Anda di halaman 1dari 15

“KRONOLOGIS PERIODISASI PERUBAHAN ERA PEMERINTAHAN

DENGAN KEBIJAKAN KESEHATAN YANG TERJADI PADA MASA


ORDE BARU DAN DEKLARASI ALMA ATA SERTA BAGAIMANA
IMPLIKASINYA PADA CAPAIAN CITA-CITA PRIMARY
HEALTHCARE DI INDONESIA”
(Disusun untuk memenuhi UAS Mata Kuliah: Manajemen Puskesmas)

Disusun Oleh:
Fathiyah Rahma 101814453037
Afidah Andani 101814453038
Eka Nurul Hidayah Puspa Seruni 101814453061

S2 MANAJEMEN KESEHATAN
ADMINISTRASI KEBIJAKAN KESEHATAN
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2018

i
DAFTAR ISI

Halaman Sampul ........................................................................................................................ i


Daftar Isi ................................................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................................................... 1
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 ............................................................................................................................................. 3
2.2 ............................................................................................................................................ 5
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan ....................................................................................................................... 12
3.2 Saran ................................................................................................................................. 12
Daftar Pustaka .......................................................................................................................... 13

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Primary health care diperkenalkan oleh World Health Organization (WHO)


sekitar tahun 70-an dengan tujuan untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap
pelayanan kesehatan yang berkualitas di Indonesia. Di Indonesia PHC memiliki 3
strategi utama yaitu kerjasama multisectoral, partisipasi masyarakat, dan penerapan
teknologi yang sesuai dengan kebutuhan dengan pelaksanaan di masyarakat.
Sedangkan menurut Deklarasi Alma Ata (1978) PHC adalah kontak pertama individu,
keluarga, atau masyarakat dengan sistem pelayanan.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pembangunan Kesehatan Pada Masa Orde Baru


1. Kesehatan dan Gizi
Selama 25 tahun (1969-1993), berbagai program kesehatan dan gizi telah
berhasil meningkatkan kualitas hidup rakyat. Angka harapan hidup yang pada awal
PJP I adalah sekitar 45,7 tahun meningkat menjadi 62,7 tahun pada akhir PJP I.
Angka kematian bayi per 1.000 kelahiran hidup menurun dari 145 pada tahun 1967
menjadi 58 pada akhir tahun 1993. Angka kematian ibu melahirkan per 100.000
kelahiran hidup menurun dari 450 pada tahun 1986 menjadi 425 pada tahun 1992.
Pembangunan kesehatan berpengaruh pula terhadap produktivitas dan
peningkatan pendapatan rakyat sehingga juga berpengaruh pada pengurangan
kemiskinan. Peningkatan taraf kehidupan masyarakat terlihat juga pada keadaan gizi
masyarakat, khususnya masyarakat miskin yang antara lain tercermin dari adanya
peningkatan konsumsi pangan yang bermutu dan makin menurunnya angka prevalensi
berbagai masalah gizi-kurang. Prevalensi kurang energi protein (KEP) total pada anak
balita menurun dari 48,2 persen pada tahun 1978 menjadi 40 persen pada tahun 1992.
Kebutaan karena kekurangan vitamin A (KVA) pada akhir PJP I sudah hampir tidak
ditemukan lagi. Secara keseluruhan, perbaikan gizi masyarakat juga meningkatkan
produktivitas kerja yang diperlukan untuk pertumbuhan ekonomi.
2. Program dan Kebijakan
a. KB
Soeharto yang sangat pro barat memiliki kebijakan yang berbeda dengan
Soekarno, dalam hal kependudukan pun Soeharto mendapat bantuan dari USAID dan
UNFPA. Sehingga program kebijakan kependudukan Soeharto berasal dari saran-
saran negara barat. Selain itu Soeharto juga berhasil mengatasi hambatan berupa
moralitas agama, yang seperti diketahui moralitas agama merupakan salah satu hal
yang mempengaruhi lancar atau tidaknya program pengendalian penduduk. Dalam
hal ini MUI (Majelis Ulama Indonesia) membuat suatu fatwa atau resolusi yang
intinya mengizinkan adanya kontrasepsi dan mendukung kebijakan pemerintah
tentang pengendalian penduduk.
Suatu hal yang sangat fenomenal, mengingat gerakan moralis agama
merupakan tantangan terbesar bagi kebijakan pengendalian penduduk. Seperti yang

2
diketahui bahwa di Philipina moralias agama menentang keras konsep pengendalian
pendudukan (Kontrasepsi) dengan kelembagaan gereja katolik sebagai garda
terdepan, dimana gereja Katolik memiliki pengaruh yang sangat besar di masyarakat.
Akibatnya, kebijakan pengendalian penduduk di Philipina kurang diperhatikan, hal
ini terlihat dengan minimnya fasilitas layanan untuk kesehatan reproduksi.
Orde baru dibawah kepemimpinan Soeharto berhasil mengatasi beberapa
hambatan terbesar, dan sukses untuk merangkul kaum Moralis Agama (MUI), selain
itu Soeharto menandatangani Pimimpinan Dunia 'Deklarasi Kependudukan pada
tahun 1967 sebagai bukti komitmennya untuk mengurangi jumlah laju pertumbuhan
penduduk. Setahun kemudian Soeharto membentuk Lembaga Keluarga Berencana
Nasional (LKBN), Pada tahun 1970 terjadi peningkatkan status dari LKBN menjadi
dewan koordinasi (BKKBN) dengan ketua yang bertanggung jawab langsung kepada
Presiden.
Kunci sukses KB pada masa Soeharto adalah perangkat BKKBN (Badan
Koordinasi Keluarga Berencana Nasional), mulai dari pusat hingga kabupaten di
bawah kendali pemerintah pusat. program KB wajib dilakukan seluruh pejabat
pemerintah, baik di pusat maupun daerah. Bila salah satu pejabat gagal menahan
lonjakan penduduk di daerahnya, maka konsekuensinya dia dilengserkan dari
jabatannya.
Peran sentral Soeharto dalam pembentukan program keluarga berencana, dan
dukungannya yang teguh dalam pelaksanaannya, diakui secara internasional dengan
pemberian award 1989 dari Penduduk PBB. Sementara tidak ada keraguan bahwa
Soeharto membuat kontribusi yang luar biasa untuk program ini, hal itu dilakukan
sebagai upaya penting dalam memberikan wawasan bagi mereka yang berada dalam
kesulitan nyata serta sebagai jawaban untuk mengatasi penolakan serta permusuhan
terhadap keluarga berencana.
Keberhasilan KB dalam masa orde baru:
a) Berhasil menekan laju pertumbuhan penduduk indonesia dari 2,32 %
pertahun selama periode 1971 – 1980 menjadi sekitar 1,66% pada akhir
pembangunan jangka panjang I (PJPI).
b) Angka kematian kasar turun dari 19,1 per seribu penduduk pada kurun waktu
1967-1970 menjadi 7,9 per seribu pada tahun 1993.
c) Angka kelahiran total per wanita menurun dari 5,6 anak dalam kurun waktu
1967-1970 menjadi 2,87 anak pada akhir Pembangunan Jangka Panjang
3
b. Puskesmas
Puskesmas sebenarnya adalah program dari Soekarno,tetapi berkembang pesat
di era Soeharto. Puskesmas adalah suatu kesatuan organisasi kesehatan fungsional
yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina
peran serta masyarakat disamping memberikan pelayanan secara menyeluruh dan
terpadu kepada masyarakat diwilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok.
Bentuk-bentuk puskesmas pasa tahun 1967:
a) Tipe A, adalah tipe puskesmas yang dipimpin oleh dokter penuh
b) Tipe B, adalah tipe puskesmas yang dipimpin oleh dokter tidak penuh
c) Tipe C, adalah tipe puskesmas yang dipimpin oleh tenaga paramedis

Sebelum Repelita I jumlah puskesmas adalah 1.227 buah. Pada tahun 1992/93
meningkat menjadi 6.277 buah. Jika pada tahun 1968 setiap puskesmas rata-rata
melayani 96 ribu penduduk, pada tahun 1992/93 setiap puskesmas rata-rata melayani
28 ribu penduduk.

1) Fungsi Puskesmas
a) Sebagai pusat pembangunan kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya
b) Membina peran serta masyarakat di wilayah dalam rangka meningkatkan
kemampuan untuk hidup sehat.
c) Memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu kepada
masyarakat di wilayah kerjanya.
2) Delapan belas kegiatan pokok puskesmas
a) Upaya kesehatan ibu dan anak
b) Upaya keluarga berencana
c) Upaya peningkatan gizi
d) Upaya kesehatan lingkungan
e) Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular
f) Upaya pengobatan termasuk pelayanan darurat karena kecelakaan
g) Upaya penyuluhan kesehatan
h) Upaya kesehatan sekolah
i) Upaya kesehatan olahraga

4
j) Upaya perawatan kesehatan masyarakat
k) Upaya kesehatan kerja
l) Upaya kesehatan gigi dan mulut
m) Upaya kesehatan jiwa
n) Upaya kesehatan mata
o) Upaya laboratorium sederhana
p) Upaya pelaporan dan pencatatan dalam rangka sistem Informasi dan
Kesehatan
q) Upaya kesehatan Lansia
r) Upaya pembinaan pengobatan tradisional

c. Posyandu
Posyandu merupakan pengembangan dari pos penimbangan dan karang gizi.
Posyandu adalah pusat kegiatan masyarakat dalam upaya pelayanan kesehatan dan
keluarga berencana. 5 program posyandu yaitu KIA, KB, Gizi, Penanggulangan
Diare, dan Imunisasi.
Macam imunisasi yang diberikan di posyandu adalah:
a) BCG untuk mencegah penyakit TBC
b) DPT mencegah penyakit difteri, pertusis (batuk rejan), tetanus
c) Polio untuk mencegah penyakit kelumpuhan
d) Hepatitis b untuk mencegah penyakit hepatitis b (penyakit kuning).
1) Tujuan posyandu
a) Menurunkan angka kematian bayi (AKB), angka kematian ibu (ibu hamil)
b) Meningkatkan peran serta masyarakat untuk mengembangkan kegiatan
kesehatan dan KB serta kegiatan lainnya yang menunjang untuk tercapainya
masyarakat sehat sejahtera.
c) Berfungsi sebagai wahana gerakan reproduksi keluarga sejahtera, gerakan
ketahanan keluarga dan gerakan ekonomi keluarga sejahtera.
2) Kegiatan Posyandu
a) Pelayanan balita dan ibu hamil
b) Promosi dan distribusi Vit A, Fe, garamzodium, dan suplemen gizi lainnya.
c) Menjadi andalan kegiatan penggerakan masyarakat ( mobilisasisosial) seperti
PIN, campak, vit A, dsb.

5
d) Menjadi pusat penyebaran informasi betapa pentingnya KB dan pelayanan
kesehatan sebelum dan setelah peralinan.
e) Mengajarkan warga bagaimana mengelola nutrisi yang baik, pakaian yang
bersih, dan rumah yang sehat.

3) Keberhasilan Posyandu
a) Pelayanan kesehatan dan posyandu yang tersebar hingga desa terpencil
berhasil menekan angka kematian bayi
b) Dapat mengendalikan penyebaran penyakit menular
c) Dapat memperbaiki kondisi kesehatan masyarakat.

d. IDT
Inpres Desa tertinggal yaitu program penempatan dokter di daerah-daerah
tertinggal. IDT direalisasikan mulai 1 April 1994. Pada 1994-1995 telah ditempatkan
lebih dari 3000 dokter PTT dan 800 doktergigi PTT. Dokter PTT adalah kependekan
dari Dokter Pegawai Tidak Tetap. Massa kerjanya 1 tahun dan untuk daerah sangat
terpencil tertentu hanya 6 bulan saja, selanjutnya bisa diperpanjang. Pada suatu saat
calon dan pengguna KB semakin merebak di berbagai pelosok desa dan tidak bisa
lagi dilayani dokter PTT, maka Pak Harto menggelar Inpres Bidan dengan membuka
sekolah bidan dimana-mana dan dalam tiga tahun kebutuhan bidan terpenuhi.

e. Imunisasi
Sejarah imunisasi di Indonesia dimulai pada tahun 1956 dengan imunisasi
cacar; dengan selang waktu yang cukup jauh yaitu pada tahun 1973 mulai dilakukan
imunisasi BCG untuk tuberkulosis, disusul imunisasi tetanus toxoid pada ibu hamil
pada tahun 1974; imunisasi DPT (difteri, pertusis, tetanus) pada bayi mulai diadakan
pada tahun 1976. Pada tahun 1981 mulai dilakukan imunisasi polio, tahun 1982
imunisasi campak mulai di intensifkan, dantahun 1997 imunisasi hepatitis mulai
dilaksanakan.
Program imunisasi secara lengkap mulai dirintis pada Pelita I. Ini merupakan
hasil dari seminar pengembangan program imunisasi dan pengamanan penyakit
menular. Pada bulan Januari tahun 1977, telah disetujui bahwa dalam program

6
imunisasi, selain cacar dan BCG juga akan ditambahkan kegiatan imunisasi dengan
antigen DPT (termasuk TFT untuk mencegah tetanus). Telah ditetapkan pula bahwa
program nasional dilaksanakan pada Pelita III.
Dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit, kegiatan imunisasi
terus ditingkatkan sehingga pada tahun 1992-1993 secara nasional cakupan imunisasi
lengkap telah mencapai 89,9%, lebih tinggi dari pada sasaran yang ditetapkan WHO
secara internasional yaitu 80%.
Diadakannya program pengembangan imunisasi atau PPI pada tahun 1973
yang meliputi pemberian imunisasi terhadap tujuh penyakit, diantaranya yaitu
Hepatitis B, Difteri, Pertusis, Tetanus, Polio, BCG, dan vaksin campak.

f. Asuransi Kesehatan
Pada zaman orde baru juga dikenal 3 macam asuransi kesehatan :
1) Perum Husada Bakti
Sekarang PT.Askes, yang menangggung pembiayaan kesehatan bagi pegawai
negeri sipil, pensiunan , veteran dan anggota keluarganya
2) PT. ASTEK
Didirikan pada tahun 1977 berdasarkan PP Nomor 33 Tahun 1977 (yang
kemudian berubah menjadi PT. Jamsostek pada tahun 1995 berdasarkan PP
Nomor 36 Tahun 1995) yang menanggung pembiayaan kesehatan bagi tenaga
kerja sektor swasta dan BUMN
3) PT. Asabri
Menanggung pembiayaan kesehatan bagi anggota TNI, Kepolisian RI, PNS
Departemen Pertahanan beserta anggota keluarganya (dibentuk berdasarkan PP
Nomor 44 Tahun 1971 yang disempurnakan lagi dengan PP Nomr 67 Tahun
1991) (Kementerian Kesehatan RI, 2011)

g. Pembangunan Fasilitas Kesehatan

Tahun Rumah Sakit Tempat Puskesmas Apotik


(unit) tidur (unit) (unit) (unit)
1976 998 71350 3679 1175
1977 1083 83091 3893 1214

7
1978 1168 94831 4053 1284
1979 1181 96540 4353 1413
1980 1208 98543 4553 1532
1981 1220 100166 4753 1537
1982 1232 101789 4953 1661
1983 1244 103412 5021 1665
1984 1321 108511 5353 1810
1985 1367 110426 5453 1955
1986 1408 111300 5553 2134
1987 1456 n.a. 5639 2163
1988 1500 n.a. 5540 2510
1989 924 n.a. 5563 2620
1990 950 109387 5656 2741
1991 982 111160 5976 3223
1992 994 112779 6224 3520
1993 1026 114474 6954 3868
1994 1039 116847 6984 3988
1995 1062 118306 7105 4572
1996 1074 120083 7177 5084
1997 1090 121996 7175 5440
1998 1112 123186 7181 5491

3. Keberhasilan Pembangunan
Pembangunan dalam segala bidang yang dicanangkan oleh Soeharto, Presiden
RI melalui program Repelita, selain memprioritaskan pertanian namun sektor
kesehatan juga menjadi perhatian dalam proses membangun. Setelah melalui lima
tahap pada Pelita Tahap V dalam membangun pada sektor kesehatan Indonesia
berhasil melakukan terobosan pemerataan dalam bidang kesehatan.
WHO pada tanggal 18 Februari 1991 setelah melakukan serangkaian penilaian
dalam aspek kesehatan, Indonesia mendapatkan penghargaan “The Health for All”.
Medali tersebut diberikan kepada Soeharto, Presiden RI dalam kepeloporannya dalam
menangani bidang kesehatan (HM Soeharto dalam Berita 2010 : 568) Mencatat
beberapa kegiatan dibidang kesehatan dapat disampaikan beberapa catatan berkaitan

8
dengan kegiatan pada sektor kesehatan yang dikutip dari berita Kompas terbitan 18
Februari 1991, dalam Presiden RI II Jenderal Besar H.M. Soeharto dalam berita
sebagai berikut:
1) Pada tahun 1988 dunia dibuat tercengang ketika Presiden Soeharto menerima 8
orang bekas penyandang penyakit kusta di Bina Graha, dalam rangka Pekan Olah
raga penyandang kusta. Presiden bersedia berjabat tangan dengan mereka.
2) Program Imunisasi, yang memiliki dampak pada pencegahan kematian bayi,
damapak positifnya adalah
a) pada tahun 1971 angka kematian bayi 142 bayi per 1000 bayi
b) Pada tahun 1980 112 per 1000 bayi
c) Pada tahun 1980 menjadi 112 per 1000 bayi
d) Pada tahun 1985 menjadi 75 per 1000 bayi
Selama 9 tahun terjadi penurunan angka kematian bayi rata-rata 3,3, %
diperkirakan angka kematian bayi tahun 1990 54/1000 kelahiran, tahun 1995
menjadi 48/1000 kelahiran, tahun 2000 menjadi 35/1000 kelahiran.
3) Dunia dibuat lebih yakin dengan pencanangan pemberian ASI (air susu ibu)
bertepan hari Ibu ke-62 dan Hari Kesetiakawanan Nasional Tahun 1990 oleh
Presiden Soeharto. Beberapa catatan tentang pencanangan pemberian ASI tersebut.
4) Gerakan sadar gizi di Wonogiri 1989, program perbaikan gizi pada 1.059 desa lama
dan 24,250 desa lama. Dan penanggulangan gondok endemic terhadap 289.800
orang dari 23 provinsi dilakukan penyuntikan
5) Perangan dalam pencetus Inpres Puskesmas tahun 1972, sebagai terobosan dalam
pelayanan kesehatan secara merata di Indonesia. Pembuatan rumah dinas para
dokter dan para medik. Jumlah puskesmas tercatat 5.631, Puskesmas pembantu
14.850, Puskesmas keliling roda empat 3.867 buah, dan perahu motor 546 buah.
6) Pembuatan Pos Pelayanan Terpadu pada tahun 1984 berjumlah 200.000 buah dari
65.517 desa tersebar diseluruh pelosok Indonesia. Beberapa usaha di atas
merupakan alasan bangsa Indonesia mendapatkan penghargaan “Health for All
Golden Medal Award” dari WHO.
4. Implikasi Kebijakan Pada Capaian Cita-Cita Primary Health Care di Indonesia

5. Implikasi Kebijakan Yang Akan Datang

9
Menarik pengalaman dari pelaksanaan kebijakan dalam bidang kesehatan
khususnya dalam pelayanan kesehatan masyarakat pada masa orde baru dan deklarasi
alma ata, beberapa implikasi kebijakan yang perlu dimasa yang akan datang adalah
a. Penajaman prioritas. Kelompok keluarga miskin karean rawan terhadap masalah
kesehatan perlu diberi prioritas tinggi. Demikian juga sasaran tertentu, misalnya :
bayi, balita, bumil, bupas, usila.
b. Penajaman prioritas program. Untuk efisiensi dan efektivitas pencapaian tujuan
pembangunan kesehatan perlu lebih memberi prioritas pada program yang
berdampak ungkit besar misalnya : KIA, Gizi, penyakit menular tertentu, dan lain-
lain.
c. Meningkatkan komitmn pada hal yang menjadi prioritas. Utusan untuk
memprioritaskan program tertentu harus ditujunkkan dengan komitmen operasional
yang nyata, misalnya: dukungan kebijaksanaan, anggaran, tenaga, logistik.
d. Meningkatkan ketahanan sistem kesehatan. Secara bertahap pemerintah harus mulai
mengurangi ketergantungan obat, bahan habis pakai serta alat kedokteran dari luar
negeri, yakni dengan mulai memproduksinya didalam negeri.
e. Meningkatkan keterlibatan lintas sektor/program terkait/masyarakat/LSM dalam
pembangunan kesehatan. Keterlibatan tersebut dimulai dari gagasan, perencanaan,
pelaksanaan dan monitoring-evaluasi sehingga merasa memiliki berbagai program
pembangunan yang sedang dilaksanakan di Indonesia.
f. Meningkatkan manajemen pembangunan kesehatan. Dalam berbagai aspek
manajemen pembangunan kesehatan yang dimaksudkan di sini antara lain adalah:
a) Mengembangkan JPKM
b) Melaksanakan bottom up planning
c) Meningkatkan desentralisasi/otonomi
d) Pembiayaan block grant.

10
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
3.2 Saran

11
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Said Zainal. 2006. Kebijakan Publik. Jakarta. Suara Bebas

Anne Mills et al. 1989. Desentralisasi Sistem Kesehatan. WHO.

Azra, Azyumardi. 2000. Desentralisasi Pendidikan dan Otonomi Daerah Implikasinya


Terhadap Pendidikan Islam. Gontor. ISID

Azrul Azwar, 1996. Menuju Pelayanan Kesehatan Yang Lebih Bermutu, Jakarta: Yayasan
Penerbitan IDI.

Boomgard, Peter, et al. Health Care in Java Past and Present, (Leiden: KITLV Press,

1996)

Boomgaard, Peter. “Upliftment down the drain? Effect of Welfare Measures in Late Colonial
Indonesia”, (Leiden: KITLV Press, 1993)

Dunn, William N. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Jogjakarta. Gajah Mada
University Press.

Furnivall, .J.S. Nederlands Indie A Study of Plural Economy (Cambridge: University Press,
1967)

Gunawan, Ary H. 1995. Kebijakan Kebijakan Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta.

Hesselink, Liesbeth, Healers On Colonial Market: Natives Doctor and Midwives in Dutch
East Indies (Leiden: KITLV Press, 2011)

Muhdi, Ali. 2007. Konfigurasi Politik Pendidikan Nasional. Yogyakarta. PustakaFahima.

Pongtuluran, Aris. 1995. Kebijakan Organisasi dan Pengambilan Keputusan


Manajerial. Jakarta. LPMP

Suryono, Yoyon. 2000. Arah Kebijakan Otonomi Pendidikan Dalam Konteks Otonomi
Daerah. Yogyakarta. FIP UNY

12
Syafaruddin. 2008. EfektivitasKebijakan Pendidikan. Jakarta. Rineka Cipta

13

Anda mungkin juga menyukai