Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN KASUS Desember 2018

Infeksi Saluran Pernapasa Akut (ISPA)

Disusun Oleh :
Menik Ayu Nurhayati, S.ked
N 111 17 146

Pembimbing :
Drg. Elli Yane Bangkele, M.kes
dr. H. Syahriar, M.kes

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2018

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu masalah
kesehatan yang utama di Indonesia karena sebagai penyebab utama dari tingginya
angka kematian dan angka kesakitan pada balita dan bayi. Insidens menurut
kelompok umur balita diperkirakan 0,29 episode per anak/tahun di negara
berkembang dan 0,05 episode per anak/tahun di negara maju.1,2
Dari hasil pengamatan epidemiologi dapat diketahui bahwa angka kesakitan
dikota cenderung lebih besar dari pada didesa. Hal ini mungkin disebabkan oleh
tingkat kepadatan tempat tinggal dan pencemaran lingkungan dikota yang lebih
tinggi daripada didesa.1,2
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan kelompok penyakit
kompleks dan heterogen yang disebabkan oleh berbagai penyebab dan dapat
mengenai setiap lokasi di sepanjang saluran pernapasan. ISPA dapat ditularkan
melalui air ludah, bersin, udara pernapasan yang mengandung kuman terhirup
oleh orang sehat ke saluran pernapasannya. Infeksi saluran pernapasan bagian atas
terutama yang disebabkan oleh virus, sering terjadi pada semua golongan
masyarakat pada bulan-bulan musim dingin. Tetapi ISPA yang berlanjut menjadi
pneumonia sering terjadi pada kecil terutama apabila terdapat gizi kurang dan
dikombinasi dengan keadaan lingkungan yang tidak hygiene. Resiko terutama
terjadi pada anak-anak karena meningkatnya kemungkinan infeksi silang, beban
imulogisnya terlalu besar karena dipakai untuk penyakit parasit dan cacing, serta
tidak tersedianya atau berlebihannya pemakaian antibiotik.3
ISPA juga merupakan salah satu penyebab utama kunjungan pasien pada
sarana kesehatan. Sebanyak 40% - 60% kunjungan berobat dipuskesmas dan 15%
- 30% kunjungan berobat di bagian rawat jalan dan rawat inap rumah sakit
disebabkan oleh ISPA. Lingkungan dan sosiokultural merupakan beberapa

2
variable yang dapat mempengaruhi insiden dan keparahan penyakit infeksi
saluran pernapasan akut.3
Kematian seringkali disebabkan karena penderita datang untuk berobat dalam
keadaan berat dan sering disertai penyulit-penyulit dan kurang gizi. Dengan
melihat hal tersebut, diharapkan dokter dapat berperan dalam pencegahan, deteksi
dini, terapi maupun rehabilitasi dari infeksi saluran pernapasan akut ini. Oleh
karena itu, berikut akan dibahas mengenai salah satu kasus ISPA pada pasien anak
yang berobat ke Puskesmas Donggala pada bulan Desember 2018.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan penyusunan refleksi kasus ini sebagai berikut :
1. Sebagai syarat penyelesaian tugas akhir di bagian Ilmu Kesehatan
Masyarakat –Kedokteran Komunitas
2. Sebagai gambaran penyebaran penyakit dan beberapa faktor resiko
penyebarannya di wilayah kerja Puskesmas Donggala tahun 2018.

BAB II
PERMASALAHAN

2.1 Menentukan Prioritas Masalah Menggunakan Rumus Hanlon Kuantitatif


Tabel 2.1 prioritas masalah di puskesmas Donggala

No Masalah Besar Kegawatdarurata Kemungkinan Nilai


Kesehatan Masalah n Diatasi
1 Asap rokok 4 3 2 9
2 Lingkungan 2 1 2 5
3 Imunisasi 2 2 2 6

3
Dilihat dari table diatas masalah yang menjadi prioritas pada kasus ISPA
ini adalah Asap Rokok, Lingkungan, dan Imunisasi.

Ket:
- Besar Masalah
1 : Tidak berdampak buruk
2 : berdampak buruk
3 : Menyebabkan dampak buruk
4 : Sangat menyebabkan dampak buruk
- Kegawatdaruratan
1 : Masih bisa ditangani seorang diri
2 : Bisa ditangani
3 : Sulit ditangani
4 :Segera dilakukan penanganan
- Kemungkinan diatasi
1 : Masih bisa diatasi
2 : bisa diatasi tetapi butuh proses
3 : Sulit diatasi
4 : Sangat sulit diatasi

a. KRITERIA A : Besar masalah (SKOR 1-10)


Masalah Besar masalah Nila
kesehatan i

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

X (Asap Rokok) V 9

4
Y (Lingkungan) V 5

Z (imunisasi) V 6

Ket:
- Dilihat dari besarnya insidensi atau prevalensi

b. KRITERIA B :Kegawatan Masalah (SKOR 1-5)


Masalah Keganasan Tingkat Biaya yang Nilai
kesehatan urgency dikeluarkan

X (Asap Rokok) 3 4 4 11

Y (Lingkungan) 3 2 2 7

Z (Imunisasi) 3 2 2 7

c. KRITERIA C : Kemudahan dalam Penanggulangan

Sangat sulit X ,Y Z sangat mudah

1 2 3 4 5

d. KRITERIA D : PEARL factor


Masalah P E A R L Hasil
kesehata perkalian
n

X 1 1 1 1 1 1

Y 1 1 1 1 1 1

5
Z 1 1 1 1 1 1

Ket:
- 0 = Tidak
- 1 = Ya

e. PENETAPAN NILAI
 ASAP ROKOK
NPD : (A+B) C = (9+11) 3= 20 x 3 = 60
NPT : (A+B) CxD = (9+11) 3x1 = 20 x 3 = 60
 LINGKUNGAN
NPD : (A+B) C = (5+7) 3 = 15 x 3 = 45
NPT : (A+B) CxD = (5 +7) 3x1 = 15 x 3 = 45
 IMUNISASI
NPD : (A+B) C = (6+7) 3 = 13 x 3= 39
NPT : (A+B) CxD = (6+7) 3x1 = 13 x 3 =39

 KESIMPULAN
Masalah A B C NPD D NPT Prioritas
kesehatan (PEARL)

ASAP ROKOK 9 11 3 60 1 60 1

LINGKUNGA 5 7 3 45 1 45 1
N

IMUNISASI 6 7 3 39 1 39 1

Kesimpulan dari rumus ini yaitu asap rokok dari pasien merupakan prioritas
masalah utama yang menempati urutan ke- 1.

6
IDENTITAS PASIEN

Nama : An. F

Umur : 1 tahun 2 bulan

Jenis kelamin : laki-laki

Agama : Islam

Alamat : Desa Tanjung Karang, Donggala

Tanggal Pemeriksaan : 28 desember 2018

ANAMNESIS

Keluhan Utama : Batuk

Riwayat Penyakit Sekarang (Heteroanamnesis):

Pasien datang dengan keluhan batuk yang dialami sejak 3 hari yang lalu.

Batuk berlendir berwarna putih dan tidak ada keluhan sesak napas. Batuk disertai

pilek dengan sekret berwarna bening. Pasien juga mengalami demam yang naik turun

7
sejak 1 hari yang lalu tanpa disertai kejang dan nafsu makan berkurang. Tidak ada

keluhan mual-muntah. BAB lancar dan BAK lancar.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien sudah pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya.

Riwayat Pengobatan :

Pasien belum mendapatkan pengobatan apapun selama dirumah

Riwayat Penyakit Keluarga :

Pasien bersaudara 2 orang yang tinggal serumah dengan pasien. Tidak ada yang

mempunyai keluhan yang sama dengan keluarga.

Riwayat Kehamilan dan Persalinan :

 Riwayat Antenatal

Ibu pasien memeriksakan kehamilannya ke pelayanan kesehatan (bidan) saat

mengandung pasien.

 Riwayat Natal

Pasien lahir normal dengan berat badan lahir 2900 gram, ditolong bidan, di

puskesmas pembantu, usia kehamilan cukup bulan.

 Riwayat Neonatal

Tidak ada kelainan

8
Asupan Makanan :

 ASI diberikan sejak lahir hingga berumur 6 bulan.

 Kemudian permberian makanan tambahan mulai usia 6 bulan hingga sekarang.

Makanan nasi dan lauk pauk

Riwayat Imunisasi :

Pasien mendapatkan imunisasi lengkap

Riwayat Sosial Ekonomi :

Pasien tinggal di rumah bersama dengan 7 orang lainnya yaitu kedua orang tua, 3

orang paman, bibi serta anaknya, kakek dan nenek pasien. Pasien memilki hubungan

yang baik dengan kedua orang tua serta kepada saudara-saudaranya. Pasien aktif

bermain dan berkomunikasi dengan orang-orang disekitarnya. Pasien tergolong

ekonomi menengah ke bawah. Ayah pasien lulusan SMA dan bekerja di pelabuhan,

sedangkan ibu pasien lulusan SMA dan tidak berkerja hanya sebagai ibu rumah

tangga.

Riwayat Kebiasaan dan Lingkungan :

 Pasien makan dua kali sehari dengan lauk atau sayur seadanya. Biasanya pasien

juga diberi makan nasi, sayur dengan ikan atau telur, namun tidak teratur.

9
 Ayah pasien seorang perokok aktif, ia dapat merokok dimana saja didalam

ruangan rumah maupun diluar rumah.

 Rumah pasien berada didalam lorong, ukuran rumah pasien ± 6 x 7 m 2. Rumah

pasien terdiri dari ruang tamu, ruang TV, dua kamar tidur, dapur dan satu kamar

mandi yang digunakan untuk keperluan BAB dan mandi. Lantai rumah terbuat

dari teghel, dinding rumah dari beton, dan atap rumah terbuat dari seng dan ada

flafon. Ruang tamu, ruang TV, kamar dan dapur memiliki jendela dan

pencahayaan yang cukup.

 Sumber air yang digunakan sehari-hari adalah sumber air yang berasal dari pam,

dan dipakai untuk mencuci, memasak, mandi, serta minum.

 Sumber listrik dari PLN, sampah dibuang dibelakang rumah.

PEMERIKSAAN FISIK
Kondisi Umum : Sakit Ringan Berat Badan : 9 kg
Kesadaran : Composmentis Tinggi Badan : 8o cm

Tanda Vital
Nadi : 96x/menit (Kuat angkat, regular)
Suhu : 370 C
Pernapasan : 24x/menit

Kulit : Warna sawo matang, lapisan lemak dibawah kulit cukup


Kepala : Normocephal, rambut warna hitam lurus, konjungtiva anemis(-),
sclera ikterik(-), pupil bulat isokor(diameter ± 2mm). terdapat sekret

10
pada hidung warna bening keputihan, tidak terdapat pernapasan
cuping hidung.
Tenggorokan : Tonsil T0-T0, faring hiperemis (-).

Leher : Pembesaran KGB (-), tiroid(-)

Thoraks

Paru : Inspeksi : Permukaan dada simetris, retraksi otot pernapasan


(-).

Palpasi : Massa(-), nyeri tekan(-), vocal fremitus kanan sama


dengan kiri

Perkusi : Sonor kedua lapang paru.

Auskulrasi : Bronkovesikuler +/+, wheezing -/-, ronkhi -/-.

Jantung : Inspeksi : Iktus kordis tak tampak

Palpasi : Iktus cordis teraba pada ICS V linea midclavicula


sinistra.

Perkusi : Jantung dalam batas normal.

Auskultasi : Bunyi jantung I dan II murni regular, bunyi


tambahan(-).

Abdomen : Inspeksi : Permukaan datar, seirama gerak napas.

Auskultasi : Peristaltik(+) kesan normal.

Perkusi : Tympani(+)

Palpasi : Massa(-), nyeri tekan(-), hepar dan lien tidak teraba.

11
Ekstremitas

Atas : Akral hangat, edema (-)

Bawah : Akral hangat, edema (-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tidak dilakukan pemeriksaan

DIAGNOSIS KERJA

ISPA derajat ringan non pneumonia

ANJURAN PEMERIKSAAN

1) Pemeriksaan darah rutin

2) Pemeriksaan foto thoraks

TERAPI

 Puyer batuk 3x1 pulv untuk 10x pemberian:


 Klorfeniramin Maleat (CTM, 4 mg) 2 tab
 Gliseril guayakolat (100 mg) 2 tab
 Paracetamol syr (125 mg/5 ml) 3x1 cth
 Non Medikamentosa :
 Memberikan makanan yang bergizi dan hangat pada anak secara
teratur untuk meningkatkan daya tahan tubuh.
 Mengurangi atau menghilangkan kebiasaan memakan jajanan berupa
makanan ringan dan minuman yang dingin, serta memperbanyak
minum air putih.
 Istirahat yang cukup.

PROGNOSIS

12
Dubia ad bonam

BAB II

PEMBAHASAN

Aspek Klinis

Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) adalah suatu penyakit pernapasan akut
yang ditandai dengan gejala batuk, pilek, serak, demam dan mengeluarkan sekret
yang berlangsung sampai dengan 14 hari. ISPA adalah penyakit infeksi yang
menyerang salah satu dan atau lebih bagian dari saluran pernapasan, mulai dari
hidung hingga alveoli termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga telinga
tengah dan pleura yang disebabkan oleh masuknya kuman (bakteri maupun virus) ke
dalam organ saluran pernapasan.1,4
ISPA dapat disebabkan oleh infeksi virus atau jamur. Gejala yang dapat
timbulkan berupa :
a. Batuk terjadi karena produksi mukus meningkat, sehingga terakumulasi pada
trakea yang kemudian menimbulkan batuk. Batuk juga bisa terjadi karena iritasi

13
pada bronkus. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (nonproduktif) kemudian
stelah timbul peradangan menghasilkan sputum (produktif).
b. Kesulitan bernapas akibat terakumulasi mukus ditrakea akan mengakibatkan
akan mengakibatkan saluran napas tersumbat.
c. Sakit tenggorokan terjadi akibat iritasi jalan nafas sehingga pembengkakan akan
merangsang ujung dendrite oleh nervus untuk menstimulasi pelepasan
kemoreseptor yaitu breadikinin dan serotonin sehingga terjadi perangsangan
nyeri pada tenggorokan.
d. Demam terjadi karena adanya infeksi jalan nafas, ini sebagai mekanisme
pertahanan tubuh dalam melawan mikroorganisme yang masuk.3,6
WHO telah merekomendasikan pembagian ISPA menurut derajat keparahanya.
Pembagian ini dibuat berdasarkan gejala-gejala klinis yang timbul dan telah
ditetapkan dalam lokakarya Nasional II ISPA tahun 1988. Adapun pembagiannya
sebagai berikut
a. ISPA derajat ringan
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu atau lebih
gejala-gejala berikut:
 Batuk.
 Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara.
 Pilek, yaitu mengeluarkan lendir atau sekret dari hidung.
 Panas atau demam, suhu tubuh lebih dari 370C atau jika dahi anak diraba
dengan punggung tangan terasa panas.
b. ISPA derajat sedang
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA derajat sedang jika dijumpai gejala
ISPA derajat ringan disertai gejala-gejala berikut :
 Pernapasan >50x/menit pada anak berumur <1 tahun atau >40x/menit
pada anak berumur 1 tahun atau lebih.
 Suhu tubuh lebih dari 390C.
 Tenggorokan berwarna merah.

14
 Timbul bercak-bercak pada kulit menyerupai bercak campak.
 Pernapasan berbunyi seperti mendengkur.
c. ISPA derajat berat
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA derajat berat jika dijumpai gejala ISPA
derajat ringan disertai gejala-gejala berikut :
 Bibir atau kulit membiru.
 Lubang hidung kembang kempis pada waktu bernapas.
 Kesadaran menurun.
 Pernapasan berbunyi dan anak tampak gelisah.
 Sela iga tertarik kedalam pada waktu bernapas.
 Nadi cepat, >160x/menit atau tidak teraba
 Tenggorokan berwarna merah
Penderita ini harus dirawat di puskesmas atau rumah sakit, karena perlu mendapat
perawatan dengan peralatan khusus seperti oksigen atau cairan infuse.3,6
Menurut Depkes RI (1991), pembagian ISPA berdasarkan atas umur dan tanda-
tanda klinis yang dapat diklasifikasikan menjadi 3 yaitu:
a. Pneumonia berat
Tanda utama :
 Adanya tanda bahaya yaitu tidak bisa minum, kejang, kesadaran
menurun, stridor, serta gizi buruk.
 Adanya tarikan dinding dada ke dalam.
 Tanda lain yang mungkin ada: napas cuping hidung, suara rintihan,
sianosis
b. Pneumonia tidak berat
Tanda utama :
 Tidak ada tarikan dinding dada kedalam
 Disertai nafas cepat, >50x/menit untuk usia 2 bulan – 1 tahun dan
>40x/menit untuk usia 1 tahun – 5 tahun.
c. Bukan pneumonia

15
Tanda utama :
 Tidak ada tarikan dinding dada ke dalam
 Tidak ada napas cepat, <50x/menit untuk usia 2 bulan – 1 tahun dan
<40x/menit untuk usia 1 tahun – 5 tahun.2,5
Pada kasus ini, pasien anak laki-laki berumur 2 tahun 7 bulan datang ke PKM
dibawa oleh ibunya dengan keluhan batuk yang dialami sejak 3 hari yang lalu. Batuk
berlendir berwarna putih dan tidak ada keluhan sesak napas. Batuk disertai pilek
dengan sekret berwarna bening. Pasien juga mengalami demam yang naik turun sejak
1 hari yang lalu tanpa disertai kejang dan nafsu makan berkurang. Tidak ada keluhan
mual-muntah. BAB lancar dan BAK lancar.2,5
Pada Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sakit ringan, status gizi baik
tanda-tanda vital nadi 96x/menit (kuat angkat, regular), suhu 37 0C, pernapasan
24x/menit. Dari pemeriksaan kepala tampak sekret pada hidung berwarna bening
keputihan dan tidak terdapat abnormalitas lainnya. Pada pemeriksaan toraks dan
abdomen tidak didapatkan kelainan. Sehingga berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik pada pasien ini didiagnosis dengan ISPA derajat ringan non
pneumonia.2,5
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah :
1. Pemeriksaan kultur/biakan kuman (swab) : hasil yang didapatkan adalah biakan
kuman (+) sesuai dengan jenis kuman.
2. Pemeriksaan darah : pemeriksaan hitung darah, laju endap darah (LED)
meningkat disertai dengan adanya leukositosis dan bisa juga disertai dengan
adanya trombositopenia.
3. Pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan
Namun pada kasus ini, pemeriksaan penunjang tersebut belum perlu dilakukan 5,6
karena pasien di diagnosis dengan ISPA derajat ringan non pneumonia.
Pengobatan yang dapat diberikan antara lain :
1. Simptomatik

16
 Analgesik-antipiretik untuk mengobati gejala demam : parasetamol dan
aspirin.
 Kombinasi dekongestan dan anti alergi untuk pilek dan flu : dekongestan
(pseudoefedrin, fenilpropanolamin) dan anti alergi (diphenhidramin).
 Ekspektoran untuk batuk berdahak : ammonium klorida.
 Mukolitik untuk batuk berdahak : ambroxol, bromheksin,
gliserilgualakolat.
 Antitusif untuk meringankan gejala batuk kering : dekstrometorfan.
2. Suportif
Untuk meningkatkan daya tahan tubuh berupa nutrisi yang adekuat dan
pemberian multivitamin.
3. Antibiotik
 Berdasarkan jenis kuman penyebab
 Antibiotik tidak disarankan untuk ISPA yang disebabkan oleh virus
karena antibiotic tidak dapat membunuh virus. Antibiotik diberikan jika
gejala memburuk, terjadi komplikasi atau radang yang disebabkan
bakteri.4,5,6
Penanganan kunjugan awal dapat diberikan terapi simptomatik dan pemberian
vitamin tanpa pemberian antibiotic yang dapat dievaluasi 3 hari kemudian untuk
menentukan langkah selanjutnya yang perlu diambil. Antibiotic dapat diberikan pada
kasus pneumonia karena bila infeksi paru ini tidak diobati dengan antibiotic dapat
mengakibatkan kematian.5,6
Pada kasus ini, pasien diberikan terapi simptomatik berupa pemberian analgesik-
antipiretik, kombinasi dengan anti alergi, mukolitik dan vitamin untuk suportif.
Mengenai hal-hal yang dapat dilakukan untuk menunjang kesembuhan saat anak
menjalani perawatan di rumah. Beberapa hal yang perlu dikerjakan seorang ibu untuk
anak yang menderita ISPA antara lain :
 Mengatasi demam

17
Untuk anak usia 2 bulan – 5 tahun demam dapat diatasi dengan memberikan
parasetamol atau dengan kompres, bayi dibawah 2 bulan dengan demam harus
segera dibawa ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat. Memberikan kompres
dengan menggunakan kain bersih kemudian celupkan pada air hangat (tidak
perlu air es).
 Mengatasi batuk
Dianjurkan memberi obat batuk yang mudah ibu dapatkan yaitu dengan
perasan jeruk nipis ½ sendok the dicampur dengan kecap atau madu ½ sendok
teh, diberikan 3x sehari. Pemberian madu tidak untuk anak berusia <1 tahun.
 Pemberian makanan
Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulang-ulang yaitu
lebih sering dari biasanya, lebih-lebih jika muntah. Pemberian ASI pada bayi
yang menyusui tetap diteruskan. Berikan makanan yang bervariasi untuk
memenuhi kebutuhan vitamin dan mineral.
 Pemberian minum
Usahakan pemberian cairan air putih, air buah dan sebagainya lebih banyak
dari biasanya. Ini akan membantu mengencerkan dahak, kekurangan cairan akan
menambah parah sakit yang diderita.
 Lain-lain
Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu tebal dan
rapat, lebih-lebih pada anak dengan demam. Jika pilek, bersihkan hidung yang
berguna untuk mempercepat kesembuhan dan menghindari komplikasi yang
lebih parah. Usahakan lingkungan tempat tinggal yang sehat yaitu yang
berventilasi cukup dan tidak berasap. Untuk penderita yang mendapat antibiotik,
selain tindakan diatas usahakan agar obat yang diperoleh tersebut diberikan
dengan benar selama 5 hari penuh. Dan untuk penderita yang mendapatkan
antibiotik, usahakan agar setelah 2 hari anak dibawa kembali ke petugas
kesehatan untuk pemeriksaan ulang. Apabila selama perawatan dirumah keadaan

18
anak memburuk maka dianjurkan untuk membawa ke dokter atau petugas
kesehatan.4,6

Aspek Ilmu Kesehatan Masyarakat


Kondisi sehat secara holistik bukan saja kondisi sehat secara fisik melainkan juga
spiritual dan sosial dalam bermasyarakat. Untuk menciptakan kondisi sehat seperti ini
diperlukan suatu keharmonisan dalam menjaga kesehatan tubuh. Terdapat empat
faktor utama yang mempengaruhi derajat kesehatan yaitu faktor perilaku/gaya hidup,
faktor lingkungan (sosial, ekonomi, politik, budaya), faktor pelayanan kesehatan
(jenis cakupan dan kualitasnya) dan faktor genetik. Keempat faktor tersebut saling
berinteraksi yang mempengaruhi kesehatan perorangan dan derajat kesehatan
masyarakat. Dari keempat faktor yang mempengaruhi kesehatan terdapat tiga faktor
yang paling berperan dalam terjadinya ISPA yaitu faktor perilaku, lingkungan dan
pelayanan kesehatan.1,2

1) Faktor host (penjamu)


 Umur
Umur mempunyai pengaruh yang cukup besar untuk terjadinya ISPA. Oleh
sebab itu kejadian ISPA pada bayi dan anak balita akan lebih tinggi jika
dibandingkan dengan orang dewasa. Hal tersebut sesuai dengan kasus ini dimana
terjadi ISPA pada anak balita berumur 2 tahun 7 bulan. Kejadian ISPA pada bayi
dan balita akan memberikan gambaran klinik yang lebih berat, hal ini disebabkan
karena merupakan kejadian infeksi pertama serta belum terbentuknya secara
optimal proses kekebalan secara alamiah. Sedangkan orang dewasa sudah banyak
terjadi kekebalan alamiah yang lebih optimal akibat pengalaman infeksi yang
terjadi sebelumnya.1,2,3
 Jenis kelamin
Berdasarkan hasil penelitian dari berbagai negara termasuk Indonesia dan
berbagai publikasi ilmiah, dilaporkan berbagai faktor resiko yang meningkatkan

19
insiden ISPA adalah anak dengan jenis kelamin laki-laki. Hal tersebut sesuai
dengan kasus ini dimana terjadi ISPA pada anak laki-laki. 1,2,3
 Status gizi
Keadaan gizi yang buruk muncul sebagai faktor resiko yang penting untuk
terjadinya penyakit infeksi. Dalam keadaan gizi yang baik, tubuh mempunyai
cukup kemampuan untuk mempertahankan diri terhadap infeksi. Jika keadaan
gizi menjadi buruk maka reaksi kekebalan tubuh akan menurun yang berarti
kemampuan tubuh mempertahankan diri terhadap serangan infeksi akan
menurun. Oleh karena itu, setiap bentuk gizi sekalipun dengan gejala defisiensi
yang ringan merupakan pertanda awal dari terganggunya kekebalan tubuh
terhadap penyakit infeksi. Pada kasus ini, pasien merupakan anak dengan gizi
yang cukup. 1,2,3

2) Faktor Lingkungan
 Rumah
Rumah merupakan struktur fisik, dimana orang menggunakannya untuk
tempat berlindung yang dilengkapi dengan fasilitas dan pelayanan yang
diperlukan, perlengkapan yang berguna untuk kesehatan jasmani, rohani dan
keadaan sosialnya yang baik untuk keluarga dan individu.
Menurut Depkes RI rumah sehat adalah proporsi rumah yang memenuhi
kriteria sehat minimum dari tiga komponen (rumah, sarana sanitasi dan perilaku)
di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Minimum criteria sehat pada
masing-masing parameter adalah sebagai berikut :
 Minimum dari kelompok komponen rumah adalah langit-langit, dinding,
lantai, jendela kamar tidur, jendela ruang keluarga, ventilasi, sarana
pembuangan asap dapur dan pencahayaan.

20
 Minimum kelompok fasilitas pendukung rumah sehat adalah sarana air
bersih, jamban (sarana pembuangan kotoran), sarana pembuangan air limbah
(SPAL) dan sarana pembuangan sampah.
 Perilaku sanitasi rumah adalah usaha kesehatan masyarakat untuk menitik
beratkan pada pengawasan terhadap struktur fisik yang digunakan sebagai
tempat berlindung yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia.
Lingkungan perumahan sangat berpengaruh pada terjadinya dan tersebarnya
penyakit menular terutama penyakit ISPA. Pada kasus ini, rumah pasien sudah
memenuhi kriteria minimum rumah sehat baik dari komponen rumah, fasilitas
pendukung dan perilaku sanitasi rumah sehingga menjadi faktor resiko terjadinya
ISPA. 1,2,3

 Kepadatan Hunian
Bangunan yang sempit dan tidak sesuai dengan jumlah penghuninya akan
mempunyai dampak kurangnya oksigen didalam ruangan sehingga daya tahan
tubuh penghuninya akan menurun, kemudian ceat timbulnya penyakit saluran
pernapasan seperti ISPA. Kepadatan dalam kamar terutama kamar anak yang
tidak sesuai dengan standar akan meningkatkan suhu ruangan yang disebabkan
oleh pengeluaran panas badan yang meningkatkan kelembaban akibat uap air
dari pernapasan tersebut. Dengan demikian, semakin banyak jumlah penghuni
suatu ruangan maka semakin cepat udara ruangan mengalami pencemaran gas
atau bakteri. Dengan banyaknya jumlah hunian maka kadar O2 akan menurun
dan kadar CO2 akan meningkat sehingga dampaknya yaitu penurunan kualitas
udara dalam ruangan. Pada kasus ini, pasien tinggal serumah lima orang lainnya
sehinngga tidak ada faktor resiko yang berkaitan dengan pasien.2,3
 Keberadaan Perokok
Rokok bukan hanya masalah bagi perokok aktif tetapi perokok pasif. Asap
rokok terdiri dari 4.000 bahan kimia dan 200 diantaranya merupakan racun.

21
Tingginya prevalensi perokok pasif pada anak balita dan umur muda disebabkan
karena mereka tinggal serumah dengan orangtua ataupun saudaranya yang
merokok sehingga berpeluang menderita ISPA. Pada kasus ini pasien ini tinggal
serumah dengan ayahnya yang merupakan perokok aktif. Mereka dapat merokok
dimana saja bahkan ketika berkumpul bersama keluarga sehinnga salah satu
faktor resiko mengalami ISPA. 2,3
 Polusi Udara
Rendahnya kualitas udara didalam rumah ataupun diluar rumah dapat
menyebabkan terjadinya ISPA dan penyakit gangguan pernapasan lainnya.
Adanya pencemaran udara di lingkungan rumah akan merusak mekanisme
pertahanan pulmo sehingga mempermudah timbulnya gangguan pernapasan.Pada
kasus ini ventilasi rumah sudah cukup memadai sehingga kualitas udara didalam
rumah menjadi cukup. Pembuangan serta pembakaran sampah juga dilakukan
ditempat khusus yang berada cukup jauh didepan rumah, sehingga tidak terlalu
mempengaruhi kualitas udara yang baik disekitar lingkungan rumah. 2,3

3) Pelayanan Kesehatan
Suatu penyakit saluran pernapasan dimulai dengan keluhan serta gejala yang
ringan. Dalam perjalanan penyakit mungkin akan menjadi berat dan bila semakin
berat dapat jatuh dalam keadaan kegagalan pernapasan dan mungkin meninggal.
Oleh karena itu, keluarga perlu mengeatahui serta mengamati tanda atau keluhan
secara dini dan kapan mencari pertolongan dan rujukan sistem pelayanan
kesehatan agar dapat mencegah keadaan penyakit tidak menjadi berat. Sehingga
peranan pelayanan kesehatan disamping sebagai tempat untuk mendapatkan
pengobatan diharapkan dapat juga memberikan edukasi pada pasien terkait tanda
bahaya ISPA agar pasien dapat segera mendapatkan pertolongan awal.
Diperlukan juga peranan instansi promosi kesehatan Puskesmas serta instansi
sanitasi untuk turut mengupayakan tindakan preventif sehingga morbiditas terkait

22
ISPA dapat ditekan. Pada kasus ini keluarga dan orang tua pasien telah diberikan
edukasi terkait ISPA serta tanda-tanda bahaya atau keluhan dini pneumonia dan
kapan mencari pertolongan dan rujukan pada sistem pelayanan kesehatan. Hal-
hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit ISPA pada anak
antara lain : 1,2,3
1) Menjaga keadaan gizi keluarga agar tetap baik. Memberikan ASI eksklusif
pada bayi.
2) Menjaga pola hidup bersih dan sehat, istrahat yang cukup dan olahraga
teratur.
3) Membiasakan cuci tangan teratur menggunakan air dan sabun atau hand
sanitizer setelah kontak dengan penderita ISPA dan penyakit infeksi lainnya.
4) Melakukan imunisasi pada balita. Imunisasi yang dapat mencegah ISPA
diantaranya imunisasi influenza, imunisasi DPT-Hib dan imunisasi PCV.
5) Hindari kontak yang terlalu dekat dengan penderita ISPA.
6) Hindari menyentuh mulut atau hidung anda setelah kontak dengan flu. Segera
cuci tangan dengan air dan sabun setelah kontak dengan penderita ISPA.
7) Apabila anda sakit, gunakanlah masker dan rajin cuci tangan agar tidak
menular ke anak atau anggota keluarga lainnya.
8) Mencegah anak berhubungan terlalu dekat dengan saudaranya atau anggota
keluarga lainnya yang sedang sakit ISPA. Tindakan semi isolasi mungkin
dapat dilakukan seperti anak sehat tidur terpisah dengan anggota keluarga
lain yang sedan sakit ISPA.
9) Upayakan ventilasi yang cukup dalam rumah/ruangan. 1,2,3

23
BAB IV
PENUTUP

I. Kesimpulan
Angka kejadian ISPA di wilayah kerja Puskesmas Donggala masih tinggi
sebagai peringkat pertama dari sepuluh penyakit terbanyak, hal ini dipengaruhi
oleh beberapa faktor resiko yaitu :
1. Perilaku masyarakat yang masih kurang terhadap kebersihan diri dan
lingkungannya.
2. Lingkungan fisik (perumahan), ekonomi (pembiayaan) maupun sosial
(kondisi masyarakat sekitar pasien) yang masih kurang guna mendukung
pencapaian kondisi sehat dari masyarakat.
3. Pelayanan kesehatan yang belum maksimal dan kurang menjangkau
masyarakat akan terpenuhinya kesadaran dan kemauan masyarakat untuk
merubah pola pikir serta perilakunya dalam hal kesehatan pribadinya
maupun keluarganya.

24
II. Saran
Upaya pencegahan (preventif) terhadap penyakit ISPA dapat dilaksanakan
dengan mengaplikasikan lima tingkat pencegahan penyakit (five level
prevention), sebagai berikut :
1. Promosi kesehatan (health promotion)
Promosi kesehatan dalam mencegah terjadinya penyakit tersebut dapat
dilakukan dengan cara :
a. Meningkatkan penyuluhan mengenai ISPA ditempat-tempat yang
terjangkau oleh masyarakat.
b. Meningkatkan penyuluhan perilaku hidup bersih dan sehat.

2. Perlindungan khusus dan umum (general and specific protection)


Perlindungan khusus dalam mencegah terjadinya penularan ISPA dapat
dilakukan dengan cara :
a. Menggunakan masker saat sedang batuk atau flu
b. Mengajarkan cara bersin yang baik didepan umum
3. Diagnosis dini dan pengobatan segera (early diagnosis and prompt
treatment)
Diagnosis dini dan pengobatan segera dengan tujuan untuk mencegah
terjadinya penyakit yang lebih berat. Upaya yang dapat dilakukan, yaitu :
a. Mencari kasus sedini mungkin.
b. Penatalaksanaan yang tepat pada puskesmas melalui MTBS
4. Pembatasan Kecacatan (dissability limitation)
Pembatasan cacat merupakan pencegahan untuk terjadinya kecatatan atau
kematian akibat gizi buruk. Adapun upaya yang dapat dilakukan, yaitu :
a. Melakukan pengobatan dan perawatan sesuai pedomansehingga
penderita sembuh dan tidak terjadi komplikasi.

25
b. Meningkatkan fasilitas kesehatan sebagai penunjang untuk
memungkinkan pengobatan dan perawatan yang lebih intensif.
5. Pemulihan kesehatan (rehabilitation)
Pada tingkat ini, pasien diberikan konseling tentang jika munculnya gejala
baru atau bertambah parah agar segera dibawa ke puskesmas, misalnya BAB
cair lebih banyak, lebih sering, disertai darah, muntah, rasa haus terus, dan
tidak mau minum, dan sebagainya.

DAFTAR PUSTAKA

1) Depkes. Pedoman Pengendalian Infeksi Saluran Pernapasan Akut. Kementerian


Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan 2012.
2) Dwiatna. Materi Kuliah Ilmu Kesehatan Masyarakat “Konsep Hidup Sehat”,
Yogyakarta, 2010.
3) Kemenkes RI. Pedoman Pengendalian Infeksi Saluran Pernapasan Akut, Jakarta,
2012.
4) Nono et al. Pola Pengobatan Infeksi Saluran Napas Akut Usia Bwah Lima Tahun
Rawat Jalan di Puskesmas I Purwareja Klampok Kabupaten Banjarnegara,
Yogyakarta 2008.
5) Rasmaliah. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dan Penanggulangannya,
Sumatera Utara, 2004.
6) Sedyo. Refarat Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Pada Anak, Bandung,
2010.

26
DOKUMENTASI

Gambar 1.1 Tampakan Depan dan Halaman Rumah

27
Gambar 1.2 Ruang Keluarga

Gambar 1.3 Ruang Makan dan Kamar Tidur

28
Gambar 1.4 Tempat Memasak dan Menyimpan Air

29

Anda mungkin juga menyukai