Anda di halaman 1dari 74

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN


MASYARAKAT PERKOTAAN DENGAN INTERVENSI PREOPERATIVE
TEACHING PADA PASIEN KOLELITIASIS DI RUANG BEDAH KELAS
RUMAH SAKIT PERSAHABATAN JAKARTA

JULIANA BR SEMBIRING
1206322764

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAMSTUDI SARJANA KEPERAWATAN
DEPOK
JULI 2015

Analisis praktik..., Juliana Br Sembiring, FIK UI, 2015


UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN


MASYARAKAT PERKOTAAN DENGAN INTERVENSI PREOPERATIVE
TEACHING PADA PASIEN KOLELITIASIS DI RUANG ANGGREK
TENGAH RUMAH SAKIT PERSAHABATAN JAKARTA

JULIANA BR SEMBIRING
1206322764

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAMSTUDI SARJANA KEPERAWATAN
DEPOK
JUNI 2015

i Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Juliana Br Sembiring, FIK UI, 2015


PERNYATAAN ORISINALITAS

Karya Ilmiah Akhir Ners ini adalah hasil karya saya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar

Nama : Juliana BR Sembiring


NPM : 1206322764
Tanda tangan:

Tanggal : 6 Juli 2015

ii Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Juliana Br Sembiring, FIK UI, 2015


HALAMAN PENGESAHAN

Karya Ilmiah Akhir ini diajukan oleh:


Nama : Juliana BR Sembiring
NPM : 1206322764
Program Studi : Ilmu Keperawatan
Judul Karya Ilmiah Akhir :Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan
Masyarakat Perkotaan Dengan Intervensi
Preoperative Teaching Pada Pasien Kolelitiasis Di
Ruang Anggrek Tengah Rumah Sakit Persahabatan
Jakarta

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima


sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Ners
Keperawatan, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia.

DEWAN PENGUJI

Pembimbing : Tuti Herawati S.Kp.,MN (...................................)

Penguj I : Ns. Arcellia Farosyiah Putri, S.Kep.,MSc (...................................)

Penguji II : Ns.Nuraini S.Kep (………………………)

Ditetapkan di : Depok
Tanggal : Juli 2015

iii Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Juliana Br Sembiring, FIK UI, 2015


HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA
ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di


bawah ini:
Nama : Juliana BR Sembiring
NPM : 1206322764
Program Studi : Program Profesi Ilmu Keperawatan
Fakultas : Fakultas Ilmu Keperawatan
Jenis Karya : Karya Ilmiah Akhir Ners (KIA-N)

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan


Dengan Intervensi Preoperative Teaching Pada Pasien Kolelitiasis Di Ruang
Anggrek Tengah Rumah Sakit Persahabatan Jakarta

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/
formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan
mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.


Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 23 Agustus 2015
Yang Menyatakan

(Juliana Br Sembiring S.Kep)

iv Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Juliana Br Sembiring, FIK UI, 2015


ABSTRAK

Nama : Juliana Br Sembiring


Program studi : Ilmu Keperawatan
Judul : Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat
Perkotaan Dengan Intervensi Preoperative Teaching Pada
Pasien Kolelitiasis Di Ruang Anggrek Tengah Rumah Sakit
Persahabatan Jakarta

Masyarakat di perkotaan sering mengkonsumsi makanan cepat saji/fast food yang


menurut mereka lebih praktis serta juga menyukai makanan yang cenderung
berminyak seperti makanan yang di goreng dan bersantan karena tidak sulit untuk
mendapatkannya. Hal ini sudah merupakan menjadi gaya hidup. Makanan tersebut
banyak mengandung lemak dan berkolesterol. Makanan yang mengandung lemak
kolesterol dapat sebagai pemicu untuk timbulnya kolelitiasis. Penatalaksanaannya
saat ini ada yang dengan laparaskopi kolesistektomi. Klien yang akan menjalani
tindakan laparaskopi membutuhan preoperative teaching. Klien yang
mendapatkan preoprative teaching dapat menurunkan stress dan meningkatkan
kemampuan koping klien terhadap tindakan laparaskopi kolesistektomi.

Kata kunci : perioperative teaching, laparaskopi kolelitiasis

v Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Juliana Br Sembiring, FIK UI, 2015


ABSTRACT

Name : Juliana Br Sembiring


Study Program : Nursing Science
Tit33le : Analysis Clinical Practice of Urban Community Health With
Intervention Preoperative Teaching In Cholelithiasis Patients
in Anggrek Tengah Ward Persahabatan Hospita Jakarta

People in urban area eat fast food frequently which consider as simple choice and
love fatty food such as deep fry food and coconut milk contained food because it’s
easy to get. This is a lifestyle. Those food contain a lot of fat and cholesterol.
Fatty food can trigger a cholelithiasis. Treatment to cholelithiasis is
cholelitectomy laparoscopy. Client going on laparoscopy need a preoperative
teaching. This kind teaching will reduce stress and improve client’s coping ability
to cholelitectomy laparoscopy.

Keywords : Preoperative teaching, Laparascopy cholelithiasis

vi Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Juliana Br Sembiring, FIK UI, 2015


KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan puji syukur panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang telah memberikan rahmat dan segala karunia-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan karya ilmiah akhir ners dengan judul “Analisis Praktik Klinik
Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan Dengan Intervensi Preoperative
Teaching Pada Pasien Kolelitiasis Di Ruang Anggrek Tengah Rumah Sakit
Persahabatan Jakarta.

Karya Ilmiah Akhir Ners ini disusun sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar
Ners pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Penyusunan karya
ilmiah akhir Ners ini dapat terselesaikan atas bimbingan, bantuan, dan kerjasama
dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis menyampaikan penghargaan, rasa hormat,
dan terima kasih kepada:

1. Dra. Juniati Sahar, S.Kep., M.App. Sc., Ph.D, selaku dekan Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia yang secara tidak langsung telah memberi
motivasi.
2. Tuti Herawati Skp., MN selaku pembimbing karya ilmiah yang sudah banyak
memberikan masukan kepada penulis.
3. Ibu Ns. Arcellia Farosyiah Putri, S.Kep., MSc selaku pembimbing kelompok
di Rumah Sakit Persahabatan.
4. Kedua orang tuaku yang terkasih selalu memberi dukungan kepadaku.
5. Suamiku tercinta R. Bangun dan kedua anakku Michael dan Bilea “ I Love
You “ Tuhan Memberkati.
6. Dr Dini selaku Direktur Rumah Sakit Awal Bros Bekasi yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis dalam melanjutkan pendidikan
7. Ns Tri Mulyati Skep selaku manajer keperawatan Rumah Sakit Awal Bros
Bekasi
8. Ns Nuraini Skep selaku kepala ruangan Anggrek Tengah yang sudah banyak
memberikan bimbingan ketika di ruangan.
9. Keluarga besar Program Ekstensi 2012 Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia tercinta, sahabat, dan semua pihak yang telah bersama-

vii Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Juliana Br Sembiring, FIK UI, 2015


sama saling membantu sehingga karya ilmiah akhir Ners ini dapat
terselesaikan tepat pada waktunya.
10. Seluruh staff kamar operasi Rumah Sakit Awal Bros Bekasi yang sudah
banyak mendukungku hingga selesai masa pendidikanku
11. Seluruh ibu/ kakak perawat yang bertugas di ruang Anggrek Tengah yang
banyak bekerja sama.

Selanjutnya demi kesempurnaan dalam penyusunan karya ilmiah akhir Ners ini,
penulis sangat mengharapkan masukan, saran, kritik yang bersifat membangun.
Semoga menambah ilmu dan yang senantiasa memberikan pengetahuan yang
bermanfaat bagi pembaca. Amin

Depok, Juli 2015

Penulis

viii Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Juliana Br Sembiring, FIK UI, 2015


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..................................................................................... i
PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI .................... iv
ABSTRAK .................................................................................................... v
ABSTRACT .................................................................................................. vi
KATA PENGANTAR .................................................................................. vii
DAFTAR ISI ................................................................................................. ix
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xi
BAB 1 PENDAHULUAN ....................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................ 4
1.3 Tujuan Penulisan .................................................................. 5
1.3.1 Tujuan Umum ............................................................. 5
1.3.2 Tujuan Khusus............................................................. 5
1.4 Manfaat Penulisan ................................................................. 5
1.4.1 Peneliti ......................................................................... 5
1.4.2 Tenaga kesehatan ........................................................ 5
1.4.3 Masyarakat .................................................................. 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................. 7


2.1 Konsep dasar KKMP ............................................................. 7
2.2 Pengertian Kolelitiasis ............................................................ 8
2.2.1 Anatomi dan Fisiologi kandung Empedu ................... 8
2.2.2 Etiologi Kolelitiasis..................................................... 9
2.2.3 Patogenesis .................................................................. 10
2.2.4. Manifestasi Klinik ....................................................... 12
2.2.5 Pemeriksaan Diagnostik ............................................. 13
2.2.6 Penatalaksanaan ......................................................... 14
2.3 Laparaskopi Kolelitiasis ........................................................ 16
2.4 Proses Keperawatan ............................................................... 17
2.4.1 Fase Preoperatif ........................................................... 18
2.4.2 Fase Intraoperatif ........................................................ 20
2.4.3 Fase Post Operatif ....................................................... 21
BAB 3 LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA ............................ 24
3.1 Pengkajian Preoperatif........................................................... 25
3.2 Diagnosa Keperawatan .......................................................... 30
3.3 Rencana Asuhan Keperawatan .............................................. 30
3.4 Implementasi dan evaluasi Keperawatan .............................. 31
3.5 Laporan Intraoperatif ............................................................. 32
3.6 Pengkajian Post Operasi ........................................................ 34
BAB 4 PEMBAHASAN .......................................................................... 35
4.1 Analisis Masalah KKMP klien dengan kolelitiasis.................. 35
4.2 Preoperative Teaching pada klien dengan kolelitiasis dengan
laparaskopi kolesistektomi……………………………........…36

ix Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Juliana Br Sembiring, FIK UI, 2015


4.3 Alternatife pemecahan yang dapat di lakukan……….……. 40
BAB 5Kesimpulan ...................................................................................... 41
5.1 Saran Keilmuan ...................................................................... 42
5.2 Saran Pelayanan ..................................................................... 42
5.3 Saran Metodiologi .................................................................. 43
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

x Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Juliana Br Sembiring, FIK UI, 2015


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Satuan acara penyuluhan


Lampiran 2 : Media edukasi

xi Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Juliana Br Sembiring, FIK UI, 2015


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pertumbuhan penduduk Indonesia meningkat setiap tahun. Hasil proyeksi
menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia selama 25 tahun mendatang
terus meningkat yaitu 205,1 juta pada tahun 2000 menjadi 273,2 juta pada
tahun 2025 (Data Statistik Indonesia,2013). Berdasarkan data peningkatan
penduduk tersebut, maka akan berdampak pada pembangunan di sektor
ekonomi, sosial, pendidikan dan kesehatan. Bahkan pada tahun 2030
diperkirakan enam dari sepuluh orang menjadi penghuni kota. Selain itu,
berdasarkan data WHO yang dikutip dari Depkes (2012) pada tahun 2009,
lebih dari 43 % penduduk Indonesia tinggal di wilayah perkotaan, dan
menurut prediksi pada tahun 2025 lebih dari 60% populasi akan tinggal di
pusat kota.

Kota adalah suatu sistem jaringan kehidupan manusia dengan kepadatan


penduduk yang tinggi, strata sosial yang heterogen dan corak kehidupan yang
materialistik (Bintarto, 1989). Masyarakat daerah perkotaan beradaptasi
terhadap lingkungan dengan mengubah perilaku dan gaya hidup mereka. Di
mana perilaku tersebut tentang pemenuhan kebutuhan makanan dengan
mengkonsumsi makanan cepat saji, berlemak, dan berkolesterol. Semua
makanan tersebut sangat beresiko dalam kesehatan jika mengkonsumsi dalam
jumlah yang banyak dan terus menerus. Masyarakat perkotaan juga yang
bekerja terkadang sampai larut malam untuk menghindari kemacetan ketika
pulang ke rumah sehingga memenuhi kebutuhan makan dengan delivery order
yang sering junk food. Makanan tersebut dapat menyebabkan terjadinya
beragam penyakit termasuk kolelitiasis. Kolesterol yang merupakan unsur
normal pembentuk empedu bersifat tidak larut dalam air. Kelarutannya
bergantung pada asam-asam empedu dan lesitin (fosfolipid) dalam empedu
membentuk batu.

1 Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Juliana Br Sembiring, FIK UI, 2015


2

Makanan yang mengandung lemak dan kolesterol menjadi salah satu


faktor penyebab terjadinya kolelitiasis. Pembentukan batu kolesterol
karena rasio abnormal kolesterol, asam empedu, dan lesitin sehingga
terjadi pengendapan kolesterol dan akhirnya terbentuk batu kolesterol
(Kasper et al., 2005).

Kolelitiasis atau batu empedu adalah salah satu masalah kesehatan yang
terjadi dengan gejala atau tanpa gejala. Hampir 50% penderita batu
empedu tidak merasakan gejala apa-apa,30% merasakan gejala nyeri dan
20% berkembang menjadi komplikasi. Sebagian besar penderita batu
empedu, didiagnosa menderita maag dikarenakan rasa nyeri pada ulu hati,
padahal secara anatomi empedu terletak pada perut sebelah kanan atas.
Batu empedu merupakan penyakit yang pada awalnya sering ditemukan di
negara Barat dan jarang di negara berkembang . Tetapi dengan
membaiknya keadaan sosial ekonomi, perubahan menu diet seperti negara
barat serta perbaikan sarana diagnosis khususnya ultrasonografi, prevalensi
penyakit empedu di negara berkembang termasuk Indonesia cenderung
meningkat (Sjamsuhidajat, 2002).

Di Amerika Serikat, insiden batu empedu diperkirakan 20 juta orang,


dengan 70% diantaranya didominasi oleh batu kolesterol dan 30% sisanya
terdiri dari batu pigmen dan komposisi yang bervariasi (menurut healthy
Lifestyle Desember, 2008). Insiden kolelithiasis di negara barat adalah 10
– 20 % dan biasanya terjadi pada orang dewasa tua dan lanjut usia.
Prevalensi penyakit batu kandung empedu pada suku Indian di Amerika
mencapai tingkat yang tinggi yaitu sekitar 40 – 70%. Kira-kira 700.000
kolesistektomi (pengangkatan kantong empedu) disebabkan oleh batu
empedu, setiap tahunnya komplikasi batu empedu menyebabkan 3000
kematian (0,12% dari seluruh angka kematian), rasio penderita batu
empedu pada wanita terhadap pria adalah 3:1 pada usia dewasa
reproduktif, dan berkurang menjadi 2:1 pada usia diatas 70 tahun.
Prevalensi kejadian batu empedu tertinggi terjadi pada suku Indian Pima

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Juliana Br Sembiring, FIK UI, 2015


di Amerika Utara (>75%), chili dan Kaukasia di Amerika Serikat.
Prevalensi terendah pada orang Asia di Singapura dan Thailand
(perhimpunan peneliti hati Indonesia, 2010). Sekitar 1 juta pasien baru
terdiagnosis mengidap batu empedu per tahun, dengan dua pertiganya
menjalani pembedahan. Angka kematian akibat pembedahan untuk bedah
saluran empedu secara keseluruhan sangat rendah, tetapi sekitar 1000
pasien meninggal setiap tahun akibat penyakit batu empedu atau penyulit
pembedahan (Robbins, 2007). Di Rumah Sakit Persahabatan pada tahun
2013 jumlah penderita kolelitiasis ada sebanyak 12 orang dan ini semakin
bertambah setiap tahunnya.

Pada klien yang sudah terdiagnosa kolelitiasis banyak di lakukan tindakan


pembedahan. Pembedahan merupakan suatu usaha penyembuhan dengan
melakukan pengirisan, pemotongan, pengeratan untuk peniadaan penyakit,
memperbaiki jaringan yang rusak dan mengubah bentuk tubuh
(Tjokronegoro, et al, 2004). Di antara gastro enterelogi, kolelitiasis
merupakan kondisi kesehatan yang membutuhkan biaya mahal dan
menjadi salah satu dan masalah kesehatan yang paling sering
membutuhkan intervensi bedah, (Schirrmer et al, 2005). Kebanyakan batu
pada kandung empedu harus di lakukan menggunakan operasi laparoskopi
karena dianggap sebagai pengobatan standar emas (Nunes dan
Beckingham,2005). Laparoskopi kolesistektomi bila dibandingkan dengan
lebih kolesistektomi terbuka tradisional dikaitkan dengan tinggal di rumah
sakit lebih pendek dan pemulihan lebih cepat waktu. Ini mendukung
rekomendasi bahwa kolesistektomi laparoskopi harus dilakukan daripada
kolesistektomi terbuka (Johansson et al, 2005).

Konseling dalam bentuk penyuluhan pre operasi akan mengurangi rasa


takut akibat ketidaktahuan yang dialami pasien sebelum operasi (Potter &
Perry, 2005). Sebagian besar pasien beranggapan bahwa operasi
merupakan pengalaman yang menakutkan. Pada penelitian tahun 2005
terdapat 50 dari 700 pasien batal di operasi karena faktor psikologis yakni

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Juliana Br Sembiring, FIK UI, 2015


kecemasan, di instalasi bedah sentral Rumah Sakit Dr. R.D. Kandou
manado (Sasube, 2009). Reaksi cemas ini akan berlanjut bila pasien
tidak pernah atau kurang mendapat informasi yang berhubungan dengan
penyakit dan tindakan yang dilakukan terhadap dirinya. Setiap pasien
pernah mengalami periode cemas, apalagi yang akan menjalani operasi.
Bila kecemasan pada pasien pre operasi tidak segera diatasi maka dapat
mengganggu proses penyembuhan, untuk itu pasien yang akan menjalani
operasi harus diberi pendidikan kesehatan untuk menurunkan atau
mengurangi gejala kecemasan. (Carbonel, 2002 ). Penelitian yang di
lakukan terhadap 80 klien dengan preoperative teaching di dapatkan 52,5
% klien mengalami kecemasan ringan dan 47,5% mengalami kecemasan
yang tinggi (Kelly&Maria, 2013). Pada tindakan pembedahan untuk
kolelitiasis dapat di lakukan dengan minimal infasif yaitu laparascopi
kolesistectomi. Pasien yang akan di lakukan tindakan laparascopi harus
mendapatkan perioperative teaching untuk mencegah terjadinya
kecemasan yang berlebihan dan mempercepat proses penyembuhan.

1.2 Rumusan masalah

Meningkatnya kasus kolelitiasis setiap tahunnya karena perubahan gaya


hidup moderen masyarakat perkotaan. Penatalaksanaan kolelitiasis
semakin bertambah maju, salah satunya adalah dengan tindakan
laparaskopi kolelitiasis. Untuk mempersiapkan klien dalam menjalani
prosedur tersebut harus mendapatkan perioperative teaching tentang
tindakan dan prosedur persiapan serta edukasi yang di butuhkan terkait
laparaskopi kolesistektomi. Salah satu perubahan perilaku dan gaya hidup
yang dilakukan oleh masyarakat adalah terkait kebiasaan dalam
mengkonsumsi makanan cepat saji, berlemak, dan berkolesterol. Makanan
yang mengandung lemak dan berkolesterol merupakan salah satu faktor
risiko yang menyebabkan batu empedu. Kasus kolelitiasis yang meningkat
pada masyarakat di Indonesia dan Afrika dilaporkan karena kebiasaan
mengkonsumsi makanan yang mengandung kolesterol tinggi / lemak dan
perubahan gaya hidup. Hal ini menunjukkan perlunya perhatian khusus

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Juliana Br Sembiring, FIK UI, 2015


masyarakat dan pelayanan kesehatan khususnya mengenai perilaku diet
rendah lemak untuk mengatasi terjadinya batu empedu baik sebagai
pencegahan pada masyarakat yang belum terkena kolelitiasis maupun
pada pasien pasca pembedahan kolesistektomi. Klien yang akan menjalani
prosedur laparaskopi kolesistektomi perlu persiapan preoperatif yang
optimal, dengan preoperative teaching, yang dapat menurunkan
kecemasan dan ketakutan, serta mengurangi kemungkinan munculnya
komplikasi postoperatif

1.3 Tujuan penulisan


1.3.1. Tujuan umum
Karya ilmiah akhir Ners ini di harapkan dapat meningkatan dan
memperluas pengetahuan peneliti tentang kolelitiasis serta meningkatkan
kemampuan peneliti dalam memberikan asuhan keperawatan tentang
preoperative teaching.

1.3.2. Tujuan khusus


a. Menganalisis kasus klien kolelitiasis dengan laparaskopi
kolesistektomi di ruang Anggrek Tengah RSUP Persahabatan dengan
konsep keperawatan kesehatan masyrakat perkotaan terkait.
b. Menganalisis kasus klien kolelitiasis di ruang Anggrek Tengah RSUP
Persahabatan dengan konsep kasus terkait.
c. Menganalisis salah satu aplikasi asuhan keperawatan yang diberikan
pada klien kolelitiasis dengan rencana tindakan laparaskopi
kolesistektomi di ruang Anggrek Tengah RSUP Persahabatan dengan
konsep dan penelitian terkait.
d. Memberikan alternatif pemecahan masalah yang dapat dilakukan pada
klien kolelitiasis dengan rencana tindakan laparaskopi kolesitektomi di
ruang Anggrek Tengah RSUP Persahabatan

1.4 Manfaat penulisan


1.4.1 Aplikatif bagi pelayanan kesehatan

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Juliana Br Sembiring, FIK UI, 2015


Karya ilmiah ini dapat memberikan informasi/gambaran asuhan tentang
pemberian perioperative teaching pada klien kolelitiasis dengan rencana
tindakan operasi laparascopi kolesistectomi

1.4.2 Manfaat Keilmuan


Di harapkan karya ilmiah ini dapat menjadi salah satu referensi dan dasar
untuk memberikan masukan bagi pengembangan keperawatan terhadap
klien dengan kolelitiasis

1.4.3 Manfaat bagi masyarakat


Karya ilmiah ini bermanfaat sebagai salah satu bentuk pelayanan
keperawatan dalam menangani masalah terkait kolesistectomie dan diit
rendah lemak.

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Juliana Br Sembiring, FIK UI, 2015


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan

Pertumbuhan dan perkembangan masyarakat di perkotaan akibat banyak


masyarakat melakukan urbanisasi dengan harapan mendapatkan yang lebih
baik lagi. Masyarakat yang datang harus beradapatasi dengan lingkungan
yang baru. Kota yang saat ini dengan kondisi yang membuat masyarakat yang
semakin bertambah jumlahnya untuk mengikuti kondisi dan lingkungan
termasuk dalam hal memenuhi kebutuhan makanan. Adaptasi masyarakat
terhadap kondisi dan lingkungan menjadi salah satu menentukan derajat
kesehatan masyarakat itu sendiri. Hal ini sesuai dengan hasil Riskesdas tahun
2007 yang menyebutkan bahwa derajat kesehatan masyarakat yang masih
belum optimal padahakikatnya dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, perilaku
masyarakat, pelayanan kesehatan dan genetika.

Kalangan ilmuwan umumnya berpendapat bahwa determinan utama dari


derajat kesehatan masyarakat tersebut, selain kondisi lingkungan, adalah
perilaku masyarakat (Jaji, 2012). Dengan situasi dan kondisi yang ada saat ini
sehingga masyarakt sering mengkonsumsi makanan instan, cepat saji yang
mengandung kolesterol dan lemak yang tinggi. Semua makanan tersebut
dapat sangat beresiko menyebabkan terjadinya kolelitiasis. Informasi
kesehatan dalam bentuk promotif dan preventif diberikan oleh tenaga
kesehatan, khususnya perawat. Dalam hal ini perawat berfungsi sebagai
perawat edukasi. Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional
yang merupakan bagian dari pelayanan kesehatan yang memberikan asuhan
keperawatan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat baik yang
sehat maupun yang sakit secara komprehensif Biopsiko- sosio-spiritual
dengan didasarkan pada ilmu keperawatan. Perawat sebagai edukator harus
mampu memberikan edukasi terkait pencegahan kolelitiasis berdasarkan gaya
hidup di perkotaan.

7 Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Juliana Br Sembiring, FIK UI, 2015


8

2.2 Pengertian Kolelithiasis


Kolelitiasis atau dikenal sebagai penyakit batu empedu merupakan
penyakit yang terdapat batu di dalam kandung empedu atau di dalam
saluran kandung empedu yang pada umumnya komposisi utamanya adalah
kolesterol, (William, 2003). Kandung empedu merupakan organ berbentuk
buah pir kecil yang terletak di perut sebelah kanan dan tersembunyi di
bawah hati, yang menyimpan cairan empedu yang dihasilkan oleh hati.
Ketika makanan masuk ke dalam lambung, kandung empedu akan
berkontraksi dan mengeluarkan cairan empedu yang berwarna hijau
kecoklatan ke dalam usus halus.

2.2.1 Anatomi dan fisiologi kandung empedu


a. Anatomi
Kandung empedu adalah kantung otot kecil yang melekat ke saluran
empedu, terletak di lekukan lobus bawah kanan hati. Pada orang
dewasa kandung empedu sekitar 10 cm panjangnya dan 4 cm lebarnya
(Smith & Morton, 2001). . Empedu terdiri air, kolesterol, garam
empedu, lemak dan bilirubin serta produk limbah dari sel darah merah
yang rusak (Kumar & Clark, 2005).

b. Fisiologi
Fungsinya adalah untuk menyimpan / penampungan cairan empedu
dan melepaskannya ke dalam usus (Sherwood,2011). Empedu dibuat di
hati dengan sekitar 250 ml sampai 1 Liter mengalir melalui saluran
empedu setiap hari ke duodenum untuk membantu mencerna lemak
melalui efek emulsifikasinya dan mempermudah penyerapan
lemak(Sherwood, 2011) Kandung empedu juga akan berkontraksi di
antara makan untuk mengalirkan cairan empedu ke dalam duodenum
(Kumar & Clark, 2005).

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Juliana Br Sembiring, FIK UI, 2015


9

Kandung empedu memiliki dua fungsi utama dalam tubuh yaitu:1) tempat
menyimpan cairan empedu yang secara terus menerus di sekresi oleh sel –
sel hati, di antara waktu makan , sfingter oddi menutup dan cairan empedu
mengalir ke dalam kandung empedu yang relaks, 2) kandung empedu
mengkonsentrasi / memekatkan cairannya dengan cara mereabsorbsi air
dan elektrolit . Fungsi garam empedu yaitu untuk mengemulsi globulus
lemak lebih kecil, membantu absorbsi zat terlarut lemak dengan cara
memfasilitasi jalurnya menembus membran sel serta mengeluarkan
kolesterol dari tubuh dengan mengikat kolesterol dan lesitin untuk
membentuk agregasi kecil di sebut miccele yang di buang melalui feses.
Dengan terhambatnya cairan empedu yang cukup, tubuh tidak dapat
metabolisme lemak dan ini dapat mengakibatkan kekurangan zat yang
larut dalam lemak yaitu vitamin A, D, E, dan K. Hal ini juga dapat
menyebabkan masalah pencernaan penting asam lemak. Empedu juga
antioksidan kuat yang membantu untuk menghilangkan racun dari hati.
Hati menyaring racun (bakteri, virus, obat-obatan atau lainnya zat asing
tubuh tidak ingin) dan ekskresi ke dalam empedu. Empedu berjalan dari
hati melalui saluran empedu dan masuk ke kandung empedu, atau
langsung ke usus kecil, melalui usus masuk dalam tinja (Marie B, 2003).

2.2.2 Etiologi kolelithiasis


Penyebab yang pasti belum di ketahui secara sempurna. Namun menurut
berbagai teori, terdapat beberapa kemungkinan penyebab terjadinya
kolelitiasis. Semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang,
semakin besar kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis,

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Juliana Br Sembiring, FIK UI, 2015


10

(Beckingham,2001). Faktor resiko tersebut antara lain : 1) Jenis kelamin,


wanita memiliki resiko tiga kali lipat terkena kolitiasis dibandingkan pria.
Ini dikarenakan hormon estrogen berpengaruh terhadap peningkatan
ekskresi kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang meningkatkan
kadar estrogen juga meningkatkan resiko terkena kolelitiasis. Penggunaan
pil kontrasepsi dan terapi hormon (estrogen) dapat meningkatkan
kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan aktivitas pengosongan
kandung empedu.( 2) Usia, resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat
sejalan dengan bertambahnya usia. Orang dengan usia >60 tahun lebih
cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan orang usia yang
lebih muda. 3) Berat badan (BMI), orang dengan Body Mass Index (BMI)
tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini
dikarenakan dengan tingginya BMI maka kadar kolesterol dalam kandung
empedu pun tinggi, 4) Makanan, intake yang rendah klorida, kehilangan
berat badan yang cepat (seperti setelah operasi gastrointestinal)
mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat
menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu. Rendah serat,
kolesterol tinggi dan diet tepung juga cenderung meningkatkan risiko
mengembangkan batu empedu (Beckingham, 2001). 5) Riwayat keluarga,
orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar
dibandingkan dengan tanpa riwayat keluarga. 6) Aktivitas fisik, kurangnya
aktivitas fisik berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya
kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit
berkontraksi. 7) Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung
empedu tidak terstimulasi untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan /
nutrisi yang melewati intestinal. Sehingga resiko untuk terbentuknya batu
menjadi meningkat dalam kandung empedu (Schewizer et al.2000)

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Juliana Br Sembiring, FIK UI, 2015


11

2.2.3 Patofisiologi
Bila mengkonsumsi makanan mengandung lemak dan kolesterol yang
tinggi akan mengakibatkan berlebihan di dalam tubuh. Pembentukan batu
kolesterol karena rasio abnormal kolesterol, asam empedu, dan lesitin
sehingga terjadi pengendapan kolesterol dan akhirnya terbentuk batu
kolesterol (Kasper et al., 2005). Pembentukan batu empedu melibatkan
beberapa faktor yaitu: 1) empedu harus menjadi superjenuh dengan
kolesterol atau kalsium. 2) larutan harus mengendap dengan cepat dari
cairan sebagai kristal solid. 3) kristal harus datang bersama dan menyatu
membentuk batu. Secara umum, terdapat tiga tipe batu empedu: 1)
kolesterol, 2) pigmen, dan 3) campuran (Sudoyo,2006).

Pada penderita batu empedu kolesterol, hati menyekresikan empedu yang


sangat jenuh dengan kolesterol. Kolesterol yang berlebihan ini mengendap
dalam kandung empedu. Statis empedu dalam kandung empedu
mengakibatkan supersaturasi progresif, perubahan komposisi kimia, dan
pengendapan unsur (Price, 2006). Oleh karena insiden pembentukan batu
murni jarang, batu umumnya di klasifikasikan oleh substansi utama. Batu
kolesterol adalah tipe paling umum; insiden meningkat dengan usia, dan
prevalensi lebih tiggi pada wanita, batu biasanya halus dan kuning keputih
– putihan sampai coklat. Batu pigmen mungkin hitam ( berhubungan
dengan hemolisis dan sirosis) atau kalsium bilirubin seperti tanah
(berhubungan dengan infeksi di dalam sistem bilier). Batu campuran
mungkin kombinasi dari batu kolesterol dan pigmen atau keduanya dengan
beberapa bahan lain. Kalsium karbonat, fosfat, garam empedu dan palmiat
merupakan unsur minor paling sering. Banyak batu empedu terbentuk di
dalam kandung empedu, tapi batu mungkin juga terbentuk di dalam duktus
hepatik dari hati. Insiden sebenarnya tidak di ketahui, namun karena
beberapa batu tidak menyebabkan gejala dan batu lolos melalui duktus ke
dalam usus tidak tercatat. Adakalanya batu di keluarkan ke dalam usus
kecil. Jika batu cukup besar, batu dapat menyumbat ileum yang sempit di
bagian terminal, menyebabkan ileus batu empedu.

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Juliana Br Sembiring, FIK UI, 2015


12

Batu kolesterol: ketidak seimbangan dalam empedu antara kolesterol,


garam empedu dan fosfolipid, menghasilkan empedu litogenik. Keadaan
ini berhubungan dengan penyakit inflamasi usus. Batu bilirubinat :
hemolisis kronis, infeksi dengan bakteri yang memproduksi glukorinidase
batu campuran: berhubungan dengan kelainan anatomi stasis, pembedahan
sebelumnya, infeksi sebelumnya.

2.1.4. Manifestasi klinik

Pada manifestasi klinik ada yang tidak menimbulkan gejala dan tidak
menyebabkan nyeri namun dapat juga menunjukkan gejala – gejala gastro
intestinal ringan. 1) Mungkin akut dan kronis dengan distres epigastrik
(begah, distensi abdomen, nyeri tak jelas pada kuadran kanan atas setelah
makan makanan yang banyak mengandung lemak. 2) Jika saluran empedu
tersumbat, maka kandung empedu mengalami distensi dan akhirnya
terinfekasi: mungkin terjadi demam dan teraba masa pada abdomen. Kolik
bilier dengan nyeri abdomen kanan atas menjalar ke punggung atau bahu
kanan, mual dan muntah beberapa jam setelah makan banyak. 3) Ikterik
terjadi dengan tersumbatnya duktus komunis empedu. 4) Urine berwarna
sangat gelap; feces warna pucat. 5) Defisiensi vitamin A, D, E, dan K
(vitamin – vitamin yang larut dalam lemak). 6) Abses nekrosis dan
perforasi dengan peritonitis dapat terjadi jika batu empedu terus
menyumbat saluran empedu.

Mual dan muntah sering menyertai tingkat lebih parah. Rasa sakit dapat
mereda spontan setelah beberapa jam atau bisa membutuhkan
analgesik opiat. Nyeri disertai dengan Demam biasanya menunjukkan
kolesistitis akut (Beckingham, 2001). Manifestasi klinik pada pasien
kolelitiasis sangat bervariasi, ada yang mengalami gejala asimptomatik
dan gejala simptomatik. Pasien kolelitiasis dapat mengalami gejala: yang
disebabkan oleh penyakit kandung empedu itu sendiri dan gejala yang
terjadi akibat obstruksi pada jalan perlintasan empedu oleh batu empedu.
Gejalanya bisa bersifat akut atau kronis. Gangguan epigastrium, seperti

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Juliana Br Sembiring, FIK UI, 2015


13

rasa penuh, distensi abdomen dan nyeri yang samar pada kuadran kanan
atas abdomen dapat terjadi. Gangguan ini dapat terjadi bila individu
mengkonsumsi makanan yang berlemak atau yang digoreng (Smeltzer &
Bare, 2002). Kolesistitis akut disebabkan ketika sebuah obstruksi terjadi
pada duktus sistikus (Kumar & Clark, 2005). Gejala yang paling umum
dari seseorang dengan batu empedu adalah bahwa rasa sakit di bawah
tulang rusuk pada sisi kanan atau bahkan nyeri perut bagian atas, dengan
rasa sakit yang dialami di bagian belakang dekat kanan belikat
(Beckingham, 2001). Kolik bilier adalah istilah yang digunakan untuk rasa
sakit terkait dengan obstruksi sementara yang kistik atau saluran empedu
(CBD) dengan batu biasanya bergerak dari kandung empedu (Kumar &
Clark, 2005).

2.1.5 Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnostik yang sering di gunakan dan mudah di lakukan


dengan ultrasonografi yang mampu mendeteksi batu pada kandung
empedu. Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada pasien
kolelitiasis adalah:

a. Ultrasonografi, pemeriksaan USG telah menggantikan pemeriksaan


kolesistografi oral karena dapat dilakukan secara cepat dan akurat, dan
dapat dilakukan pada penderita disfungsi hati dan ikterus.
Pemeriksaan USG dapat mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu
atau duktus koledokus yang mengalami dilatasi, mendeteksi batu 90 –
95 % (Masahiko et al,2007)
b. Pemeriksaan CT Scan abdomen, dapat dilakukan jika terdapat
kecurigaan akan penyakit kandung empedu dan untuk menyingkirkan
penyebab gejala yang lain. Namun, hanya 15-20% batu empedu yang
mengalami cukup kalsifikasi untuk dapat tampak melalui pemeriksaan
sinar-x (Mashiko et al,2007)
c. Pemeriksaan pencitraan Radio nuklida atau koleskintografi.
Koleskintografi menggunakan preparat radioaktif yang disuntikkan
secara intravena. Preparat ini kemudian diambil oleh hepatosit dan

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Juliana Br Sembiring, FIK UI, 2015


14

dengan cepat di ekskresikan ke dalam sistem bilier. Selanjutnya


dilakukan pemindaian saluran empedu untuk mendapatkan gambar
kandung empedu dan percabangan bilier.
d. ERCP (Endoscopic Retrograde CholangioPancreatography),
pemeriksaan ini meliputi insersi endoskop serat-optik yang fleksibel ke
dalam esofagus hingga mencapai duodenum pars desendens. Sebuah
kanul dimasukkan ke dalam duktus koledokus serta duktus
pankreatikus, kemudian bahan kontras disuntikkan ke dalam duktus
tersebut untuk memungkinkan visualisasi serta evaluasi percabangan
bilier. ERCP juga memungkinkan visualisasi langsung struktur bilier
dan memudahkan akses ke dalam duktus koledokus bagian distal untuk
mengambil empedu. (Masahiko et al,2007)
e. Kolangiografi Transhepatik Perkutan, pemeriksaan dengan cara
menyuntikkan bahan kontras langsung ke dalam percabangan bilier.
Karena konsentrasi bahan kontras yang disuntikkan itu relatif besar,
maka semua komponen pada sistem bilier (duktus hepatikus, duktus
koledokus, duktus sistikus dan kandung empedu) dapat dilihat garis
bentuknya dengan jelas.
f. MRCP (Magnetic Resonance Cholangiopancreatography), merupakan
teknik pencitraan dengan gema magnet tanpa menggunakan zat
kontras, instrumen, dan radiasi ion. Pada MRCP saluran empedu akan
terlihat sebagai struktur yang terang karena mempunyai intensitas
sinyal tinggi, sedangkan batu saluran empedu akan terlihat sebagai
intensitas sinyal rendah yang dikrelilingi empedu dengan intensitas
sinyal tinngi, sehingga metode ini cocok untuk mendiagnosis batu
saluran empedu (Lesmana, 2006).
2.2.4 Penatalaksanaan
Pada penatalaksanaan terdapat dengan pembedahan dan non
pembedahan. Penanganan kolelitiasis non-bedah dengan cara
melarutkan batu empedu yaitu:
1). Suatu metode melarutkan batu empedu dengan menginfuskan
suatu bahan pelarut (monooktanion atau metil tertier butil eter

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Juliana Br Sembiring, FIK UI, 2015


15

[MTBE] ) ke dalam kandung empedu. Pelarut tersebut dapat diinfuskan


melalui jalur berikut ini: melalui selang atau kateter yang dipasang
perkutan langsung ke dalam kandung empedu; melalui selang atau
drain yang dimasukkan melalui saluran T-Tube untuk melarutkan batu
yang belum dikeluarkan pada saat pembedahan; melalui endoskop
ERCP; atau kateter bilier transnasal.
2). Pemberian obat oral untuk melarutkan batu kolesterol empedu
dengan chenodeoxycholic acis (CDCA) atau senodial; dan
ursodeoxycholic acis atau ursodiol (UDCA). Di pakai pada klien yang
menolak yang menolak kolesistektomi atau klien yang tidak di
sarankan untuk pembedahan, terhitung < 10 % klien dengan gejala ini.
Kedua obat bertindak untuk mengurangi jumlah kolesterol di dalam
empedu. Angka keberhasilan tertinggi terjadi pada klien dengan batu
empedu radiolusen, kecil mengambang. Batu cenderung terjadi kembali
30 – 50 % dengan waktu tiga sampai lima tahun lagi.
3). Metode Extracorporeal Shock wave Lithotripsy (ESWL), prosedur
non-invasif yang menggunakan gelombang kejut berulang (repeated
shock waves) yang diarahkan kepada batu empedu di dalam kandung
empedu atau duktus koledokus dengan maksud untuk memecah batu
tersebut menjadi sebuah fragmen. Gelombang kejut dihasilkan dalam
media cairan oleh percikan listrik, yaitu piezoelektrik, atau oleh muatan
elektromagnetik (Smeltzer & Bare, 2002), dimana sampai 1.500
gelombang kejut di arahkan pada batu sampai hancur, digunakan
sebagai pengobatan rawat jalan pada beberapa kasus. Klien yang
mempunyai kolelitiasis simtomatik kurang dari empat batu, masing –
masing diameter kurang dari 3 cm dan tanpa riwayat penyakit hati dan
pankreas.
4). Endoscopi Retrograde Cholangio Pancreatography (ERCP),batu
dalam saluran empedu di keluarkan dengan basket kawat atau balon
ekstraksi melalui muara yang sudah besar tersebut menuju lumen
duodenum sehingga batu dapat keluar bersama tinja atau di keluarkan
melalui mulut bersama skopnya. (Lesmana, 2006).

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Juliana Br Sembiring, FIK UI, 2015


16

Pada manajemen yang menggunakan pembedahan dapat di lakukan


dengan : 1). Kolesistektomi yaitu pengangkatan kandung empedu
melalui suatu sayatan di area abdomen kanan atas (biasanya sub kostal
kanan) dari dinding posterior hati dan meligasi duktus kistik, vena dan
arteri. Kolesistektomi terbuka di lakukan pada kondisi klien tidak
memungkinkan untuk di laparascopi seperti posisi batu ada di duktus
utama dan klien yang obesistas. 2). Laparoskopi kolisistektomi :
dilakukan melalui sayatan kecil atau tusukan dilakukan melalui
dinding perut diumbilikus. Kebanyakan empedu harus di lakukan
menggunakan operasi laparoskopi karena dianggap sebagai pengobatan
standar emas (Gold Standart) (Nunes & Beckingham, 2005). Sebuah
laparoskopi Cochrane review membandingkan dengan kolesistektomi
terbuka tidak menemukan perbedaan di tingkat komplikasi, kematian
atau waktu operasi (Johansson et al, 2005). Namun, laparoskopi
kolesistektomi bila dibandingkan dengan lebih kolesistektomi terbuka
tradisional dikaitkan dengan masa rawat inab di rumah sakit lebih
pendek dan pemulihan lebih cepat waktu. Ini mendukung rekomendasi
bahwa kolesistektomi laparoskopi lebih baik dari pada kolesistektomi
konvensional (Johansson et al, 2005).

2.3 Laparascopi kolesistektomi


Bedah laparoscopi adalah prosedur minimal invasif, teknik
pembedahan yang menggunakan alat laparoscopy set dengan
keuntungan luka sayat yang kecil dan penyembuhan relatif cepat di
bandingkan dengan klasik kolesistektomi terbuka (Marschall, 2007).
Kolesistektomi laparoskopi adalah bedah pengangkatan kandung
empedu dan batu empedu menggunakan teknologi laparoskopi dalam
proses juga dikenal sebagai operasi dengan luka yang kecil. Tindakan
laparascopi adalah pengobatan dengan Gold standart pilihan untuk
hampir semua pasien dengan batu kandung empedu (Nunes &
Beckingham, 2005).

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Juliana Br Sembiring, FIK UI, 2015


17

Laparoskopi kolesistektomi adalah prosedur minimal invasif, trauma


minimal terhadap dinding abdomen, hal ini terkait dengan intra-abdomen,
nyeri dan insisi (Ng & Smith, 2002). Lokasi sayatan akan bervariasi sesuai
dengan ukuran pasien dan referensi ahli bedah. Sebuah kamera yang
melekat laparoskop memungkinkan ahli bedah untuk melihat instrumen
dan daerah operasi. Monitor diposisikan di sisi pasien di kepala meja
operasi. Setelah diseksi hati ahli bedah melakukan klip untuk arteri cystic
dan duktus kistik. Kandung empedu kemudian diangkat. Hal ini biasanya
ditarik melalui sayatan pusar (Phillips, 2007). Indikasi untuk di lakukan
laparaskopi semua klien yang terdiagnosis dengan kolelithiasis setelah di
lakukan pemeriksaan penunjang dan sesuai dengan gejala (Danny, 2014).

Karbon dioksida digunakan untuk insufflate (menggelembungkan) perut


untuk memungkinkan visualisasi anatomi dan untuk menghindari cedera
pada organ internal ketika memasukkan trocars. Hal ini penting untuk
mempertahankan pneumoperitoneum karbon dioksida melalui jarum
yang di masukkan dekat umbilikus. Tekanan terendah - idealnya kurang
dari 12 mmHg, hal ini untuk menghindari vena cava inferior kompresi
yang menyebabkan kolaps sirkulasi dan juga mencegah berat diafragma
(tekanan yang mendasari organ membatasi normal, gerakan yang
efektif diafragma) yang mempengaruhi ventilasi mekanis (Mc Whinnie et
al, 2004). Klien di lakukan pembiusan dengan general anesthesi. Di
umbilikus endoskop di masukkan melalui insisi kecil untuk melihat
kandung empedu dan menentukan kesuksesan prosedur ini. Tiga insisi
kecil lain di buat : satu untuk memegang kandung empedu, satu untuk
persiapan dan irigasi, dan satu untuk instrumen pemotong atau memakai
jepitan.

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Juliana Br Sembiring, FIK UI, 2015


18

2.4 Proses Keperawatan perioperatif


Menurut Mary baradero, et all (buku prinsip & praktek keperawatan
perioperatif) Keperawatan perioperatif adalah hasil dari perkembangan
keperawatan kamar operasi. Fokus keperawatan perioperatif sekarang
adalah pasien, bukan prosedur atau teknik (patient-oriented, bukan task-
oriented). Pembedahan di bagi tiga fase atau tahap, yaitu praoperatif,
intraoperatif dan pascaoperatif. Ketiga tahap ini di sebut perioperatif.
Fase perioperatif di mulai ketika keputusan di ambil untuk melaksanakan
intervensi pembedahan. Termasuk dalam kegiatan perawatan dalam tahap ini
adalah pengkajian praoperasi mengenai status fisik, psikologis, dan social
pasien, rencana keperawatan mengenai persiapan pasien untuk
pembedahannya, dan implementasi intervensi keperawatan yang telah
direncanakan.
2.4.1 Fase praoperatif
Di mulai ketika keputusan diambil untuk melaksanakan intervensi
pembedahan. Termasuk dalam kegiatan perawatan dalam tahap ini adalah
pengkajian praoperasi mengenai status fisik, psikologis, dan social pasien,
rencana keperawatan mengenai persiapan pasien untuk pembedahannya,

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Juliana Br Sembiring, FIK UI, 2015


19

dan implementasi intervensi keperawatan yang telah di rencanakan. Tahap


ini berakhir ketika pasien di antar ke kamar operasi dan di serahkan ke
perawat bedah untuk melakukan perawatan selanjutnya. Smelzer dan Bare
(2003) serta Spry (2009) menjelaskan bahwa masalah utama yang terjadi
pada fase preoperatif diantaranya adalah ansietas dan kurang pengetahuan.
Spry (2009) juga menjelaskan bahwa kurang pengetahuan dapat disebabkan
karena gangguan dalam komunikasi, barrier bahasa, kapasitas mental klien
yang tidak adekuat, serta kurang terpapar informasi mengenai prosedur
pembedahan. Intervensi keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi
masalah kurang pengetahuan adalah dengan melakukan pengajaran
preoperatif (preoperative teaching). Bernier, Saranes, dan Owen (2003)
menjelaskan bahwa preoperative teaching merupakan proses interaktif
dalam memberikan informasi dan penjelasan mengenai proses pembedahan,
perilaku yang diharapkan, dan antisipasi sensasi, serta mendengarkan aktif
(therapeutic listening) pasien yang akan menjalani operasi.

Tujuan preoperative teaching adalah untuk menurunkan kecemasan dan


ketakutan, serta mengurangi kemungkinan munculnya komplikasi post
operatif. Selain itu, informasi sensori dan informasi prosedural seperti
preoperative teaching dapat menurunkan stress dan meningkatkan
kemampuan koping klien (Calvin & Lane, 1999; Millo & Sullivan, 2000
dalam Smeltzer & Bare, 2003). Materi yang perlu disampaikan pada
preoperative teaching, Spry (2009) menjelaskan bahwa preoperative
teaching harus mencakup kejadian intraoperatif, termasuk prosedur anestesi,
prosedur pembedahan, estimasi waktu, serta hasil yang diharapkan. Selain
itu, edukasi mengenai hal lain, seperti latihan napas dalam dan batuk
efektif, latihan kaki, serta mengenai persiapan preoperatif dan perawatan
postoperatif juga perlu dilakukan.

Smeltzer dan Bare (2003) menjelaskan bahwa salah satu tujuan asuhan
keperawatan preoperatif adalah mengajarkan klien untuk mempromosikan
ekspansi paru yang maksimal dan oksigenasi darah yang adekuat post

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Juliana Br Sembiring, FIK UI, 2015


20

anestesi. Selain itu, latihan napas dalam preoperatif juga diberikan pada
klien yang berisiko mengalami komplikasi post operatif. Faktor risiko
tersebut antara lain anestesi umum, pembedahan abdomen atau toraks ,
riwayat merokok, penyakit paru kronik, obesitas, dan lanjut usia (Pearson
Education).
Pada klien dengan tindakan laparaskopi kolesistektomi di lakukan
pembiusan dengan general anesthesia. Untuk itu klien di berikan informasi
tentang meningkatkan ekspansi paru. Klien di ajarkan tarik nafas dalam.
Klien masih puasa sampai dengan bising usus positif. Menurut Crazier 2004
komplikasi pada laparaskopi dengan pembiusan pada kardiovaskuler dapat
terjadi hipotensi,hipertensi, bradikardi dan tachikardi, pada pernafasan dapat
hipoksia, hipercapnia ( excess carbon dioxide in the blood), pada
subcutaneus emphyema, penyerapan gas carbon dioxide yang berlebihan,
perdarahan , kerusakan organ lain , kerusakan syaraf dan hipotermi.

Hal lainnya yang perlu disampaikan pada pasien adalah kapan boleh makan
dan minum setelah operasi. Smeltzer dan Bare (2003) menjelaskan bahwa
cairan merupakan substansi pertama yang ditoleransi pasien setelah
pembedahan. Setelah itu, jika tidak ada rasa mual, diet normal dapat
diberikan Smeltzer dan Bare (2003). Oleh karena itu, pada pasien post
Laparascopy cholesistectomie, asupan makanan diberikan secara bertahap,
jika sudah tidak ada rasa mual dapat mengkonsumsi mulai dengan air.

2.4.2 Fase intraoperatif


Di mulai ketika pasien di pindahkan ke meja operasi. Tahap ini berakhir
ketika pasien di pindahkan ke postanesthesia care unit (PACU) atau
recovery room. Dalam tahap ini tanggung jawab perawat berfokus pada
kelanjutan dari pengkajian fisiologis, psikologis, merencanakan dan
mengimplementasikan intervensi untuk keamanan dan privasi pasien,
mencegah infeksi luka, dan mempercepat penyembuhan. Termasuk
intervensi emosional ketika anesthesia di mulai (induksi anesthesia) dan
selama prosedur pembedahan berlangsung, mengatur dan mempertahankan

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Juliana Br Sembiring, FIK UI, 2015


21

posisi tubuh yang fungsional, mempertahankan keseimbangan cairan dan


elektrolit, menjamin ketepatan hitungan kasa dan instrument, membantu
dokter bedah, mengadakan komunikasi dengan keluarga pasien dan anggota
tim kesehatan lain.

Kolesistektomi laparoskopi biasanya dilakukan di bawah general anestesi .


Teknik anestesi harus menyediakan yang terbaik melihat kondisi peri-
operatif sambil memastikan proses recovery, efek samping jarang terjadi
dan kembali pulih seperti awal untuk kegiatan sehari-hari (McWhinnie et
al, 2004). Pasien diposisikan telentang agak sedikit posisi trendelenburg
selama tindakan kolesistektomi laparoskopi. Seluruh meja operasi di
miringkan ke 30-40˚ sehingga kepala lebih tinggi dari kaki dan miring
sehingga sisi kanan pasien adalah yang paling atas. Hal ini untuk
memungkinkan organ perut jatuh jauh dari epigastrium yang di daerah hati,
memberikan akses yang baik ke perut bagian atas sehingga dapat
mengakibatkan statis vena,yang aman dapat menjadi deep vena trombosis
(Phillips et al 2008). Dalam fase intraoperatif, pasien rentan dan benar-benar
bergantung pada perawat dan anggota lain dari tim untuk memastikan
bahwa kliennya benar, tindakan prosedurnya benar dengan melakukan
verifikasi time out.

Untuk menghindari terjadinya salah pasien dan salah prosedur, risiko


tersebut ditangani dengan identifikasi pasien, informasi persetujuan dan
pemantauan pasien di ruang anestesi. Intraoperatif, risiko klinis tersebut
terkait dengan posisi pasien, risiko infeksi, risiko dalam trombosis vena,
risiko hipotermia dan risiko untuk staf dan pasien dari penggunaan
peralatan. Spry (2009) menjelaskan bahwa selama periode intra operatif,
klien memiliki risiko cedera yang tinggi. NANDA (2012) juga dijelaskan
bahwa risiko cedera posisi perioperatif dapat terjadi karena adanya faktor
risiko seperti disorientasi, edema, imobilisasi, kelemahan otot, terlalu kurus,
terlalu gemuk, dan gangguan persepsi atau sensori yang berkaitan dengan
anestesi.

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Juliana Br Sembiring, FIK UI, 2015


22

Spry (2009) menjelaskan bahwa anestesi dapat mencegah pertahanan tubuh


normal terhadap nyeri akibat peregangan, twisting, dan kompresi yang
berlebihan pada bagian tubuh. Selain itu, gesekan dan tekanan pada masa
imobilisasi juga dapat menyebakan timbulnya luka tekan (pressure ulcer).
Cedera saraf merupakan hasil dari posisi yang buruk, dengan tekanan
langsung mengakibatkan iskemia dengan yang daerah: misalnya cedera
saraf radial dapat terjadi jika lengan adalah dibiarkan menggantung di tepi
meja operasi; ulna cedera saraf karena kompresi oleh tidak tepat
ditempatkan dukungan lengan; dan fibula saraf luka akibat kompresi ketika
menggunakan restrain. Oleh karena itu perawat perioperatif harus
memastikan bahwa bantu mekanik dan dukungan yang empuk dan
digunakan tepat (Stoker, 2002).

2.4.3 Fase pascaoperatif


Di mulai dengan pemindahan pasien ke PACU atau recovery room dan
berakhir pada waktu pasien di pulangkan dari rumah sakit. Termasuk dalam
kegiatan perawatan adalah mengkaji perubahan fisik dan psikologis;
memantau kepatenan jalan nafas, tanda – tanda vital, dan status neurologis
secara teratur mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit;
mengkaji secara akurat serta haluaran dari semua drain. Meskipun prosedur
bedah yang berbeda membutuhkan spesifik dan spesialis perawatan, prinsip-
prinsip perawatan pasca-operasi tetap sama pasien perlu harus diawasi
secara ketat setelah operasi. Mulanya pasien dipindahkan ke ruang
pemulihan untuk periode pemantauan. Pasien harus tinggal di sini untuk
sekitar satu jam atau sampai kondisi klien stabil. Perawat harus memonitor
tanda-tanda vital, nyeri, tingkat mual pasca operasi dan muntah ,luka, drain
luka.

Diagnosa Keperawatan yang biasa muncul pada klien kolelitiasis yang


mengalami pembedahan adalah: 1. Nyeri dan gangguan rasa nyaman

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Juliana Br Sembiring, FIK UI, 2015


23

berhubungan dengan insisi bedah; 2. Gangguan integritas kulit berhubungan


dengan perubahan drainase bilier sesudah dilakukan tindakan bedah (jika
dipasang T-tube karena batu berada dalam duktus koledokus); 3. Gangguan
nutrisi berhubungan dengan sekresi getah empedu yang tidak adekuat; 4.
Kurang pengetahuan tentang kegiatan merawat diri sendiri setelah pulang
dari rumah sakit (Smeltzer dan Bare, 2002). Intervensi Pada diagnosa Nyeri
perawat dapat memberikan intervensi secara mandiri dengan kaji tingkat
nyeri pasien, memonitoring tanda-tanda vital, mengajarkan teknik relaksasi
tarik nafas dalam dan distraksi, serta kolaborasi dalam pemberian analgetik.
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk penangan nyeri dapat
dilakukan dengan cara non farmakologis dan cara farmakologis.

Intervensi manajemen nyeri non farmakologis dapat dilakukan dengan


teknik relaksasi. Smeltzer dan Bare (2003) menjelaskan bahwa nyeri dapat
menimbulkan respon stress, yang dapat memicu konstriksi pembuluh darah.
Oleh karena itu, teknik relaksasi dapat digunakan untuk membantu
mengurangi nyeri, karena dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah
untuk memperlancar aliran darah. Intervensi untuk mengatasi nyeri juga
dapat dilakukan dengan manajemen nyeri farmakologis. Smeltzer dan Bare
(2003) menjelaskan bahwa pada klien postoperatif, sekitar satu per tiga
melaporkan nyeri hebat.

Pada diagnosa keperawatan gangguan integritas kulit, perawat dapat


meningkatkan perawatan kulit dan drainase bilier klien. Perawat dapat
melakukan observasi akan adanya tanda-tanda infeksi, kebocoran empedu
ke dalam rongga peritoneal dan obstruksi drainase bilier. Pada diagnosa
keperawatan gangguan nutrisi, diet klien dapat berupa diet rendah lemak.

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Juliana Br Sembiring, FIK UI, 2015


BAB 3
LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA

3.1 Pengkajian pre operatif


Klien Ny N usia 37 tahun suku Batak, masuk ke Rumah Sakit Persahabatan
pada tanggal 27 Mei 2015 dengan diagnosa medis Multiple Kolelitiasis.
Klien di rawat di ruang bedah kelas untuk menjalani operasi laparascopy
cholesistectomie pada tgl 29 mei 2015. Pada saat pengkajian tanggal 27
Mei 2015. Klien pernah bekerja di kantor sebagai staff. Saat ini sebagai ibu
rumah tangga dan membantu suami dengan berdagang on line.

Hasil pengkajian keperawatan saat ini, klien mengatakan kalau dirinya


datang ke rumah sakit karena sakit batu kandung empedu dan mau di lakukan
operasi. Keluhan utama klien nyeri pada kuadaran kanan atas abdomen,
dan sudah berlangsung selama 1 bulan, sudah di sarankan oleh dokter untuk
di operasi namun klien menolak dengan alasan takut. Dua minggu sebelum
masuk rumah sakit klien mengeluh nyeri ulu hati dan menjalar ke bagian
punggung. Bila nyeri datang klien sampai muntah. Selama ini bila timbul
nyeri klien mengkonsumsi obat yang di beli bebas di apotik. Setelah nyeri
hebat kelurga memutuskan berobat ke Rumah Sakit Persahabatan kemudian
di konsulkan ke dokter bedah digestif. Setelah mengikuti pemeriksaan USG
dan hasilnya menyatakan adanya batu pada kandung empedu maka di
rencanakan untuk tindakan operasi pada tgl 29 Mei 2015. Klien menyatakan
tidak mengetahui tindakan operasi yang seperti apa yang akan di lakukan
terhadap dirinya.

Hasil pengkajian riwayat kesehatan masa lalu pada, pengkajian ini di


dapatkan bahwa klien pernah di rawat dengan keluhan nyeri ulu hati di
rumah sakit selama 4 hari pada bulan maret 2015. Klien pernah di lakukan
operasi sectio caesaria pada januari tahun 2014, lima minggu setelah di

24 Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Juliana Br Sembiring, FIK UI, 2015


25

lakukan operasi caesar maka timbul benjolan di bagian abdomen di area


umbilikal. Klien menggunakan KB suntik sejak mei 2014.

Hasil pengkajian riwayat kesehatan keluarga pada pengkajian ini di dapat ibu
klien menderita hipertensi yang lama, sementara anggota keluarga tidak ada
yang sama penyakitnya dengan klien. Ayah klien menderita sakit diabetes
dan asam urat. Riwayat kesehatan lain seperti asma dan jantung tidak di
temukan.

Hasil pengkajian pada sistem sirkulasi di dapatkan hasil bahwa klien


menyatakan tidak memiliki hipertensi namun ibu dari pasien menderita darah
tinggi, pada saat di kaji di dapatkan tekanan darah 110 / 70 mmHg, frekuensi
nadi 92 kali / menit kuat, dan reguler. Pada auskultasi, tidak ditemukan bunyi
jantung abnormal, tidak terdapat rasa kebas pada ekstremitas, suhu
ekstremitas hangat, capillary refill time kurang dari dua detik, mukosa bibir
lembab, konjungtiva tidak pucat, dan sklera tidak ikterik. Pembesaran
kelenjar tiroid : tidak ada. Diaforesis : tidak ada, edema ekstrimitas : tidak
ada, asites : tidak ada , Distensi vena jugularis : tidak ada

Hasil pengkajian pada sistem pernafasan, klien mengatakan tidak merasakan


sesak. Klien juga mengatakan tidak ada keluhan batuk namun terkadang ada
sakit tenggorokan pada saat menelan. Klien tidak memiliki riwayat
merokok. Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan klien adalah 22 kali
permenit, nafas cuping hidung tidak ada. Dada inspeksi : dada terlihat
simetris, tidak ada penggunaan otot bantu pernapasan . Palpasi : lapang dada
kiri dan kanan sama . Perkusi di dapatkan sonor, penggunaan otot bantu
nafas tidak ada. Paru kanan dan kiri simetris. Tidak ada sianosis. Auskultasi
dilakukan dengan mendengarkan suara pernapasan diperoleh hasil suara nafas
bronkhial (+), bronkovesikuler (+), vesikuler (+), Rh -/-, Whezing -/-, mengi-
/-.

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Juliana Br Sembiring, FIK UI, 2015


26

Hasil pengkajian pada neurosensori, saat ini klien masih dapat beraktivitas
seperti biasa meskipun di rumah sakit. Klien mengatakan tidak ada keluhan
sakit kepala. Tidak merasa kebas dan tidak ada gangguan pendengaran. Hasil
pemeriksaan menunjukkan status mental/ tingkat kesadaran klien adalah
compos mentis (CM). Klien masih terorientasi waktu, tempat dan orang.
Klien dapat dapat mengingat memori jangka panjang (riwayat klien masuk
RS) dan riwayat jangka pendek. Reaksi pupil baik. Klien tidak menggunakan
alat bantu penglihatan. Penggunaan alat bantu dengar tidak ada. Hasil
pengkajian pada nyeri / ketidaknyamanan, saat di kaji klien menyatakan nyeri
ada skala 2 – 3, lokasinya kwadran kanan atas, frekwensinya hilang timbul.
Kalau mau beraktivitas terkadang muncul rasa nyerinya.

Hasil pengkajian makanan dan cairan ditemukan bahwa berat badan klien
adalah 56 kg dan tinggi badan 155 cm. Klien mengatakan selama ini agak
berkurang porsi makannya dengan tujuan menurunkan berat badan. Sebelum
ada keluhan pasien sering menghabiskan makanannya dalam porsi yang
besar. Tidak ada masalah penurunan selera makan selama ini, tidak terdapat
mual maupun muntah pada saat di kaji. Klien tidak memiliki masalah
mengunyah dan menelan, klien tidak memakai gigi palsu, dan tidak ada
alergi makanan. Klien mengatakan kurang suka makan sayur dan buah. Klien
mengatakan suka makan gorengan dan seafood. Klien dalam satu hari dapat
menghabiskan sampai 3000 ml air untuk minum (dua botol air mineral
ukuran 1500 ml). Klien tidak ada di temukan pembesaran tyroid. Turgor kulit
elastis.

Hasil pengkajian integritas ego di dapakan bahwa klien tampak tegang.


Klien menyatakan sangat khawatir pada operasi kali ini. Karena pengalaman
setelah sectio caesaria ada benjolan di area umbilikal klien. Status emosi
stabil dan kooperatif. Klien tetap berdoa untuk semua yang di jalan saat ini.
Usaha suami berdagang on line. Klien dan suaminya beragama Kristen.
Klien menanyakan kedepannya seperti apa karena sudah tidak mempunyai
kandung empedu lagi. Klien banyak bertanya seputar tindakan yang sudah di

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Juliana Br Sembiring, FIK UI, 2015


27

lakukan. Nadi yang di dapatkan 92 kali / menit dan frekwensi pernafasan


klien 22 kali / menit.

Hasil pengkajian pada aktivitas dan istirahat, klien menyatakan saat ini
sebagai ibu rumah tangga saja, sudah berhenti dari pekerjaan staff di
perkantoran. Punya aktivitas berdagang on line. Klien biasanya beristirahat
pada pukul tiga belas sampai dengan pukul lima belas. Postur tubuh sedang.
Rentang pergerakan sendi klien normal. Saat ini klien mampu berjalan ke
kamar mandi dapat melakukan tindakan personal hygiene secara mandiri. Di
rumah biasanya klien tidur pukul dua puluh dua dan bangun pada pukul lima
pagi, namun karena klien mempunyai anak usia enam belas bulan terkadang
bangun tengah malam buat susu anaknya.

Hasil pengkajian pada keamanan , Klien mengatakan tidak memiliki riwayat


alergi dan cedera kecelakaan. Klien juga mengatakan tidak memiliki masalah
pada bagian sendi dan punggung. Klien tidak memiliki riwayat menggunakan
kacamata sebagai alat bantu untuk membaca. Fungsi pendengaran klien
masih baik.

Hasil pengkajian eliminasi di dapatkan hasil bahwa klien dapat buang air
kecil secara normal selama ini. Untuk defekasi klien rutin setiap hari
warnanya kadang seperti kehitaman atau kadang warna dempul, tidak ada
riwayat hemoroid. Hasil pemeriksaan abdomen di dapatkan bahwa tidak
terdapat massa dan hasil auskultasi di temukan bising usus sudah dua belas
kali permenitdi keempat kuadran. Terdapat nyeri tekan di area kuadaran
kanan atas.

Pada pemeriksaan hematologi di dapatkan hasil yang tidak normal yaitu


hemoglobin 12,3 g/dl, hematokrit 34 %, lekosit 10,88 ribu/3. Hasil dari
pemeriksaan kimia darah yang tidak normal bilirubin total 4,6 mg/dl,
bilirubin direk 4 mg/dl, SGOT 231 ,SGPT 213, Hasil pemeriksaan
ultrasonografi: di kandung empedu batu 5 buah dengan ukuran 1,14 cm.

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Juliana Br Sembiring, FIK UI, 2015


28

3.2 Analisis dan Diagnosa Keperawatan


Hasil pengkajian terhadap ibu N, ditemukan dua masalah keperawatan
preoperatif utama, yaitu ansietas, selain itu, terdapat juga diagnosa nyeri akut.
Diagnosa ansietas ditegakkan berdasarkan data-data penunjang.
Data subjektif
Yang ditemukan untuk menegakkan masalah ansietas antara lain klien
mengatakan mengkhawatirkan, benjolannya bertambah setelah selesai operasi
seperti operasi sebelumnya yang sudah di alami oleh klien. Selain itu, klien
mengatakan untuk mengatasi kecemasannya, klien biasanya berdoa. Ada pun
data objektif yang di dapatkan antara lain klien tampak tegang, tekanan darah
klien yang sedikit meningkat, yaitu 140/ 90 mmHg, dan nadi 98 kali per
menit.

Diagnosa keperawatan lainnya, yakni kurang pengetahuan, berdasarkan data-


data subjektif dan objektif yang ditemukan selama pengkajian. Data subjektif
yang ditemukan antara lain, klien tidak mengetahui operasi seperti apa yang
akan di lakukan terhadap dirinya. Mungkin di operasi yang lebar atau yang
minimalis. Klien juga mengatakan tidak tahu perawatan setelah selesai
tindakan operasinya. Adapun data objektif yang didapatkan antara lain Klien
menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan prosedur operatif dan hasil
postoperatif.

3.3 Rencana asuhan keperawatan


Pada diagnosa defisiensi pengetahuan, tujuan: setelah dilakukan tindakan
keperawatan 1 x 24 jam klien dan keluarga menunjukkan tanda - tanda:
memperlihatkan pengetahuan tentang rencana tindakan laparaskopi
kolesistektomi dan diet yang dilakukan yaitu tentang diet rendah lemak, Klien
dan keluarga mengetahui tentang persiapan prosedur tindakan. Klien
mengetahui pentingnya berpuasa. Klien mengerti kalau semua perhiasan
harus di lepaskan. Klien dan keluarga mengerti kalau akan di lakukan rekam
jantung atau EKG. Klien dan keluarga mengetahui makanan apa saja yang

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Juliana Br Sembiring, FIK UI, 2015


29

mengandung lemak dan bagaimana strategi untuk mengubah kebiasaan diet


,Klien memperlihatkan kemampuan untuk mengurangi asupan lemak sesuai
terapi yang diberikan. Intervensi Keperawatan mandiri: Memberikan
pendidikan kesehatan kepada klien tentang Diet Rendah Lemak, menciptakan
lingkungan yang kondusif selama pemberian pendidikan kesehatan,
memberikan penyuluhan sesuai dengan tingkat pemahaman klien,
menggunakan media yang sesuai untuk kondisi klien, mengulangi informasi
bila diperlukan, memotivasi klien untuk mulai menerapkan diet rendah lemak,
mempersiapkan klien untuk secara benar mengikuti program diet.
Kolaborasi:rujuk ke ahli gizi dalam pemberian dan penentuan komposisi diet
yang sesuai dengan kondisi klien.

3.4 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan


Implementasi untuk mengatasi masalah preoperatif ansietas dan nyeri akut
dilakukan sejak tanggal 27 Mei 2015 setelah pengkajian, sampai tanggal 29
Mei 2015 di lakukan operasi. Dalam mengatasi masalah ansietas dan nyeri
akut, hal yang sudah penyusun lakukan antara lain implementasi pengkajian,
monitor, direct care, edukasi kesehatan, dan kolaborasi. Implementasi yang
sudah penyusun lakukan untuk masalah keperawatan ansietas antara lain
mengkaji kecemasan klien, dari mulai hal yang membuat cemas, akibat cemas
yang dialami terhadap aktivitas sehari-hari, serta hal yang dilakukan klien jika
kecemasan muncul. Selain itu, penyusun juga menlakukan pemeriksaan
tanda-tanda vital secara berkala, minimal satu kali setiap shift. Implemetasi
direct care yang sudah penyusun lakukan untuk mengatasi masalah ansietas
adalah mangajarkan teknik napas dalam untuk mengatasi kecemasan.
Masalah ini juga diatasi dengan memberikan edukasi kesehatan yaitu dengan
memberikan informasi terkait prosedur pembedahan dan prosedur
laparascopy chole yang akan dijalani klien.

Implementasi terkait masalah keperawatan kurang pengetahun juga sudah


penulis lakukan. Implementasi yang penyusun lakukan antara lain
mengidentifikasi pengetahuan klien tentang perawatan postoperatif,

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Juliana Br Sembiring, FIK UI, 2015


30

menjelaskan mengenai protokol preoperatif seperti: tidak memakai perhiasan,


tidak membawa barang berharga, tidak memakai gigi palsu, tidak memakai
alat bantu penglihatan (kacamata maupun lensa kontak), tidak memakai cat
kuku, mencukur dan membersihkan daerah operasi, memakai gelang
identitas, tetap mengkonsumsi obat antihipertensi, puasa delapan jam sejak
malam sebelum operasi, mandi dan sikat gigi pada pagi hari sebelum operasi,
memfasilitasi klien dalam melakukan persiapan preoperatif, mengajarkan
latihan napas dalam dan batuk efektif, serta mengajarkan latihan ekstremitas.

Memberikan pendidikan kesehatan kepada klien tentang Diet Rendah Lemak


dan nutrisi yang baik untuk klien, menciptakan lingkungan yang kondusif
selama pemberian pendidikan kesehatan , memberikan penyuluhan sesuai
dengan tingkat pemahaman klien, menggunakan media yang sesuai untuk
kondisi klien, mengulangi informasi bila diperlukan, memotivasi klien dan
keluarga untuk mulai bersama-sama mengawasi dan mengikuti program diet
yang diberikan

3.5 Laporan intraoperatif


Klien di bawa ke IBS pada pukul 08: 15 wib, pada tgl 29 mei 2015. Setelah
itu, klien di persiapkan di ruang preoperatif. Pakaian klien diganti dengan
pakaian khusus ruang operasi dan dipakaikan penutup kepala. Setelah itu,
dilakukan pemeriksaan tekanan darah dan frekuensi nadi. Hasilnya, tekanan
darah klien 156/93 mmHg dan frekuensi nadi 86 kalil per menit. Setelah itu,
dilakukan pemasangan infus pada vena metakarpal kanan, dengan cairan
asering. Selama klien menunggu di ruang preoperatif, dilakukan
implementasi sebagai upaya untuk menurunkan tekanan darah klien. Pertama,
ditanyakan kembali mengenai perasaan klien saat itu. Klien mengatakan
sudah pasrah dengan tindakan yang akan dilakukan dan lebih tenang. Selama
masa preoperatif di ruang IBS ini, diagnosa keperawatan yang muncul adalah
ansietas.

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Juliana Br Sembiring, FIK UI, 2015


31

Adapun tindakan yang sudah dilakukan untuk mengatasi masalah ini antara
lain: (1) mendampingi klien selama di ruang preoperatif, (2) menanyakan
perasaan klien, (3) menjelaskan kembali tentang gambaran prosedur anestesi
dan prosedur laparaskopi kolelitiasis, (4) memotivasi klien untuk melakukan
teknik napas dan berdoa (5) menganjurkan klien untuk istrahat sambil
menunggu waktu operasi, dan (6) memantau tekanan darah dan frekuensi nadi
secara berkala.

Pukul 09:10 klien ke kamar operasi kemudian di lakukan pembiusan dengan


umum. Setelah obat-obatan anestesi bekerja, klien, diberikkan restrain pada
bagian tangan, kemudian dilakukan desinfeksi pada area abdomen sampai ke
bagian abdomen bawah. Setelah itu, dipasang doek steril.
Masalah keperawatan intraoperatif yang ditemukan adalah risiko cedera
posisi perioperatif berhubungan dengan posisi operasi, pemakaian alat
kesehatan, dan tindakan invasif dan risiko perdarahan berhubungan dengan
prosedur pembedahan, dan risiko perdarahan Adapun tindakan yang
dilakukan pada tahap ini antara lain sebagai berikut: (1) mengunci roda
tempat tidur klien maupun meja operasi sebelum memindahkan klien, (2)
memastikan posisi klien tepat berada di tengah meja operasi untuk
mengurangi risiko jatuh, (3) mengamankan klien pada meja operasi dengan
restrain secukupnya, (4) memantau penggunaan doek steril pada tubuh klien
untuk menjaga suhu tubuh dan menutupi area yang tidak dilakukan tindakan,
Klien keluar dari ruang operasi pada pukul 11.40. kemudian, klien dibawa ke
ruang recovery dengan tempat tidur.

Klien sadar namun masih cenderung mengantuk , orientasi klien terhadap


waktu, tempat, dan orang juga baik. tanda-tanda vital pada pukul 13.45 WIB
diperoleh hasil pemeriksaaan tekanan darah 115/78 mmHg, nadi 82 kali per
menit, SPO2 100%. Diagnosa keperawatan yang ditemukan pada tahap ini
adalah risiko perdarahan berhubungan dengan prosedur pembedahan dan
risiko gangguan eliminasi urin. Adapun tindakan yang dilakukan pada tahap
ini antara lain sebagai berikut: (1) memantau tanda-tanda vital klien, (2)

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Juliana Br Sembiring, FIK UI, 2015


32

monitoring kepatenan jalan nafas, 3)mengganti cairan irigasi yang habis, 4)


memantau tanda – tanda perdarahan dan memantau pengeluaran cairan lewat
urine bag.

3.6 Pengkajian post operasi


Pengkajian dilakukan pada tanggal 29 Mei 2015. Hasil pengkajian mobilisasi
didapatan klien mampu menggerakan seluruh ekstremitasnya. Klien bedrest
mobiliasisi bertahap pemulihan diri sepenuhnya dari efek anetesi, dengan
posisi kepala tidur semi fowler. Hasil pengkajian pada sistem pernafasan di
dapatkan klien sementara mendapatkan oksigen nasal 3 liter / menit, respirasi
26 kali / menit, klien mengeluh nyeri di tenggorokkan. Pada sistem sirkulasi
di dapatkan tekanan darah 110/ 80 mmHg, frekwensi nadi 90 kali / menit.
Capiliary refill time kurang dari dua detik. Segala aktivitas dilakukan di
tempat tidur. Hasil pengkajian nyeri didapatkan nyeri mulai terasa pada
daerah operasi. Nyeri muncul terus menerus, skala nyeri lima sampai enam.
Klien tampak mengernyitkan dahi dan sering menarik napas panjang sambil
meringis. Hasil pengkajian cairan dan nutrisi didapatkan instruksi post
operatif, klien dapat langsung makan bubur dan minum, diit bertahap. Mual
dan muntah tidak terjadi. Klien terpasang kateter urin. Klien mendapatkan
terapi cairan intravena asering.
a. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam
klien menunjukkan tanda-tanda: klien dapat menjelaskan tingkat dan
karakteristik nyeri dengan skala 0-10, klien dapat menyampaikan
teknik penatalaksanaan nyeri yang tanpa menimbulkan efek samping ,
klien dapat melakukan teknik relaksasi tarik napas dalam dengan baik
dan benar, klien mampu memenuhi kebutuhan aktivitas harian secara
mandiri dengan bertahap, klien mampu mengugkapkan rasa nyaman
dan berkurangnya nyeri dengan skala 0-1. Intervensi Keperawatan
mandiri: mengidentifikasi karakteristik nyeri: lokasi, intensitas,
frekuensi, kualitas, durasi, dan penjalaran, meminta klien

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Juliana Br Sembiring, FIK UI, 2015


33

menggambarkan tingkat nyeri yang dirasakan dengan skala 1-10,


memonitor nyeri yang dirasakan klien secara berkala baik pada saat
istirahat maupun beraktivitas, menjelaskan dan melatih cara
mengatasi nyeri secara nonfarmakologis, yaitu melalui teknik distraksi
dan relaksasi napas dalam , menganjurkan klien menggunakan teknik
distraksi dan tarik napas dalam saat nyeri timbul. Berkolaborasi
dengan dokter dalam penatalaksaan nyeri akut yaitu dalam pemberian
analgetik .

2. Risiko Infeksi
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2 x 24 jam klien
menunjukkan tanda-tanda: terbebas dari tanda-tanda infeksi seperti
peningkatan suhu di atas 37,5 ͦ c,kemerahan pada bagian luka, dan
adanya discharge atau pus pada bagian luka, menyampaikan tanda-
tanda infeksi yang harus diwaspadai mempertahankan jumlah sel
darah putih dalam rentang normal, mendemonstrasikan cara
mempertahankan hygiene: mencuci tangan, perawatan mulut, dan
perawatan perineal .Intervensi keperawatan mandiri: mengobservasi
tanda dan gejala infeksi seperti peningkatan suhu, kemerahan,dan
adanya discharge , mencatat dan menganalisis nilai laboratorium
(leukosit, serum protein, albumin dan kultur , memonitor perubahan
warna kulit, kelembaban tekstur, dan turgor kulit, menganjurkan klien
untuk meningkatkan asupan cairan, mencuci tangan sebelum dan
sesudah berinteraksi dengan klien, menganjurkan dan memotivasi
klien untuk selalu menjaga personal hygiene. Berkolaborasi dengan
dokter dalam pemberian antibiotik yang sesuai , awasi pemeriksaan
laboratorium seperti leukosit, serum protein, albumin dankultur
3. Kurang Pengetahuan
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam klien dan
keluarga menunjukkan tanda-tanda: Memperlihatkan pengetahuan
tentang diet yang dilakukan yaitu, tentang diet rendah lemak , klien dan
keluarga mengetahui tentang definisi diet rendah lemak, klien

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Juliana Br Sembiring, FIK UI, 2015


34

mengetahui pentingnya diet rendah lemak untuk dirinya, klien dan


keluarga mengetahui makanan apa saja yang mengandung lemak dan
bagaimana strategi untuk mengubah kebiasaan diet, klien
memperlihatkan kemampuan untuk mengurangi asupan lemak sesuai
terapi yang diberikan . Intervensi Keperawatan Mandiri: memberikan
pendidikan kesehatan kepada klien tentang Diet Rendah Lemak,
menciptakan lingkungan yang kondusif selama pemberian pendidikan
kesehatan, memberikan penyuluhan sesuai dengan tingkat pemahaman
klien, menggunakan media yang sesuai untuk kondisi klien,
mengulangi informasi bila diperlukan, memotivasi klien untuk mulai
menerapkan diet rendah lemak, mempersiapkan klien untuk secara
benar mengikuti program diet. Kolaborasi:Rujuk ke ahli gizi dalam
pemberian dan penentuan komposisi diet yang sesuai dengan kondisi
klien.

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Juliana Br Sembiring, FIK UI, 2015


BAB 4
PEMBAHASAAN
.
4.1 Analisis Masalah Keperawatan Klien dengan kolelithiasis
Usia Ibu N sudah 37 tahun sebelumnya pernah bekerja di kantor sebagai
staff marketing perusahaan makanan. Beliau jarang berolahraga dengan
alasan tidak ada waktu. Pada saat makan siang di kantor Ibu N bersama
teman sekantornya sering mengkonsumsi makanan cepat saji karena bisa
di antar ke kantornya. Bila keluar dari kantor jalanan sering macet
sehingga membutuhakan waktu yang lama. Ibu N juga bertemu dengan
kliennya di restoran yang mana kesukaaannya adalah sea food yang paling
sering di makan. Saat ini menggunakan KB suntik sejak mei 2014. Sering
mengkonsumsi makanan yang mengandung lemak ,menyukai jenis
gorengan dan sea food. Riwayat klien menggunakan kontrasepsi hormonal
dapat meningkatkan saturasi kolesterol (Smeltzer dan Bare,2002).KB
suntik mengandung hormon estrogen yang dapat meningkatkan kolesterol
dalam kandung empedu dan penurunan aktivitas pengosongan kandung
empedu. Makanan berlemak dan berkolesterol menjadi sumber pencetus
utama untuk terjadinya kolelitiasis pada klien. Kolesterol merupakan
bagian dari lemak, jika kadar kolesterol yang terdapat dalam cairan
empedu tinggi maka cairan empedu dapat mengendap dan lama kelamaan
menjadi batu atau biasa disebut hipersaturasi cairan empedu. Hal ini terjadi
karena fungsi cairan empedu sebagai pembantu proses pencernaan melalui
emulsifikasi lemak oleh garam-garam empedu tidak optimal karena kadar
kolesterol yang tinggi (Smeltzer & Bare, 2002).

Berdasarkan uraian di atas, ibu N beresiko untuk terjadinya batu


kolesterol. Batu kolesterol terbentuk ketika konsentrasi kolesterol dalam
saluran empedu melebihi kemampuan empedu untuk mengikatnya dalam
suatu pelarut, kemudian terbentuk kristal yang selanjutnya membentuk
batu. Pembentukan batu kolesterol melibatkan tiga proses yang panjang
yaitu pembentukan empedu yang sangat jenuh (supersaturasi),

35 Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Juliana Br Sembiring, FIK UI, 2015


36

pembentukan kristal kolesterol dan agregasi serta proses pertumbuhan


batu. Proses supersaturasi terjadi akibat peningkatan sekresi kolesterol,
penurunan sekresi garam empedu atau keduanya (Gustawan, 2007).

4.2 Preoperative Teaching pada klien kolelitiasis dengan laparaskopi


kolesistektomi
Kolelitiasis merupakan salah satu penyakit yang khas di daerah perkotaan,
di perkiraakan akan bertambah banyak prevalensinya. Saat ini jumlah
penderita batu empedu ini cenderung meningkat karena perubahan gaya
hidup, seperti misalnya banyaknya makanan cepat saji (fast food) yang
dapat menyebabkan kegemukan yang merupakan faktor terjadinya batu
empedu. Penyakit batu empedu/ kolelitiasis sudah merupakan masalah
kesehatan yang penting di negara barat sedangkan di Indonesia baru
mendapatkan perhatian di klinis, sementara publikasi penelitian batu
empedu masih terbatas (Sudoyo, 2007). Riwayat klien menggunakan
kontrasepsi hormonal dapat meningkatkan saturasi kolesterol bilier
(Smeltzer & Bare, 2002). Makanan berlemak dan berkolesterol menjadi
sumber pencetus utama untuk terjadinya kolelitiasis pada klien. Kolesterol
merupakan bagian dari lemak, jika kadar kolesterol yang terdapat dalam
cairan empedu tinggi maka cairan empedu dapat mengendap dan lama
kelamaan menjadi batu atau biasa disebut hipersaturasi cairan empedu. Hal
ini terjadi karena fungsi cairan empedu sebagai pembantu proses
pencernaan melalui emulsifikasi lemak oleh garam-garam empedu tidak
optimal karena kadar kolesterol yang tinggi (Smeltzer dan Bare, 2002).

Ibu N ( 38 tahun) masuk ke rumah sakit karena akan menjalani operasi


laparaskopi kolesistectomie. Kolesistektomi laparoskopi adalah bedah
pengangkatan kandung empedu dan batu empedu menggunakan teknologi
laparoskopi dalam proses juga dikenal sebagai operasi dengan luka yang
kecil atau minimal invasif. Ini adalah pengobatan Gold standar pilihan
untuk hampir semua pasien dengan batu kandung empedu simtomatik
(Nunes dan Beckingham 2005). Keluhan yang di rasakan oleh Ibu N

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Juliana Br Sembiring, FIK UI, 2015


37

berupa nyeri ulu hati dan nyeri tekan di kwadran kanan atas abdomen,
mual muntah.

Hasil pengkajian preoperatif menemukan bahwa dua masalah keperawatan


utama yang muncul pada Ibu N adalah ansietas dan kurang pengetahuan.
Smelzer & Bare (2003) serta Spry (2009) menjelaskan bahwa masalah
utama yang terjadi pada fase preoperatif diantaranya adalah ansietas dan
kurang pengetahuan. Spry (2009) juga menjelaskan bahwa kurang
pengetahuan dapat disebabkan karena gangguan dalam komunikasi,
barrier bahasa, kapasitas mental klien yang tidak adekuat, serta kurang
terpapar informasi mengenai prosedur pembedahan.

Pada Ibu N, masalah kurang pengetahuan yang muncul adalah akibat


kurang terpapar informasi mengeni prosedur Laparaskopi kolesistektomi.
Selain itu, Spry (2009) juga memaparkan bahwa tingkat ansietas seseorang
dapat dipengaruhi oleh pengalaman pembedahan. Ibu N sudah pernah
mengalami pembedahan sebelumnya, oleh karena itu kecemasan yang
dialami Ibu N merupakan kecemasan dari tingkat ringan sampai sedang
yang tidak sampai menyebabkan gangguan dalam pemenuhan kebutuhan
dasar manusia sehari-hari.
Implementasi keperawatan langsung (direct care) yang dilakukan untuk
mengatasi masalah ansietas pada adalah dengan mengajarkan dan
memotivasi Ibu N untuk melakukan teknik relaksasi napas dalam.
Doenges, Moorhouse, dan Murr (2008) menjelaskan bahwa teknik
relaksasi dapat menurunkan frustasi dan meningkatkan koping adaptif.
Selain itu, untuk mengatasi ansietas yang dialami Ibu N, penyusun juga
telah melakukan edukasi preoperatif terkait persiapan operasi dengan
berpuasa selama enam jam, semua perhiasan harus di lepaskan,
memastikan klien tidak menggunakan pewarna kuku, memberikan.

Implementasi keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi masalah


kurang pengetahuan adalah dengan melakukan pengajaran preoperatif

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Juliana Br Sembiring, FIK UI, 2015


38

(preoperative teaching) yang disesuaikan dengan kebutuhan klien.


Smeltzer dan Bare (2003) menjelaskan bahwa preoperative teaching harus
dilakukan sesegera mungkin dan disesuaikan dengan kebutuhan pasien.
Analisis mengenai materi preoperative teaching akan dibahas pada bagian
analsis penerapan preoperatif teaching pada Ibu N.
Penyusun juga menyampaikan latihan napas dalam dan batuk efektif.
Smeltzerdan Bare (2003) menjelaskan bahwa salah satu tujuan asuhan
keperawatan preoperatif adalah mengajarkan klien bagaimana
mempromosikan ekspansi paru yang maksimal dan oksigenasi darah yang
adekuat postanestesi. Selain itu, latihan napas dalam preoperatif juga
diberikan pada klien yang berisiko mengalami komplikasi postoperatif
seperti atelaktasis dan pneumonia.

Pada Ibu N akan di lakukan tehnik pembiusan dengan general anesthesi.


Hal lainnya yang penulis sampaikan pada Ibu N adalah mengenai kondisi
postoperatif dan perawatannya. Penyusun juga menyampaikan bahwa
setelah operasi, jika efek anestesi sudah habis, Ibu N akan merasakan
nyeri pada daerah operasi. Oleh karena itu, untuk mengatasi nyeri
postoperatif, penyusun menyarankan Ibu N untuk melakukan teknik
napas dalam selain penanganan dengan obat-obatan. Penyusun juga
menyampaikan protokol preoperasi kepada Ibu N. Protokol tersebut
meliputi: tidak memakai perhiasan, tidak membawa barang berharga, tidak
memakai gigi palsu, tidak memakai alat bantu penglihatan (kacamata
maupun lensa kontak), tidak memakai cat kuku, mencukur dan
membersihkan daerah operasi, memakai gelang identitas, puasa 8 jam
sejak malam sebelum operasi, serta mandi dan sikat gigi pada pagi hari
sebelum operasi. Persiapan pra operasi di butuhkan untuk pasien yang
akan menjalani operasi dengan peningkatan efisiensi, ( Beck, 2007).

Hal ini disampaikan untuk lebih mempersiapkan klien menjalani prosedur


operasi. Berdasarkan penjabaran di atas, preoperative teaching merupakan
hal yang penting dilakukan pada klien preoperatif. Selain dapat

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Juliana Br Sembiring, FIK UI, 2015


39

meurunkan kecemasan, menjelang operasi, preoperative teaching juga


dapat lebih mempersiapkan klien untuk menghadapi kondisi postoperatif.
Oleh karena itu, pada klien yang akan menjalani operasi, termasuk
laparascopy cholesistectomie, perlu dilakukan preoperative teaching,
dengan materi edukasi yang disesuaikan dengan kebutuhan klien yaitu
nutrisi.

Ibu N di rawat selama lima hari, tidak terpasang t. tube, namun di pasang
drain NGT no 18. Produksi berwarna kuning serosa, minimal perdarahan.
Tidak ada tanda – tanda infeksi. Drain di lepas pada hari ke tiga. Ibu N
sebelum pulang di lakukan discharge planing tentang diet yang harus di
konsumsinya. Bagaimana tentang perawatan luka dan tanda tanda infeksi
harus di ketahui.

4.3 . Alternatif pemecahan yang dapat di lakukan


Preoperative teaching atau pembelajaran preoperatif sangat memiliki
manfaat yang besar dan penting di lakukan pada semua klien dengan
rencana operasi, termasuk klien dengan kolelitiasis dalam tindakan
laparaskopi kolesistektomi. Peran perawat sebagai educator dapat di
terapkan dengan perioperative teaching. Banyak kasus klien batal di
lakukan operasi karena kecemasan yang hebat sehingga tekanan darah
tidak stabil. Hal tersebut dapat di cegah dengan di lakukannya
perioperative teaching yang optimal. Tujuan preoperative teaching adalah
menurunkan kecemasan dan ketakutan serta mengurangi kemungkinan
munculnya komplikasi post operatif. Dengan di lakukannya preoprative
teaching dapat menurunkan stress dan meningkatkan kemampuan koping
klien. Oleh karena itu preoperative teaching dapat di lakukan menjadi
alternatif pemecahan masalah untuk lebih mempersiapkan klien dalam
mengahdai tindakan operasi sampai perawatan post operatif.
Di dalam memberikan intervensi preoperative teaching tidak banyak
mengalami hambatan. Klien dan keluarga kooperative dan mengikuti
anjuran dari perawat. Pada saat post operasi tempat tidur yang di gunakan

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Juliana Br Sembiring, FIK UI, 2015


40

klien mengalami kerusakan sehingga tidak bisa di lakukan untuk


mengubah posisi menjadi semi fowler. Perawat mencari alternatif yang
lain dengan menggunakan beberapa bantal yang di bawa oleh keluarga
menjadikan sandaran di punggung klien. Klien pulang pada hari ke lima
post tindakan. Klien mengalami hambatan dalam post operasi karena
produksi drain yang masih produktif. Pada hari ke 3 drain di aff dan di
lakukan observasi kembali.

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Juliana Br Sembiring, FIK UI, 2015


BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Masalah keperawatan preoperatif yang teridentifikasi pada Ibu N
dengan kolelitiasis, adalah masalah ansietas dan kurang pengetahuan.
Setelahdilakukan tindakan keperawatan, masalah ansietas dan nyeri
akut berhasil diselesaikan.
2. Pada kasus kolelitiasis yang dialami oleh klien dapat disimpulkan
bahwa penyebab kolelitiasis klien adalah, riwayat penggunaan
kontrasepsi hormonal, dan kebiasaan makan klien yang sering
mengkonsumsi makanan berlemak dan bersantan.
3. Masalah keperawatan postoperatif yang teridentifikasi pada post
operasi, adalah masalah nyeri akut, risiko perdarahan, setelah
dilakukan tindakan keperawatan, nyeri akut dapat diselesaikan, dan
masalah risiko perdarahan tidak terjadi atau berhasil dicegah.
4. Kolelitiasis merupakan salah satu masalah perkotaaan di mana gaya
hidup yang menuntut semua dengan cepat termasuk pola makan
keseharian.
5. Preoperative teaching atau pembelajaran preoperatif memiliki
manfaat yang besar dan penting dilakukan pada semua klien
preoperatif, termasuk klien Kolelitiasis dengan tindakan laparaskopi
kolesistectomie. Preoperative teaching dapat memberikan manfaat
dalam menurunkan kecemasan dan ketakutan, serta mengurangi
kemungkinan munculnya komplikasi postoperatif, sehingga penting
untuk dilakukan.

5.2 Saran
1. Meningkatkan pengetahuan tentang kolelitiasis untuk meningkatkan
kualitas dalam memberikan asuhan keperawatan.
2. Perawat harus melalukan preoperative teaching secara optimal kepada
pasien sangat bermanfaat untuk perawatan klien selanjutnya.

41 Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Juliana Br Sembiring, FIK UI, 2015


42

3. Mahasiswa keperawatan sangat membeutuhkan konsep dalam


memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan kolelitiasis dan
kemampuan preoperative teaching

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Juliana Br Sembiring, FIK UI, 2015


DAFTAR PUSTAKA

Beck A. (2007). Nurse led pre-operative assessment for elective surgical patients.
Nursing Standard. 21, 51, 35-38
Beckingham, IJ. (2001). Gallstone disease. In: ABC of Liver, Pancreas and Gall
Bladder. London: BMJ Books
Beckingham, I.J. (2001). ABC Of Diseases Of Liver, Pancreas, And Biliary
System Gallstone Disease. Dalam: British Medical Journal V. 322, 13
Januari 2001
Gustawan, I.W., K. Nomor Aryasa, dkk. (2007). Kolelitiasis pada anak dalam
Maj kedoktIndon, volum:57, Nomor: 10, Oktober 2007.
Keus F, de Jong JAF, Gooszen HG, van Laarhoven CJHM (2006). Laparoscopic
versus open cholecystectomy for patients with symptomatic
cholecystolithiasis. Cochrane Database of Systematic Reviews. Issue 4.
Keshav.S. (200$). The Gastrointestinal System at a Glance. London: Blackwell
Science
Kumar, Ramzi S. Cotran & Stanley L. Robbins. (2007). Buku Ajar Patologi Edisi
7. Jakarta: EGC
Lesmana, Laurentinus A. (2006). Penyakit Batu Empedu dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid I Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Leo, J., Filipovic, G., Krementsova, J., Norblad, R., and Söderholm, M., 2006,
Mitchell M (2007a) Psychological care of patients undergoing electivesurgery.
Nursing Standard. 21, 30, 48-55.
Marschall & Einarsson (2007). Gallstone Disease, dalam internal medicine
journal, 261:529-542 ,Karolinska University Sweden, 2007
Mansjoer A. et al. (1999). Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I, Ed.3. Jakarta:
Penerbit Media Aesculapius, FKUI
Marieb EN. (2003). Essentials of Human Anatomy and Physiology. Benjamin
Cummings, San Francisco CA.
Muttaqin, A. dan Sari, K. (2009). Asuhan Keperawatan Perioperatif: Konsep,
Proses dan Aplikasi. Jakarta Salemba Medika

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Juliana Br Sembiring, FIK UI, 2015


Nunes Q, Beckingham I. (2005). Management of gallstone disease. The
Pharmaceutical Journal. 274, 7334, 123-126
Notoatmodjo, Soekijo. (2011). Promosi kesehatan dan Ilmu Perilaku, teori dan
aplikasi.Jakarta: Rineka cipta.
NANDA, (2012).Nursing diagnosis:defenition and classification, 2012 – 2014.
Oxford; Wiley – Blackwell
Open Cholecystectomy for All Patients in the Era of Laparoscopic Surgery – A
Prospective Cohort Study, BMC Surger, 6:1471-82.
Operating Theatre and Pre-operative Assessment Programme National Team
(2003) National Good Practice Guidance on Pre-operative Assessment for
Inpatient Surgery. NHS Modernisation Agency, London.
Potter dan Perry (2005). Buku AjarFundamental Keperawatan:Konsep,
Proses dan Praktik (ed. 4Vol. 2). Jakarta: EGC.
Philips SM,Gallaghor M, Buchan H(2008) use graduated compressionstockings
postoperatively to prevent deep vein thrombosis.British medical
Journal.336.943-
Pearson Education. (--). Preoperative client teaching. Style sheet:
Robbin, dkk. (2007). Buku Ajar Patologi. Edisi 7 Volume 2. Jakarta: Penerbit
buku kedokteran EGC.
Sjamsuhidajat R, de Jong W. (2005). Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta :
EGC.
Smith ME, Morton DG. (2001). TheDigestive System: Basic Science and Clinical
Conditions. Churchill Livingstone, London
Setiadi. (2012). Konsep dan Penulisan Dokumentasi Asuhan Keperawatan; Teori
dan Praktik. Yogyakarta: Graha Ilmu
Spry, C. (2009). Essensials of Perioperative Nursing. (4th edition).
Massachusetts: Jones and Barlett Publisher
Sasube N.W.(2009) pengaruh latihan nafas dalam terhadap Tingkat Kecemasan
Pasien Preoperative Di Ruang Obstetri BLU Prof.Dr. R.D.Kandou Manado
Sjamsuhidayat, R, de jong W. (2005). Buku Ajar I,mu Bedah, Edisi 2. Jakarta:
Penerbit buku kedokteran EGC

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Juliana Br Sembiring, FIK UI, 2015


Soper, N. J., Swanstrom, L. L, and Eubanks, W.S., 2004, Mastery of Endoscopy
andLaparoscopic Surgery, Lippincott Williams & Wilkins, 2-5.
Smeltzer, S. & Bare, B. (2002). Buku ajar keperawatan medikal bedah
Brunner&Suddarth.. Edisi 8 volume 2. (Waluyo, A., Kariasa, M., Julia,
Kuncara, A., & Asih, Y., Penerjemah). Jakarta: Penerbit buku kedokteran
EGC
Tayeb, M., Raza, S. A., Khan, M. R., and Azami, R., 2005, Conversion from
Laparoscopic toOpen Cholecystectomy: Multivariate analysis of
preoperative risk factors, 51:17- 20.
Tjokronegoro, et.al (2004). Kamus Kedokteran (ed. 4). Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Juliana Br Sembiring, FIK UI, 2015


Lampiran 1

SATUAN ACARA PENYULUHAN


DIET NUTRISI RENDAH LEMAK
PENGANGKATAN KANDUNG EMPEDU
DI RUANG ANGGREK TENGAH RUMAH SAKIT
PERSAHABATAN

OLEH : JULIANA BR SEMBIRING


NPM : 1206322764

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS INDONESIA

2015

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Juliana Br Sembiring, FIK UI, 2015


Lampiran 1

SATUAN ACARA PEMBELAJARAN

Pokok Bahasan :Asuhan Keperawatan Pasien Post op laparascopy


cholelitiasis
Sub Pokok Bahasan : Diet nutrisi rendah lemak
Sasaran : Klien Ny. N dan Keluarga Klien di Ruang Anggrek
Tengah Rumah Sakit Persahabatan Jakarta
Hari/tanggal :
Waktu :
Tempat :Ruang Rawat Inap Anggrek tengah Rumah Sakit
Persahabatan Jakarta

I. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU)


Setelah diberikan penjelasan selama 10 menit tentang diet nutrisi rendah lemak
pada klien post op pengangkatan kandung empedu, diharapkan klien dapat
memahami akan pentingnya diet rendah lemak post op pengangkatan kandung
empedu dan menerapkannya di rumah setelah pulang dari rumah sakit.

II. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS (TIK)


Setelah diberikan penjelasan tentang pentingnya diet rendah lemak post op
pengangkatan kandung empedu, klien mampu:
1. Menyebutkan definisi diet rendah lemak
2. Memahami pentingnya diet rendah lemak post op pengangkatan kandung
empedu
3. Menyebutkan makanan yang mengandung lemak
4. Menyebutkan diet nutrisi yang baik untuk klien post op pengangkatan kandung
empedu ketika berada di rumah
5. Menyusun menu harian selama tiga hari untuk klien

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Juliana Br Sembiring, FIK UI, 2015


Lampiran 1

III. MATERI PENYULUHAN

1. Definisi diet rendah lemak


2. Pentingnya diet rendah lemak post op pengangkatan kandung empedu
3. Makanan yang mengandung lemak
4. Diet nutrisi untuk klien post op pengangkatan kandung empedu
5. Rencana menu harian selama satu minggu untuk klien
IV. METODE PENYULUHAN
1. Ceramah
2. Diskusi
3. Tanya jawab
V. MEDIA
1. Leaflet
2. Lembar menu harian selama satu minggu
VI. BAGAN RENCANA KEGIATAN PENYULUHAN
NO Tahapan & Kegiatan Mahasiswa Kegiatan Klien
Waktu
1 Pembukaan - Memberi salam - Menjawab salam
15 menit - Menanyakankondisi hari - Memperhatikan dan
ini mendengarkan
- Menjelaskan tujuan , - menjawab
kontrak waktu dan materi
yang akan di berikan
2 Kegiatan - Menjelaskan defenisi diet - Memperhatikan dan
10 menit rendah lemak mendengarkan
- Menjelaskan pentingnya - Memperhatikan dan
diet rendah lemak post mendengarkan
op pengangkatan
kandung empedu - Memperhatikan dan
- Menjelaskan makanan mendengarkan
yang mengandung lemak
- Menjelaskan diet nutrisi - Memperhatikan dan
untuk klien post op mendengarkan
pengangkatan kandung
empedu
- Memberikan contoh
- Memperhatikan dan
menu harian untuk klien
mendengarkan
selama satu minggu
- Membantu klien dalam
menyusun contoh menu - Ikut
dalam tiga hari ke depan. mendemonstrasikan

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Juliana Br Sembiring, FIK UI, 2015


Lampiran 1

3 Penutupan - Mengevaluasi subjektif - Menjawab


5 menit dan objektif - Memperhatikan dan
- Menyimpulkan bersama mendengarkan
– sama - Menjawab salam
- Mengucapkan salam
penutup

VII. DAFTAR EVALUASI HASIL PENYULUHAN

No Kegiatan Mahasiswa Kegiatan Klien


1 Sebutkan definisi diet - Memperhatikan penjelasan yang
rendah lemak diberikan oleh mahasiswa
- Memahami definisi diet rendah lemak
dengan baik yaitu kegiatan membatasi
nutrisi berupa lemak
2 Sebutkan pentingnya diet - Fungsi empedu yaitu membantu dalam
rendah lemak post op proses pencernaan dan penyerapan lemak
pengangkatan kandung - Cairan empedu mengandung sejumlah
empedu besar kolesterol yang biasanya tetap
berbentuk cairan.
- Jika cairan empedu menjadi jenuh karena
kolesterol, maka kolesterol bisa menjadi
tidak larut dan membentuk endapan di
luar empedu
- Jika ada endapan maka akan terjadi
sumbatan dan penyempitan di dalam
saluran empedu
- Sumbatan pada saluran empedu bisa
menumbuhkan bakteri dan
mengakibatkan infeksi
- Bakteri bisa menyebar melalui aliran
darah dan menyebabkan infeksi di
bagian tubuh

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Juliana Br Sembiring, FIK UI, 2015


Lampiran 1

- Makanan yang mengandung lemak,


seperti:
 Daging Ayam boiler
 Daging kambing
 Daging sapi
 Daging/ikan yang diawetkan (kornet,
sosis, sarden, ikan asin)
 Keju
 Mayones
4 Sebutkan diet nutrisi yang Bahan makananyang tidak boleh di berikan
baik untuk klien dengan post adalah :
op klien pengangkatan - Makanan yang mengandung lemak
kandung empedu seperti :
 Daging kambing
 Daging sapi
 Daging/ikan yang diawetkan (kornet,
sosis, sarden, ikan asin)
 Keju
 Mayones
- Makanan yang mengandung gas, seperti:
 Ubi
 Kacang merah
 Kol
 Sawi
 Lobak
 Durian
 Nangka , dan
 Ketimun
- Bumbu yang merangsang, seperti cabe,
bawang, merica, asam cuka dan jahe
- Minuman yang mengandung soda dan
alkohol

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Juliana Br Sembiring, FIK UI, 2015


Lampiran 1

Bahan makanan yang baik diberikan adalah


bahan makanan yang mengandung karbohidrat
tinggi dan mudah dicerna. Seperti bubur, telur
yang direbus, tahu, tempe, madu, daging sapi
tanpa lemak

VIII. SUMBER

Potter and Perry. (2005). Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan


praktik. Ed. 4.Volume II. Jakarta: EGC.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2002). Brunner & Suddarth’s textbook of medical-
surgical nursing vol.2.(8th Ed). (Waluyo, A., Kariasa, M., Julia, Kuncara, A.
Asih, Y., Penerjemah). Philadelphia:Lippincott-Raven Publisher.
Ins.Gizi RSCM & AsDI. (2007) Buku Penuntun Diet Dewasa, hal. 131-136.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama hal. 131-136

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Juliana Br Sembiring, FIK UI, 2015


Lampiran 2

DIET RENDAH LEMAK PADA


KLIEN POST OPERASI
PENGANGKATAN KANDUNG
EMPEDU

Mahasiswa Praktik Profesi

Fakultas Ilmu Keperawatan


Universitas Indonesia

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Juliana Br Sembiring, FIK UI, 2015


Lampiran 2

2015

DIET RENDAH LEMAK

Diet rendah lemak adalah kegiatan


membatasi nutrisi berupa lemak
dalam makanan sehari-hari

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Juliana Br Sembiring, FIK UI, 2015


Lampiran 2

PENTINGNYA DIET RENDAH


LEMAK
√ Post op pengangkatan kandung
empedu. Fungsi Empedu sebagai
zat untuk membantu proses
pencernaan dan penyerapan lemak.

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Juliana Br Sembiring, FIK UI, 2015


Lampiran 2

√ Cairan empedu mengandung


sejumlah kolesterol yang biasanya
tetap berbentuk cairan. Jika cairan
empedu menjadi jenuh karena
kolesterol, maka kolesterol bisa
menjadi tidak larut dan membentuk
endapan
√ Jika ada endapan maka akan
terjadi sumbatan dan penyempitan
di dalam saluran empedu
√ Sumbatan pada saluran empedu
bias menumbuhkan bakteri dan
mengakibatkan infeksi

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Juliana Br Sembiring, FIK UI, 2015


Lampiran 2

√ Bakteri bisa menyebar melalui


aliran darah dan menyebabkan
infeksi di bagian tubuh lainnya

MAKANAN YANG
MENGANDUNG LEMAK
Daging yang mengandung lemak
Daging / ikan yang diawetkan
(kornet,, sarden, ikan asin), Keju,
Mayonaise

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Juliana Br Sembiring, FIK UI, 2015


Lampiran 2

Diet Nutrisi yang Baik untuk


klien post op pengangkatan
kandung empedu
Bahan makanan yang baik
diberikan adalah bahan makanan
yang mengandung karbohidrat
tinggi dan mudah dicerna. Seperti
Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Juliana Br Sembiring, FIK UI, 2015


Lampiran 2

bubur, telur yang direbus, tahu,


tempe, madu, dan daging sapi tanpa
lemak.
Bahan makanan yang tidak boleh
diberikan adalah:
Makanan yang mengandung lemak,
seperti:
· Daging kambing
· Daging sapi yang berlemak
· Daging/ikan yang diawetkan
· Keju
· Mayonaise
Makanan yang mengandung gas,
seperti:

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Juliana Br Sembiring, FIK UI, 2015


Lampiran 2

· Ubi
· Kacang merah
· Kol
· Sawi lobak
· Durian dan nangka
- Bumbu yang merangsang, seperti
cabe,
bawang, merica, asam cuka, dan jahe
Minuman yang bersoda dan
beralkohol

DIET NUTRISI

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Juliana Br Sembiring, FIK UI, 2015


Lampiran 2

Contoh menu makan harian pasien


post Operasi pengangkatan kandung
empedu

Sarapan Pagi
_ Roti Bakar isi madu
_ Telur ceplok (dengan sedikit
minyak) atau telor rebus
_ Susu skim

Makan Siang
_ Nasi/tim
_ Sayur bening bayam

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Juliana Br Sembiring, FIK UI, 2015


Lampiran 2

_ Tempe bacem
_ Pepaya
Makan sore/malam
_ Nasi/tim
_ Pepes ikan
_ Cah tahu/ oyong
_ pisang

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Juliana Br Sembiring, FIK UI, 2015


Lampiran 2

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Juliana Br Sembiring, FIK UI, 2015

Anda mungkin juga menyukai