DASAR
DASAR
Dosen Pengampu Mata Kuliah : Dr. H. Fachrurazi, M.M/ Ema Elisa, S.E.I., M.E.I
PERBANKAN SYARIAH/ D/ 7
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kepada Allah swt. yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah ini selesai. Penyusunan makalah ini bertujuan
untuk memenuhi tugas mata kuliah Etika Bisnis Islam dengan judul Dasar-Dasar Bisnis Islam.
Penyusun menyadari amatlah terbatas kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki
penyusun untuk menyusun makalah tanpa cela. Tentulah masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu segala kritik saran yang bersifat membangun dari segala pihak sangat penyusun
harapkan. Agar menjadi koreksi sehingga kelak penyusun mampu menyusun makalah yang
jauh lebih baik. Penyusun berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Penyusun
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI......................................................................................................................
A. KESIMPULAN .....................................................................................................
B. SARAN ...................................................................................................................
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Salah satu kajian penting dalam Islam adalah persoalan etika bisnis. Pengertian
etika adalah acode or set of principles which people live (kaedah atau seperangkat
prinsip yang mengatur hidup manusia).
Etika adalah bagian dari filsafat yang membahas secara rasional dan kritis
tentang nilai, norma atau moralitas. Dengan demikian, moral berbeda dengan etika.
Norma adalah suatu pranata dan nilai mengenai baik dan buruk, sedangkan etika adalah
refleksi kritis dan penjelasan rasional mengapa sesuatu itu baik dan buruk. Menipu
orang lain adalah buruk. Ini berada pada tataran moral, sedangkan kajian kritis dan
rasional mengapa menipu itu buruk apa alasan pikirannya, merupakan lapangan etika.
Pada dasarnya etika (nilai-nilai dasar) dalam bisnis berfungsi untuk menolong
pebisnis (dalam hal ini pedagang) untuk memecahkan problem-problem (moral) dalam
praktek bisnis merek.
Di Indonesia, pengabaian etika bisnis sudah banyak terjadi khususunya oleh
para konglomerat. Para pengusaha dan ekonom yang kental kapitalisnya,
mempertanyakan apakah tepat mempersoalkan etika dalam wacana ilmu ekonomi?.
Munculnya penolakan terhadap etika bisnis, dilatari oleh sebuah paradigma klasik,
bahwa ilmu ekonomi harus bebas nilai (value free). Etika bisnis hanyalah
mempersempit ruang gerak keuntungan ekonomis. Padahal, prinsip ekonomi, menurut
mereka, adalah mencari keuntungan yang sebesar-besarnya.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana konsep dasar ekonomi Islam?
2. Bagaimana pandangan Islam tentang bisnis?
3. Bagaimana konsep dasar bisnis Islam?
4. Apa saja maksud, tujuan, dan orientasi bisnis Islam?
5. Apa saja perbedaan antara bisnis Islam dan bisnis konvensional?
C. TUJUAN PEMBAHASAN
1. Untuk mengetahui konsep dasar ekonomi Islam.
2. Untuk mengetahui pandangan Islam tentang bisnis.
3. Untuk mengetahui konsep dasar bisnis Islam.
4. Untuk mengetahui maksud, tujuan, dan orientasi bisnis Islam.
5. Untuk mengetahui perbedaan antara bisnis Islam dan bisnis konvensional.
BAB II
PEMBAHASAN
Secara umum prinsip ekonomi Islam terbagi menjadi tiga bagian. Prinsip-
prinsip ekonomi Islam didasarkan atas lima nilai universal yang
meliputi tauhid (keimanan), ‘adl (keadilan), nubuwwah (kenabian), khilafah (pemerin
tah) dan ma’ad (hasil). Dari kelima nilai universal tersebut, dibangunlah tiga prinsip
1
Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro Islami cet. Ke-2 (Jakarta: Rajawali Pers, 2003), hlm. 52.
derivatif yaitu kepemilikan multijenis (multiple ownership), kebebasan bertindak atau
berusaha (freedom to act) serta keadilan sosial (social justice).
Lima nilai universal memiliki fungsi seperti pondasi, yaitu menentukan kuat
tidaknya suatu bangunan. Tauhid (keesaan Allah), memiliki arti bahwa semua yang kita
lakukan di dunia akan dipertanggungjawabkan kepada Allah di akhirat
kelak. ‘Adl (keadilan), memiliki arti bahwa Allah telah memerintahkan manusia untuk
berbuat adil dan tidak menzalimi pihak lain demi memeroleh keuntungan
pribadi. Nubuwwah (kenabian), menjadikan sifat dan sikap nabi sebagai teladan dalam
melakukan segala aktivitas di dunia. Khilafah (pemerintahan), peran pemerintah adalah
memastikan tidak ada distorsi sehingga perekonomian dapat berjalan dengan
baik. Ma’ad (hasil), dalam Islam hasil (laba) yang diperoleh di dunia juga menjadi laba
di akhirat.
Bagian kedua memiliki fungsi sebagai tiang yang merupakan turunan dari nilai-
nilai universa. Multitype Ownership (kepemilikan multijenis) merupakan turunan dari
nilai tauhid dan ‘adl. Islam mengakui kepemilikan pribadi, negara maupun
kepemilikan campuran, namun pemilik primer tetap Allah SWT. Freedom to
act (kebebasan bertindak atau berusaha) merupakan turunan dari nilai nubuwwah, ‘adl
dan khilafah. Nilai ini memiliki arti bahwa setiap manusia memiliki kebebasan untuk
bermuammah. Dalam bermuammalah, manusia diwajibkan untuk meneladani sifat
rasul (siddiq, amanah, fathanah, tabligh). Selain itu tetap harus menjunjung tinggi nilai
keadilan dan taat terhadap aturan yang berlaku dalam pemerintahan agar tidak terjadi
distorsi dalam perekonomian. Social Justice (keadilan sosial) merupakan turunan dari
nilai khilafah dan ma’ad. Nilai ini memiliki arti bahwa pemerintah bertanggung jawab
atas pemenuhan kebutuhan pokok dan terciptanya keseimbangan sosial sehingga tidak
terjadi ketimpangan antara kaya dan miskin.
Seperti fungsi atap dalam sebuah bangunan, nilai yang berfungsi untuk
melindungi bangunan dari ancaman dari luar adalah akhlak. Akhlak merupakan sikap
manusia dalam bertingkah laku yang diharapkan sesuai dengan teori dan sistem
ekonomi Islam. Akhlak menempati posisi yang puncak, karena inilah yang menjadi
tujuan Islam dan dakwah para Nabi, yakni untuk menyempurnakan akhlak manusia.
Akhlak inilah yang menjadi panduan para pelaku ekonomi dan bisnis dalam melakukan
aktivitasnya.
1. Nilai-nilai Universal: Teori Ekonomi
a. Tauhid (Keesaan Tuhan)
Tauhid merupakan fondasi ajaran Islam. Dengan Tauhid,
manusia menyaksikan bahwa “tiada sesuatu pun yang layak
disembah selain Allah,” dan “tidak ada pemilik langit, bumi dan
isinya, selain daripada Allah” Karena Allah adalah pencipta
alam langit, bumi dan isinya dan sekaligus pemiliknya, termasuk
pemilik manusia dan seluruh sumber daya yang ada. Oleh karena
itu, Allah adalah pemilik hakiki. Manusia hanya diberi amanah
untuk “memiliki” untuk sementara waktu, sebagai ujian bagi
mereka. Dalam Islam, segala sesuatu yang ada tidak diciptakan
dengan sia-sia, tetapi memiliki tujuan. Tujuan diciptakan
manusia adalah untuk beribadah kepadaNya. Karena itu segala
aktivitas manusia dalam hubungannya dengan alam (sumber
daya) dan manusia (mu’amalah) dibingkai dengan kerangka
hubungan dengan Allah. Karena kepadaNya kita akan
mempertanggungjawabkan segala perbuatan kita, termasuk
aktivitas ekonomi dan bisnis.
b. ‘Adl (Keadilan)
Allah adalah pencipta segala sesuatu, dan salah satu
sifatNya adalah adil. Dia tidak membeda-bedakan perlakuan
terhadap makhluk-Nya secara zalim. Manusia sebagai khalifah
di muka bumi, dan menjamin bahwa pemakaian segala sumber
daya diarahkan untuk kesejahteraan manusia, supaya semua
mendapat manfaat daripadanya secara adil dan baik.
Dalam banyak ayat, Allah memerintahkan manusia
untuk berbuat adil. Dalam Islam adil didefinisikan sebagai,
“tidak menzalimi dan tidak dizalimi.” Implikasi ekonomi dari
nilai ini adalah bahwa pelaku ekonomi tidak dibolehkan untuk
mengejar keuntungan pribadi bila hal itu merugikan orang lain
atau merusak alam. Tanpa keadilan, manusia akan terkelompok-
kelompok dalam berbagai golongan. Golongan yang satu akan
menzalimi golongan yang lain, sehingga terjadi eksploitasi
manusia atas manusia. Masing-masing berusaha mendapatkan
hasil yang lebih besar dari pada usaha yang dikeluarkannya
karena kerakusannya.
c. Nubuwwah (Kenabian)
Diutuslah para nabi dan rasul untuk menyampaikan
petunjuk dari Allah kepada manusia tentang bagaimana hidup
yang baik dan benar di dunia, dan mengajarkan jalan untuk
kembali ke asal muasal segala, Allah. Fungsi rasul adalah untuk
menjadi model terbaik yang harus diteladani manusia agar
mendapat keselamatan di dunia dan akhirat. Sifat-sifat utama
yang harus diteladani oleh manusia pada umumnya dan pelaku
ekonomi dan bisnis pada khususnya, adalah sebagai berikut:
1) Siddiq (benar, jujur)
Dari konsep sidq ini, muncullah konsep turunan
khas ekonomi dan bisnis, yakni efektivitas
(mencapai tujuan yang tepat, benar) dan efisiensi
(melakukan kegiatan dengan benar, yakni
menggunakan teknik dan metode yang tidak
menyebabkan kemubaziran.
2) Amanah (tanggung jawab, kepercayaan,
kredibilitas)
Sifat ini akan membentuk kredibilitas yang tinggi
dan sikap penuh tanggung jawab pada setiap
individu Muslim. Kumpulan individu dengan
kredibilitas dan tanggung jawab yang tinggi akan
melahirakan masyarakat yang kuat, karena
dilandasi oleh saling percaya antaranggotanya.
Sifat amanah memainkan peranan yang
fundamental dalam ekonomi dan bisnis, karena
tanpa kredibilitas dan tanggung jawab, kehidupan
ekonomi dan bisnis akan hancur.
3) Fathanah (Kecerdikan, kebijaksanaan,
intelektualita)
Implikasi ekonomi dan bisnis dari sifat ini adalah
bahwa segala aktivitas harus dilakukan dengan
ilmu, kecerdikan dan pengoptimalan semua
potensi akal yang ada untuk mencapai tujuan.
Jujur, benar, kredibel dan bertanggung jawab saja
tidak cukup dalam berekonomi dan berbisnis.
Para pelaku harus pintar dan cerdik supaya
usahanya efektif dan efisien, dan agar tidak
menjadi korban penipuan. Bandingkan ini
dengan konsep manajemen work hard vs work
smart. Dalam ekonomi Islam tidak ada dikotomi
ini, karena konsepnya work hard and smart.
d. Khilafah (Pemerintahan)
Dalam Islam, peranan yang dimainkan pemerintah
terbilang kecil akan tetapi sangat vital dalam perekonomian.
Peranan utamanya adalah memastikan bahwa perekonomian
suatu negara berjalan dengan baik tanpa distorsi dan telah sesuai
dengan syariah.
e. Ma’ad (Hasil)
Imam Ghazali menyatakan bahwa motif para pelaku
ekonomi adalah untuk mendapatkan keuntungan/ profit/ laba.
Dalam Islam, ada laba/ keuntungan di dunia dan ada laba/
keuntungan di akhirat.
2. Aliran Mainstream
Mazhab mainstrean berbeda pendapat dengan mazhab Baqir.
Mazhab ini justru setuju bahwa masalah ekonomi muncul dikarenakan
sumberdaya yang terbatas yang dihadapkan pada keinginan manusia
yang tidak terbatas. Seperti yang disabdakan Nabi Muhammad Saw.
Bahwa manusia tidak akan pernah puas. Bila diberikan emas satu
lembah, ia akan meminta emas dua lembah. Bila diberikan dua lembah
maka dia akan meminta tiga lembah dan seterusnya sampai ia masuk
kubur.
Keterbatasan sumber daya memang ada, bahkan diakui pula oleh
Islam. Dalil yang dipakai adalah:
"Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit
ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan
berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar" (QS: Al-
Baqarah [2]: 155).
2. Amanah
Amanah dalam bahasa Indonesia adalah dapat dipercaya. Dalam
transaksi jual beli, sifat amanah sangatlah diperlukan karena dengan
amanah maka semua akan berjalan dengan lancar. Dengan sifat amanah,
para penjual dan pembeli akan memiliki sifat tidak saling mencurigai
bahkan tidak khawatir walau barangnya di tangan orang. Memulai bisnis
biasanya atas dasar kepercayaan. Oleh karena itu, amanah adalah
komponen penting dalam transaksi jual beli. Sebagaimana dalam
Alquran:
Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat
kepada yang berhak menerimanya.”(QS. An-Nisa : 58)
3. Ramah
Banyak orang yang susah untuk berperilaku ramah antar sesama.
Sering kali bermuka masam ketika bertemu dengan orang atau bahkan
memilah milih untuk berperilaku ramah. Padahal, ramah merupakan
sifat terpuji yang dianjurkan oleh agama Islam untuk siapa saja dan
kepada siapa saja. Dengan ramah, maka banyak orang yang suka,
dengan ramah banyak pula orang yang senang. Karena sifat ramah
merupakan bentuk aplikasi dari kerendahan hati seseorang. Murah hati,
tidak merasa sombong, mau menghormati dan menyayangi merupakan
inti dari sifat ramah. Oleh karena itu, bersikap ramahlah dalam transaksi
jual beli karena dapat membuat konsumen senang sehingga betah atau
bahkan merasa tentram jika bertransaksi. Sebagaimana keterangan
dalam Hadits.
“Artinya: Dari Jabir Bin Abdullah ra. Sesungguhnya Rasulullah saw
bersabda: Allah swt akan mengasihi seseorang yang murah hati ketika
menjual, membeli dan meminta.” (HR. Al-Bukhari)
4. Adil
Adil merupakan sifat Allah swt. Dan Rasulullah saw merupakan
contoh sosok manusia yang berlaku adil. Dengan adil, tidak ada yang
dirugikan. Bersikap tidak membeda-bedakan kepada semua konsumen
merupakan salah satu bentuk aplikasi dari sifat adil. Oleh karena itu,
bagi para penjual semestinya bersikap adil dalam transaksi jual beli
karena akan berdampak kepada hasil jualannya. Para konsumen akan
merasakan kenyamanan karena merasa tidak ada yang dilebihkan dan
dikurangkan. Sebagaimana keterangan dalam Alquran surat An Nisa :
58 yang berbunyi :
Artinya: “ Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat
kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila
menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan
adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya
kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha
melihat.” ( QS. An Nissa : 58 )
5. Sabar
Sabar merupakan sikap terakhir ketika sudah berusaha dan
bertawakal. Dalam jual beli, sifat sabar sangatlah diperlukan karena
dapat membawa keberuntungan. Bagi penjual hendaklah bersabar atas
semua sikap pembeli yang selalu menawar dan komplain. Hal ini
dilakukan agar si pembeli merasa puas dan senang jika bertransaksi.
Begitu pula dengan pembeli, sifat sabar harus ditanamkan jika ingin
mendapatkan produk yang memiliki kualitas bagus plus harga murah
dan tidak kena tipu. Sebagaimana keterangan dalam Alquran surat Ali
Imran : 120 yang berbunyi:
Artinya: “Jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih
hati, tetapi jika kamu mendapat bencana, mereka bergembira
karenanya. jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka
sedikitpun tidak mendatangkan kemudharatan kepadamu.
Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang mereka kerjakan.
“(QS. Ali Imran : 120)
Adapun tujuan dan orientasi yang hendak dicapai dalam bisnis Islam, yaitu :
1. Target hasil: profit-materi dan benefit-nonmateri.
Target hasil: profit-materi dan benefit-nonmateri, maksudnya
adalah bahwa bisnis tidak hanya untuk mencari profit (qimahmadiyah
atau nilai materi) setinggi-tingginya, akan tetapi bisnis juga harus dapat
memperoleh dan memberikan benefit (keuntungan atau manfaat)
nonmateri kepada internal organisasi perusahaan dan eksternal
(lingkungan), seperti terciptanya suasana persaudaraan, kepedulian
sosial dan sebagainya.
Benefit, yang dimaksudkan tidaklah semata memberikan
manfaat kebendaan, tetapi juga dapat bersifat nonmateri. Islam
memandang bahwa tujuan suatu amal perbuatan tidak hanya berorientasi
pada berarti aktivitas dijadikan sebagai media untuk mendekatkan diri
kepada Allah Swt.2
2
Muhammad Ismail Yusanto “Menggagas Bisnis Islami” Gema Insani Pers: Jakarta , tahun, hlm. 19
3
Hlm. 21
maupun pemanfaatan harta, sama sekali berbeda dengan bisnis nonIslami. Dengan
landasan sekularisme yang bersindikan pada nilai-nilai material, bisnis nonIslami tidak
memperhatikan aturan hukum mana itu yang bisnis halal dan bisnis yang haram dalam
setiap perencanaan, pelaksanaan, dan segala usaha yang dilakukan dalam meraih
tujuan-tujuan bisnis.
Dari asas sekularisme inilah, seluruh bangunan karakter bisnis nonIslami
diarahkan pada hal-hal yang bersifat bandawi dan menafikan nilai ruhiah serta
keterikatan pelaku bisnis pada aturan yang lahir dari nilai-nilai transendental (aturan
halal dan haram). Kalaupun ada aturan, semata bersifat etik yang tidak ada hubunganya
dengan dosa dan pahala.
Dengan melihat karakter yang dimiliki, bisnis Islami hanya akan hidup secara
ideal dalam sistem dan lingkungan yang Islami pula. Dalam lingkungan yang notabenya
tidak Islami, sebagaimana yang sekarang terjadi, disadari atau tidak, disengaja atau
tidak, suka atau tidak, pelaku bisnis Islami akan mudah sekali tersesat dan sukar berkelit
dalam kegiatan yang dilarang agama. Mulai dari uang pelican saat perizinan usaha,
menyimpan uang dalam rekening Koran yang berbunga, dan dana pinjaman atau modal
yang diperoleh dari bankbank konvensiaonal karena pendapat para pelaku bisnis
sekarang bank-bank konvensional lebih mudah dan lebih cepat daripada bank syariah,
hingga iklan yang di tampilkan tidak senonoh dan sebaliknya.
Bisnis nonIslami juga tidak akan hidup secara ideal dalam sistem dan
lingkungan yang Islami kecuali ia merubah dirinya menjadi bisnis yang memperhatikan
nilai-nilai Islam. Bisnis nonIslami dalam lingkungan Islam pasti akan berhadapan
dengan aturan-aturan yang melarang segala kegiatan yang bertentangan dengan syariat
Islam. Karena bisnis-bisnis maksiat semacam pub, diskotik, ”panti pijat”, perbankan
ribawi, prostitusi, judi, dan sebagainya pasti tidak akan tumbuh dalam sistem Islami.
Jadi, jelaslah bahwa tumbuh tidaknya jenis kegiatan bisnis akan sangat bergantung pada
macam sistem dan lingkungan yang ada. Muhammad Ismail Yusanto Dan Muhammad
Karebet Widjajakusuma menyebutkan ciri-ciri dari bisnis Islam dan bisnis nonIslam
dalam sebuah ilustrasi sebagai berikut:4
4
Muhammad Ismail Yusanto “Menggagas Bisnis Islami” Gema Insani Pers: Jakarta , Tahun 2002, hlm. 22
Aqidah islam (nilai-nilai ASAS Sekularisme (Nilai-
transcendental) nilai material)
Dunia-Akhirat MOTIVASI Dunia
Profit dan benefit (non ORIENTASI Profit,
materi/qimah), Pertumbuhan,
Pertumbuhan, Keberlangsungan
Keberlangsungan,
Keberkahan
Tinggi, Bisnis adalah bagian ETOS KERJA Tinggi, Bisnis
dari ibadah adalah kebutuhan
duniawi
Maju & produktif, SIKAP MENTAL Maju & Produktif
Konsekuensi Keimanan & sekaligus konsumtif
manifestasi kemusliman Konsekuensi
aktualisasi diri
Cakap & ahli di bidangnya, KEAHLIAN Cakap & ahli di
Konsekuensi dari kewajiban bidangnya,
seorang muslim Konsekuensi dari
motivasi reward &
punishment
Terpercaya & bertanggung AMANAH Tergantung
jawab, Tujuan tidak kemauan individu
menghalalkan cara (pemilik capital),
Tujuan
menghalalkan cara
Halal MODAL Halal dan haram
Sesuai dengan akad kerjanya SDM Sesuai dengan akad
kerjanya atau sesuai
keinginan pemilik
modal
Halal SUMBER DAYA Halal dan Haram
Visi dan misi organisasi MANAJEMEN Visi dan misi
terkait erat dengan misi STRATEGIK organisasi
penciptaan manusia di dunia ditetapkan
berdasarkan pada
kepentingan
material belaka
Jaminan halal bagi setiap MANAJEMEN OPERASI Tidak ada jaminan
masukan, proses & keluaran, halal bagi setiap
mengedepankan masukan, proses &
produktivitas dalam koridor keluaran,
syariah mengedepankan
produktivitas dalam
koridor manfaat
Dapat diketahui bahwa ciri-ciri dari bisnis Islam sangatlah berbeda dengan
bisnis konvensional yang hanya mengejar keuntungan saja. Sedangkan dalam bisnis
yang berdasarkan syariah, pelaku bisnisnya sangat berhati-hati dalam melakukan
kegiatan bisnisnya. Dari asas sampai menejemen SDM yang digunakan, bisnis berbasis
syariah selalu menjalankan kewajiban dan haknya antar sesama manusia dan kepada
Allah Swt.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Konsep dasar ekonomi Islam
Prinsip-prinsip ekonomi Islam didasarkan atas lima nilai universal yang
meliputi tauhid (keimanan), ‘adl (keadilan), nubuwwah (kenabian), khilafah (pemerinta
h) dan ma’ad (hasil). Dari kelima nilai universal tersebut, dibangunlah tiga prinsip
derivatif yaitu kepemilikan multijenis (multiple ownership), kebebasan bertindak atau
berusaha (freedom to act) serta keadilan sosial (social justice).
B. SARAN
Dari makalah ini semoga pembaca dapat memahami jika dalam hal berbisnis
selayaknya tidak hanya berorientasi pada keuntungan duniawi, akan tetapi juga harus
memperhatikan orientasi akhirat. Jadi, dunia itu hanya sebagai lahan manusia untuk
mencari kebahagiaan akhirat.
DAFTAR PUSTAKA