Anda di halaman 1dari 6

Kesehatan Lingkungan

Dampak Urbanisasi dan Limbah


Terhadap Masalah Kesehatan
Lingkungan Aceh, Indonesia
Riqah Nadhira, MD
Program Studi Magister Ilmu Kesehatan
Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala

Pendahuluan
Indonesia merupakan negara terluas di Asia Tenggara dengan penduduk
terpadat di Dunia dengan setengah jumlah penduduknya hidup dalam kemiskinan,
pertumbuhan ekonomi dan menipisnya sumber daya alam. Kondisi tersebut tentu
telah memberikan harapan sekaligus tantangan bagi masa depan Indonesia. Secara
geografis, Indonesia terletak di antara dua benua, Benua Asia dan Australia, di
antara dua samudera, Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Secara astronomis
Indonesia terletak antara 6o Lintang Utara sampai 11o Lintang Selatan dan 95o
sampai 141 Bujur Timur yang meliputi rangkaian pulau antara Sabang sampai
Merauke. Data bersumber dari Badan Informasi Geospasial, Indonesia merupakan
negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau sebanyak 13.466, luas
daratan sebesar 1.922.570 km2 dan luas perairannya 3.257.483 km. Berdasarkan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 56 Tahun 2015 tentang Kode dan Data
Wilayah Administrasi Pemerintahan, secara administratif Indonesia terbagi atas
34 provinsi, 514 kabupaten/kota (416 kabupaten dan 98 kota), 7.160 kecamatan,
8.430 kelurahan dan 74.754 desa. Provinsi bertambah satu dari tahun 2013, yaitu
Provinsi Kalimantan Utara.1
Indonesia sebagai negara terluas di Asia Tenggara diketahui telah menjadi
salah satu negara dengan tingkat urbanisasi terbesar di Dunia hanya dalam waktu
kurang dari dua generasi. Pertumbuhan urbanisasi modern di Indonesia dimulai
pada 1870-an yang angkanya melonjak dari 3,8 persen pada 1930 menjadi 17,1
persen di 1960 dan 52,6 persen pada 2009. Saat ini, jumlah penduduk Indonesia
adalah 260 juta orang. Antara 1960 dan 2009, penduduk tumbuh pada tingkat 1,9
persen per tahun, tetapi penduduk perkotaan tumbuh pada tingkat 4,6 persen per
tahunnya. Lebih dari 90 persen populasi urban terletak di Sumatra, Sulawesi, dan
Jawa-Bali, wilayah terakhir yang memiliki populasi urban terbesar. Urbanisasi
diketahui terkait dengan pertumbuhan ekonomi, tetapi, seperti yang ditunjukkan
oleh Blane Lewis, laju dari urbanisasi diketahui malah berkorelasi negatif dengan
output ekonomi yang ada. Penjelasan yang dapat menjelaskan hal tersebut adalah
kecepatan urbanisasi Indonesia telah melampaui kemampuan pemerintah untuk
memenuhi kebutuhan infrastruktur saat tingkat urbanisasi terus meningkat.2

1
2

Oleh karena itu, bukan laju urbanisasi yang secara negatif mempengaruhi
pertumbuhan, tetapi ketidakmampuan pemerintah untuk berinvestasi cukup dalam
infrastruktur yang dibutuhkan, kegagalan yang juga mencakup kemacetan, polusi,
dan masalah kesehatan seperti yang akhir-akhir ini menjadi tren adalah masalah
limbah yang berpengaruh pada kesehatan. Seiring meningkatnya urbanisasi yang
terjadi, maka akumulasi sampah akan terus menurus semakin meningkat. Di kota
besar, jumlah sampah terus meningkat secara eksponensial dan pada akhirnya
kualitas lingkungan terus menurun secara signifikan. Secara global, pertumbuhan
penduduk, bersama dengan pertumbuhan ekonomi dan perilaku konsumsi terkait,
telah menghasilkan peningkatan yang signifikan dalam produksi limbah padat.3
Limbah sendiri adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik
industri maupun domestik (rumah tangga, yang lebih dikenal sebagai sampah)
ataupun juga dapat dihasilkan oleh alam yang kehadirannya pada suatu saat dan
tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki arti nilai
ekonomis.4
Kehadiran limbah diketahui dapat berdampak negatif terhadap lingkungan
terutama bagi kesehatan manusia sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap
limbah. Penanganan limbah tersebut tentunya tidak hanya sekedar mengolahnya/
mendaur ulangnya langsung tanpa memperhatikan kondisi jenis limbah dan cara
penangannanya karena dari setiap limbah yang ada mempunyai ciri yang berbeda
terhadap dampak yang ditimbulkanya. Kondisi ini berkaitan dengan sejumlah
pengelolaan limbah yang tidak berhasil dengan baik. Dalam 20 tahun terakhir ini
saja, sejumlah proyek pengelolaan limbah padat telah dilaksanakan di Indonesia,
bekerja sama dengan lembaga dukungan eksternal. Beberapa proyek berhasil,
tetapi sebagian besar tidak dapat mendukung diri mereka sendiri atau berkembang
lebih jauh ketika lembaga eksternal menghentikan masukan mereka. Sejumlah
faktor teknis, finansial, kelembagaan, ekonomi, dan sosial berkontribusi pada
kegagalan untuk mempertahankan program-program tersebut, termasuk terlalu
bergantung dengan metode pengelolaan limbah berteknologi tinggi dari negara
Barat yang mahal. Penerapan teknologi tersebut gagal oleh karena diatur secara
terpusat, sangat disubsidi, kurang kerja sama masyarakat, dan bergantung pada
pembuangan.5 Berdasarkan hal tersebut, maka penulis tertarik untuk menulis
makalah kesehatan lingkungan yang berjudul Dampak Urbanisasi dan Limbah
Terhadap Masalah Kesehatan Lingkungan.

Limbah dan Pengelolaannya


Menurut Undang-undang Perlindungan Eropa, “limbah adalah zat apa pun,
yang merupakan bahan bekas ataupun limbah apapun atau zat surplus yang tidak
diinginkan lainnya yang timbul dari penerapan proses, atau zat atau artikel apa
pun, yang harus dibuang oleh karena kerusakan, usang, terkontaminasi ataupun
dimanjakan. ”Meskipun limbah padat tidak termasuk kotoran manusia akan tetapi
mungkin memiliki beberapa bahan berbahaya sebagai bagiannya. Apabila ditinjau
3

secara kimiawi, limbah terdiri dari bahan kimia organik dan anorganik. Limbah
terdiri dari limbah padat, limbah cair dan limbah udara (kimiawi).6,7 Limbah padat
dianggap sebagai materi apa pun yang dibuang karena telah memenuhi tujuannya
atau tidak lagi berguna. Limbah padat industri biasanya merupakan produk
sampingan atau produk akhir dari pabrik dan industri produksi berskala besar.
Mereka sering dianggap berbahaya dan beracun bagi lingkungan biologis. Limbah
padat domestik adalah limbah yang berasal dari kegiatan domestik seperti yang
berasal dari kegiatan rumah tangga. Jenis yang terakhir ini termasuk dalam limbah
manusia dan hewan, sampah dari barang-barang makanan yang tidak diinginkan,
kertas dan pakaian atau bahan-bahan lama lainnya. Sementara itu, limbah cair
terdiri dari komponen cair dan gas. Konglomerasi semua produk limbah ini di
kota atau kota biasanya disebut sebagai dengan limbah padat kota.7 Limbah
sendiri mempunyai karakteristik sebagai berikut:8
a. Berukuran mikro, karekteristik ini adalah karakterisik pada besar kecilnya
limbah/ volumenya. Contoh dari limbah yang berukuran mikro atau kecil
atau bahkan tidak bias terlihat adalah limbah industri berupa bahan kimia
yang tidak terpakai yang dibuang tidak sesuai prosedur pembuangan yang
dianjurkan.
b. Dinamis, pencemarannya yang tidak dalam waktu singkat menyebar dan
mengakibatkan pencermaran. Biasanya limbah dalam menyerbar diperlukan
waktu yang cukup lama dan tidak diketahui dengan hanya melihat saja. Hal
ini dikarenakan ukuran limbah yang tidak dapat dilihat.
c. Berdampak luas (penyebarannya), luasnya dampak yang ditimbulkan oleh
limbah ini merupakan efek dari karakteristik limbah yang berukuran mikro
yang tidak dapat dilihat oleh mata telanjang. Contoh dari besarnya dampak
yang ditimbulkan yaitu adanya istilah “Minamata disease” atau keracunan
raksa di Jepang yang mengakibatkan nelayan mengidap paralis (hilangnya
kemampuan untuk bergerak karena kerusakan pada saraf). Kejadian ini
terajadi di Teluk Minamata dan Sungai Jintsu karena pencemaran oleh raksa
(Hg).
d. Berdampak jangka panjang (antar generasi), Dampak yang ditimbulkan
limbah terutama limbah kimia biasanya tidak sekedar berdampak pada
orang yang terkena tetapi dapat mengakibatkan turunannya mengalami hal
serupa.
Manusia mulai mengembangkan limbah rumit dan sistem pembuangan
limbah lainnya sejak sekitar 150 tahun yang lalu. Suatu pendekatan teknologi
terhadap manajemen limbah padat mulai berkembang di akhir abad ke-19. Tong
sampah yang kedap air pertama kali diperkenalkan di negara-negara maju dan
kendaraan yang lebih kuat digunakan untuk mengumpulkan dan mengangkut
limbah. Perkembangan signifikan dalam pengolahan dan pembuangan limbah
padat ditandai dengan pembangunan insinerator sampah pertama (peralatan yang
membakar dan mengurangi limbah abu) di Inggris pada tahun 1874 pada awal
4

abad ke-20, 15% dari kota-kota besar di Amerika. Meskipun demikian, sebagian
besar kota terbesar masih menggunakan metode pembuangan primitif seperti
pembuangan terbuka di darat atau di air. Kemajuan teknologi yang terus berlanjut
selama paruh pertama abad ke-20, juga memberikan imbas pada kemajuan dalam
bidang pengembangan penggiling sampah dan limbah, truk pemadatan dan sistem
pengumpulan pneumatik. Metode berbeda digunakan untuk pengolahan limbah
padat dan pilihan metode yang tepat tergantung pada karakteristik sampah, luas
lahan yang tersedia dan biaya pembuangannya. Terdapat beberapa metode dalam
pengeleloaan limbah pada umumnya dan khususnya limbah padat, seperti:7,8
1. Metode Pembakaran
2. Metode Pemadatan
3. Metode Pirolisis
4. Metode Gasifikasi
5. Metode Pengomposan
Pada pertengahan abad, terbukti pembuangan terbuka dan juga pembakaran
limbah padat yang tidak tepat telah menyebabkan masalah polusi dan kesehatan
masyarakat. Akibatnya, cara sanitary landfill dikembangkan untuk menggantikan
metode open dumping dan juga mengurangi ketergantungan pada pembakaran
sampah. Incinerator penolakan baru dirancang untuk memulihkan energi panas
dari limbah dan dilengkapi dengan perangkat kontrol polusi udara yang luas untuk
memenuhi standar kualitas udara yang baik. Berbagai metode telah tersedia untuk
pembuangan atau pengolahan limbah termasuk landfill, insinerasi, pengomposan
dan daur ulang. Tempat pembuangan akhir (TPA) tetap merupakan pendekatan
yang paling banyak digunakan di dunia berpendapatan rendah dan menengah
karena biayanya yang rendah. Namun, manajemen yang tidak benar dapat
mengakibatkan masalah kesehatan dan lingkungan yang besar. Akhir-akhir ini,
strategi pengelolaan limbah umumnya lebih diarahkan untuk mengurangi jumlah
limbah padat yang perlu ditimbun, dan juga memulihkan serta memanfaatkan
bahan-bahan yang ada dalam limbah yang dibuang tersebut sebagai sebuah
sumber daya yang dapat dimanfaatkan kembali.7

Dampak Urbanisasi, Limbah dan Pengelolaannya Terhadap Kesehatan


Dengan populasi yang meningkat pesat dan tingkat urbanisasi yang belum
pernah terjadi sebelumnya, timbunan sampah terus bertambah, terutama di kota-
kota dan terutama di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Pengelolaan
limbah yang efektif, terutama bahan beracun, merupakan tantangan utama bagi
pembangunan berkelanjutan global. Produksi limbah terus dihasilkan akibat dari
berbagai aktivitas manusia saat ini. Peningkatan populasi, urbanisasi yang cepat
dan pembangunan ekonomi di negara berpenghasilan rendah dan juga menengah
memberikan arti bahwa produksi limbah terus meningkat pada tingkat yang tak
tertandingi. Memperluas infrastruktur perkotaan, misalnya, jalan, jembatan dan
5

sistem transportasi yang cepat menghasilkan peningkatan volume konstruksi dan


pada akhirnya menghasilkan peningkatan produksi limbah (CDW).9
Masalah-masalah lingkungan, terutama yang mengarah pada pencemaran
lingkungan yang berbahaya termasuk sistem pembuangan limbah industri yang
buruk, serta kebiasaan membuang sampah domestik yang tidak pandang bulu dan
tidak pantas terlihat di tempat umum. Metode pengumpulan dan pembuangan
limbah padat yang tidak efisien adalah mengembangkan masyarakat perkotaan
dan pedesaan. Di pusat-pusat perkotaan negara-negara berkembang, limbah yang
dihasilkan merupakan cerminan dari status sosial mereka. Orang berpenghasilan
rendah akan menghasilkan lebih banyak limbah daripada orang berpenghasilan
menengah dan tinggi. Efek dan dampaknya lebih nyata pada daerah perkotaan,
karena tekanan konstan yang diberikan oleh peningkatan aktivitas manusia dan
kepadatan penduduk di lingkungan terdekat.10,11,12
Pembuangan sampah dan limbah kota yang tidak benar dapat menciptakan
kondisi yang tidak sehat dan kondisi ini pada gilirannya, akan dapat menyebabkan
pencemaran lingkungan dan mewabahnya penyakit yang ditularkan melalui vektor
(penyakit yang sebagian besar ditularkan oleh hewan pengerat dan juga serangga).
Tugas mengumpulkan, merawat, dan membuang limbah padat menghadirkan
tantangan teknis yang rumit. Mereka juga akan menimbulkan berbagai masalah
administratif, ekonomi dan sosial-budaya yang harus dikelola dan diselesaikan di
lingkungan perkotaan dan pedesaan yang sedang berkembang. Ketika limbah
industri dan domestik mencemari permukaan air dan air bawah tanah, sumber
daya air vital akan terpengaruh. Kegiatan pertanian seperti pupuk dan aplikasi
kimia ke tanah dan ladang tanaman juga terbukti berbahaya untuk sumber air
bawah tanah. Kegiatan alami dan juga antropogenik lainnya yang mencemari dan
mengganggu ekosistem perairan termasuk erosi tanah, erosi guling, tanah longsor,
banjir, endapan lumpur, pembakaran gas, tumpahan minyak, endapan kotoran,
hujan asam, polusi biologis, ledakan populasi alga, dan lain sebagainya. Hal ini
merupakan ancaman serius bagi garis pantai, rawa dan sistem ekologi lahan basah
lainnya dan dengan demikian menimbulkan keanekaragaman hayati yang kaya
yang ada di komunitas-komunitas rapuh ini. Biaya untuk membersihkan ataupun
mengendalikan pencemaran sangat tinggi sehingga tidak bersedia membayar
untuk pengelolaan seperti itu.10,11,12
Selain produksi limbah itu sendiri penggelolaan limbah juga diketahui dapat
menyebabkan masalah kesehatan lingkungan seperti dari segi aspek pencemaran
lingkungan. Pencemaran lingkungan dari daur ulang limbah informal memiliki
tingkat keragaman racun dan paparan yang berbeda dalam mencemari udara, air
dan tanah. Kontaminasi tersebar luas dan dapat mencapai tingkat yang sangat
tinggi. Logam berat beracun, misalnya timbal (Pb) dan kromium (Cr), dan polutan
organik yang persisten termasuk hidrokarbon aromatik polisiklik dan penghambat
nyala api adalah kontaminan umum yang dapat mengganggu kesehatan.12
6

DAFTAR PUSTAKA

1. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia


Tahun 2016.
2. Dethier J. J. Trash, Cities, and Politics: Urban Enviromental Problems In
Indonesia. Indonesia. 2017; 103: 73-90
3. Yang H, Xia J, Thompson JR, et al. Urban Donstruction and Demolition
Waste and landfill failure in Shenzhen, China. Waste Manag 2017;63:393–
6.
4. Habibi F dan Marwan R. Pengaruh Limbah Terhadap Lingkungan dan
Penyakit Timbul Serta Penanggulangannya. Seminar dan Konferensi IDEC
Surakarta. 2018.
5. Moore G. A. Neighbourhood-based Waste Management: A Solution For
Solid Waste Problems in Jakarta, Indonesia. Waste Manegement. 2007:1-
15.
6. Yang H, Huang X, Thompson JR, et al. The Crushing Weight of Urban
Waste. Science 2016;351:674.
7. Taiwo A. W., Awomeso A. J. Waste Disposal and Pollution Management
in Urban Areas: A Workable Remedy for the Environment in Developing
Countries. American Journal Of Enviromental Science. 2010; 6(1): 26-32.
8. Alam P. Impact Of Solid Waste On Health and The Environment. Special
Issue of International Journal of Sustainable Development and Green
Economics. 2013; 2(1): 165-168.
9. Yang H, Mingguo M, Thompson J. R., Flower R. G. Waste Management,
Informal Recycling, Enviromental Pollution and Public Health. Journal
Epidemiol Community Health. 2017; 0: 1-7.
10. Madaleno M. Environmental Pollution, Waste Generation and Human
Health. Biomedical Journal Of Scientific and Technical Research. 2018; 8
(4): 1-3.
11. Nartey KV. Environmental and Health Impacts of Informal e-waste
Recycling in gbogbloshie, accra, ghana: recommendations for sustainable
management. Bonn, Germany: Rheinische Friedrich-Wilhelms-Universität
Bonn, 2016.
12. Grant K, Goldizen FC, Sly PD, et al. Health Consequences of Exposure to
e-waste: A Systematic Review. Lancet Glob Health. 2013;1:350–361.

Anda mungkin juga menyukai