Anda di halaman 1dari 25

Tugas Askep Komunitas Masalah Kesehatan Populasi Penyakit

Kronik
“OSTEOPOROSIS”

Oleh :
ELLAN KUKUH N (1620037)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KEPANJEN

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

2019
KATA PENGANTAR

Dengan nama Allah yang maha pengasih dan maha penyayang. Segala puji
dan syukur bagi Allah swt yang dengan ridho-Nya kita dapat menyelesaikan
makalah ini dengan baik dan lancar. Sholawat dan salam tetap kami haturkan
kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad saw dan untuk para keluarga,
sahabat dan pengikut-pengikutnya yang setia mendampingi beliau. Terima kasih
kepada keluarga teman-teman dan yang terlibat dalam pembuatan makalah ini
yang dengan do'a dan bimbingannya makalah ini dapat terselesaikan dengan
lancar.
Dalam makalah ini, kami menguraikan tentang “Osteoporosis” terdiri dari
menghargai karya orang lain yang kami ambil dari berbagai sumber, diantaranya
buku dan internet. Makalah ini diharapkan bisa menambah wawasan dan
pengetahuan yang selama ini kita cari. Kami berharap bisa
dimanfaatkansemaksimal mugkin.
Tidak gading yang tak retak, demikian pula makalah ini, oleh karena itu
saran dan kritik yang membangun tetap kami nantikan dan kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.

Kepanjen, 08 April 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................... i


Daftar Isi .............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................ 1
1.3 Tujuan ......................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi ........................................................................................................ 2
2.2 Klasifikasi .................................................................................................... 3
2.3 Etiologi ........................................................................................................ 5
2.4 Patofisiologi ................................................................................................. 5
2.5 Pathway........................................................................................................ 8
2.6 Manifestasi Klinis ........................................................................................ 13
2.7 Pemeriksaan penunjang
2.8 Penatalaksanaan ........................................................................................... 14
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan .................................................................................................. 18
3.2 Saran ............................................................................................................ 19
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dengan bertambahnya usia harapan hidup orang Indonesia, maka
jumlah manusia lanjut usia Republik ini akan bertambah banyak pula salah
satu penyakit yang harus diantisipasi adalah semakin banyaknya penyakit
Osteoporosis dan patah tulang yang diakibatnya.

Pada tahun 60 an kedepan akan terjadi perubahan demugrafik yang


akan meningkatkan populasi warga usia lanjut dan meningkatkan terjadinya
patah tulang karena osteoporosis yang pada tahun 1990 mencapai 1,7 juta
akan menjadi 6,3 juta pada tahun 2050, kecuali jika ada tindakan
pencegahan yang agresif.

Di Surabaya berdasarkan pengamatan Prof. Dr. Djoko Poeshadi pada


penelitian tahun 1997, 26 % diantaranya wanita pasca menoupouse
mengalami osteoporosis.

Osteoporosis di defenisikan sebagai kelainan skeletal yang ditandai


dengan adanya gangguan kekuatan tulang yang mengakibatkan tulang
menjadi lebih besar resikonya untuk mengalami patah tulang.

Osteoporosis dibagi menjadi 3 yaitu : Osteoporosis primer,


Osteoporosis skunder, dan Osteoporosis idiopatik. Osteoporosis skunder
adalah osteoporosis yang tidak diketahui penyebab dan merupakan
kelompok yang terbesar. Ada dua faktor yang menjadi penyebab utama
yang terjadinya osteoporosis yaitu faktor yang dapat diubah dan faktor yang
tidak dapat diubah.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa Definisi Dari Osteoporosis ?
1.2.2 Bagaimana Klasifikasi dari Osteoporosis ?
1.2.3 Bagaimana Etiologi dari Osteoporosis ?
1.2.4 Bagaimana Patofisiologi dari Osteoporosis ?
1.2.5 Bagaimana Manifestasi Klinis dari Osteoporosis ?
1.2.6 Apa Saja Pemeriksaan penunjang dari Osteoporosis ?
1.2.7 Apa Saja penatalaksanaan dari Osteoporosis ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Menjelaskan Definisi dari osteoporosis.
1.3.2 Menjelaskan Klasifikasi dari Osteoporosis
1.3.3 Menjelaskan Etiologi Dari Osteoporosis
1.3.4 Menjelaskan Patofisiologi dari Osteoporosis
1.3.5 Menjelaskan Manifestasi Klinis dari Osteoporosis.
1.3.6 Menjelaskan Pemeriksaan penunjang dari osteoporosis.
1.3.7 Menjelaskanpenatalaksanaan dari osteoporosis.

1.4 Manfaat
Kami berharap makalah ini dapat menjadi wawasan pengetahuan bagi
pembaca dan juga bagi mahasiswa akademi keperawatan terutama dalam
memahami penyakit Osteoporosis.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi

Osteoporosis adalah penyakit tulang sistemik mikroarsitektur tulang,


sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah (Sudoyo, 2007).
Sedangkan secara harfiah, osteoporosis di definisikan sebagai keropos
tulang yaitu gangguan metabolik penurunan massa tulang, meningkatnya
kerapuhan tulang, dan meningkatnya risiko terjadi fraktur tulang. Dari dua
definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa osteoporosis merupakan penyakit
tulang yang ditandai dengan penurunan massa tulang dan perburukan
mikroarsitektur tulang sehingga tulang rapuh dan meningkatkan risiko
terjadinya fraktur. Sebenarnya sebelum terjadi osteoporosis tulang secara
perlahan mengalami penurunan masa tulang. Kondisi penurunan masa
tulang ini disebut dengan osteopenia. Kondisi ini biasanya tidak
memberikan manifestasi sebelum terjadinya osteoporosis (Lemon, 2008).

2.2 Klasifikasi

Terdapat beberapa jenis osteoporosis, yaitu :

1. Osteoporosis Primer.
Osteoporosis primer sering menyerang wanita paska menopause
(Osteoporosis postmenopausal) dan juga pada pria usia lanjut dengan
penyebab yang belum diketahui. Osteoporosis postmenopausal
biasanya terjadi karena kekurangan estrogen (hormon utama pada
wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium ke dalam
tulang pada wanita. Biasanya gejala timbul pada wanita yang berusia
di antara 51-75 tahun, tetapi bisa mulai muncul lebih cepat ataupun
lebih lambat. Tidak semua wanita memiliki risiko yang sama untuk
menderita osteoporosis postmenopausal, wanita kulit putih dan asia
lebih mudah menderita penyakit ini daripada wanita kulit hitam.
2. Osteoporosis Sekunder
Osteoporosis sekunder disebabkan oleh penyakit atau sebab lain,
misalnya dengan : hyperthyroidism, kelainan hepar, kegagalan ginjal
kronis, kurang gerak, kebiasaan minum alkohol, kelebihan kafein,
dan merokok
3. Osteoporosis Anak.
Osteoporosis pada anak disebut juvenile idiopathic osteoporosis.
Osteoporosis jenis ini penyebabnya tidak diketahui dan masih diteliti
lebih lanjut.
4. Osteoporosis Senilis.
Osteoporosis senilis terjadi karena kekurangan kalsium yang
berhubungan dengan usia. Hal ini terkait dengan ketidakseimbangan
antara kecepatan hancurnya tulang dan pembentukan tulang yang
baru. Osteoporosis ini banyak terjadi pada lansia. Penyakit ini
biasanya terjadi pada usia di atas 70 tahun dan 2 kali lebih sering
menyerang wanita. Wanita seringkali menderitaosteoporosis senilis
dan postmenopausal.

2.3 Etiologi

Penyebab atau etiologi osteoporosis bersumber dari faktor-faktor


risiko yang dapat dikendalikan dan tidak dapat dikendalikan yang dimiliki
oleh seorang individu.

1. Faktor Risiko Yang Tidak Dapat Dikendalikan


a) Jenis Kelamin.
Osteoporosis dapat terjadi pada laki-laki maupun perempuan. Akan
tetapi, perempuan lebih berisiko terkena penyakit ini. Penyebab
perempuan lebih berisiko terkena osteoporosis adalah mulai
menurunnya kadar esterogen dalam tubuh perempuan sejak usia 35
tahun, adanya keterlambatan pubertas (dapat pula terjadi pada laki-
laki) dan terhentinya siklus menstruasi selama tiga bulan atau lebih
(amenorrhea) pada wanita, baik yang disebabkan oleh gangguan
makan, olahraga berlebihan, dan lain sebagainya. Fase tidak
mengalami menstruasi (amenorrhea) juga dialami oleh perempuan
yang pada masa mengandung dan menyusui. Walaupun keropos
yang dialami pada masa mengandung hanya sementara, tetapi
apabila tidak diimbangi dengan konsumsi kalsium yang cukup juga
akan berisiko menyebabkan osteoporosis (Alexander, 2010).
b) Usia
Faktor penuaan berkaitan erat dengan risiko oeteoporosis. Tiap
peningkatan satu dekade, risiko osteoporosis meningkat 1,4-1,8. Hal
tersebut dipicu oleh menurunnya massa tulang seiring penuaan.
Laki-laki dan perempuan biasanya akan mencapai puncak massa
tulang pada usia 25 tahun. Penurunan massa tulang akan sedikit
menurun pada usia 30 tahun hingga 40 tahun dan jauh berkurang
menjelang osteoporosis. Selain itu, pada usia lanjut juga terjadi
penurunan kadar kalsitriol (bentuk vitamin D yang aktif dalam
tubuh) yang disebabkan berkurangnya intake vitamin D baik dalam
diet, karena gangguan absorpsi, maupun berkurangnya vitamin D
dalam kulit karena penuaan (Lane, 2003).
c) Ras
Orang berkulit putih lebih berisiko mengalami osteoporosis
dibanding orang berkulit hitam. Orang berkulit putih, khusunya
keturunan Eropa bagian utara atau bangsa Asia berisiko tinggi
terhadap osteoporosis dibanding orang Hispanik atau berkulit hitam
(Alexander, 2010).
d) Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga juga memiliki peran terhadap terjadinya
osteoporosis. Jika seseorang memiliki keluarga kandung (ibu, ayah,
saudara laki-laki, saudara perempuan, anak laki-laki, anak
perempuan) yang memiliki riwayat osteoporosis, maka orang
tersebut berisiko mengalami osteoporosis.
e) Tipe Tubuh
Tipe tubuh mempengaruhi risiko osteoporosis. Semakin kecil rangka
tubuh, semakin besar risiko seseorang mengalami osteoporosis. Pada
perempuan, berat badan dapat mempengaruhi massa terutama
melalui efeknya terhadap rangka tubuh. Perempuan yang kelebihan
berat badan menempatkan tekanan yang lebih besar pada tulangnya.
Peningkatan meningkatnya tekanan merangsang pembentukan tulang
baru untuk mengatasi hal tersebut, sehingga massa tulang dapat
ditingkatkan. Hal tersebut juga dapat berlaku pada laki-laki. Selain
itu pada jaringan lemak atau adipose, hormon androgen dapat diubah
menjadi esterogen yang dapat mempengaruhi pembentukan massa
tulang.
Akan tetapi, tubuh yang terlalu gemuk tidak baik karena rentan
penyakitpenyakit lain, seperti diabetes, jantung koroner, dan
sebagainya (Lane, 2003).
f) Peranan esterogen pada tulang
Esterogen merupakan regulator pertumbuhan pada tulang dan
homeostasis tulang yang penting. Esterogen memiliki efek langsung
dan tak langsung pada tulang. Efek tak langsung meliputi esterogen
terhadap tulang berhubungan dengan homeostasis kalsium yang
meliputi regulasi absorbsi kalsium diusus, ekskresi Ca di ginjal dan
sekresi hormon paratiroid (PTH). Terhadap sel-sel tulang, esterogen
memiliki beberapa efek seperti meningkatkan formasi tulang dan
juga menghambat resorbsi tulang oleh osteoklas. Terapi esterogen
menyebabkan penurunan sebesar 50% pada angka fraktur tulang
paha pada wanita pascamenopause (Marya, 2008).
g) Menopause
Menopause merupakan faktor paling signifikan sehubungan dengan
risiko terhadap osteoporosis. Hilangnya esterogen saat menopause
merupakan alasan yang paling umum wanita terkena osteoporosis.
Menopause adalah suatu masa dimana siklus menstruasi seorang
wanita telah berakhir (tidak mengalami menstruasi lagi).
Siklus remodelling tulang berubah dan pengurangan jaringan
dimulai ketika tingkat esterogen turun. Salah satu fungsi esterogen
adalah mempertahankan tingkat remodelling tulang yang normal.
Ketika tingkat esterogen turun, tingkat pengikisan tulang (resorbsi)
menjadi lebih tinggi daripada pembentukan tulang
(formasi), yang mengakibatkan berkurangnya massa tulang
(Lane, 2008).
Perempuan yang mengalami menopause dini atau defisiensi
esterogen akibat sebab lain, misalnya penyakit jantung, memiliki
risiko lebih tinggi terkena osteoporosis. Perempuan yang tidak
mendapatkan haid (amonerrhea) sebelum menopause karena
beberapa hal, seperti anoreksia nervosa, perempuan kurus yang
melakukan olahraga berat, penyakit kronis (penyakit hati atau radang
usus), dan penyakit sistem reproduksi yang mengakibatkan tidak
terbentuknya hormon seks pada masa pubertas, juga menjadi faktor
risiko penting terjadinya osteoporosis. Amenorrhea dikaitkan dengan
rendahnya produksi hormon esterogen (Compston, 2002). Sebanyak
80% pasien osteoporosis di Inggris merupakan perempuan yang
kehilangan hingga 20% massa tulang selama 5-7 tahun setelah
menopause (Field, 2011).

2. Faktor Risiko Yang Dapat Dikendalikan


a) Kurang Aktivitas atau Olahraga
Kurang aktivitas atau olahraga juga dapat berisiko menyebabkan
osteoporosis walaupun seseorang tidak memiliki faktor lainnya.
Karena dengan banyaknya aktivitas akan menyebabkan peningkatan
massa tulang, hal ini diakibatkan oleh otot yang berkontraksi
sehingga merangsang pembentukan tulang. Aktivitas atau olahraga,
khususnya olahraga dengan beban dapat meningkatkan massa tulang.
Olahraga dengan beban akan menekan rangka tulang dan
menyebabkan tulang berkontraksi sehingga merangsang
pembentukan tulang (Lane, 2003).
b) Pola Makan Kurang Baik
Banyak faktor dalam pola makan yang dapat mempengaruhi tulang.
Kekurangan gizi atau malnutrisi pada waktu anak-anak, yang
mempengaruhi pemasukan protein, dapat memperlambat pubertas.
Pubertas yang tertunda atau terlambat merupakan faktor risiko dari
osteoporosis. Malnutrisi dan kecilnya asupan kalsium semasa kecil
dan remaja bisa menyebabkan rendahnya puncak massa tulang.
Puncak massa tulang yang rendah dapat meningkatkan risiko
osteoporosis pada perempuan. Akan tetapi, asupan protein yang
berlebih dapat menyebabkan risiko osteoporosis karena akan
meningkatkan pengeluaran kalsium melalui urin.
Kekurangan vitamin D dapat menyebabkan tulang lunak
(osteomalasia), meningkatkan penurunan massa tulang, dan risiko
patah tulang. Hal ini disebabkan karena vitamin D berperan untuk
penyerapan kalsium dan fosfor dari saluran usus. Jika tubuh tidah
memiliki cukup vitamin D, maka kalsium dan fosfor tidak dapat
diserap dari usus sehingga tubuh akan mengambil dari tulang untuk
mencukupi kebutuhannya. Padahal kalsium dalam tulang sangat
penting untuk meningkatkan massa tulang dan mencapai puncak
massa tulang. Sedangkan fosfor bersama magnesium berperan
penting bagi pengerasan tulang dalam proses remodelling. Vitamin
D juga penting untuk kekuatan tulang, karena akan diubah menjadi
hormon kalsitriol oleh enzim-enzim hati dan ginjal untuk membantu
menyeimbangkan aktivitas osteoblas dan osteoklas (Alexander,
2008).
c) Merokok
Tembakau dapat meracuni tulang dan menurunkan kadar
esterogen. Merokok juga dapat mempengaruhi berat badan.
Biasanya, berat badan perokok lebih ringan dibanding bukan
perokok. Berat badan yang ringan dan kadar esterogen yang rendah
pada perempuan dapat berisiko mengalami menopause dini sehingga
berisiko pula mengalami osteoporosis. Rokok juga berpengaruh
buruk pada sel pembentuk tulang atau osteoblas.
d) Minum Alkohol
Konsumsi alkohol yang berlebihan selama bertahun-tahun
mengakibatkan berkurangnya massa tulang dan pada wanita pasca
menopause, jumlah massa tulang yang berkurang akan semakin
besar. Alkohol juga dapat secara langsung meracuni jaringan tulang
atau mengurangi massa tulang melalui nutrisi yang buruk sebab
peminum berat biasanya tidak mengonsumsi makanan sehat dan
mendapatkan hampir seluruh kalori dari alkohol. Selain itu, penyakit
liver karena konsumsi alkohol yang berlebihan dapat mengganggu
penyerapan kalsium. Oleh karena itu, alkohol yang berlebihan juga
meningkatkan risiko jatuh yang mengakibatkan patah tulang
(Alexander, 2010).
e) Penggunaan Obat-obatan
Penggunaan obat-obatan juga dapat menyebabkan osteoporosis.
Beberapa obatobatan jika digunakan dalam waktu lama ternyata
dapat mengubah pergantian tulang dan meningkatkan osteoporosis.
Obat-obatan tersebut mencakup steroid, obat-obatan tiroid, GNRH
agonit, diuretik, dan antacid (Lane, 2003).

2.4 Patofisiologi

Patah tulang ini umumnya akan terjadi pada tulang belakang, tulang
panggul, dan pergelangan tangan. Bila patah terjadi pada tulang panggul,
hampir selalu penanganannya melalui operasi atau pembedahan. Apabila
tulang tidak bergeser, biasanya sambungan disangga dengan plat dan batang
logam. Namun bila sambungan tulang bergeser, penggantian dengan sendi
tiruan dapat dilakukan. Perggantian sendi tiruan memerlukan biaya
pengobatan yang sangat besar. Patah tulang panggul juga bisa membuat
seseorang tidak mampu berjalan tanpa bantuan dan bisa menyebabkan
kecacatan permanen. Patah pada tulang belakang dapat menyebabkan
berkurangnya tinggi tubuh, rasa sakit pada tulang belakang yang parah, dan
perubahan bentuk tubuh.

Dalam keadaan normal, tulang dalam keadaan seimbang antara proses


pembentukan dan penghancuran. Fungsi penghancuran (resorpsi) yang
dilaksanakan oleh osteoklas, dan fungsi pembentukan yang dijalankan oleh
osteoblas senantiasa berpasangan dengan baik. Fase yang satu akan
merangsang terjadinya fase yang lain. Dengan demikian tulang akan
beregenerasi. Keseimbangan kalsium, antara yang masuk dan keluar, juga
memiliki peranan yang penting, bahkan merupakan faktor penentu utama
untuk terjadinya osteoporosis adalah kadar kalsium yang masih
terdapat pada tulang. Seseorang memiliki densitas tulang yang tinggi (tulang
yang padat), mungkin tidak akan sampai menderita osteoporosis.
Kehilangan kalsium tidak akan mencapai tingkat dimana terjadi
osteoporosis. Lebih kurang 99% dari keseluruhan kalsium tubuh berada di
dalam tulang dan gigi. Apabila kadar kalsium darah turun di bawah normal,
tubuh akan mengambilnya dari tulang untuk mengisinya lagi. Dengan
bertambahnya usia, keseimbangan sistem mulai terganggu. Tulang
kehilangan kalsium lebih cepat dibanding kemampuannya untuk mengisi
kembali. Secara umum, osteoporosis terjadi saat fungsi penghancuran sel-
sel tulang lebih dominan dibanding fungsi pembentukan sel-sel tulang,
karena pola pembentukan dan resopsi tulang berbeda antar individu. Para
ahli memperkirakan ada banyak faktor yang berperan mempengaruhi
keseimbangan tersebut. Kadar hormon tiroid dan paratiroid yang berlebihan
dapat mengakibatkan hilangnya kalsium dalam jumlah yang lebih banyak.
Obat-obat golongan steroid pun dapat mengakibatkan hilangnya kalsium
dari tulang.

Proses pembentukan dan penimbunan sel – sel tulang mencapai


kepadatan maksimal berjalan paling efisien sampai umur mencapai 30
tahun, dengan bertambahnya usia, semakin sedikit jaringan tulang yang
dibuat. Dengan usia yang lanjut, jaringan tulang yang hilang semakin
banyak. Penelitian memperlihatkan bahwa setalah mencapai usia 40 tahun,
akan kehilangan tulang sebesar 0,5% setiap tahunnya. Pada wanita dalam
masa pascamenopause, keseimbangan kalsium menjadi negatif dengan
tingkat 2 kali lipat dibanding sebelum menopause. Faktor hormonal menjadi
sebab mengapa wanita dalam masa pascamenopause mempunyai resiko
lebih besar untuk menderita osteoporosis. Pada masa menopause, terjadi
penurunan kadar hormon estrogen. Estrogen memang merupakan salah satu
faktor terpenting dalam mencegah hilangnya kalsium tulang. Selain itu,
estrogen juga merangsang aktivitas osteoblas serta menghambat kerja
hormon paratiroid dalam merangsang osteoklas.
2.5 Pathway

Pemberian steroid

Penurunan Pembentukan Adsorpsi kalsium


tulang : Estrogen Menurun
menurun
- Apoptosis meningkat
- life span menurun Testosteron ekskresi kalsium
- Fungsi menurun menurunan urine meningkat

Androgen
adrenal Klasium
menurun menurun

Resorpsi tulang
oleh osteolast
meningkat PTH Meningkat

Osteoporosis
2.6 Manifestasi Klinis
1. Patah tulang
2. Punggung yang semakin membungkuk
3. Penurunan tinggi badan
4. Postur tubuh kelihatan memendek akibat dari Deformitas vertebra
thorakalis
5. Nyeri punggung
6. Nyeri tulang akut. Nyeri trauma terasa tulang belakang, nyeri dapat
dengan atau tanpa fraktur yang nyata dan nyeri timbul membengkak.
7. Nyeri berkurang pada saat istirahat di tempat tidur.
8. Gambaran klinis sebelum patah tulang, klien biasanya datang dengan
nyeri tulang belakang.

Kepadatan tulang berkurang secara perlahan (terutama pada penderita


Osteoporosis ),sehingga pada awalnya osteoporosis tidak menimbulkan gejala
pada beberapa penderita. Jika kepadatan tulang sangat berkurang yang
menyebabkan tulang menjadi kolaps atau hancur, maka akan timbul nyeri
tulang dan kelainan bentuk.

2.7 Pemeriksaan Penunjang


Osteoporosis teridentifikasi pada pemeriksaan sinar-x rutin bila sudah
terjadi demineralisasi 25% sampai 40%. Tampak radiolusesnsi tulang. Ketika
vertebra kolaps, vertebra torakalis menjadi berbentuk baji dan vertebra
lumbalis menjadi bikonkaf.
Pemeriksaan laboratorium (missal kalsium serum, fosfat, serum,
fosfatase alkalu, ekskresi kalsium urine, ekskresi hidroksi prolin urine,
hematokrit, laju endap darah), dan sinar-x dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan diagnosis medis lain (missal ; osteomalasia,
hiperparatiroidisme, dll) yang juga menyumbang terjadinya kehilangan
tulang.
Absorbsiometri foton-tunggal dapat digunakan untuk memantau massa
tulang pada tulang kortikal pada sendi pergelangan tangan. Absorpsiometri
dual-foton, dual energy x-ray absorpsiometry (DEXA) , dan CT mampu
memberikan informasi menganai massa tulang pada tulang belakang dan
panggul. Sangat berguna untuk mengidentifikasi tulang osteoporosis dan
mengkaji respon terhadap terapi.

2.8 Penatalaksanaan
Diet kaya kalsium dan vitamin D yang mencukupi dan seimbang
sepanjang hidup, dengan peningkatan asupan kalsium paa permulaan umur
pertengahan, dapat melindungi terhadap demineralisasi skeletal.
Pada menopause, terapi penggantian hormon dengan estrogen dan
progesterone dapat diresepkan untuk memperlambat kehilangan tulang dan
mencegah terjadinya patah tulang yang diakibatkannya.
Obat-obat yang lain yang dapat diresepkan untuk menanngani
osteoporosis termasuk kalsitonin, natrium florida, dan natrium etidronat.
Kalsitonin secara primer menekan kehilangan tulang dan diberikan secara
injeksi subkutan atau intramuskular. Efek samping (missal : gangguan
gastrointestinal, aliran panas, frekuensi urin), biasanya ringan dan hanya
kadang-kadang dialami. Natrium florida memperbaiki aktifitas osteoblastik
dan pembentukan tulang.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Osteroporosis adalah suatu penyakit metabolic yang ditandai oleh reduksi


kepadatan tulang sehingga mudah terjadi patah tulang. Osteoporosis terjadi
sewaktu kecepatan absorbs tulang melebihi kecepatanpembentukan tulang.
Tulang yang dibentuk normal, namun jumlahnya terlalusedikit sehingga
tulang menjadi lemah.Semua tulang dapat mengalami osteoporosis walaupun
osteoporosis biasanya timbul di tulang – tulang panggul, paha, pergelangan
tangan dan kolumna vetebralis.

3.2 Saran
1. Bagi Perawat / Petugas Kesehatan Lainnya.
Setelah membaca makalah ini para perawat atau petugas kesehatan
lainnya dapat memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif
kepada klien yang menderita penyakit ini, agar pasien dapat sembuh
dari penyakitnya.
2. Bagi Mahasiswa
Dengan membaca makalah ini dapat memperoleh pengetahuan yang
lebih luas lagi, dan dapat mempelajari tentang proses terjadinya
penyakit ini.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN

A. Pengkajian

1. Identitas klien (nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, pendidikan)


2. Riwayat Penyakit
a) Keluhan utama : klien mengatakan nyeri tulang, mengalami penyakit
yang sama tulang belakang bungkuk klien menggunakan penyangga
tulang belakang.
b) Riwayat penyakit keluarga : tidak ada keluarga yang menderita
penyakit yang sama.
c) Riwayat hubungan social : hubungan klien dengan keluarga baik.
3. Pemeriksaan fisik.
Pada pemeriksaan fisik menggunakan metode 6 B (Breathing, blood,
brain, bladder, bowel dan bone) untuk mengkaji apakah di temukan
ketidaksimetrisan rongga dada, apakah pasien pusing, berkeringat dingin
dan gelisah. Apakah juga ditemukan nyeri punggung yang disertai
pembatasan gerak dan apakah ada penurunan tinggi badan, perubahan
gaya berjalan, serta adakah deformitas tulang.
a. B1 (breathing )
Inspeksi : ditemukan ketidaksimetrisan rongga dada dan tulang
belakang
Palpasi : traktil fremitus seimbang kanan dan kiri
Perkusi : cuaca resonan pada seluruh lapang paru
Auskultasi : pada usia lanjut biasanya didapatkan suara ronki.
b. B2 (blood)
Pengisian kapiler kurang dari 1 detik sering terjadi keringat dingin dan
pusing, adanya pulsus perifer memberi makna terjadi gangguan
pembuluh darah atau edema yang berkaitan dengan efek obat.
c. B3 (brain)
Kesadaran biasanya kompos mentis, pada kasus yang lebih parah klien
dapat mengeluh pusing dan gelisah.
d. B4 (Bladder)
Produksi urine dalam batas normal dan tidak ada keluhan padasistem
perkemihan.
e. B5 (bowel)
Untuk kasus osteoporosis tidak ada gangguan eleminasi namun perlu
dikaji juga frekuensi, konsistensi, warna serta bau feses.
f. B6 (Bone)
Pada inspeksi dan palpasi daerah kolumna vertebralis, klien
osteoporosis sering menunjukkan kifosis atau gibbus (dowager’s
hump) dan penurunan tinggi badan. Ada perubahan gaya berjalan,
deformitas tulang, leg-length inequality dan nyeri spinal. Lokasi
fraktur yang terjadi adalah antara vertebra torakalis 8 dan lumbalis

B. Diagnosa Keperawatan

1) Nyeri akut b/d dampak sekunder dari fraktur vertebrata


2) Intoleransi b/d disfungsi sekunder
3) Resiko cedera b/d dampak sekunder perubahan skeletal dan
ketidakseimbangan tubuh
4) Kurang perawatan diri b/d keletihan atau gangguan gerak
5) Gangguan citra diri b/d perubahan dan ketergantungan fisik serta psikologis
6) Gangguan eliminasi b/d kompresi syaraf pencernaan ileus paralitik
7) Kurangnya pengetahuan b/d kurang terpajarnya informasi.

C. Rencana Intervensi Keperawatan

1) Nyeri akut b/d dampak sekunder dari fraktur vertebrata

Tujuan : setelah diberikan tidakan keperawatan diharapkan nyeri


berkurang dengan kriteria hasil :

a) Klien tampak rileks


b) Klien dapat tenang dan bisaberistirahat (tidur)
c) Klien dapat mandiri dan perawatan secara mandiri serta sederhana.

Intervensi keperawatan :

a) Evaluasi keluhan nyeri/ ketidaknyamanan, perhatian lokasi dan


karakteristik termasuk intensitas skala (1 – 10), perhatikan
petunjuk nyeri.
b) Ajarkan tentang alternative lain untuk mengatasi dan mengurangi rasa
nyeri
c) Dorong menggunakan teknik manajemen stress, relaksasi progresif,
latihan napas dalam.
d) Kolaborasi dalam pemberian obat sesuai indikasi
2) Intoleransi aktivitas b/d disfungsi sekunder

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan klien mampu


melakukan mobilitas fisik dengankriteria hasil :

a) Klien dapat meningkatkan mobilitas fisik berpartisipasi dalam


aktivitas yang ingin / di perlukan.
b) Klien mampu melakukan aktivitas hidup sehari – hari secara mandiri.

Intervensi keperawatan :

a) Kaji tingkat kemampuan klien yang masih ada.


b) Ajarkan klien tentang aktivitas hidup sehari – hari yang dapat
dikerjakan.
c) Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas atau perawatan ini secara
bertahap, jika dapat ditoleransi berikan bantuan sesuai kebutuhan.
d) Kolaborasi pemberian fisiotherapy
3) Resiko cedera b/d disfungsi skunder, perubahan skeletal dan
ketidakseimbangan tubuh

Tujuan : agar cedera tidak terjadi

kriteria hasil : klien tidak jatuh dan tidak mengalami fraktur.

Intervensi keperawatan :
a) Anjurkan klien untuk beraktivitas secara perlahan, tidak naik tangga
dan tidak mengangkut beban berat.
b) Tempatkan klien pada tempat tidur yang lebig rendah, berikan
penerangan lingkungan yang cukup dan pada ruangan yang mudah
diobservasi.
c) Anjurkan keluarga klien untuk selalu berada disamping klien.
4) Kurang perawatan diri b/d keletihan dan gangguan gerak

Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan, perawatan diri klien


dapat terpenuhi.

kriteria hasil : klien mampu menggungkapkan perasaan nyaman dan puas


tentang keberhasilan diri secara optimal.

Intervensi keperawatan :

a) Kaji kemampuan untuk beraktivitas dalam setiap aktivitas perawatan


diri
b) Berikan perlengkapan diri secara adaptif jika dibutuhkan, misalnya :
kursi dibawah pancuran, tempat pegangan pada dinding kamar mandi,
alas kaki, keset yang tidak licin.
c) Rencana individu untuk belajar dan mendemonstrasikan suati bagian
aktivitas sebelum beralih ketingkat yang lebih lanjut.
d) Anjurkan kepada keluarga klien untuk selalu membantu klien dalam
perawatan diri.
e) Anjurkan klien tentang teknik – teknik perawatan diri secara mandiri
5) Gangguan citra diri b/d perubahan dan ketergantungan fisik secara psikologis

Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan klien diharapkan dapat


menunjukan adaptasi dan menyatakan penerimaannya pada situasi diri.

Criteria hasil : klien mengenali dan menyatu dengan perubahan dalam konsep
diri yang akurat tanpa harga diri negative, mengungkapkan dan
mendemonstrasikan peningkatan pesan positif.

Intervensi keperawatan :
a) Dorongan klien mengekspresikan nilai khususnya mengenai
bagaimana klien merasakan, memikirkan dan memandang dirinya.
b) Hindari kritik negatif.
c) Kaji derajat dukungan yang ada untuk klien
d) Anjurkan klien untuk selalu bergabung atau selalu berinteraksi dengan
orang – orang sekitarnya.
6) Gangguan eliminasi b/dkompresi syaraf pencernaan ileus paralitik

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan eliminasi


klien tidak terganggu.

Criteria hasil : klien mampu menyebutkan teknik eliminasi feses lunak dan
berbentuk, setiap hari atau tiga hari.

Intervensi keperawatan :

a) Auskultasi bising usus


b) Obser/vasi adanya distensi abdomen jika bising usus tidak ada atau
berkurang.
c) Catat frekuensi, karakteristik dan jumlah fase
d) Lakukan latihan defekasi secara teratur
e) Anjurkan klien untuk mengkonsumsi makanan yang berkonsentrat
lunak, pemasukan cairan yang lebih banyak.
7) Kurang pengetahuan b/d kurang terpaparnya informasi.

Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan klien


memahami tentang penyakit OSTEOPOROSIS dan program terapi.

Criteria hasil : klien mampu mengetahui tentang penyakitnya ; mampu


menyebutkan program terapi yang diberikan agar klien tampak tenang.

Intervensi keperawatan :

a) Kaji ulang proses penyakit dan harapan yang akan datang


b) Ajarkan pada klien tentang faktor – faktor yang mempengaruhi
terjadinya Osteoporosis.
c) Berikan pendidikan pada klien mengenai efek samping penggunaan
obat.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://lib.ui.ac
.id/file%3Ffile%3Ddigital/125633-S-5641-Hubungan%2520status-
Literatur.pdf&ved=2ahUKEwiSrt-
9suzdAhXRfSsKHUQ7BZ8QFjADegQIBxAB&usg=AOvVaw1YIH6ORPRpZsv
I7ziuoXmF

https://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://digilib.
unila.ac.id/10073/14/BAB%2520II.pdf&ved=2ahUKEwiSrt-
9suzdAhXRfSsKHUQ7BZ8QFjAIegQIAhAB&usg=AOvVaw121ZqTIYPph0_Z
MdzxcOQS

https://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://www.s
lideshare.net/mobile/gustians/osteoporosis-24354180&ved=2ahUKEwiL9rmd0-
zdAhVbU30KHdiiAZIQFjALegQIBxAB&usg=AOvVaw2R8sHVrsztvlmv3ZRw
LKS2&cshid=1538651469163

http://www.resepbunda.biz/tag/klasifikasi-osteoporosis/

Anda mungkin juga menyukai