Anda di halaman 1dari 23

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS HALU OLEO


FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN

LAPORAN LENGKAP
FIELD TRIP GEOMORFOLOGI

OLEH :
KELOMPOK VI

AMIR
R1D1 18 007

KENDARI
2019
HALAMAN TUJUAN

LAPORAN LAPANGAN
PRAKTIKUM GEOMORFOLOGI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Mengikuti


Ujian Praktikum dan untuk Melulusi
Mata Kuliah Geomorfologi di Jurusan Teknik Pertambangan
Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

AMIR
R1D1 18 007

KENDARI
2019
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN LAPANGAN
PRAKTIKUM GEOMORFOLOGI

Telah Dikonsultasikan dan Disetujui oleh Asisten Praktikum


Serta Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat

Kendari, Juni 2019


Telah Disetujui oleh
Co Asisten Praktikum Praktikan

MUH.AGUNG ANUGRAH H.K AMIR


R1D1 16 072 R1D1 18007

Dosen Pembimbing
Mata Kuliah Geomorfologi

DENIYATNO,S.SI,MT
NIP.19820323200604 1003
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis berhasil menyelesaikan
Laporan Lapangan Field Trip Geomorfologi ini yang syukur dan alhamdulillah selesai tepat pada
waktunya.
Dalam proses penyusunan laporan ini, penulis banyak mengalami kesulitan. Namun berkat bantuan dan
bimbingan dari beberapa pihak, terutama kepada yang terhormat dosen pembimbing geomorfologi
Bapak Deniyatno,S.si,MT serta kepada para asisten yang memberikan bimbingan dan koreksi
sehingga laporan ini dapat terselesaikan. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih serta
penghargaan sebesar-besarnya, dan semoga Tuhan yang maha Esa dapat melimpahkan Rahmat-Nya
atas segala amal yang dilakukan.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua
pihak yang bersifat membangun selalu penulis harapkan demi kesempurnaan laporan ini.
Akhir kata, penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan laporan ini dari awal sampai akhir. Semoga Tuhan yang maha Esa senantiasa meridhoi
segala usaha yang telah dilakukan.

Kendari, Juni 2019

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman Judul
Halaman Tujuan
Halaman Pengesahan
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Maksud danTujuan
1.3. Waktu, Letak dan Kesampaian Daerah
1.4. Alat dan Bahan
1.5. PenelitiTerdahulu
1.6. Manfaat Penelitian
BAB II GEOLOGI REGIONAL
2.1. Geomorfologi Regional
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. HasilPenelitian
3.2. Pembahasan
3.2.1. Pola Aliran & Tipe Genetik Sungai
3.2.2. Jenis Morfologi
BAB IV DISKUSI
4.1.
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sulawesi dan daerah sekitarnya terletak pada pertemuan tiga lempeng yang saling bertabrakan;
lempeng benua eurasia yang relatif diam, lempeng pasifik yang bergerak ke barat dan
lempeng australia-hindia yang bergerak ke utara, sehingga kondisi tektoniknya sangat
kompleks, dimana kumpulan batuan dari busur kepulauan, batuan bancuh, ofiolit, danbongkah
dari mikrokontinen terbawa bersama proses penunjaman, tubrukan, serta proses tektonik lainnya. Adapun
struktur geologi yang berkembang didominasi sesar-sesar mendatar, dimana mekanisme
pembentukan struktur geologi sulawesi bisa dijelaskan dengan model simple shear.
Pulau sulawesi adalah pulau di negara indonesia yang mempunyai batuan penyusun paling kompleks
diantara batuan penyususun pulau-pulau yang lain. Dari beberapa provinsi di wilayah sulawesi itu sendiri ,
salah satu daerah yang memiliki struktur geologi yang kompleks adalah sulawesi tenggara.
Daerah sulawesi tenggara merupakan bagian dari kepingan benua kepulauan. Meski demikian ada
beberapa daerah yang temasuk dalam sulawesi tenggara yang struktur geologinya masih
berkaitan erat dengan proses-proses geologi yang ada di mandala timur yang terkenal dengan
kompleks ofiolitnya. Telah banyak para ilmuan baik dari dalam negeri maupun dari luar
negeri yang memiliki rasa ingin tahu yang besar tentang batuan penyusun daerah sulawesi tenggara. Hal
ini tidak terlepas dari pengetahuan awal dari asumsi bahwa daerah-daerah yang dilalui atau
dekat dengan jalur ring of fire pasti memiliki batuan penyusun serta kandungan mineral ekonomis yang
beragam. Olehnya itu, mahasiswa kebumian yang baru harus pula mengikuti jejak para peneliti
terdahulu salah satunya dengan meneliti langsung batuan penyusun daerah sulawesi
tenggara. Dilakukannya praktikum lapangan supaya mahasiswa kebumian dapat mengamati sendiri
singkapan batuan, dan dapat menegetahui mineral apa saja yang terkandung dalam batuan
sehingga dapat menjelaskan genesa dan karakteristik batuan dengan benar berdasarkan pengematan yang
dilakukan dilapangan

1.2 Maksud dan Tujuan

1.2.1. Maksud dari praktikum lapangan geomorfologi adalah untuk mengetahui kondisi morfologi
daerah amarilis kota kendari prov sultra
1.2.2. Tujuan tujuan dari praktikum lapangan geomorfologi adalah sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui pola aliran dan tipe genetik sungai daerah amarilis
b. Untuk mengetahui jenis morfologi daerah amarilis.
Salah satunya dengan meneliti langsung batuan penyusun daerah sulawesi tenggara.
Dilakukannya praktikum lapangan supaya mahasiswa kebumian dapat mengamati sendiri singkapan
batuan, dan dapat menegetahui mineral apa saja yang terkandung dalam batuan sehingga dapat
menjelaskan genesa dan karakteristik batuan dengan benar berdasarkan pengematan yang dilakukan
dilapangan.

1.3 Letak, Waktu dan Kesampaian Daerah


Praktikum lapangan geomorfologi dilaksanakan pada hari sabtu tanggal 22 juni
2019. Perjalanan ke lapangan di daerah amarilis kota kendari, dimulai dari pelataran kampus
lama, universitas halu oleo. Yang berada di kamaraya. Start pada pukul ± 07.00 wita berjalan
kaki sampai pada stasiun pertama membutuhkan waktu sekitar ± 30 menit. Kemudian untuk
mencapai stasiun kedua membutuhkan waktu ± 30 menit. Kemudian stasiun ketiga waktu
yang di tempuh ±30 menit, kemudian berjalan lagi menuju stasiun keempat selama ± 3 jam dan sebagai
tempat istirahat, kemudian pukul ±13:00 wita di lanjutkan lagi perjalanan menuju stasiun
kelima (terakhir) dengan waktu tempuh ±30 menit.pada stasiun kelima (terakhir) melakukan
pengamatan mengenai penampang geomorfologi ±15 menit. Setelah itu, dilakukan perjalanan
pulang ketempat masing-masing.

1.4. Alat dan Bahan


1.4.1 tabel alat dan bahan adapun alat dan bahan yang di gunakan pada praktikum lapangan
di daerah amarilis adalah sebagai berikut :

1. Kompas Sebagai alat penunjuk arah, penentuan aliran suungai, dan


mengukur slop
2. Pensil warna Sebagai alat untuk mewarnai penampang geomorfologi

3. Gps Sebagai alat untuk menentukan titik koordinat

4. Pensil Sebagai alat untuk menulis data geomorfologi

5. Kantong sampel Untuk menyimpan barang


wadah
6. Buku lapangan Untuk menulis hasil data geomorfologi

7. Klip board Sebagai penyangga


8. Tali Sebagai alat bantu

9. Rol mteter Sebagai alat untuk mengukur tingkat pelapukan atau erosi

1.5 Peneliti Terdahulu


Adapun nama-nama peneliti terdahulu adalah sebagai berikut:
1. Rusman, e sukido, sukarna. D. Haryono, e, simanjuntak t.o 1993. Keterangan peta geologi
lembar lasusua-kendari, sulawesi tenggara, skala 1 : 250.000
2. Surono dan bachri s., 2001 stratigraphy, sedimentation, and paleogeographic significance
of the triassic meluhu pormation, southeast arm of sulawesi, eastern indonesia geological
research and development center.
3. Sukamto, r. 1975. Struktural of sulawesi in the light of plate tektonik. Dept. Of mineral
and energi.
4. Surono, 2013. Geologi lengan tenggara sulawesi. Badan geologi. Kementrian energi dan
sumber daya mineral
5. Surono dan bachri s., 2001 stratigraphy, sedimentation, and paleogeographic significance
of the triassic meluhu pormation, southeast arm of sulawesi, eastern indonesia geological
research and development center.
6. Sukamto, r. 1975. Struktural of sulawesi in the light of plate tektonik. Dept. Of mineral
and energi.
7. Surono, 2013. Geologi lengan tenggara sulawesi. Badan geologi. Kementrian energi dan
sumber daya mineral.

1.6. Manfaaat Penelitian


Manfaat dari penelitian ini adalah agar mahasiswa dapat menambah wawasan dalam
menentukan pola aliran sungai dm tipe genetik sungai di daerah amarilis.
BAB II
GEOLOGI REGIONAL

2.1 Geomorfologi Regional


Pulau sulawesi yang luasnya sekitar 172.000 km2 (van bemmelen, 1949), dikelilingi laut yang cukup
dalam. Sebagian daratannya dibentuk oleh pegunungan yang ketinggiannya mencapai 3.440 m (gunung
latimojong). Pulau sulawesi berbentuk huruf “k”, dengan empat lengan : lengan timur
memanjang timur laut barat daya, lengan utara memanjang barat timur dengan ujung
baratnya membelok kearah utara selatan, lengan tenggara memanjang barat laut tenggara,
dan lengan selatan membujur utara selatan. Keempat lengan tersebut
Bertemu ditengah sulawesi.
Pulau sulawesi dan daerah sekitarnya merupakan pertemuan tiga lempeng yang aktif bertabrakan.
Akibat tektonik aktif ini, pulau sulawesi dan sekitarnya dipotong sesar regional yang masih aktif sampai
sekarang. Kenampakan morfologi di kawasan ini merupakan cerminan sistem sesar regional
yang memotong pulau ini serta batuan penyusunnya. Bagian tengah sulawesi, lengan tenggara, dan
lengan selatan dipotong oleh sesar regional yang umumnya berarah timur laut barat daya.
Sesar aktif sekarang ini umumnya merupakan sesar geser mengiri. Van bemmelen (1949)
membagi lengan tenggara sulawesi menjadi tiga bagian: ujung utara, bagian tengah, dan
ujung selatan. Ujung utara lengan tenggara sulawesi dicirikan dengan munculnya kompleks
danau malili yang terdiri atas danau matano, danau towuti dan tiga danaukecil disekitarnya (danau
mahalona, danau lantoa, dan danau masapi). Morfologi bagian tengah lengan tenggara sulawesi
didominasi pegunungan yang umumnya memanjang hampir sejajar berarah barat laut tenggara.
Pegunungan tersebut diantaranya pegunungan mengkoka, pegunungan tangkelamboke dan pegunungan
matarombeo. Ujung selatan lengan tenggara sulawesi didominasi morfologi dataran dan perbukitan.
Pada beberapa bagian muncul pegunungan, seperti pegunungan rumbia dan mendoke. Satuan
morfologi perbukitan tinggi menempati bagian selatan lengan tenggara, terutama di selatan kendari.
Satuan ini terdiri atas bukit-bukit yang mencapai ketinggian 500 m dpl dengan morfologi
kasar. Batuan penyusun morfologi ini berupa batuan sedimen klastika mesozoikum dan tersier.
Satuan morfologi perbukitan rendah melampar luas di utara kendari dan ujung selatan lengan tenggara. Satuan
ini terdiri atas bukit kecil dan rendah dengan morfologi yang bergelombang. Batuan penyusun satuan ini
terutama batuan sedimen klastika mesozoikum dan tersier.
Satuan morfologi perbukitan rendah melampar luas di utara kendari dan ujung selatan lengan
tenggara. Satuan ini terdiri atas bukit kecil dan rendah dengan morfologi yang bergelombang. Batuan
penyusun satuan ini terutama batuan sedimen klastika mesozoikum dan tersier. Satuan morfologi
dataran rendah dijumpai di bagian tengah ujung selatan lengan tenggara. Tepi selatan dataran
wawotobi dan dataran sampara berbatasan langsung dengan satuan morfologi pegunungan. Penyebaran
satuan dataran rendah ini tampak sangat dipengaruhi sesar geser mengiri (sesar kolaka dan system
sesar konaweha). Kedua system sesar ini diduga masi aktif, yang ditunjukkan dengan adanya torehan
pada endapan alluvial dalam kedua dataran tersebut (surono dkk., 1997), sehingga sangat mungkin kedua
dataran tersebut terus mengalami penurunan. Penurunan ini terntu berdampak buruk pada dataran
tersebut, diantaranya pemukiman dan pertanian dikedua dataran itu akan diterjang banjir yang
semakin parah setiap tahunnya
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil Penelitian

R
3.2 Pembahasan
3.2.1 Pola Aliran dan Tipe Genetik Sungai
Pola aliran sungai terdiri dari:
1. Pola aliran dendritik

Pola aliran dendritik adalah pola aliran yang cabang-cabang sungainya menyerupai
struktur pohon. Pada umumnya pola aliran sungai dendritik dikontrol oleh litologi batuan
yang homogen. Pola aliran dendritik dapat memiliki tekstur/kerapatan sungai yang dikontrol
oleh jenis batuannya. Sebagai contoh sungai yang mengalir diatas batuan yang tidak/kurang
resisten terhadap erosi akan membentuk tekstur sungai yang halus (rapat) sedangkan pada
batuan yang resisten (seperti granit) akan membentuk tekstur kasar (renggang). Tekstur
sungai didefinisikan sebagai panjang sungai per satuan luas. Mengapa demikian ? Hal ini
dapat dijelaskan bahwa resistensi batuan terhadap erosi sangat berpengaruh pada proses
pembentukan alur-alur sungai, batuan yang tidak resisten cenderung akan lebih mudah
dierosi membentuk alur-alur sungai. Jadi suatu sistem pengaliran sungai yang mengalir pada
batuan yang tidak resisten akan membentuk pola jaringan sungai yang rapat (tekstur halus),
sedangkan sebaliknya pada batuan yang resisten akan membentuk tekstur kasar.
2. Pola Aliran Radial
Pola aliran radial adalah pola aliran sungai yang arah alirannya menyebar secara
radial dari suatu titik ketinggian tertentu, seperti puncak gunungapi atau bukir intrusi. Pola
aliran radial juga dijumpai pada bentuk-bentuk bentangalam kubah (domes) dan laccolith.
Pada bentang alam ini pola aliran sungainya kemungkinan akan merupakan kombinasi dari
pola radial dan annular.
3. Pola aliran rectangular
Pola rectangular umumnya berkembang pada batuan yang resistensi terhadap erosinya
mendekati seragam, namun dikontrol oleh kekar yang mempunyai dua arah dengan sudut
saling tegak lurus. Kekar pada umumnya kurang resisten terhadap erosi sehingga
memungkinkan air mengalir dan berkembang melalui kekar-kekar membentuk suatu pola
pengaliran dengan saluran salurannya lurus-lurus mengikuti sistem kekar. Pola aliran
rectangular dijumpai di daerah yang wilayahnya terpatahkan. Sungai-sungainya mengikuti
jalur yang kurang resisten dan terkonsentrasi di tempat tempat dimana singkapan batuannya
lunak. Cabang-cabang sungainya membentuk sudut tumpul dengan sungai utamanya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pola aliran rectangular adalah pola aliran
sungai yang dikendalikan oleh struktur geologi, seperti struktur kekar (rekahan) dan sesar
(patahan). Sungai rectangular dicirikan oleh saluran-saluran air yang mengikuti pola dari
struktur kekar dan patahan

4. Pola aliran trellis


Geometri dari pola aliran trellis adalah pola aliran yang menyerupai bentuk pagar
yang umum dijumpai di perkebunan anggur. Pola aliran trellis dicirikan oleh sungai yang
mengalir lurus di sepanjang lembah dengan cabang-cabangnya berasal dari lereng yang
curam dari kedua sisinya. Sungai utama dengan cabang-cabangnya membentuk sudut tegak
lurus sehingga menyerupai bentuk pagar. Pola aliran trellis adalah pola aliran sungai yang
berbentuk pagar (trellis) dan dikontrol oleh struktur geologi berupa perlipatan sinklin dan
antilin. Sungai trellis dicirikan oleh saluran-saluran air yang berpola sejajar, mengalir searah
kemiringan lereng dan tegak lurus dengan saluran utamanya. Saluran utama berarah searah
dengan sumbu lipatan.

5. Pola aliran sentripetal


Pola aliran sentripetal merupakan ola aliran yang berlawanan dengan pola radial, di
mana aliran sungainya mengalir ke satu tempat yang berupa cekungan (depresi). Pola aliran
sentripetal merupakan pola aliran yang umum dijumpai di bagian barat dan barat laut
amerika, mengingat sungai-sungai yang ada mengalir ke suatu cekungan, di mana pada
musim basah cekungan menjadi danau dan mengering ketika musin kering. Dataran garam
terbentuk ketika air danau mengering.

6. Pola aliran annular


Pola aliran annular adalah pola aliran sungai yang arah alirannya menyebar secara
radial dari suatu titik ketinggian tertentu dan ke arah hilir aliran kembali bersatu. Pola aliran
annular biasanya dijumpai pada morfologi kubah atau intrusi loccolith.

7. Pola aliran paralel (pola aliran sejajar)


Sistem pengaliran paralel adalah suatu sistem aliran yang terbentuk oleh lereng yang
curam/terjal. Dikarenakan morfologi lereng yang terjal maka bentuk aliran-aliran sungainya
akan berbentuk lurus-lurus mengikuti arah lereng dengan cabang-cabang sungainya yang
sangat sedikit. Pola aliran paralel terbentuk pada morfologi lereng dengan kemiringan lereng
yang seragam. Pola aliran paralel kadangkala mengindikasikan adanya suatu patahan besar
yang memotong daerah yang batuan dasarnya terlipat dan kemiringan yang curam. Semua
bentuk dari transisi dapat terjadi antara pola aliran trellis, dendritik, dan paralel.
Tipe genetik sungai terdiri dari:

a. Sungai superposed atau sungai superimposed


Sungai superposed atau sungai superimposed adalah sungai yang terbentuk diatas
permukaan bidang struktur dan dalam perkembangannya erosi vertikal sungai memotong ke
bagian bawah hingga mencapai permukaan bidang struktur agar supaya sungai dapat
mengalir ke bagian yang lebih rendah. Dengan kata lain sungai superposed adalah sungai
yang berkembang belakangan dibandingkan pembentukan struktur batuannya.
b. Sungai antecedent
Sungai antecedent adalah sungai yang lebih dulu ada dibandingkan dengan
keberadaan struktur batuanya dan dalam perkembangannya air sungai mengikis hingga ke
bagian struktur yang ada dibawahnya. Pengikisan ini dapat terjadi karena erosi arah vertikal
lebih intensif dibandingkan arah lateral.
c. Sungai konsekuen
Sungai konsekuen adalah sungai yang berkembang dan mengalir searah lereng
topografi aslinya. Sungai konsekuen sering diasosiasikan dengan kemiringan asli dan struktur
lapisan batuan yang ada dibawahnya. Selama tidak dipakai sebagi pedoman, bahwa asal dari
pembentukan sungai konsekuen adalah didasarkan atas lereng topografinya bukan pada
kemiringan lapisan batuannya.
d. Sungai subsekuen
Sungai subsekuen adalah sungai yang berkembang disepanjang suatu garis atau zona
yang resisten. Sungai ini umumnya dijumpai mengalir disepanjang jurus perlapisan batuan
yang resisten terhadap erosi, seperti lapisan batupasir. Mengenal dan memahami genetika
sungai subsekuen seringkali dapat membantu dalam penafsiran geomorfologi.
e. Sungai resekuen
Lobeck (1939) mendefinisikan sungai resekuen sebagai sungai yang mengalir searah
dengan arah kemiringan lapisan batuan sama seperti tipe sungai konsekuen. Perbedaanya
adalah sungai resekuen berkembang belakangan.
f. Sungai obsekuen
Lobeck juga mendefinisikan sungai obsekuen sebagai sungai yang mengalir
berlawanan arah terhadap arah kemiringan lapisan dan berlawanan terhadap sungai
konsekuen. Definisi ini juga mengatakan bahwa sungai konsekuen mengalir searah dengan
arah lapisan batuan.
g. Sunggai insekuen
Sunggai insekuen adalah aliran sungai yang mengikuti suatu aliran dimana lereng
tidak dikontrol oleh faktor kemiringan asli, struktur atau jenis batuan.
3.2.2 Jenis Morfologi
Berdasarkan morfologinya sistem sungai dikelompokan menjadi 4 tipe sungai, yaitu:
1. Sungai lurus (straight) umumnya berada pada daerah bertopografi terjal mempunyai
energi aliran kuat atau deras. Energi yang kuat ini berdampak pada intensitas erosi
vertikal yang tinggi, jauh lebih besar dibandingkan erosi mendatarnya. Kondisi seperti
itu membuat sungai jenis ini mempunyai kemampuan pengendapan sedimen kecil.
2. Sungai kekelok (meandering) adalah sungai yang alirannya berkelok-kelok atau
berbelok-belok. Pada sungai tipe ini erosi secara umum lemah sehingga pengendapan
sedimen kuat. Erosi horisontalnya lebih besar dibandingkan erosi vertikal, perbedaan
ini semakin besar pada waktu banjir. Hal ini menyebabkan aliran sungai sering
berpindah tempat secara mendatar.
3. Sungai teranyam (braided) umumnya terdapat pada daerah datar dengan energi arus
alirannya lemah dan batuan di sekitarnya lunak. Sungai tipe ini bercirikan debit air
dan pengendapan sedimen tinggi. Daerah yang rata menyebabkan aliran dengan
mudah belok karena adanya benda yang merintangi aliran sungai utama.
4. Sungai anastomasing terjadi karena adanya dua aliran sungai yang bercabang-
cabang, dimana cabang yang satu dengan cabang yang lain bertemu kembali pada titik
dan kemudian bersatu kembali pada titik yang lain membentuk satu aliran. Energi alir
sungai tipe ini rendah. Ada perbedaan yang jelas antara sungai teranyam dan sungai
anastomosing. Pada sungai teranyam, aliran sungai menyebar dan kemudian bersatu
kembali menyatu masih dalam lembah sungai tersebut yang lebar.
BAB 4

DISKUSI

Pelapukan-pelapukan yang terjadi di daerah amarilis yaitu:

1. Pelapukan fisika

Udara, tekanan, dan juga kristalisasi garam. Jenis pelapukan yang pertama adalah
pelapukan fisika. Pelapukan fisika merupakan pelapukan yang sering disebut sebagai
pelapukan mekanik. Pelapukan fisika adalah proses pelapukan dari batuan yang diakibatkan
adanya pengaruh faktor fisik pada batuan. Ada faktor utama yang paling berperan dalam
pelapukan ini. Faktor yang paling dominan tersebut adalah suhu
Pelapukan fisika ini juga dikenal sebagai pelapukan yang disebabkan oleh adanya
perubahan suhu atau iklim. Jenis pelapukan fisika ini hanya bisa ditemukan di daerah yang
mempunyai iklim ekstrim, seperti sub tropis, gurun, pesisir pantai dan daerah- daerah yang
mempunyai topografi yang curam. Adapun beberapa contoh pelapukan fisika ini antara lain
adalah sebagai berikut:
 Melapuknya batuan di daerah gurun akibat adanya perubahan cuaca harian secara
ekstrim. Suhu udara tinggi pada siang hari akan membuat batuan memuai, kemudian
pada malam hari suhu udara akan turun dan membuat batuan menjadi mengkerut.
Karena proses ini berlangsung secara berulang- ulang akan memungkinkan ikatan
mineral dalam batuan mengalami pelemahan sehingga pada akhirnya batuan akan
hancur menjadi beberapa bagian.
 Kristalisasi air garam yang terjadi pada batuan di pantai. Kristalisasi garam yang
terjadi pada pori batuan di sekitar ekosistem pantai akan menekan batuan secara
endogen sehingga akan memunculkan kemungkinan batuan akan pecah.

2. Pelapukan kimia

Jenis pelapukan yang selanjutnya adalah pelapukan kimia. Pelapukan kimia


merupakan proses pelapukan yang diakibatkan perubahan struktur kimiawi yang ada pada
batuan melalui reaksi tertentu. Dalam pelapukan kimia ini, reaksi yang terjadi pada proses
pelapukan dibedakan menjadi tiga macam. 3 macam reaksi yang terjadi pada pelapukan
kimia ini antara lain adalah solution, hidrolisis, dan oksidasi. Adapun beberapa contoh
pelapukan kimia ini antara lain adalah sebagai berikut:
 Hidrolisis air hujan yang akan mengakibatkan naiknya tingkat keasaman di sekitar
batuan. Ion h+ yang muncul akan memungkinkan terjadinya korosi pada batuan.
 Oksidasi yang terjadi pada batuan yang kaya mineral besi akan memungkinkan ikatan
mineral di permukaan batuan menjadi lemah dan pada akhirnya mengalami
pelapukan.
 Proses pelarutan batuan kapur gamping akibat reaksinya terhadap air.

Berbicara mengenai pelapukan kimia, kita akan mengenal adanya 4 proses yang
termasuk dalam pelapukan kimia. Adapun 4 proses tersebut antara lain adalah:
 Hidrasi, yaitu proses batuan yang mengikat batuan di atas permukaan saja.
 Hidrolisa, yaitu peroses penguraian air atas unsur- unsurnya menjadi ion- ion yang
bersifat positif dan negatif.
 Oksidasi, yaitu proses pengkaratan besi.
 Karbonasi, yaitu pelapukan batuan yang disebabkan karena karbondioksida.

Itulah beberapa proses yang akan kita temukan dalam pelapukan batuan secara
kimiawi. Proses tersebut hanya akan kita temui pada pelapukan yang bersifat kimiawi saja.

3. Pelapukan biologi atau organik


Jenis pelapukan yang selanjutnya adalah pelapukan biologi atau pelapukan organik.
Pelapukan biologi merupakan jenis pelapukan batuan yang dilakukan oleh organisme melalui
aktivitasnya di sekitar lingkungan batuan tersebut berada. Dengan kata lain pelapukan biologi
ini terjadi karena disebabkan oleh makhluk hidup. Pelapukan ini terjadi karena adanya
peranan organisme- organisme tertentu.
Adapun organisme- organisme yang berperan dalam pelapukan ini antara lain berupa
binatang, tumbuhan, jamur, bakteri, atau bahkan manusia. Proses pelapukan biologi atau
organik ini melibatkan 2 cara, yaitu cara biokimia dan cara mekanis. Adapun contoh
pelapukan secara biologi atau organik ini antara lain adalah:
 Penetrasi akar tumbuhan ke dalam sela- sela batuan akan menekan batuan tersebut,
sehingga akan mengalami perpecahan.
 Adanya lumut di atas batuan. Tumbuhnya lumut di permukaan batuan memungkinkan
batuan mengalami degradasi. Kelembapan di permukaan batuan akibat adanya proses
penyerapan akar disertai dengan tingginya ph di sekitar permukaan batuan akan
membuat permukaan batuan tersebut mengalami korosi.
Itulah beberapa jenis dari pelapukan batuan yang terdiri atas pelapukan kimiawi,
pelapukan fisika dan juga pelapukan boilogi atau organik. Dari uraian di atas kita mengetahui
bahwa pelapukan batuan bisa terjadi dengan beberapa cara yang berbeda- beda.
BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan pada praktikum lapangan geomorfologi kali ini adalah sebagai berikut:

A. Pola aliran dan genetic sungai


Pola aliran sungai terdiri dari:

1. Pola aliran dendritik


Pola aliran dendritik adalah pola aliran yang cabang-cabang sungainya menyerupai
struktur pohon. Pada umumnya pola aliran sungai dendritik dikontrol oleh litologi batuan
yang homogen. Pola aliran dendritik dapat memiliki tekstur/kerapatan sungai yang dikontrol
oleh jenis batuannya. Sebagai contoh sungai yang mengalir diatas batuan yang tidak/kurang
resisten terhadap erosi akan membentuk tekstur sungai yang halus (rapat) sedangkan pada
batuan yang resisten (seperti granit) akan membentuk tekstur kasar (renggang). Tekstur
sungai didefinisikan sebagai panjang sungai per satuan luas. Mengapa demikian ? Hal ini
dapat dijelaskan bahwa resistensi batuan terhadap erosi sangat berpengaruh pada proses
pembentukan alur-alur sungai, batuan yang tidak resisten cenderung akan lebih mudah dierosi
membentuk alur-alur sungai. Jadi suatu sistem pengaliran sungai yang mengalir pada batuan
yang tidak resisten akan membentuk pola jaringan sungai yang rapat (tekstur halus),
sedangkan sebaliknya pada batuan yang resisten akan membentuk tekstur kasar.

2. Pola aliran radial


Pola aliran radial adalah pola aliran sungai yang arah alirannya menyebar secara
radial dari suatu titik ketinggian tertentu, seperti puncak gunungapi atau bukir intrusi. Pola
aliran radial juga dijumpai pada bentuk-bentuk bentangalam kubah (domes) dan laccolith.
Pada bentang alam ini pola aliran sungainya kemungkinan akan merupakan kombinasi dari
pola radial dan annular.
3. Pola aliran rectangular
Pola rectangular umumnya berkembang pada batuan yang resistensi terhadap erosinya
mendekati seragam, namun dikontrol oleh kekar yang mempunyai dua arah dengan sudut
saling tegak lurus. Kekar pada umumnya kurang resisten terhadap erosi sehingga
memungkinkan air mengalir dan berkembang melalui kekar-kekar membentuk suatu pola
pengaliran dengan saluran salurannya lurus-lurus mengikuti sistem kekar. Pola aliran
rectangular dijumpai di daerah yang wilayahnya terpatahkan. Sungai-sungainya mengikuti
jalur yang kurang resisten dan terkonsentrasi di tempat tempat dimana singkapan batuannya
lunak. Cabang-cabang sungainya membentuk sudut tumpul dengan sungai utamanya. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa pola aliran rectangular adalah pola aliran sungai yang
dikendalikan oleh struktur geologi, seperti struktur kekar (rekahan) dan sesar (patahan).
Sungai rectangular dicirikan oleh saluran-saluran air yang mengikuti pola dari struktur kekar
dan patahan.

4. Pola aliran trellis


Geometri dari pola aliran trellis adalah pola aliran yang menyerupai bentuk pagar
yang umum dijumpai di perkebunan anggur. Pola aliran trellis dicirikan oleh sungai yang
mengalir lurus di sepanjang lembah dengan cabang-cabangnya berasal dari lereng yang
curam dari kedua sisinya. Sungai utama dengan cabang-cabangnya membentuk sudut tegak
lurus sehingga menyerupai bentuk pagar. Pola aliran trellis adalah pola aliran sungai yang
berbentuk pagar (trellis) dan dikontrol oleh struktur geologi berupa perlipatan sinklin dan
antilin. Sungai trellis dicirikan oleh saluran-saluran air yang berpola sejajar, mengalir searah
kemiringan lereng dan tegak lurus dengan saluran utamanya. Saluran utama berarah searah
dengan sumbu lipatan.

5. Pola aliran sentripetal


Pola aliran sentripetal merupakan ola aliran yang berlawanan dengan pola radial, di
mana aliran sungainya mengalir ke satu tempat yang berupa cekungan (depresi). Pola aliran
sentripetal merupakan pola aliran yang umum dijumpai di bagian barat dan barat laut
amerika, mengingat sungai-sungai yang ada mengalir ke suatu cekungan, di mana pada
musim basah cekungan menjadi danau dan mengering ketika musin kering. Dataran garam
terbentuk ketika air danau mengering.

6. Pola aliran annular


Pola aliran annular adalah pola aliran sungai yang arah alirannya menyebar secara
radial dari suatu titik ketinggian tertentu dan ke arah hilir aliran kembali bersatu. Pola aliran
annular biasanya dijumpai pada morfologi kubah atau intrusi loccolith.
7. Pola aliran paralel (pola aliran sejajar)
Sistem pengaliran paralel adalah suatu sistem aliran yang terbentuk oleh lereng yang
curam/terjal. Dikarenakan morfologi lereng yang terjal maka bentuk aliran-aliran sungainya
akan berbentuk lurus-lurus mengikuti arah lereng dengan cabang-cabang sungainya yang
sangat sedikit. Pola aliran paralel terbentuk pada morfologi lereng dengan kemiringan lereng
yang seragam. Pola aliran paralel kadangkala mengindikasikan adanya suatu patahan besar
yang memotong daerah yang batuan dasarnya terlipat dan kemiringan yang curam. Semua
bentuk dari transisi dapat terjadi antara pola aliran trellis, dendritik, dan paralel.

Tipe genetik sungai terdiri dari:

2. Sungai superposed atau sungai superimposed


Sungai superposed atau sungai superimposed adalah sungai yang terbentuk diatas
permukaan bidang struktur dan dalam perkembangannya erosi vertikal sungai memotong ke
bagian bawah hingga mencapai permukaan bidang struktur agar supaya sungai dapat
mengalir ke bagian yang lebih rendah. Dengan kata lain sungai superposed adalah sungai
yang berkembang belakangan dibandingkan pembentukan struktur batuannya.
3. Sungai antecedent
Sungai antecedent adalah sungai yang lebih dulu ada dibandingkan dengan
keberadaan struktur batuanya dan dalam perkembangannya air sungai mengikis hingga ke
bagian struktur yang ada dibawahnya. Pengikisan ini dapat terjadi karena erosi arah vertikal
lebih intensif dibandingkan arah lateral.
4. Sungai konsekuen
Sungai konsekuen adalah sungai yang berkembang dan mengalir searah lereng
topografi aslinya. Sungai konsekuen sering diasosiasikan dengan kemiringan asli dan
struktur lapisan batuan yang ada dibawahnya. Selama tidak dipakai sebagi pedoman, bahwa
asal dari pembentukan sungai konsekuen adalah didasarkan atas lereng topografinya bukan
pada kemiringan lapisan batuannya.
5. Sungai subsekuen
Sungai subsekuen adalah sungai yang berkembang disepanjang suatu garis atau zona
yang resisten. Sungai ini umumnya dijumpai mengalir disepanjang jurus perlapisan batuan
yang resisten terhadap erosi, seperti lapisan batupasir. Mengenal dan memahami genetika
sungai subsekuen seringkali dapat membantu dalam penafsiran geomorfologi.
6. Sungai resekuen
Lobeck (1939) mendefinisikan sungai resekuen sebagai sungai yang mengalir searah
dengan arah kemiringan lapisan batuan sama seperti tipe sungai konsekuen. Perbedaanya
adalah sungai resekuen berkembang belakangan.
7. Sungai obsekuen
Lobeck juga mendefinisikan sungai obsekuen sebagai sungai yang mengalir
berlawanan arah terhadap arah kemiringan lapisan dan berlawanan terhadap sungai
konsekuen. Definisi ini juga mengatakan bahwa sungai konsekuen mengalir searah dengan
arah lapisan batuan.
8. Sunggai insekuen
Sunggai insekuen adalah aliran sungai yang mengikuti suatu aliran dimana lereng
tidak dikontrol oleh faktor kemiringan asli, struktur atau jenis batuan.

B. Jenis morfologi
Berdasarkan morfologinya sistem sungai dikelompokan menjadi 4 tipe sungai, yaitu:

1. Sungai lurus (straight) umumnya berada pada daerah bertopografi terjal mempunyai
energi aliran kuat atau deras. Energi yang kuat ini berdampak pada intensitas erosi
vertikal yang tinggi, jauh lebih besar dibandingkan erosi mendatarnya. Kondisi seperti itu
membuat sungai jenis ini mempunyai kemampuan pengendapan sedimen kecil.
2. Sungai kekelok (meandering) adalah sungai yang alirannya berkelok-kelok atau
berbelok-belok. Pada sungai tipe ini erosi secara umum lemah sehingga pengendapan
sedimen kuat. Erosi horisontalnya lebih besar dibandingkan erosi vertikal, perbedaan ini
semakin besar pada waktu banjir. Hal ini menyebabkan aliran sungai sering berpindah
tempat secara mendatar.
3. Sungai teranyam (braided) umumnya terdapat pada daerah datar dengan energi arus
alirannya lemah dan batuan di sekitarnya lunak. Sungai tipe ini bercirikan debit air dan
pengendapan sedimen tinggi. Daerah yang rata menyebabkan aliran dengan mudah belok
karena adanya benda yang merintangi aliran sungai utama.
4. Sungai anastomasing terjadi karena adanya dua aliran sungai yang bercabang-cabang,
dimana cabang yang satu dengan cabang yang lain bertemu kembali pada titik dan
kemudian bersatu kembali pada titik yang lain membentuk satu aliran. Energi alir sungai
tipe ini rendah. Ada perbedaan yang jelas antara sungai teranyam dan sungai
anastomosing. Pada sungai teranyam, aliran sungai menyebar dan kemudian bersatu
kembali menyatu masih dalam lembah sungai tersebut yang lebar.

5.2 Saran
Saran saya pada praktikum kali ini adalah untuk para asisten mohon di bantu
praktikan dalam mendeskripsi batuan dan mengukur debit air karena banyak praktikan yang
belum mengerti cara menyelesaikan hal tersebut

Anda mungkin juga menyukai