur.
e. Berikan lingkungan tenang dan istirahat.
f. Dorong pasien/ orang terdekat untuk menyatakan perhatian, perilaku perhatian.
g. Bantu pasien untuk mengidentifikasi/ memerlukan koping masa lalu.
h. Bantu pasien belajar mekanisme koping baru.
Kolaborasi
a. Berikan obat sesuai indikasi.
b. Rujuk pada spesialis psikiatrik perawat, pelayanan sosial, penasehat agama.

2. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama
perforasi.
Tujuan : Pertahanan primer yang adekuat
Kriteria hasil : Pencapaian pemulihan luka tepat waktu
Perencanaan
Mandiri
a. Pantau tanda-tanda vital, perhatikan peningkatan suhu.
b. Observasi pernyataan luka, karakter drainase, adanya inflamasi.
c. Pantau pernafasan dan bunyi nafas.
d. Observasi terhadap tanda dan gejala peningkatan nyeri.
e. Pertahankan perawatan luka aseptik.
f. Berikan obat sesuai indikasi.

3. Nyeri akut berhubungan dengan iritasi kulit/ jaringan, eksoriasi fisura perirektal, pelebaran
vena hemoroidalis.
Tujuan : Nyeri berkurang atau tidak ada
Kriteria hasil : Melaporkan nyeri hilang/ terkontrol. Tampak rileks dan mampu tidur/
istirahat dengan tepat.
Perencanaan
Mandiri
a. Dorong pasien untuk melaporkan nyeri.
b. Kaji laporan kram abdomen atau nyeri, catat lokasi, lama, intersitas (skala 0-10).
c. Catat petunjuk non-verbal.
d. Kaji ulag faktor-faktor yang meningkatkan atau menghilangkan nyeri.
e. Izinkan pasien untuk memuali posisi yang nyaman.
f. Berikan tindakan nyaman dan aktivitas senggang
g. Bersihkan area rektal dengan sabun ringan dan air/ lap setelah defekasi dan berikan
perawatan luka.
h. Berikan rendam duduk dengan tepat.
i. Observasi adanya isiorektal dan fistula perianal.
j. Observasi/ catat adanya distensi abdomen, peningkatan suhu, penurunan TD.
Kolaborasi
a. Lakukan modifikasi diet sesuai resep.
b. Berikan obat sesuai indikasi.
c. Bantu dnegan mandi duduk (rendam) sesuai indikasi.

Post Operatif
1. Nyeri berhubungan dengan intevensi pembedahan
Tujuan : Nyeri dapat ditekan dan berkurang
Kriteria hasil : Mengungkapkan peningkatan tingkat kenyamanan. Memperlihatkan afek
yang lebih rileks.
Perencanaan
a. Ketika tirah baring, miringkan tubuh pasien setiap 2 jam.
b. Berikan anelgesik sesuai kebutuhan, jika penggunaan sale diprogramkan, pertama lakukan
test alergi. Kaji keefektifan pereda nyeri.
c. Minta pasien menghindari posisi terlentangjika mungkin : tempatkan bantal
diantara kedua lutut sementara tubuh dalam posisi miring.
d. Pantau keefektifan kompres basah dan hangat atau kompres dengan kantong es.
e. Ambulasi pasien dengan bantuan : berikan gelfoam atau flatation flad untuk duduk :
hindari ban karet yang cenderung meregangkan bokong dan menimbulkan ketidak
nyamanan lanjut.
f. Berikan periode istirahat berencana : minta pasien untuk tidak duduk dikursi dalam
waktu lama.
g. Berikan analgesik sebelum melepaskan tampon.
h. Pantau rendam duduk untuk mengkaji keefektifan.

2. Resiko infeksi yang berhubungan dengan ketidah adekuatan pertahanan primer.


Tujuan : Pertahanan primer yang adekuat
Kriteria hasil : Luka sembuh secara adeuat. Jaringan diskitar luka bersih, kering dan utuh
Perecanaan :
a. Pantau TTV setiap 4 jam, laporkan peningkatan suhu tubuh.
b. Observasi balutan setiap 2-4 jam, periksa perdarahan, drainase, bau, dan keadaan tampon.
c. Ganti balutan bila perlu : pasang kassa petrolium (petrolium gauze)
d. Bersihkan daerah perianal setiap kali selesai defekasi dan jaga agar daerah tersebut selalu
bersih serta kering.
e. Kaji tanda-tanda penyembuhan.
f. Cukur daerah perianal untuk mencegah iritasi dan infeksi.
g. Instruksikan pasien melaksanakan irigasi luka jika sesuai.

3. Resiko konstipasi yang berhubungan dnegan status puasa dan defekasi yang sangat nyeri.
Tujuan : Konstipasi tidak terjadi
Kriteria hasil : Bising usus normal. Feses yang dikeluarkan sudah berbentuk dan lunak
Perencanaan
a. Pertahankan puasa sampai mual berkurang
b. Berikan diet lunak rendah sisa sesuai toleransi
c. Tingkatkan asupan cairan sampai 2000-2500 ml/hari, kecuali terdapat kontra indikasi
d. Pantau bising usus tiap 4 jam
e. Berikan pelunak feses, dorong defekasi segera ketika ada dorongan, berikan privasi.
f. Pantau keefektifan pelunak feses.
g. Dorong aktifitas dan ambulasi segera mungkin.

4. Gangguan eliminasi urine yang berhubungan dnegan dekatnya lokasi pembedahan dengan
lokasi kandung kemih serta efek dari anestesi.
Tujuan : Tidak terjadi gangguan eliminasi urine
Kriteria hasil : Melaporkan bahwa urine berwarna kuning muda serta jernih dan jumlah
yang adekuat. Mengekspresikan kemampuan berkemih tanpa gangguan
rasa nyaman.
Perencanaan :
a. Ukur asupan dan haluaran selama 24 jam, observasi tanda retensi urine
b. Jika perlu, lakuakan tindakan yang menstimulasi pasien untuk berkemih, buka keran air
didekat pasien, tuangkan air hangat pada abdomen bawah pasien, dan masukkan tangan
pasien kedalam air.
c. Bantu pasien berkemih.
d. Dorong dan bantu ambulasi untuk meningkatkan perasaan ingin berkemih.

5. Intoleran aktivitas yang berhubungan dengan kelemahan umum, penurunan kekuatan/


ketahanan nyeri, mengalami keterbatasan aktivitas, depresi.
Tujuan : Tidak terjadi kelemahan umum dan tidak terjadi keterbatasan aktivitas.
Kriteria Hasil : menyatakan pemahaman situasi/ faktor resiko dan program pengobatan
individu. Menunjukkan teknik/ perilaku yang memampukan kembali
melakukan aktivitas. Melaporkan kemampuan melakukan peningkatan
toleransi aktivitas.
Perencanaan
a. Tingkatkan tirah baring serta berikan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung
sesuai keperluan.
b. Ubah posisi sesering mungkin.
c. Lakukan tugas dengan cepat dan sesuai toleransi.
d. Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi, bantu latihan rentang gerak sendi pasif.
e. Dorong penggunaan teknik manajemen stress. Mis., relaksasi progresif,, visualisasi,
bimbingan imajinasi.
f. Berikan obat sesuai indikasi mis., sedatif dan antiansietas.

H. Pelaksanaan Keperawatan

Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk mencapai tujuan yang
spesifik (lyer et al., 1996). Yang dimulai setelah rencana intervensi disusun dan ditujukan pada
nursing order untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan.
(Nursalam)
Tujuan dari implementasi adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan,
dan memfasilitasi koping. Perencanaan asuhan keperawatan dapat dilaksanakan dengan baik, jika
klien mempunyai keinginan untuk berpartisipasi dalam implementasi asuhan keperawatan.
Selama tahap implementasi, perawat terus melakukan pengumpulan data dan memilih asuhan
keperawatan yang paling sesuai dengan kebutuhan klien. Dan didokumentasikan kedalam format
yang telah ditetapkan oleh instansi.

Penyusunan asuhan keperawatan melalui tiga tahap yaitu tahap persiapan, intervensi dan
pendokumentasian.

1. Tahap persiapan
Tahap awal pelaksanaan asuhan keperawatan menuntut perawat mempersiapkan segala sesuatu
yang diperlukan untuk melakukan intervensi. Yang meliputi kegiatan meninjau ulang (review)
asuhan keperawatan yang telah diidentifikasi pada tahap perencanaan. Menganalisis pengetahuan
dan ketrampilan keperawatan yang diperlukan, mengetahui kompliksai dari intervensi
keperawatan yang mungkin timbul, menentukan dan mempersiapkan peralatan yang diperlukan,
mempersiapkan lingkunngan yang kondusif sesuai dengan intervensi, mengidentifikasi aspek
hukum dan kode etik keperawatan terhadap resiko yang mungkin muncul akibat dilakukan
intervensi.

2. Tahap Intervensi
Dalam melakuakan tindakan keperawatan menggunakan tiga tahap pendekatan yaitu, independen,
dependen, dan interdependen.
Tindakan keperawatan secara independen adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh perawat
tanpa petunjuk dan perintah oleh dokter dan tenaga kesehatan lainnya. Interdependen adalah
tindakan keperawtan yang menjelaskan suatu kegiatan dan memerlukan kerjasama dengan tenaga
kesehatan lainnya, mis., tenaga sosial, ahli gizi da dokter. Sedangkan dependen adalah tindakan
yang berhubungan dengan pelaksanaan rencana tindakan medis.

3. Tahap Dokumentasi
Implementasi asuhan keperawatan harus diikuti oleh pendokumentasian yang lengkap dan akurat
terhadap suatu kejadian yang terjadi dalam proses keperawatan. Ada tiga model
pendokumentasian yang digunakan dalam proses keperawatan, yaitu sources- oriented records,
problem-otiented records (POR), dan Computer-assicsted record.
I. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang


menandakan keberhasilan dari diagnosis keperawatan, rencana intervensi, dan implementasinya.
Menurut griffith dan Cristensen (1986), evaluasi sebagai suatu yang direncanakan dan
perbandingan yang sistemik pada status kesehatan klien.

Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan. Hal ini dapat
dilakukan dengan melihat respons klien terhadap asuhan keperawatan yang diberikan sehingga
perawat dapat mengambil keputusan (lyer et al., 1996) yaitu Mengakhiri rencana asuhan
keperawatan, Memodifikasi rencana asuhan keperawatan, dan Meneruskan asuhan keperawatan
DAFTAR PUSTAKA

http://agungbruther.blogspot.com/2012/06/askep-hemoroid.html

http://www.scribd.com/doc/46695588/ASKEP-HEMOROID

http://asuhankeperawatanonline.blogspot.com/2012/03/asuhan-keperawatan-hemoroid-
dengan.html
Tahap evaluasi pada proses keperawatan meliputi
1. Mengukur pencapaian tujuan klien
Perawat menggunakan keterampilan pengkajian untuk mendapatkan data yang akan digunakan
dalam evaluasi. Adapun faktor yang dievaluasi mengenai status kesehatan klien terdiri atas
beberapa komponen.

a. Kognitif (pengetahuan)
Tujuannya, mengidentifikasi pengetahuan spesifik yang diperlukan setelah klien diajarkan
teknik-teknik tertentu. Meliputi pengetahuan klien terhadap penyakitnya, mengontrol gejala-
gejalanya, pengobatan, diet, aktivitas, persediaan alat-alat, risiko komplikasi, gejala yang
hatus dilaporkan, pencegahan, pengukuran. Dapat diperoleh melalui :

1) Wawancara
Cara terbaik untuk mengevaluasi pengethauan klien. Strategi untuk mengetahui tingkatan
pengetahuan klien :
a) Recall knowledge : menanyakan kepada klien untuk mengingat beberapa fakta.
b) Komprehensif : menanyakan kepada klien untuk menanyakan info yang spesifik dengan
kata-katanya sendri.
c) Aplikasi fakta : mengajak klien pada situasi hipotensi dan tanyakan intervensi yang
tepat terhadap apa yang ditanyakan.

2) Tes tertulis
Perawat biasanya menggunakan kertas dan pensil untu mengevaluasi pengetahuan klien
terhadap hal-hal yang telah diajarkan.

b. Afektif (status emosional )


Penilaian afektif klien cenderung bersifat subjektif dan sangat sukar dievaluasi. Ditulis dalam
bentuk perilaku yang akan memberikan suatu indikasi terhadap staus emosoi klien.
1) Observasi secara langsung. Perawat mengobservasi ekspresi wajah, postur tubuh, nada
suara, dan isi pesan secara verbal pada waktu melakukan wawancara.
2) Umpan balik dari profesi kesehatan lain. Perawata dapat menginformasikan profesi
kesehatan lain untuk memberikan umpan balik (feedback) mengenai hasil observasi
keadaan lien. Dapat dilakukan dengan berkomunikasi secara informal, pada saat rapat
rapat tentang keadaan klien, dan didalam laporan pergantian jam dinas. Dengan adanya
umpan balik dan tukar menukar informasi tersebut maka perawat akan mendapatkan
banyak keuntungan.

c. Psikomotor
Biasanya lebih mudah dievaluasi dibandingkan dnegan lainnya jika perlu yang dapat
diobservasi sudah diidentifikasi pada kriteria hasil (tujuan), dan dapat dilakukan observasi
perilaku secara langsung.
d. Perubahan fungsi tubuh
Evaluasi pada komponen perubahan fungsi tubuh mencakup beberapa aspek status kesehatan
klien yang dapat diobservasi. Dengan cara memfokuskan pada bagian fungsi fungsi kesehatan
klien berubah setelah dilakukan asuhan keperawatan. Evaluasi pada gejala yang spesifk
digunakan untuk menilai penurunan atau peningkatan gejala yang mempengaruhi status
kesehatan klien. Dilakukan secara langsung, wawancara, dan pemeriksaan fisik.

2. Penentuan keputusan pada tahap evaluasi


Ada tiga kemungkinan keputusan pada tahap ini yaitu klien telah mencapai hasil yang ditentukan
dalam tujuan, klien dalam proses mencapai hasil yang ditentukan, klien tidak dapat mencapai
hasil yang telah ditentukan.

Kualitas asuhan keperawatan dapat dievaluasi pada saat proses (formatif) dan melihat hasilnya
(sumatif).
a. Evaluasi proses
Fokus pada evaluasi proses (sumatif) adalah aktivitas dari proses keperawatan dan hasil kualitas
hasil pelayanan asuhan keperawatan. Evaluasi proses harus terus menerus dilaksanakan hingga
tujuan yang telah ditentukan tercapai. Sistem penulisan pada tahap evaluasi ini dapat
memnggunakan sistem SOAP atau model dokumentasi lainnya.

b. Evaluasi hasil. Fokus evaluasi hasil (sumatif) adalah perubahan perilaku atau status
kesehatan klien pada akhir asuhan keperawatan. Tipe evaluasi ini dilaksanakan pada akhir asuhan
keperawatan secara paripurna. Evaluasi hasil bersifat objektif, fleksibel dan efisien.

c. Komponen evaluasi
Komponen evaluasi dapat dibagi menjadi lima komponen (pinnell dan Meneses, 1986)
1) Menentukan kriteria, standar praktek, dan pertanyaan evaluatif
a) Kriteria
Digunakan sebagai pedoman observasi untuk mengumpulkan data dan sebagai enentuan
kesahihan data yang terkumpul. Digunakan pada tahap evaluasi ditulis sebagai kriteria hasil
menandakan hasil akhir asuhan keperawatan.
b) Standar praktik
Standar asuhan keperawatan dapat digunakan untuk mengevaluai praktik keperawatan secara luas.
Standar tersebut menyatakan hal yang harus dilaksanakan dan dapat digunakna sebagai suatu
model untuk kualitas pelayanan. Standar harus berdasarkan hasil, penelitian, konsep teori, dan
dapat diterima oleh praktik klinik keperawatan saat ini.
c) Pertanyaan evaluatif
Untuk menentukan suatu kriteria dan standar, perlu digunakan pertanyaan evaluatif (evaluative
questions) sebagai dasar mengevaluasi kualitas asuhan keperawatan dan respons klien terhadap
intervensi. Pertanyaan yang dapat digunakan untuk mengevaluasi :
 Pengkajian : apakah dapat dilakukan pengajian pada klien ?
 Diagnosis : apakah diagnosis bersama dengan klien ?
 Perencanaan : apakah tujuan telah diidentifikasi dalam perencanaan ?
 Implementasi : apakah klien telah mengetahui tentang intervensi yang akan diberikan ?
 Evaluasi : apakah modifikasi asuhan keperawatan diperlukan ?

2) Mengumpulkan data mengenai status kesehatan klien yang baru terjadi


Pada tahap ini kita perlu mempertimbangkan beberapa pertanyaan. Perawat yang profesional
pertama kali mengkaji dan menyusun perencanaan adalah orang yang bertanggung jawab dalam
mengevaluasi respon klien terhadap intervens yang diberikan. Perawat lain yang membantu dalam
memberikan intervensi kepada klien harus berpartisipasi dalam proses evaluasi. Validitas
informasi meningkat jika lebih dari satu oran yang ikut melakukan evaluasi.

3) Menganalisis dan membandingkan data terhadap kriteria dan standar


Perawat melakukan ketrampilan dalam berfikir kritus, kemamuan dalam menyelesaikan masalah,
dan kemampuan mengambil keputusan klinik. Sangat diperlukan untuk menentukan kesesuaian
dan pentingnya suatu data dengan cara membandingkan data evaluasi dengan kriteria serta standar
dan menyesuaikan asuhan keperawatan yang diberikan dengan kriteria dan standar yang sudah
ada.

4) Merangkum hasil dan membuat kesimpulan


Pertama kali yang perlu dilaksanakan oleh perawat pada tahap ini adalahmenyimpulkan
efektivitas semua intervensi yang telah dilaksanakan. Kemudian menentukan kesimpulan pada
setiap diagnosis yang telah dilakukan intervensi.

5) Melaksanakan intervensi yang sesuai berdasarkan kesimpulan


Pada tahap ini perawat melakuakan suatu intervensi berdasarkan hasil kesimpulan yang sudah
diperbaiki dari perencanaan ulang, tujuan, kriteria hasil, dan rencana asuhan keperawatan.
Meskipun pengkajian dilaksanakan secara rutin dan berkesinambungan, aspek-aspek khusus perlu
dikaji ulang dan penambahan data untuk akurasi suatu asuhan keperawatan.

d. Dokumentasi
Perawat mendokumentasikan hasil yang telah atau belum dicapai pada rekam medik (medical
record). Penggunaan istilah yang tepat perlu ditekankan pada penulisannya untuk menghindarai
salah persepsi dan ketidak jelasan dalam menyusun asuhan keperawatan lebih lanjut.

Anda mungkin juga menyukai